Anda di halaman 1dari 3

Tugas kelompok sejarah

Anggota

1. Sandy
2. Rizky fajar
3. Irwan
4. Revandra
5. Rico
6. Tio
7. Khoirul adha

Aspek Kehidupan Kerajaan Pajang

Aspek Sosial Budaya

Pada zaman Pakubuwono I dan Jayanegara kerja sama untuk menjadikan Pajang semakin maju
dibidang pertanian sehingga Pajang menjadi lumbung beras pada abad ke-16sampai abad 17,
kerja sama tersebut saling menguntungkan bagi kedua belah pihak.Kehidupan rakyat Pajang
mendapat pengaruh Islamisasi yang cukup kental sehinggamasyarakat Pajang sangat
mengamalkan syariat Islam dengan sungguh-sungguh.

Aspek Ekonomi

Pada zaman Paku Buwono 1 (1708) ketika Ibukota Mataram masih ada di Kartasura,
adakerjasama yang baik antara Surakarta pusat dengan Jayengrana bupati Surabaya. Pada
masaitu seluruh Jawa Timur kompak dalam mendukung kerjasama antara PakuBuwono 1
danJayengrana.Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga menjadi lumbung
beras dalamabad ke-16 dan 17. Lokasi pusat kerajaaan Pajang ada di dataran rendan tempat
bertemunyasungai Pepe dan Dengkeng (ke dua-duanya bermata air di lereng gunung Merapi)
dengan bengawan sala. Irigasi berjalan lancar karena air tanah di sepanjan tahun cukup
untukmengairi sehingga pertanian di Pajang maju.Di zaman Kerajaan Demak baru muncul, Pajang
telah mengekspor beras denganmengangkutnya melalui perniagaan yang berupa Bengawan Sala.
Sejak itu Demak sebagainegara maritim menginginkan dikuasainya lumbung-lumbung beras di
pedalaman yaituPajang dan kemudian juga mataram, supaya dengan cara demikian dapat
berbentuk negaraideal agraris maritim

Aspek Politik

Arya Penangsang membuat saluran air melingkari Jipang Panolan dan dihubungkandengan
Bengawan Solo. Karena pada sore hari air Bengawan Solo pasang maka air disaluran juga
mengalami pasang. Oleh karena itu saluran tersebut dikenal dengan namaBengawan Sore.
Sebetulnya Arya Penangsang sudah tidak berhak mengklaim tahta Demakkepada Sultan
Hadiwijaya, karena Pajang adalah sebuah kerajaan tersendiri. Akan tetapidendamnya kepada
putera dan mantu Sultan Trenggono belum pupus. Dia kembali mengirim pembunuh gelap untuk
membunuh Sultan Hadiwijaya, mengulangi keberhasilan pembunuhanterhadap Sunan Prawata.
Akan tetapi pembunuhan tersebut tidak berhasil

Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para sepuh, Walisebagai ulama
dapat menempatkan diri sebagai orang tua. Tidak ikut campur dalam urusan

“rumah tangga” anak


-anak. Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan persoalanya sendiri. Dan yang
sepuh sebagai pengamat. Sunattulah akan berlaku bagi mereka

Berdua, ‘Sing becik ketitik sing ala ketara’. Wali lebih baik mensyi’arkan agama tanpa

Menggunakan kekuasaan. Biarkanlah urusan tata negara dilakukan oleh ahlinya masing-

Masing. Wali adalah ahli da’wah bukan ahli tata negara. Jangan sampai para Wali terpecah

Belah karena berpihak kepada salah satu diantara mereka. Apa kata rakyat jelata, jika melihat

Para Wali ‘udreg

Udregan’, sib

Uk berkelahi sendiri.

Hampir semua Guru menyampaikan: “Setelah tidak ada aku nanti, mungkin pentolan

Pentolan kelompokku sudah tidak punya ‘clash of vision’, tetapi mereka tetap punya ‘clash
ofminds’, ‘clash of egoes’, mereka merasa bahwa tindakan yang

Dipilihnya benar menurut

Pemahamannya, dan kalian akan melihat banyaknya aliran muncul”. Seandainya Guru masih

Hidup maka kebenaran dapat ditanyakan dan tidak akan ada permasalahan. Mereka yang
gilakekuasaan menggunakan pemahaman terhadap wasiat Guru sebagai alat untuk
membangunkekuasaan. Yang terjadi bukan perang berdasarkan perbedaan keyakinan, tetapi
perebutankekuasaan menggunakan perbedaan pemahaman atau keyakinan sebagai alat yang
ampuh.

Dikisahkan Sunan Kudus sebagai Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang Sultanuntuk dating. Ke
Kudus untuk mendinginkan suasana. Pada saat itu terjadi perang mulutantara Arya Penangsang
dan Sultan Hadiwijaya dan mereka saling menghunus keris. Konon

Sunan Kudus berteriak: “Apa

-apaan kalian! Penangsang cepat sarungkan senjatamu, dan

Masalahmu akan selesai!” Arya Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘SetanKober’nya.
Setelah pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya Penangsang,

Maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan Hadiwijaya dan masalahakan
selesai.

Akhirnya Arya Penangsang dengan kuda ‘Gagak Rimang’nya dipancing dengan kuda

Betina Sutawijaya yang berada di luar Bengawan Sore atas saran penasehat Ki Gede

Pemanahan dan ki Penjawi. Dan, Arya Penangsang menaiki ‘Gagak rimang’ yang

Bersemangat menyeberangi Bengawan Sore. Begitu berada di luar Bengawan Sore kesaktianArya
Penangsang berkurang yang akhirnya dia dapat terbunuh. Atas jasanya Ki Penjawidiberi tanah di
Pati dan Ki Gede Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijayaadalah putra Ki Gede
Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum putra kandungnya,
Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon dikawinkan dengan putriSultan sehingga Sutawijaya
yang akhirnya menjadi Sultan Pertama Mataram yang bergelarPanembahan Senopati, anak
keturunannya masih berdarah Raja Majapahit

Raja – Raja yang Memerintah Kerajaan Pajang

Jaka Tingkir

Nama aslinya adalah Mas Karèbèt, putra Ki Ageng Pengging atau Ki Kebo Kenanga.Ketika ia
dilahirkan, ayahnya sedang menggelar pertunjukan wayang beber dengan dalang KiAgeng Tingkir.
Kedua ki ageng ini adalah murid Syekh Siti Jenar. Sepulang dari mendalang,Ki Ageng Tingkir jatuh
sakit dan meninggal dunia.Sepuluh tahun kemudian, Ki Ageng Pengging dihukum mati karena
dituduhmemberontak terhadap Kesultanan Demak. Sebagai pelaksana hukuman ialah Sunan
Kudus.Setelah kematian suaminya, Nyai Ageng Pengging jatuh sakit dan meninggal pula. Sejak
itu,Mas Karebet diambil sebagai anak angkat Nyai Ageng Tingkir (janda Ki Ageng Tingkir).Mas
Karebet tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertapa, dan dijuluki Jaka Tingkir. Guru
pertamanya adalah Sunan Kalijaga. Ia juga berguru pada Ki Ageng Sela, dan
dipersaudarakandengan ketiga cucu Ki Ageng yaitu, Ki Juru Martani, Ki Ageng Pemanahan, dan Ki
Panjawi.Silsilah Jaka Tingkir :

Andayaningrat (tidak diketahui nasabnya) + Ratu Pembayun (Putri Raja

Brawijaya)→ Kebo kenanga (Putra Andayaningrat) + Nyai Ageng Pengging→ Mas

Karebet/Jaka Tingkir.Meski dalam Babad Jawa, Adiwijaya lebih dilukiskan sebagai Raja yang serba
lemah,tetapi kenyataannya sebagai ahli waris Kerajaan Demak ia mampu menguasai
pedalamanJawa Tengah dan Jawa Timur dengan baik. Perpindahan pusat Kerajaan ke pedalaman
yangdilanjutkan lagi oleh Raja Mataram berpengaruh besar atas perkembangan peradaban Jawa
pada abad ke-18 dan 19.

Anda mungkin juga menyukai