Disusun Oleh
NAMA : HENDRI
NIM : 2223430003
KELAS : SPI 2A
Puji syukur atas kehadirat Allah swt. atas berkat beliaulah penulis
dapat menyelesaikan makalah ini secara cepat dan tepat walaupun masih
banyak kekurangan yang pada Makalah “Sejarah Tumbuh dan
Berkembangnya Islam di Sulawesi ( Kerajaan Gowa dan Tallo) yang
digunakan Untuk memenuhi Mata Kuliah “Sejarah Islam Indonesia” tak
lupa juga penulis ingin berterima kasih kepada pihak yang telah bekerja
sama memberikan pikiran dan materinya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana berdirinya kerajaan pajang?
2. Siapa saja raja yang memerintah kerajaan pajang?
3. Pada masa raja siapakah kerajaan pajang mengalami masa keemasan?
4. Bagaimana aspek sosial budaya, ekonomi dan politik pada masa itu?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk memaparkan bagai mana asal-usul berdirinya kerajaan pajang.
2. Untuk mendeskripsikan siapa saja yang pernah menjadi raja di
kerajaan pajang.
3. Untuk memaparkan pada masa raja siapa kerajaan pajang mengalami
masa keemasan.
4. Untuk memaparkan aspek sosial bucdaya, ekonomi dan politik pada
masa itu.
D. Manfaat Penelitian
Makalah ini diharapkan bermanfaat, baik dari aspek teoritis
maupun praktis. Secara teoritis tergambar dalam materi tulisan ini.
Adapun secara praktis, tulisan ini diharapkan dapat berguna bagi individu,
masyarakat, dan pemerintah. Semoga menjadi bahan pembelajaran yang
baik bagi tunas bangsa yang ingin mempelajarinya.
BAB II
PEMBAHASAN
C. Masa Keemasan
Masa keemasan kerajaan Pajang terjadi pada masa pemerintahan
raja Hadiwijaya atau jaka tingkir raja pertamanya. Sultan Pajang mulai
melakukan perluasan kekuasaan sehingga beberapa daerah sekitarnya
antara lain Jipang dan Demak sendiri mengakui kekuasaan pajang.
Demikian pula ia meluaskan pengaruhnya ke daerah pesisir utara seperti
Jepara, Pati, bahkan kearah barat sampai ke Banyumas( Marwati Djoened
Poesponegoro, 2010:55).
Selama pemerintahan Sultan Adiwijaya, kekusastraan dan kesenian
yang sudah maju di Demak, dan Jepara lambat laun dikenal di pedalaman
Jawa.
Pengaruh agama Islam yang kuat di pesisir dan menjalar tersebar
ke daerah pedalaman (Aji Raksa 2008). Pada masa pemerintahan Raja
Hadiwijaya mulai banyak raja-raja kecil yang tunduk padanya selain itu ia
juga memperluas daerahnya sampai madiun, aliran anak sungai solo
myang besar, blora dan kediri.
Pada tahun 1581, ia berhasil mendapatkan pengakkuan sebagai
sultan islam dari Raja-Raja penting di Jawa Timur (Aji Raksa 2008).
Untuk peresmiannya pernah diselenggarakan pertemuan bersama di istana
Sunan Prapen di Giri, hadir pada kesempatan itu para Bupati dari Jipang,
Wirasaba (Majaagung), Kediri, Pasuruan, Madiun, Sedayu, Lasem,Tuban,
dan Pati. Pembicara yang mewakili tokokh-tokoh Jawa Timur adalah Panji
Wirya Krama, Bupati Surabaya.
Disebutkan pula bahwa Arosbaya (Madura Barat) mengakui
Adiwijaya sehubunga dengan itu bupatinya bernama Panembahan Lemah
Duwur diangkat menantu Raja Pajang (Andy Candra, 2012). Dari itu
semua dapat terlihat bahwa sudah ada hubungan baik antara kerajaan
pajang dengan Raja-Raja di Jawa Timur dan itu berdampak baik pada
kedua pihak.
2. Aspek Ekonomi
Pajang mengalami kemajuan di bidang pertanian sehingga
menjadi lumbung beras dalam abad ke-16 dan 17 (Andy Candra, 2012).
Kemajuan pertanian itu tidak terlepas karena pajang yang terletak di
Datarann Rendah tempat bertemunya sungai pepe dan sungai dengkeng,
kedua sungai tersebut berasal dari sumber mata air dari lereng gunung
merapi dean bengawan solo sehingga irigasi berjalan lancar dan pertanian
pun mengalami kemajuan yang pesat.
Pada masa kejayaan Demak, pajang sudah melakukan eksport
beras melalui perniagaan bengawan solo. Melihat lumbung padi yang
begitu besar Demak ingin menguasai pajang dan juga mataram kerana
lumbung padinya untuk membentuk negara yang agraris maritim yang
ideal.
3. Aspek Politik
pada masa Kerajaan Demak wali sanga berperan sangat penting
karena mereka ikut memmbangun dan mendirikan kerajaan Demak
tersebut bahkan mereka ikut menentukan kebijakan politik demak. Tetapi
setelah masa kerajaan Pajang peran wali sanga masih dibutuhkan tetapi
tidak terlalu kental.
Dalam berita dikabarkan bahwa Sunan Kudus terlibat dalam
pembunuhan Sunan Prawata yang yang dibunuh oleh Arya Panangsang.
Setelah terjadi perselisihan antara Ayapenangsang dan Hadiwijaya
Dikisahkan Sunan Kalijaga memohon kepada Sunan Kudus agar para
sepuh, Wali sebagai ulama dapat menempatkan diri sebagai orang tua.
Tidak ikut campur dalam urusan “rumah tangga” anak-anak.
Biarkanlah Arya Penangsang dan Hadiwijaya menyelesaikan
persoalanya sendiri (Andy Candra, 2012). Mereka hanya mengamati
semua yang terjadi dan mereka hanya berkata “sing becik ketitik sing olo
ketoro”. Jadi disitu terlihat jelas bahwa mereka yang bersangkutan harus
menyelesiakan permasalahan masing-masing tanpa campur aduk orang
lain, karena pasti ada banyak pihak yang ingin melihat kehancuran dari
mereka. Terjadi banyak perselisihan yang terjadi, dan perselisihan itu
terjadi karena perebutan kekuasaan antara yang satu dengan yang lainnya.
Mereka hanya mementingkan keinginan mereka dan apa yang
mereka lakukan semata-mata hanya kerana pemikiran mereka masing-
masing. Mereka hanya gila akan kekuasaan yang ingin mereka dapatkan.
Dikisahkan Sunan Kudus sebagai Guru Sultan Hadiwijaya, mengundang
Sultan untuk datang ke Kudus untuk mendinginkan suasana. Pada saat itu
terjadi perang mulut antara Arya Penangsang dan Sultan Hadiwijaya dan
mereka saling menghunus keris.
Konon Sunan Kudus berteriak: “Apa-apaan kalian! Penangsang
cepat sarungkan senjatamu, dan masalahmu akan selesai!” Arya
Penangsang patuh dan menyarungkan keris ‘Setan Kober’nya. Setelah
pertemuan usai, konon Sunan Kudus menyayangkan Arya Penangsang,
maksud Sunan Kudus adalah menyarungkan keris ke tubuh Sultan
Hadiwijaya dan masalah akan selesai (Andy Candra, 2012).
Tetapi setelah itu Arya Penangsang dapatdikalahkan oleh
Hadiwijaya dengan cara kuda gerak rimang yang tunggangi oleh Arya
penangsang di pancing oleh bkuda betina Sutawijaya melewati bengawan
sore setelah di luar bengawan sore kekuatan Arya Penangsang melemah
dapat dibunuh.
Atas jasanya Ki Penjawi diberi tanah di Pati dan Ki Gede
Pemanahan diberi tanah di Mentaok, Mataram. Sutawijaya adalah putra Ki
Gede Pemanahan dan merupakan putra angkat Sultan Hadiwijaya sebelum
putra kandungnya, Pangeran Benawa lahir. Sutawijaya konon dikawinkan
dengan putri Sultan sehingga Sutawijaya yang akhirnya menjadi Sultan
Pertama Mataram yang bergelar Panembahan Senopati, anak keturunannya
masih berdarah Raja Majapahit (Andy Candra, 2012).
BAB III
KESIMPULAN
http://okebosshendra.blogspot.com/2012/03/14-sejarah-kerajaan-
pajang.html
http://sejarah-andychand.blogspot.com/2012/05/sejarah-kerajaan-
pajang.html