Oleh :
Nama : Anggi Lailatusholiqah
NIM : B0120003
Kelas : Sastra Daerah A
SURAKARTA
2021
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kita sebagai generasi muda penerus bangsa sudah sepatutnya mempelajari dan
memahami bagaimana sejarah dan usal usul dari kerajaan-kerajaan yang pernah
berdiri di Indonesia, baik kerajaan dimasa Hindu Buddha ataupun kerajaan Islam agar
nantinya tidak melupakan sejarah sehingga tidak kehilangan jati diri negara. Dalam
artikel ini kita akan mempelajari salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di
Indonesia yakni Kerajaan Pajang.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
ISI
A. Berdirinya Kerajaan Pajang
Kemenangan ini juga atas bantuan dari Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng
Penjawi dari kemenangan ini, membuat Joko Tingkir memimpin Demak dengan gelar
Sultan Hadiwijaya. Gelar tersebut diperoleh dari Sunan Giri dan mendapat pengakuan
dari kerajaan-kerajaan yang menjadi bawahan Demak.
Jaka Tingkir atau Sultan Hadiwijaya adalah pendiri sekaligus orang pertama
yang memerintah Kerajaan Pajang. Saat telah dewasa, Jaka Tingkir menjadi menantu
dari Sultan Trenggana. Sultan Trenggana adalah salah satu pemimpin yang sempat
menjadi raja di Kerajaan Demak. Jaka tingkri memperoleh gelar Hadi wijaya saat
dirinya menjabat sebagai salah satu penguasa Pajang.
Sultan kedua yang memerintah dalam runutan sejarah Kerajaan Pajang adalah
Arya Pangiring. Beliau menggantikan kepemimpinan Sultan Hadiwijaya setelah
beliau wafat. Gelar yang ia peroleh setelah menjabat sebagai sultan Kerajaan Pajang
adalah Ngawantiputra. Selama kepemimpinannya ia berusaha untuk menaklukkan
Mataram.
Dalam kisah sejarah Kerajaan Pajang, masa kejayaan kerajaan ini terjadi pada
masa pemerintahan sultan yang pertama yaitu Sultan Hadiwijaya Beliau adalah orang
yang pandai berpolitik sehingga bisa mengajak para pemimpin wilayah Jawa Timur
untuk mengakui kedaulatan Kerajaan Pajang. Selain itu dirinya juga ahli dalam
menentukan taktik ekspansi wilayah.
Tahun 1582 terjadi perang antara Pajang dan Mataram. Usai perang, Raja
Hadiwijaya sakit dan wafat. Lepas dari kepemimpinannya, kekuasaan Pajang menjadi
rebutan putranya Pangeran Benawa dengan menantunya Arya Pangiri.
Tahta Kerajaan Pajang pun diambil alih oleh Arya Pangiri. Sedangkan Pengeran
Benawa bertolah ke Jipang. Namun kepemimpinan Arya Pangiri tidak sebijak raja
sebelumnya. Ia sibuk mengurusi upaya balas dendam terhadap Mataram. Karena hal
itu, kehidupan rakyat Pajang tidak diperhatikan dan terabaikan.
Hal ini membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkirkan ke Jipang merasa
prihatin. Pada tahun 1586, Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya untuk
menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun 1582, Sutawijaya memerangi Hadiwijaya,
namun Pangeran Benawa tetap menganggap nya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan kekalahan
Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya yaitu Demak. Pangeran Benawa
kemudian menjadi Raja Pajang yang ketiga.
1. Bandar Kabanaran
Bandar Kabanaran adalah salah satu bukti peninggalan Kerajaan Pajang. Situs
ini berada di jalan Nitik RT. 04, RW. 01, kelurahan Laweyan, kecamatan Laweyan,
Surakarta. Bandar Kabanaran adalah sebuah bandar yang berkembang saat masa
kerajaan Pajang yang berlokasi di tepi sungai Jenes yaitu anak sungai Bengawan Solo.
Posisi sungai Jenes pada situs Bandar kebenaran juga sekaligus sebagai
pembatas antara kabupaten Sukoharjo dan kota Solo. Dahulu warga sekitar mengenal
sungai ini dengan sebutan sungai Kabanaran. Saat zaman kerajaan Pajang, sungai
Kabanaran menjadi jalur utama perdagangan dan juga transportasi yang terhubung
secara langsung ke sungai Bengawan Solo.
Sejak pengelolaan Laweyang dipercayakan kepada Kyai Ageng Henis oleh
raden Patah, daerah ini mengalami kemajuan yang sangat pesat. Tidak hanya sebagai
pusat dakwah Islam Jawa bagian Selatan, akan tetapi daerah ini juga menjadi pusat
perekonomian batik pada waktu itu. Hal ini terjadi karena didukung oleh dekatnya
posisi Bandar Kabanaran dan juga karena adanya sungai Jenes. Tak heran jika
keberadaannya menjadi salah satu bukti sejarah Kerajaan Pajang,
2. Pasar Laweyan
3. Masjid Laweyan
Tak hanya pasar, bukti peninggalan Kerajaan Pajang adalah Masjid Laweyan.
Masjid Leweyan didirikan oleh Joko Tingkir sekitar tahun 1546. Lokasi masjid ini
berada di Dusun Belukan, RT. 04 RW. 04, Kelurahan Pajang, Kecamatan Pajang,
Surakarta. Di samping masjid terdapat makam-makam kerabat Kerajaan Pajang. Ada
makam Ki Ageng Henis, seorang penasehat spiritual.
Bangunan masjid ini bergaya perpaduan tradisional Jawa, Eropa, Cina dan
Islam. Bangunannya dibagi ke menjadi tiga bagian, yaitu ruang induk (utama),
serambi kanan, dan serambi kiri. Walaupun dilakukan beberapa kali perbaikan, akan
tetapi masih terlihat di sudut Masjid beberapa peninggalan berupa Pura, yakni tempat
peribadatan umat Hindu.
Berdasarkan keterangan dari ketua takmir masjid Laweyan yaitu Achmad
Sulaiman didapat informasi bahwa, pada masa pemerintahan kerajaan Pajang kisaran
tahun 1546 masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya berdiri kokoh sebuah Pura yakni,
tempat peribadatan umat Hindu di daerah Pajang.
Masjid yang satu ini menjadi salah satu bukti penyebaran agama islam di Solo.
Hingga saat ini masjid tersebut masih berfungsi dan memang telah dilakukan
beberapa perbaikan.
Hanya sedikit saja orang yang tahu lokasi dari Makam Jaka Tingkir atau Sultan
Hadiwijaya, raja pertama sekaligus juga pendiri Kerajaan Pajang. Tidak sama seperti
halnya makam dari raja-raja Solo dan juga Yogyakarta yang diketahui banyak orang
keberadaannya serta senantiasa ramai didatangi para peziarah yang berasal dari daerah
sekitar maupun daerah luar.
Kampung Batik Laweyan saat ini terkenal sebagai perkampungan wisata batik.
Kompleks perkampungan ini terletak di kelurahan Laweyan, kecamatan Laweyan,
Surakarta. Kampung ini sudah ada sejak era Kerajaan Pajang tahun 1546. Kampung
ini memiliki konsep desa yang terintegrasi. Luas kampung ini, yakni 24 hektar dan
dibagi menjadi 3 blok.
Profesi menjadi pembatik yang dilakukan secara turun temurun, akhirnya daerah
ini sampai pada masa kejayaan yaitu pada awal abad ke 20. Hal ini dapat tercapai
karena seorang pebisnis yang bernama Samanhudi memperkenalkan tekhnik
membatik yang lebih modern yakni membatik dengan teknik cap. Dengan
diperkenalkan tekhnik ini maka proses membatik menjadi lebih efisien. Industri batik
di Laweyan pun berkembang dengan sangat pesat.
Perlu kita ketahui bersama, Ki Ageng Henis adalah anak dari Ki Ageng Selo. Ki
Ageng Selo Sendiri terkenal akan kisah kesaktiannya yang mampu menangkap petir.
Ki Ageng Selo sendiri mengabdi Sultan Hadiwijaya atau lebih familiar dengan
sebutan Joko Tingkir. Karena pengabdiaannya yang luar biasa kemudian ia diberikan
tanah perdikan di daerh Laweyan, dan hal inilah yang dikemudian hari menjadi cikal
bakal berdirinya masjid Laweyan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kerajaan Pajang berawal dari kemenangan Jaka Tingkir dalam melawan Arya
Penangsang. Kemenangan Jaka Tingkirpun dibantu oleh Ki Ageng Pemanahan dan Ki
Ageng Penjawi. Kemudian dari kemenangannya itu ia memindahkan pusat
pemerintahan dari Demak ke Pajang. Setelah adanya pengakuan dari kerajaan
kerajaan sekitar, maka resmilah berdirinya Kerajaan Pajang dengan Jaka
Tingkirsebagai rajanya dengan gelar Sultan Hadiwijaya.
Keruntuhan Kerajaan Pajang dimulai dengan kelalaian Arya Pangiri yang tidak
memperhatikan para rakyatnya yang mengakibatkan adanya kudeta oleh Sultan
Benawa yang prihatin dengan nasib para rakyat. Sultan Benawa bersekutu Sutawijaya
untuk melawan Arya Pangiri. Yang kemudian dimenangkan oleh Sultan Benawa yang
kemudian menjadikannya raja selanjutnya. Namun, ketika beliau telah mangkat
Kerajaan Pajang tidak memiliki putra mahkota sehingga berakhir menjadi negara
bawahan Mataram.
1. Peran Jaka Tingkir dalam Merintis Kerajaan Pajang 1546-1586 M. (N.D.). [online] .
Available at:
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/28866/3/DEDE
%20MAULANA-FAH.pdf [Accessed 13 Apr. 2021].
4. A
bang Nji (2019). 6 Peninggalan Kerajaan Pajang Yang Bersejarah. [online]
abangnji.com. Available at: https://www.abangnji.com/2019/06/5-peninggalan-
kerajaan-pajang-yang.html#:~:text=Bandar%20Kabanaran%20adalah%20sebuah
%20bandar,kabupaten%20Sukoharjo%20dan%20kota%20Solo. [Accessed 14 Apr.
2021].