Hadiwijaya (Jaka Tingkir) mewarisi tahta Demak setelah berhasil mengalahkan Arya
Penangsang dan memindahkan ibu kota Demak ke Pajang.
Menurut cerita luhur Mataram, Jaka Tingkir adalah cucu Sunan Kalijaga dari Kadilangu.
Masa pemerintahan Sultan Hadiwijaya dari Pajang menandai mulainya zaman sejarah
Jawa yang baru, kehidupan politik berpindah dari model pemerintahan pesisir (terutama
Demak dan Surabaya) ke pedalaman.
Letak Kesultanan Pajang ini sangat mirip dengan tipe kerajaan-kerajaan Hindu kuno
yang berpusat di pedalaman.
Perpindahan ini membawa dampak politik maupun agama. Dampak politiknya adalah
mulai dimunculkan kembali bibit-bibit model politik zaman Majapahit.
Sementara dari agama, mulai berkembang ajaran Islam akulturatif model pengging,
dengan menghidupkan upacara-upacara keagamaan yang telah ada pada era Hindu.
Salah satu putra Raden Hadiwijaya yang bernama pangeran Benawa bersektu dengan
senopati Mataram, Sutawijaya untuk menyerbu Pajang pada tahun 1588.
Diceritakan bahwa Pangeran Benawa di Pajang menjadi sultan hanya selama satu tahun
kemudian wafat, dan digantikan oleh adik Panembahan Senapati yang bernama
Pangeran Gagakbaning yang dijadikan Adipati di Pajang.
Pemerintahan Sida Wini kemudian runtuh akibat serangan dari pasukan Mataram Islam
di bawah pimpinan Sultan Agung karena menganggap Pajang telah memberontak.