Anda di halaman 1dari 3

Nama : Fawaz Kautsarhiza

Kelas : X IPS 1
Absen : 14

Setelah Pati Unus wafat pada tahun 1521 M, pemerintahan kerajaan Demak dilanjutkan oleh
saudaranya yang bernama Sultan Trenggana. Sulltan Trenggana memerintah Demak dari
tahun 1521-1546 M. Di bawah pemerintahannya, kerajaan Demak mencapai masa kejayaan.
Sultan Trenggana berusaha memperluas daerah kekuasaannya hingga ke daerah barat yaitu
sampai daerah Banten dan ke timur sampai ke kota Malang[22]. Pada tahun 1522 M kerajaan
Demak mengirim pasukannya ke Jawa Barat di bawah pimpinan Fatahillah[23]. Daerah-
daerah yang berhasil dikuasainya antara lain Banten, Sunda Kelapa, dan Cirebon. Penguasaan
terhadap daerah ini bertujuan untuk menggagalkan hubungan antara Portugis dan kerajaan
Padjajaran. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh armada Demak pimpinan Fatahillah.
Dengan kemenangan itu, Fatahillah mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta
(berarti kemenangan penuh). Peristiwa yang terjadi pada tanggal 22 juni 1527 M itu
kemudian di peringati sebagai hari jadi kota Jakarta.
Dalam usaha memperluas kekuasaannya ke Jawa Timur, Sultan Trenggana memimpin sendiri
pasukannya. Satu persatu daerah Jawa Timur berhasil di kuasai, seperti Maduin, Gresik,
Tuban dan Malang. Akan tetapi ketika menyerang Pasuruan 953 H/1546 M Sultan Trenggana
gugur. Usahanya untuk memasukan kota pelabuhan yang kafir itu ke wilayahnya dengan
kekerasan ternyata gagal. Dengan demikian, maka Sultan Trenggana berkuasa selama 42
tahun[24].
Sepeninggalan Sultan Trenggana, keluarganya mengalami perpecahan terkait dengan siapa
yang akan meneruskan kepemimpinan Demak. Kemudian, adik dari Sultan Trenggana
menaiki tahta kerajaan Demak pada tahun 1546 M. Karena banyak keluarganya tidak setuju
atas kepemimpnan Prawoto, maka Adipati Jipang (Bojonegoro), Arya Penangsang,
membunuh Prawoto pada tahun 1546 M. Dari perpecahan itulah timbul pembunuhan yang
pada akhirnya kerajaan Demak berakhir pada saat itu. Bahkan dikabarkan, kerajaan hancur
karena pertempuran keluarga tersebut.
Setelah Sultan Trenggana meninggal, maka timbullah perpecahan di antara keluarga keratin.
Mereka berselisih dalam menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin penerus Trenggana.
Adiknya Trenggana (Pangeran Seda ing Lepen) merasa paling pantas untuk meneruskan
pemerintahan Demak. Di sisi lain, banyak orang yang menganggap bahwa anaknya Sultan
Trenggana (Pangeran Prawoto) yang berhak meneruskan. Dari perselisihan tersebut, adiknya
Trenggana melawan Prawoto yang mengakibatkan Pangeran Seda ing Lepen terbunuh[25].
Mulai saat itulah Pangeran Prawoto menaiki tahta Kerajaan Demak. Akan tetapi tak lama
kemudian, Sunan Prawoto juga dibunuh oleh anaknya Pangeran Seda ing Lepen. Mulai saat
itulah kerajaan Demak mulai hancur yang pada akhirnya diambil alih oleh Jaka Tingkir
sebagai Raja Kerajaan Pajang. Kepemimpinan Pangeran Prawoto berakhir tidak sampi satu
tahun. Prawoto meninggal pada tahun 1546 M. Akan tetapi dalam bukunya Purwadi
mengatakan bahwa Prawoto berkuasa sejak tahun 1546-1561 M[26].
Setelah kerajaan Demak mengalami kekacauan akibat perebutan tahta kepemimpinan Demak.
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, Sunan Prawoto naik tahta, namun kemudian tewas
dibunuh sepupunya, yaitu Arya Penangsang bupati Jipang (Bojonegoro). Setelah itu, Arya
Penangsang juga berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal. Dengan dukungan Ratu
Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri Trenggana), Hadiwijaya (Jaka Tingkir) dan para
pengikutnya berhasil mengalahkan Arya Penangsang. Ia pun menjadi pewaris tahta Demak,
yang ibu kotanya dipindah ke Pajang[29]. Jaka Tingkir adalah menantu dari Sultan
Trenggana[30]. Penyerangan terhadap Arya Penangsang itu, Jaka Tingkir dibantu oleh Ki
Ageng Pamanahan. Atas jasa Ki Ageng tersebut, Jaka Tingkir memberikan hutan kepada Ki
Ageng Pemanahan tepatnya di hutan Mentoak yang kelak menjadi Mataram.
Pengesahan Jaka Tingkir sebagai sultan Kerajaan Pajang (Boyolali) disahkan oleh Sunan Giri
dan segera mendapat pengakuan dari seluruh kadipaten di Jawa tengah dan Jawa Timur.[31]
Sementara Demak dijadikan Kadipaten dengan adipatinya Arya Pengiri putra Sunan Prawoto.
Kalau kerajaan Demak berada dipesisir akan tetapi kerajaan Pajang diletakkan di pedalaman
yaitu Pajang. Peletakan Kerajaan itu, menuai kritik dari Sunan Kudus karena menurutnya di
daerah pedalaman telah menganut kepercayaan Islam yang berbeda dengan kepercayaan
Islam pesisir. Sunan Kudus menduga aliran kepercayaan Islam yang berbeda diprakarsai oleh
Syekh Siti Jenar. Namun harapan Sunan Kudus agar tidak memindahkan ibu kota kerajaan ke
pedalaman itu tidak dihiraukan, maka terjadilah pemindahan ibu kota kerajaan Demak ke
Pajang dan lebih dikenal dengan sebutan Kerajaan Pajang.
Adapun raja-raja yang pernah memimpin kerajaan Pajang adalah Jaka Tingkir, Arya Pengiri,
Pangeran Benawa.
1. Jaka Tingkir
Jaka Tingkir nama aslinya adalah Mas Karebet. Ia memimpin Pajang dari tahun 1568-1587
M. Ia adalah menantu dari Sultan Trenggana yang pada awalnya diberi tugas sebagai Adipati
di Kadipaten Pajang. Sepeninggal Sultan Trenggana, kerajaan Demak mengalami kekacauan
karena perebutan pemimpin. Kekacauan itulah yang dimanfaat oleh Jaka Tingkir untuk
menggalang dukungan kepada seluruh kadipaten di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Dari usaha
itulah, seluruh Kadipaten menyetujui agar Jaka Tingkir menjadi Pemimpin penerus pemimpin
Demak. Mulai saat itulah seluruh kebesaran kerajaan Demak dipindah ke Pajang dan jadilah
Kerajaan Pajang[32]. Jaka Tinggkir adalah pemimpin yang sangat berpengaruh di pulau
Jawa, karena kegigihannya dalam memimpin, kemudian ia mendapat gelar Sultan
Hadiwijaya.
Selama Jaka Tingkir memimpin Pajang, kesusastraan dan kesenian keraton sudah maju
diperadaban Demak mulai dikenal dipedalaman Jawa Tengah[33]. Pada saat
kepemimpinannya pula, kesusastraan mengalami kemajuan, hal ini bisa dibuktikan dengan
sajak monolistik “Niti Sruti” yang dikarang oleh Pangeran Karang Gayam[34].
Selain kemajuan kesusastraan, pada masa pemerintahan Hadiwijaya juga berhasil
mengepakkan sayap kekuasaannya ke daerah timur tepatnya Madiun, Blora dan Kediri. Pada
tahun 1581 M, ia mendapat pengakuan sebagai Sultan Islam bagi kerajaan-kerajaan penting
di Jawa Timur[35].
Jaka Tingkir meninggal pada tahun 1587 M. dan dikuburkan di barat Taman Kerajaan
Pajang. Setelah itu, kepemimpinan Pajang digantikan oleh Arya Pengiri yang sebelumnya
menjabat Adipati di Kadipaten Demak.
2. Arya Pangiri
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Arya
Penangsang[36]. Ia kemudian diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara. Arya
Penangsang kemudian tewas oleh sayembara yang diadakan Hadiwijaya bupati Pajang. Sejak
itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak sebagai bawahannya. Setelah dewasa,
Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan Hadiwijaya dan
dijadikan sebagai bupati Demak.
Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583-1586 M dan bergelar Sultan
Ngawantipura. Ia dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada
menciptakan kesejahteraan rakyatnya. Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya
(Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya. Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri
atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan Makassar untuk menyerbu Mataram. Arya
Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-orang
Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga tersisih
oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah menjadi
perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang mengabdi
pada Pangeran Benawa. Dari itulah banyak warga yang tidak suka terhadap Arya Pangiri[37].

3. Pangeran Benawa
Pangeran Benawa adalah putra Hadiwijaya atau Jaka Tingkir, raja pertama Pajang. Sejak
kecil ia dipersaudarakan dengan Sutawijaya, anak angkat ayahnya, yang mendirikan Kerajaan
Mataram.
Sejak kepemimpinan Arya Pangiri, masyarakat Pajang sudah mulai tidak suka, akhirnya
keadaan itu dimanfaat oleh Pangeran Benawa untuk merebut kembali kekuasaan Pajang.
Arya Pangiri kalah dan dikembalikan kepada kadipaten Demak pada tahun 1586 M[38].
Sejak saat itulah Pangeran Benawa memimpin Kerajaan Pajang. Namun baru satu tahun
memimpin Pajang, Pangeran Benawa meninggal pada tahun 1587[39]. Pada saat itu kerajaan
Pajang banyak dikendalikan oleh orang-orang Mataram, dan pada akhirnya menjadi bagian
dari kerjaan Mataram. Ada riwayat lain yang mengatakan bahwa Pangeran Benawa tidak
meninggal tetapi melarikan diri[40]. Penyebab pelarian itu tidak lain karena Kerajaan
Mataram menyerang Pajang sehingga para pemimpin Pajang melarikan diri ke Giri dan
Surabaya[41]. Mulai saat itulah pajang berada dalam kekuasaan Mataram.

Sumber : dapurilmiah.blogspot.com
www.kompasiana.com
https://id.wikipedia.org

Anda mungkin juga menyukai