Anda di halaman 1dari 10

Cerita dan Urutan Waktu Konflik Kerajaan Demak dan Dampaknya

Implikasi Konflik Politik Kesultanan Demak Dari Kematian Sultan Trenggana Hingga Naiknya
Hadiwijaya Sebagai Sultan

Pendahuluan : 4 Halaman

Rumusan Masalah :

1. Bagaimana jalannya konflik di Kerajaan Demak?


2. Mengapa Kerajaan Demak memindahkan pusat pemerintahannya?
3. Apa dampak dari perpindahan pusat pemerintahan Kerajaan Demak?

Pembahasan : 5 Halaman

Penutup : 1 Halaman
BAB II : Pembahasan

Awal Mula Konflik Kerajaan Demak :

Demak Bintoro adalah sebuah kerajaan yang didirikan oleh Raden Patah pada tahun
1475. Raden Patah adalah seorang bupati Demak yangmana berhasil melepaskan wilayah
kekuasaannya menjadi sebuah kerajaan baru dari Majapahit. Raden Patah mendirikan Kerajaan
Demak dengan dukungan dari para ulama. Setelah keberhasilannya melepaskan wilayah
kekuasaannya dari Majapahit, ia kemudian diangkat menjadi Sultan Demak pertama yang
memerintah dari tahun 1500 hingga 1518 (Muljana : 2005).

Setelah pemerintahan Raden Patah, tampuk kepemimpinan diberikan kepada Adipati


Unus. Adipati Unus adalah putera mahkota Kerajaan Demak yang telah ditunjuk oleh Raden
Patah sebelumnya, perlu diketahui bahwa Adipati Unus adalah menantu dari Raden Patah.
Pemerintahan Adipati Unus tidak berlangsung lama (1518-1521) karena beliau wafat ketika
melakukan penyerangan ke benteng Portugis A Famosa di Malaka.

Setelah pemerintahan Adipati Unus, Demak dipimpin oleh Sultan Trenggana. Sultan
Trenggana adalah sultan tersukses Demak yang dapat membawa Demak ke masa keemasannya.
Perluasan wilayah-wilayah strategis berhasil dilakukan oleh Sultan Trenggana. Wilayah tersebut
diantaranya adalah Batavia, Banten, Cirebon, Surabaya, dan Tuban. Selain melakukan
penaklukan ke wilayah strategis,SultanTrenggana juga berhasil menyebarkan agama Islam ke
seluruh penjuru Pulau Jawa. Namun sayangnya, ada sebuah perilaku tercela dari sultan Demak
tersebut yang kelak akan membawa Demak ke dalam perang saudara.

Sebab pembunuhan Pangeran Sekar Seda Ing Lepen :

Setelah kematian Adipati Unus, terjadi kekosongan kepemimpinan di Kerajaan Demak.


Hal tersebut menyebabkan terjadinya perebutan kekuasaan antara Pangeran Surowiyoto
(Pangeran Sekar Seda Lepen) dan Trenggana . Keduanya memiliki pembenaran masing-masing
untuk menduduki tampuk kepemimpinan Kerajaan Demak (Mahfud, M. Y., & Handayani :
2015). Menurut adat istiadat kerajaan Demak, yang berhak menjadi raja di kerajaan adalah putra
dari permaisuri raja (Mahfud, M. Y., & Handayani : 2015). Meskipun demikian, Pangeran
Surowiyoto putra dari selir Raden Patah merasa berhak menjadi raja di Kerajaan Demak karena
beliau lebih tua daripada Trenggana. Trenggana juga merasa berhak menduduki tampuk
kepemimpinan Demak karena ia adalah putra dari permaisuri Raden Patah.

Perselisihan tersebut menyebabkan terbunuhnya Pangeran Surowiyoto (Sujarweni :


2017). Pangeran Surowiyoto dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto menggunakan Keris Pusaka
Setan Kober milik Sunan Kudus atas perintah Pangeran Trenggana kepada Sunan Prawoto
(Atmodarminto : 2000). Pangeran Surowiyoto dibunuh oleh utusan Sunan Prawoto setelah
melaksanakan shalat Jum’at. Utusan Sunan Prawoto membunuh Pangeran Surowiyoto di tepi
sungai sehingga Pangeran Surowiyoto diberikan julukan Pangeran Sekar Seda Ing Lepen yang
jika dalam bahasa Indonesia bermakna bunga yang meninggal di tepi sungai. Pangeran
Surowiyoto meninggal dengan meninggalkan dua orang putera. Kelak salah satu dari putranya,
Arya Penangsang akan membalaskan dendam ayahnya kepada keturunan Sultan Trenggana.

Dampak pembunuhan Pangeran Surowiyoto :

Dengan terbunuhnya Pangeran Surowiyoto, Pangeran Trenggana dengan mudah naik


menduduki tahta Kerajaan Demak. Ia memerintah Kerajaan Demak pada tahun 1521 hingga
1546. Dalam masa pemerintahannya, Demak mengalami kemajuan yang pesat. Sultan Trenggana
berhasil melakukan ekspansi ke daerah-daerah lain di Pulau Jawa. Ia membangun kekuatan
militer yang sangat kuat.

Kuatnya militer demak pada masa tersebut dibuktikan dengan terjadinya penaklukan-
penaklukan di wilayah stratergis seperti Batavia, Banten, Cirebon, Surabaya, dan Tuban. Sultan
Trenggana juga berhasil mengalahkan Portugis di wilayah Batavia dengan mengirimkan
panglima Fatahilah pada tahun 1527 untuk menaklukkan wilayah tersebut. Keberhasilan lain
dalam pemerintahan Sultan Trenggana adalah tersebar luasnya agama islam ke seluruh penjuru
Pulau Jawa mengingat wilayah Kerjaan Demak pada masa tersebut adalah sebagian Jawa Barat,
Jayakarta, Jawa Tengah, dan sebagian Jawa Timur (Widya : 2021).

Kematian Sultan Trenggana dan Naiknya Sunan Prawoto sebagai Sultan Demak

Setelah wafanya Sultan Trenggana, Demak mengalami kemunduran. Hal tersebut dapat
terjadi karena Sunan Prawoto putra Sultan Trenggana tidak cakap dalam memimpin sebagai
Sultan Demak. Daerah bawahan Demak pada masa Sunan Prawoto banyak yang melepaskan diri.
Ketidakcakapan Sunan Prawoto termuat dalam buku Babad Tanah Jawi (Soedjipto Abimanyu :
2017) yang didalamnya termuat catatan dari Manuel Pinto yang menyebutkan bahwa Sunan
Prawoto lebih memilih hidup sebagai seorang ulama daripada menjadi seorang sultan. Ia lebih
memilih menjadi seorang agamawan daripada mempertahankan kekuasannya. Akibatnya, banyak
wilayah bawahan Kesultanan Demak melepaskan diri.

Kematian Sunan Prawoto

Kematian Sunan Prawoto pada awalnya dimulai dari konflik para walisongo (Maulana :
2015). Sunan Kudus berpendapat bahwa Arya Penangsang (muridnya) adalah tokoh yang pantas
untuk menggantikan Sultan Trenggono karena dirasa memiliki kapasitas dibandingkan Sunan
Prawoto, disamping pendapat Sunan Kudus Arya Penangsang juga memiliki keinginan untuk
menjadi Sultan Kerajaan Demak karena ayahnya Pangeran Sekar Seda Lepen adalah putra tertua
Raden Patah. Namun, ketentuan pengangatan sultan di Kesultanan Demak tidaklah demikian,
walaupun Pangeran Sekar Seda Lepen anak tertua Raden Patah, ibu dari Pangeran Sekar Seda
Lepen adalah istri selir bukan permaisuri. Orang yang berhak menduduki tahta kesultanan
haruslah seorang anak dari permaisuri raja, ia adalah Sultan Trenggana. Sehingga pengganti
Sultan Trenggana haruslah garis dari keturunannya, Sunan Prawoto. Karena hal tersebut Sunan
Giri dan Sunan Kalijaga mendukung Sunan Prawoto sebagai Sultan Demak IV sebagai pengganti
ayahnya. Atas dasar hukum yang berlaku, Sunan Giri dan Sunan Kalijaga melegitimasi Sunan
Prawoto sebagai Sultan Demak IV dengan gelar

Karena hal tersebut, Sunan Kudus merasa sakit hati. Ia memberitahu rahasia Sultan
Trenggana dan Sunan Prawoto kepada Arya Penangsang. Rahasia tersebut adalah pembunuhan
Pangeran Sekar Seda Lepen yang dilakukan oleh kedua sultan Demak tersebut. Setelah
mendengar cerita dari Sunan Kudus, Arya Penangsang mengirimkan utusannya, Rangkud untuk
membunuh Sunan Prawoto. Pada Perjalannannya, utusan Arya Penangsang juga membunuh
putra Sunan Gunung Jati, Pangeran Pasarean yang menghalangi Rangkud masuk ke dalam kamar
Sunan Prawoto. Rangkud kemudian menikam dada Sunan Prawoto hingga ia tewas. Sebelum
Sunan Prawoto tewas, ia sempat mengakui kesalahannya dengan membunuh Pangeran Sekar
Seda Lepen.
Arya Penangsang dan Jaka Tingkir

Setelah Sunan Prawoto wafat, tokoh penggantinya mengrucut kepada dua figur, Arya
Penangsang Adipati Jipang dan Jaka Tingkir Adipati Pajang. Jaka Tingkir adalah menantu dari
Sultan Trenggana, ia adalah orang yang kuat dan mampu mengimbangi kekuatan Arya
Penangsang. Karena kekuatannya Jaka Tingkir dijadikan sekutu dan tempat berlindung elite
politik Demak Bintoro, diantaranya adalah Ratu Kalinyamat. Karena hal tersebut pengaruh
kekuasaan di Jawa Tengah terbagi menjadi dua mengerucut kepada Arya Penangsang dan Jaka
Tingkir.

Karena memiliki pengaruh yang sama-sama kuat, Arya Penangsang memutuskan untuk
membunuh Jaka Tingkir. Hal tersebut bertujuan untuk menyingkirkan Jaka Tingkir dan
memperkuat hegemoni Arya Penangsang di Jawa Tengah. Selain itu, Arya Penangsang juga
berambisi untuk menjadi raja. Siasat Arya Penangsang diawali dengan mengutus empat orang
prajurit terbaiknya untuk membunuh Jaka Tingkir. Namun, karena kelihaian Jaka Tingkir dalam
berperang, ia dapat mengalahkan empat utusan Arya Penangsang. Jaka Tingkir tidak membunuh
utusan-utusan tersebut, mereka dibebaskan dan diberikan hadiah berupa pusaka oleh Jaka
Tingkir. Hal tersebut dapat dipahami sebagai sebuah penghinaan dari Jaka Tingkir kepada Arya
Penangsang.

Jaka Tingkir sangat marah ketika mengetahui siasat Arya Penangsang. Ia membuat
sayembara “barangsiapa yang bisa membunuh Arya Penangsang, maka ia akan diberikan tanah
Mataram dan Pati”. Mendengar hal tersebut, Ki Ageng Pamanahan, Ki Juru Martani, dan Ki
Ageng Panjawi bergabung ke kubu Jaka Tingkir. Perlu diketahui bahwa Arya Penangsang
memiliki tabiat pemarah dan pemberani. Sikap inilah yang nantinya akan menghantarkan dirinya
ke ajal.

Untuk memprovokasi Arya Penangsang, Jaka Tingkir mengirim surat dengan maksud
menantang Arya Penangsang. Untuk mempertegas tantangan, Ki Ageng Pamanahan memotong
telinga seorang pekathik (pencari rumput) Arya Penangsang ketika ia temui di jalan dan
memberikan pesan berupa surat tantangan dengan mengikat surat tersebut di telinga sisi yang
lain (Olthof : 1941). Surat tersebut berisi siasat dari Jaka Tingkir untuk menghadapi pasukannya
seorang diri di seberang sungai Bengawan Sore. Tanpa pikir panjang, Adipati Jipang menerima
tantangan tersebut dan langsung menuju medan laga tanpa menunggu pasukannya bersiap.
Sesampainya di medan laga, Sutawijaya putra Ki Ageng Pamanahan memprovokasi Adipati
Jipang untuk menyebrangi sungai. Karena tabiatnya, Arya Penangsang menyebrangi Sungai
Bengawan Sore seorang diri dengan kudanya, Gagakrimang. Ketika menyebrangi sungai,
Sutawijaya menghunuskan tombak Kanjeng Kiai Pleretnya tepat mengenai perutnya. Hunusan
tombak dari Sutawijaya mengakhiri hidup dari Adipati Jipang.

Perpindahan Kekuasaan Dari Bintoro Ke Pajang

Setelah berhasil menyingkirkan Arya Penangsang, Jaka Tingkir menjadi satu-satunya


penguasa yang memenangkan perang hegemoni di Jawa Tengah. Jaka Tingkir kemudian naik
tahta menjadi penguasa Demak. Namun ketika ia memimpin, Jaka Tingkir yang sekarang
bergelar Sultan Hadiwijaya memindahkan pusat pemerintahannya dari daerah pesisir Bintoro ke
pedalaman Pulau Jawa Pajang. Dari kejadian tersebut dapat dikatakan bahwa Kerajaan Pajang
merupakan kelanjutan dari Kerajaan Demak yang didirikan oleh Raden Patah (Maulana:2015).
Di samping itu, menurut Bababd Tanah Jawi diceritakan bahwa Demak yang mulanya adalah
pusat pemerintahan kerajaan, pada masa tersebut dijadikan bagian kadipaten dari Kerajaan
Pajang. Perpindahan tersebut terjadi karena sebab-sebab yang sangat kompleks. Berikut adalah
penyebab perpindahan pusat pemerintahan dari Bintoro ke Pajang :

A. Kerajaan Demak mengalami kehancuran yang parah karena perang saudara


Perang yang berlarut menyebabkan kehancuran bagi kerajaan, terutama di pusat pemerintahan.
Karena kehancuran sudah berlarut, maka Sultan Hadiwijaya memutuskan untuk memindahkan
pusat pemerintahannya ke Pajang, kadipaten yang sebelumnya ia pimpin.
B. Mendekati wilayah ke pedalaman Jawa (Surakarta dan Klaten) karena kesuburan tanahnya.
Karena kehancuran yang telah berlarut di pusat kerajaan, Sultan Hadiwijaya merubah corak
ekonomi Kerajaan Demak. Sebelumnya fokus perekonomian Kerajaan Demak adalah
perdagangan dengan pedagang-pedagang asing, namun setelah Demak mengalami kehancuran ia
mengganti corak perekonomian Kerajaan Demak menjadi Kerajaan Agraris yang berbasis di
Pedalaman Pulau Jawa.
C. Menjauhi musuh politik Pajang dan mendekati wilayah sekutu di daerah Tingkir dan Mataram
untuk menjaga kestabilan politik.
Wilayah Bintoro merupakan pesisir yang mudah dijangkau oleh musuh. Keadaan tersebut
diperparah dengan adanya perang saudara diantara penguasa Demak sepeninggal Sultan
Trenggana. Hal tersebut menyebabkan ketahanan Kerajaan Demak sangat rapuh. Untuk
menghindari musuh politik dan mencapai kestabilan politik, Sultan Hadiwijaya memindahkan
pusat pemerintahannya dari Bintoro di pesisir ke Pajang di pedalaman. Selain itu, di wilayah
sekutu yakni wilayah Tingkir dan Mataram. Namun, belakangan Mataram sebagai sekutu Pajang
justru melakukan pemberontakan pada pemerintahan Panembahan Senopati karena kekacauan
politik dan perebutan kekuasaan Kerajaan Pajang sepeninggal Sultan Hadiwijaya (Soedjipto
Abimanyu : 2017).

Dampak Perpindahan Pusat Pemerintahan Dari Bintoro Ke Pajang


Perpindahan pusat pemerintahan pada masa Sultan Hadiwijaya menyebabkan terjadinya
perubahan dalam kehidupan masyarakat. Hal tersebut terjadi karena perpindahan pusat mobilitas
masyarakat. Berikut adalah akibat dari berpindahnya pusat pemerintahan dari Bintoro ke Pajang :
A. Bidang Ekonomi
Karena terjadi peralihan dari kerajaan maritim ke kerajaan agraris, maka diperlukan komoditas
perekonomian baru. Sultan Hadiwijaya mendirikan sebuah wilayah sentra produksi barang-
barang kebudayaan untuk diperjualbelikan di Bandar Laweyan. Pada masa ini terjadi peralihan
corak ekonomi yang signifikan.
Setelah berpindahnya kekuasaan dari pesisir ke pedalaman, Sultan Hadiwijaya merombak
kegiatan ekonomi masyarakat. Karena daerah kekuasaannya berada di pedalaman yang subur,
Sultan Hadiwijaya membangun irigasi untuk mengaliri sawah-sawah dan perkebunan penduduk.
Sehingga pada abad ke-16 hingga ke-17 Pajang menjadi lumbung beras bagi masyarakat sekitar
kerajaan (Maulana : 2015).
B. Bidang Politik
Ketika pemerintahan Sultan Hadiwijaya, diterapkan sistem politik terbuka. Ia memberikan ruang
bagi pemikiran-pemikiran yang berkembang di Pulau Jawa. Hal tersebut dilakukan Sultan
Hadiwijaya untuk memperoleh kekuasaan di Pulau Jawa. Upaya lain yang dilakukannya adalah
dengan melakukan dakwah seperti Sunan Kalijaga dengan menggunakan kebudayaan untuk
mendapat simpati masyarakat, sehingga pada pemerintahannya Pajang dapat memperoleh
hegemoni di Pulau Jawa (Camila & Hudaidah : 2022).
C. Bidang Agama
Sultan Hadiwijaya adalah seorang penganut ajaran Syekh Siti Jenar. Ia menganut paham
manunggaling kawula gusti. Hal tersebut juga memberikan ruang bagi penganut ajaran kejawen
untuk berkembang di wilayah Pajang. Keduanya terjadi karena sikap politik Sultan Hadiwijaya
yang menganut politik sistem terbuka, ia memimpikan persatuan Jawa dibawah Kerajaan Pajang.
Sikap Sultan Hadiwijaya dalam menganut ajaran Syekh Siti Jenar juga mendapat dukungan dari
Sunan Giri, sehingga ajaran tersebut tersebar luas.
Sultan Hadiwijaya juga tidak memberikan ruang kepada Wali Songo sebagai dewan wali
sehingga masyarakat melupakan keberadaan Wali Songo. Akibatnya, ajaran islam di Pulau Jawa
tercampur dengan ajaran-ajaran mistik lokal.
D. Bidang Kebudayaan
Akibat dari berpindahnya pusat pemerintahan, masyarakat pedalaman mulai mengenal
kebudayaan masyarakat Bintoro. Wayang menjadi salah satu kebudayaan yang banyak diminati
masyarakat pedalaman. Oleh karena itu, Sultan Hadiwijaya bersama seniman keraton
menciptakan Wayang Kidang Kencana (Camila & Hudaidah : 2022). Adapun fungsi dari wayang
tersebut adalah sebagai saran penyebaran hegemoni dan penyebaran agama islam.
Karena perpindahan kekuasaan, kesusastraan keraton juga mengalami kemajuan. Hal tersebut,
dibuktikan dengan penemuan sebuah sajak karangan Pangeran Karang Gayam (Camila &
Hudaidah : 2022) yang menjelaskan mengenai ajaran kejawen yang di dalamnya terdapat unsur
filsafat Jawa dan Hindu.
Daftar Pustaka

Muljana, Slamet, 2005, Runtuhnya Kerajaan Hindu- Jawa dan Timbulnya NegaraNegara Islam
di Nusantara. Yogjakarta : Lkis.

Mahfud, M. Y., & Handayani, S. KONFLIK POLITIK KERAJAAN DEMAK.

Sujarweni, V. W. (2017). Menelusuri Jejak Mataram Islam di Yogyakarta. Anak Hebat


Indonesia.

Atmodarminto, R. (2000). Babad Demak Dalam Tafsir Politik Keislaman dan Kebangsaan.

Maulana, D. (2015). Peran Jaka Tingkir dalam merintis Kerajaan Pajang 1546-1586.

W.I. Olthof. (1941). Babad Tanah Jawi: Mulai dari Nabi Adam sampai Tahun 1647 S terbitan
Penerbit NARASI Yogyakarta cet. IV, th. 2008; halaman 70-72.

Abimanyu Soedjipto. (2017). Babad Tanah Jawi. Laksana. Jogjakarta.

Camila, C. S., & Hudaidah, H. (2022). Sejarah Kesultanan Pajang Masa Pemerintahan Sultan
Hadiwijaya (1549-1582). SINDANG: Jurnal Pendidikan Sejarah Dan Kajian Sejarah, 4(1), 58-
65.

Artikel Elektronik :

Lestari Widya. (2021). Sultan Trenggono, Raja Demak yang Menaklukkan Majapahit. Diakses
pada, Sabtu, 2April2022.Dari https://www.kompas.com/stori/read/2021/08/09/110000779/sultan-
trenggono-raja-demak-yang-menaklukkan-majapahit?page=all

Anda mungkin juga menyukai