Anda di halaman 1dari 6

Nama : M.

Sahar Mahdan Ardli

Kelas : IX D

No : 14

Kerajaan Pajang
Kerajaan Pajang
adalah satu kerajaan yang berpusat di Jawa Tengah sebagai
kelanjutan Kerajaan Demak. Kompleks keratonnya pada zaman ini tinggal tersisa
berupa batas-batas fondasinya saja yang berada di perbatasan Kelurahan Pajang -
Kota Surakartadan Desa Makamhaji, Kartasura, Sukoharjo.

Asal Usul
Nama negeri Pajang telah dikenal sejak zaman Kerajaan Majapahit.
Menurut Nagarakretagama yang ditulis tahun 1365, bahwasanya pada zaman
tersebut adik perempuan Hayam Wuruk (raja Majapahit saat itu) bernama
asli Dyah Nertaja menjabat sebagai penguasa Pajang, bergelar Bhatara i Pajang,
atau disingkat Bhre Pajang. Dyah Nertaja merupakan ibu
dari Wikramawardhana (raja Majapahit selanjutnya).
Berdasar naskah-naskah babad, bahwa negeri Pengging disebut sebagai
cikal bakal Pajang. Cerita Rakyat yang melegenda menyebut bahwa Pengging
sebagai kerajaan kuno yang pernah dipimpin Prabu Anglingdriya, musuh
bebuyutan Prabu Baka raja Prambanan. Kisah ini dilanjutkan dengan dongeng
berdirinya Candi Prambanan.
Ketika Majapahit dipimpin oleh Brawijaya (raja terakhir versi
naskah babad), bahwa nama Pengging muncul kembali. Dikisahkan bahwa
putri Brawijaya yang bernama Retno Ayu Pembayun diculik Menak Daliputih
raja Blambangan putra Menak Jingga. Muncul seorang pahlawan bernama Jaka
Sengara yang berhasil merebut sang putri dan membunuh penculiknya.
Atas jasanya itu, kemudian Jaka Sengara diangkat oleh Brawijaya sebagai
bupati Pengging dan dinikahkan dengan Retno Ayu Pembayun. Jaka Sengara
kemudian bergelar Andayaningrat.
Kerajaan Pajang
Pajang terlihat sebagai kerajaan pertama yang muncul di pedalaman Jawa
setelah runtuhnya kerajaan Muslim di daerah Pasisir.
Menurut naskah babad, Andayaningrat gugur di tangan Sunan
Ngudung saat terjadinya perang antara Majapahit dan Demak. Ia kemudian
digantikan oleh putranya, yang bernama Raden Kebo Kenanga, bergelar Ki Ageng
Pengging. Sejak saat itu Pengging menjadi daerah bawahan Kerajaan Demak.
Beberapa tahun kemudian Ki Ageng Pengging dihukum mati karena
dituduh hendak memberontak terhadap Demak. Putranya yang bergelar Jaka
Tingkir setelah dewasa justru mengabdi ke Demak.
Prestasi Jaka Tingkir yang cemerlang dalam ketentaraan membuat ia
diangkat sebagai menantu Trenggana, dan menjadi bupati Pajang
bergelar Hadiwijaya. Wilayah Pajang saat itu meliputi daerah Pengging (sekarang
kira-kira mencakup Boyolali dan Klaten), Tingkir (daerah Salatiga), Butuh, dan
sekitarnya.
Sepeninggal Trenggana tahun 1546, selanjutnya Sunan Prawoto naik
takhta. Namun Sultan Prawoto kemudian tewas dibunuh sepupunya, yaitu Arya
Penangsang bupati Jipang tahun 1549. Setelah itu, Arya Penangsang juga
berusaha membunuh Hadiwijaya namun gagal.
Dengan dukungan Ratu Kalinyamat (bupati Jepara dan puteri
Trenggana), Hadiwijaya dan para pengikutnya berhasil mengalahkan Arya
Penangsang. Hadiwijaya selanjutnya menjadi pewaris takhta Demak. Pada masa
kepemimpinan Hadiwijaya ini, ibu kota Demak dipindahkan ke Pajang.

Perkembangan
Pada awal berdirinya atau pada tahun 1549, bahwa wilayah Pajang yang
terkait eksistensi Demak pada masa sebelumnya, hanya meliputi sebagian Jawa
Tengah. Hal ini disebabkan karena negeri-negeri Jawa Timur banyak yang
melepaskan diri sejak kematian Sultan Trenggana.
Pada tahun 1568 Hadiwijaya dan para adipati Jawa Timur dipertemukan
di Giri Kedaton oleh Sunan Prapen. Dalam kesempatan itu, para adipati sepakat
mengakui kedaulatan Pajang di atas negeri-negeri Jawa Timur. Sebagai tanda
ikatan politik, Panji Wiryakrama dari Surabaya (pemimpin persekutuan
adipati Jawa Timur) dinikahkan dengan puteri Hadiwijaya.
Negeri kuat lainnya, yaitu Madura juga berhasil ditundukkan Pajang.
Pemimpinnya yang bernama Raden Pratanu alias Panembahan Lemah
Dhuwur juga diambil sebagai menantu Hadiwijaya.
Peran Wali Songo
Pada zaman Kerajaan Demak, majelis ulama Wali Songo memiliki peran
penting, bahkan ikut mendirikan kerajaan tersebut. Majelis ini bersidang secara
rutin selama periode tertentu dan ikut menentukan kebijakan politik Demak.
Sepeninggal Trenggana, peran Wali Songo ikut memudar. Sunan
Kudus bahkan terlibat pembunuhan terhadap Sultan Prawoto, raja baru pengganti
Trenggana.
Meskipun tidak lagi bersidang secara aktif, sedikit banyak para wali masih
berperan dalam pengambilan kebijakan politik Pajang. Misalnya, Sunan
Prapen bertindak sebagai pelantik Hadiwijaya sebagai raja. Ia juga menjadi
mediator pertemuan Hadiwijaya dengan para adipati Jawa Timur tahun 1568.
Sementara itu, Sunan Kalijaga juga pernah membantu Ki Ageng
Pemanahan meminta haknya pada Hadiwijaya atas tanah Mataram sebagai hadiah
sayembara menumpas Arya Penangsang.
Wali lain yang masih berperan menurut naskah babad adalah Sunan
Kudus. Sepeninggal Hadiwijaya tahun 1582, ia berhasil menyingkirkan Pangeran
Benawa dari jabatan putra mahkota, dan menggantinya dengan Arya Pangiri.
Dimungkinkan bahwa yang dimaksud dengan Sunan Kudus dalam
naskah babad adalah Panembahan Kudus, yang mana Sunan Kudus sejatinya
telah meninggal tahun 1550.

Pemberontakan Mataram
Tanah Mataram dan Pati adalah dua hadiah Hadiwijaya untuk siapa saja
yang mampu menumpas Arya Penangsang tahun 1549. Menurut laporan resmi
peperangan, Arya Penangsang tewas dikeroyok Ki Ageng Pemanahan dan Ki
Penjawi.
Ki Penjawi diangkat sebagai penguasa Pati sejak tahun 1549.
Sedangkan Ki Ageng Pemanahan baru mendapatkan hadiahnya tahun 1556 berkat
bantuan Sunan Kalijaga. Hal ini disebabkan karena Hadiwijaya mendengar
ramalan Sunan Prapen bahwa di Mataram akan lahir kerajaan yang lebih besar
daripada Pajang.
Ramalan tersebut menjadi kenyataan
ketika Mataram dipimpin Sutawijaya putra Ki Ageng Pemanahan sejak tahun
1575. Tokoh Sutawijaya inilah yang sebenarnya membunuh Arya Penangsang.
Daerah Mataram di bawah pimpinan Sutawijaya semakin hari semakin maju dan
berkembang.
Pada tahun 1582 meletus perang Pajang
dan Mataram disebabkan Sutawijaya membela adik iparnya, yaitu Tumenggung
Mayang terkait hukum buang ke Semarang oleh Hadiwijaya kepada sang
tumenggung. Perang tersebut dimenangkan pihak Mataram, meskipun pasukan
Pajang berjumlah lebih besar.

Keruntuhan
Sepeninggal Hadiwijaya, terjadilah persaingan antara putra dan
menantunya, yaitu Pangeran Benawa dan Arya Pangiri sebagai raja
selanjutnya. Arya Pangiri didukung Panembahan Kudus berhasil naik takhta tahun
1583.
Pemerintahan Arya Pangiri hanya disibukkan dengan usaha balas dendam
terhadap Mataram. Kehidupan rakyat Pajang terabaikan akibat kemelut tersebut.
Hal itu membuat Pangeran Benawa yang sudah tersingkir ke Jipang, merasa
prihatin.
Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu
dengan Sutawijaya menyerbu Pajang. Meskipun pada tahun
1582 Sutawijaya memerangi Hadiwijaya, namun Pangeran Benawatetap
menganggapnya sebagai saudara tua.
Perang antara Pajang melawan Mataram dan Jipang berakhir dengan
kekalahan Arya Pangiri. Ia dikembalikan ke negeri asalnya
yaitu Demak. Pangeran Benawa kemudian menjadi raja Pajang yang ketiga.
Pemerintahan Pangeran Benawa berakhir tahun 1587. Tidak ada putra
mahkota yang menggantikannya sehingga Pajang pun dijadikan sebagai negeri
bawahan Mataram. Yang menjadi bupati di sana ialah Pangeran Gagak Baning
atau adik Sutawijaya.
Sutawijaya sendiri mendirikan Kerajaan Mataram, di mana ia sebagai raja pertama
bergelar Panembahan Senopati.

Daftar Raja Pajang


1. Jaka Tingkir atau Hadiwijaya
2. Arya Pangiri atau Ngawantipura
3. Pangeran Benawa atau Prabuwijaya
(Jaka Tingkir) (Arya Pangiri)

(Pangeran Benawa)

Anda mungkin juga menyukai