Anda di halaman 1dari 6

BIOGRAFI TEUKU NYAK ARIF

Lahir : 17 Juli 1889

Wafat : 4 Mei 1946

Disusun Oleh :

Nama : Rossamoon Lie ‘Izzaati Norzy

Kelas : X IPS 2

MADRASAH ALIYAH FUTUHIYYAH 2 MRANGGEN

TAHUN PELAJARAN 2021/2022


Senapati dari Mataram

Senapati dari Mataram (bahasa Jawa: ꦥꦤꦼꦩ꧀ꦧꦲꦤ꧀ꦱꦺ


ꦤꦥꦠꦶ, translit. Panêmbahan Senapati; meninggal 1601[1]) adalah bapak
dari wangsa Mataram dan merupakan panembahan (pemimpin) pertama
dari Mataram, yang di masanya masih berupa kadipaten. Ia mewarisi
jabatan ayahnya sebagai adipati Mataram di bawah Kesultanan Pajang.
Saat kesultanan tersebut mengalami gonjang-ganjing, Senapati
memerdekakan diri dan memerintah Mataram hingga menjadi kerajaan
yang berdaulat. Sepeninggalnya, keturunannya menggunakan namanya
sebagai gelar dinasti.

Silsilah

Berdasarkan serat atau naskah babad seperti Serat Bauwarna, Serat


Centhini, Babad Tanah Jawi dan beberapa naskah lainnya disebutkan
bahwa Panembahan Senapati memiliki beberapa nama kecil dan julukan
diantaranya; Raden Bagus Dananjaya, Raden Ngabehi Saloring Pasar,
Raden Ngabehi Salering Peken, Risang Sutawijaya, dan Danang
Sutawijaya, yang lebih dikenal di kemudian hari.

Panembahan Senapati adalah putra sulung dari pasangan Ki Ageng


Pamanahan dan Nyai Ageng Pamanahan. Ibunya adalah adik dari Ki Juru
Martani, yang menjadi patih pertama Mataram pada masa
pemerintahannya. Sutawijaya juga pernah diambil sebagai anak angkat
oleh Sultan Hadiwijaya dari Pajang karena pernikahan Hadiwijaya dan
istrinya sampai saat itu belum dikaruniai anak. Sutawijaya kemudian diberi
tempat tinggal di sebelah utara pasar sehingga ia dikenal dengan sebutan
Raden Ngabehi Saloring Pasar.

Meskipun daftar raja-raja Mataram selalu menempatkan Panembahan


Senapati berada dalam urutan pertama, gelar sultan baru resmi digunakan
pada tahun 1641 di masa kekuasaan cucunya, Anyakrakusuma.
Sutawijaya masih mempertahankan gelar lamanya, panembahan, dapat
disepadankan dengan adipati atau kepala pemerintahan dalam konteks
ini, gelar yang dia sandang saat masih menjadi bawahan Kesultanan
Pajang.

Kehidupan awal

Potret anumerta Panembahan Senapati

Menurut tradisi Jawa, Ki Ageng Pamanahan, ayah Senapati, memimpin


penyerangan bersama Ki Panjawi dan Ki Juru
Martani dari Pajang menuju Demak. Dia membantu Jaka Tingkir dari
pemberontakan Arya Panangsang atas Demak.[2]

Panembahan Senapati yang juga anak angkat Sultan Hadiwijaya, ikut


serta membantu ayahnya, Ki Ageng Pamanahan dalam sayembara
melawan Arya Panangsang. Karena Hadiwijaya mengkhawatirkan putra
angkatnya turut dalam melaksanakan tugas tersebut, ia memberikan
bantuan pasukan Pajang untuk membantunya berperang. Perang antara
pasukan Pajang melawan Arya Panangsang terjadi di dekat Bengawan
Sore. Berkat siasat cerdik yang disusun Ki Juru Martani, Arya
Panangsang berhasil tumpas di tangan Panembahan Senapati. [3]

Ki Ageng Pamanahan berjanji setia kepada Sultan Hadiwijaya yang


memberinya izin mendirikan tanah perdikan (kadipaten) di Mentaok yang
saat itu merupakan wilayah selatan Pajang.[4]

Pada 1584, Panembahan Senapati menjadi adipati menggantikan


ayahnya yang telah mangkat. Sementara itu, di Pajang sedang terjadi
perebutan kekuasaan besar-besaran yang terjadi setelah Sultan
Hadiwijaya wafat pada tahun 1582. Pewaris Hadiwijaya adalah Pangeran
Benawa, yang digulingkan takhtanya oleh Arya Pangiri.[2] Arya Pangiri
adalah menantu Sultan Hadiwijaya yang menjadi adipati Demak. Ia
didukung Panembahan Kudus merebut takhta Pajang pada tahun 1583
dan menyingkirkan Pangeran Benawa.

Sejak saat itu Mataram mulai melepaskan kekuasaannya dari Pajang. Di


bawah Panembahan Senapati, Mataram mulai melancarkan kampanye
militer melawan Pajang. Senapati memang ingin menjadikan Mataram
sebagai kerajaan yang merdeka. Ia sibuk mengadakan persiapan, baik
yang bersifat material ataupun spiritual. Senapati juga berani
membelokkan para mantri pamajegan dari Kedu dan Bagelen yang
hendak menyetor pajak ke Pajang. Para mantri itu bahkan berhasil
dibujuknya sehingga berdatangan kepadanya dengan harapan dapat
melemahkan Pajang. Selain itu, Pangeran Benawa kemudian bersekutu
dengan Senapati, karena pemerintahan Arya Pangiri dinilai sangat
merugikan rakyat Pajang. Perang antara Pajang melawan Mataram pun
terjadi dengan akhir kekalahan Arya Pangiri.[5]

Pangeran Benawa akhirnya diangkat menjadi Raja Pajang. Selama


periode itu tidak ada putra mahkota Pajang yang menggantikan Pangeran
Benawa, ia berwasiat agar Pajang bergabung dengan Mataram. Senapati
ditunjuk untuk menggantikan posisinya. Pajang sendiri kemudian menjadi
bawahan Mataram, dengan Pangeran Gagak Baning sebagai adipati yang
tak lain adalah adik Senapati.[5]

Maka sejak tahun 1586, Senapati menjadi raja pertama Mataram


bergelar panembahan. Ia tidak memakai
gelar susuhunan atau sultan karena menghormati Sultan Hadiwijaya dan
Pangeran Benawa. Pusat pemerintahannya terletak di Kotagede, Daerah
Istimewa Yogyakarta.[5]

Kemenangan militer

Kampanye militer yang dilakukan Senapati setelah mangkatnya Sultan


Hadiwijaya adalah pendudukan daerah-daerah brang wetan yang banyak
melepaskan diri dari Pajang. Persekutuan adipati brang wetan tetap
dipimpin Surabaya sebagai kadipaten terkuat. Pasukan mereka berperang
melawan pasukan Mataram di Mojokerto namun dapat dipisah utusan Giri
Kedaton.

Selain Pajang dan Demak yang sudah dikuasai Mataram, daerah Pati juga


sudah tunduk secara damai. Pati saat itu dipimpin Adipati Pragola putra Ki
Panjawi. Kakak perempuannya, Waskita Jawi menjadi permaisuri
Senapati, bergelar Kanjeng Ratu Mas. Hal itu membuat Pragola menaruh
harapan bahwa Mataram kelak akan dipimpin keturunan kakak
perempuannya.[6]

Pada tahun 1590 gabungan pasukan Mataram, Pajang, Pati, dan Demak
bergerak menyerang Madiun. Adipati Madiun adalah Rangga Jumena
(putra bungsu Sultan Trenggana) yang telah mempersiapkan pasukan
besar menghadang penyerangnya. Melalui siasat yang cerdik, Madiun
berhasil ditundukkan. Rangga Jumena melarikan diri ke Surabaya.
Rangga Jumena setelah mengalami kekalahan kemudian mengandalkan
putrinya yang cantik, yaitu Retna Dumilah untuk membuat siasat
mengalahkan Panembahan Senapati.

Bujuk rayu Senapati yang berwajah tampan dan tegap dapat menaklukkan
hati Retna Dumilah, karena Senapati datang ke Madiun bukan untuk
menaklukkan melainkan untuk mempersatukan darah Mataram dan darah
Demak agar dapat menjadi kerajaan yang bersatu. Retna Dumilah
sebagai seorang wanita terhormat tidak mau menyerah kepada bujuk rayu
Senapati, dan perlu membuktikan bahwa Senapati unggul dalam
peperangan.[7]

Setelah terbukti kesaktian Senapati, akhirnya Retna Dumilah menyerah


dan dipersunting oleh Panembahan Senapati. Dari kisah Panembahan
Senapati dan Retna Dumilah itulah oleh KGPAA Mangkunagara
IV diciptakan sebuah tari yang bernama Tari Bedaya Bedah Madiun.

Gerbang makam Panembahan Senapati di Pasarean Mataram

Pada tahun 1591 terjadi konflik suksesi di Kediri sepeninggal Pangeran


Mas. Setelah Pangeran Mas wafat, Pangeran Surabaya menempatkan
Ratu Jalu sebagai penguasa di Kediri. Tindakan itu ternyata menimbulkan
kekecewaan keluarga Pangeran Mas. Saudara Pangeran Mas yang
bergelar Senapati Kediri terusir posisinya oleh adipati baru bernama Ratu
Jalu hasil pilihan Surabaya. Senapati Kediri kemudian diambil sebagai
anak angkat oleh Senapati dan dibantu merebut kembali takhta Kediri.

Pada tahun 1595 adipati Pasuruan berniat tunduk secara damai pada


Mataram namun dihalang-halangi panglimanya, yang bernama Rangga
Kaniten. Rangga Kaniten dapat dikalahkan oleh Senapati dalam sebuah
perang tanding. Ia kemudian ditumpas sendiri oleh adipati Pasuruan, yang
kemudian menyatakan tunduk kepada Mataram.

Pada tahun 1600 terjadi pemberontakan Adipati Pragola dari Pati.


Pemberontakan ini dipicu oleh pengangkatan Retna Dumilah putri Madiun
sebagai permaisuri kedua Senapati. Perang kemudian terjadi di dekat
Sungai Dengkeng di mana pasukan Mataram dipimpin langsung oleh
Senapati sendiri dan berhasil meredamkan pemberontakan itu. [6]

Danang Sutawijaya alias Panembahan Senapati meninggal dunia pada


tahun 1601 saat berada di desa Kajenar, kemudian diberi gelar
sebagai Panembahan Seda ing Kajenar (Panembahan yang meninggal di
Kajenar).[1] Ia kemudian dimakamkan di komplek Pasarean
Mataram, Kotagede. Kelak yang menjadi penerus Senapati menjadi raja
adalah Raden Mas Jolang, putra Senapati dengan Kanjeng Ratu Mas atau
Waskita Jawi, putri dari Ki Panjawi.

https://id.wikipedia.org/wiki/Senapati_dari_Mataram

Anda mungkin juga menyukai