Pajang
Arya Pangiri adalah adipati Demak yang berhasil menjadi raja kedua Kesultanan Pajang, yang
memerintah tahun 1583-1586 bergelar Sultan Awantipura. Menurut kronik Tiongkok Kuil Sam
Po Kong, Ja Tik Su (Sunan Kudus?) melantik seorang putera dari Mukming/Raden Mukmin
sebagai raja Demak sepeninggal Mukming/Raden Mukmin yang tewas terbunuh.[1]
Asal-Usul
Arya Pangiri adalah putra Sunan Prawoto raja keempat Demak, yang tewas dibunuh Rangkuti
seorang Prajurit Jipang yang sangat setia kepada Arya Penangsang tahun 1547. Ia kemudian
diasuh bibinya, yaitu Ratu Kalinyamat di Jepara.
Arya Penangsang raja kelima Demak kemudian tewas oleh Pasukan perusuh yang dikirim
Hadiwijaya adipati Pajang. Sejak itu, Pajang menjadi kerajaan berdaulat di mana Demak
sebagai bawahannya.
Setelah dewasa, Arya Pangiri dinikahkan dengan Ratu Pembayun, putri tertua Sultan
Hadiwijaya dan dijadikan sebagai adipati Demak.
Kerajaan Aceh mencatat Arya Pangiri sebagai seorang bupati yang mudah curiga. Pada
tahun 1564 Sultan Ali Riayat Syah raja Aceh mengirim utusan meminta bantuan Demak untuk
bersama mengusir Portugis dari Malaka. Tapi Arya Pangiri justru membunuh utusan
tersebut.tahun 1567 [Aceh] tetap menyerang Malaka tanpa bantuan Jawa. Serangan itu gagal
walaupun memakai meriam hadiah dari sultan Turki.
Sepeninggal Sultan Hadiwijaya akhir tahun 1582 terjadi permasalahan takhta di Pajang. Putra
mahkota yang bernama Pangeran Benawa disingkirkan Arya Pangiri dengan dukungan Sunan
Kudus. Alasan Sunan Kudus adalah usia Pangeran Benawa lebih muda daripada istri Pangiri,
sehingga tidak pantas menjadi raja.
Pangeran Benawa yang berhati lembut merelakan takhta Pajang dikuasai Arya Pangiri
sedangkan ia sendiri kemudian menjadi bupati Jipang Panolan (bekas negeri Arya
Penangsang).
Tokoh Sunan Kudus yang diberitakan Babad Tanah Jawi perlu dikoreksi, karena Sunan Kudus
sendiri sudah meninggal tahun 1550. Mungkin tokoh yang mendukung Arya Pangiri tersebut
adalah penggantinya, yaitu Panembahan Kudus, atau mungkin Pangeran Kudus.
Arya Pangiri menjadi raja Pajang sejak awal tahun 1583 bergelar Sultan Awantipura. Ia
dikisahkan hanya peduli pada usaha untuk menaklukkan Mataram daripada menciptakan
kesejahteraan rakyatnya.
Arya Pangiri melanggar wasiat mertuanya (Hadiwijaya) supaya tidak membenci Sutawijaya.
Ia bahkan membentuk pasukan yang terdiri atas orang-orang bayaran dari Bali, Bugis, dan
Makassar untuk menyerbu Mataram.
Arya Pangiri juga berlaku tidak adil terhadap penduduk asli Pajang. Ia mendatangkan orang-
orang Demak untuk menggeser kedudukan para pejabat Pajang. Bahkan, rakyat Pajang juga
tersisih oleh kedatangan penduduk Demak. Akibatnya, banyak warga Pajang yang berubah
menjadi perampok karena kehilangan mata pencaharian. Sebagian lagi pindah ke Jipang
mengabdi pada Pangeran Benawa.
Pada tahun 1586 Pangeran Benawa bersekutu dengan Sutawijaya di Mataram. Kedua
saudara angkat itu berunding di desa Weru. Akhirnya diambilah keputusan untuk menyerbu
Pajang.
Gabungan pasukan Mataram dan Jipang berangkat untuk menurunkan Arya Pangiri dari
takhtanya. Perang terjadi di kota Pajang. Pasukan Arya Pangiri yang terdiri atas 300 orang
Pajang, 2000 orang Demak, dan 400 orang seberang dapat ditaklukkan. Arya Pangiri sendiri
tertangkap dan diampuni nyawanya atas permohonan Ratu Pembayun, istrinya.
Catatan kaki
1. (Indonesia) Muljana, Slamet (2005). Runtuhnya kerajaan Hindu-Jawa dan timbulnya negara-negara
Islam di Nusantara (http://books.google.co.id/books?id=j9ZOKjMxVdIC&lpg=PA78&dq=suma%20orie
ntal&pg=PA70#v=onepage&q=suma%20oriental&f=false) . PT LKiS Pelangi Aksara. hlm. 71.
ISBN 9798451163.ISBN 978-979-8451-16-4
Kepustakaan
Andjar Any. 1979. Rahasia Ramalan Jayabaya, Ranggawarsita & Sabdopalon. Semarang:
Aneka Ilmu
Babad Tanah Jawi, Mulai dari Nabi Adam Sampai Tahun 1647. (terj.). 2007. Yogyakarta:
Narasi
H.J.de Graaf dan T.H. Pigeaud. 2001. Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Terj. Jakarta:
Pustaka Utama Grafiti
Hayati dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di jepara pada Abad XVI. Jakarta: Proyek
Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat
Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional
M.C. Ricklefs. 1991. Sejarah Indonesia Modern (terj.). Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press
Terakhir disunting 3 bulan yang lalu oleh Syzyszune
Wikipedia