Anda di halaman 1dari 24

1

KESULTANAN MATARAM

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah:

SEJARAH ISLAM NUSANTARA

Dosen Pengampu:

RAHMADI, S.AG,M.PD.I

Disusun oleh:

HADIRI (200103030089)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ANTASARI BANJARMASIN


FAKULTAS USHULUDDIN DAN HUMANIORA
AQIDAH DAN FILSAFAT ISLAM
BANJARMASIN
2021
2

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
            Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah swt. yang telah memberikan
kekuatan dan keteguhan hati kepada kami untuk menyelesaikan makalah  ini. Selawat beserta
salam semoga senantiasa tercurah limpahan kepada Nabi Muhammad SAW, yang menjadi
teladan para umat manusia yang merindukan keindahan surga.
Dalam penyelesaian makalah ini, penulis banyak mengalami kesulitan, terutama
disebabkan kurangnya ilmu pengetahuan. Namun, berkat kerjasama yang solid dan
kesungguhan dalam menyelesaikan makalah ini, akhirnya dapat diselesaikan dengan baik.
            Kami menyadari, sebagai seorang pelajar yang pengetahuannya tidak seberapa yang
masih perlu belajar dalam penulisan makalah, bahwa makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif demi
terciptanya makalah yang lebih baik lagi, serta berdayaguna di masa yang akan datang.
            Besar harapan, mudah-mudahan makalah yang sangat sederhana ini dapat bermanfaat
dan maslahat bagi semua orang.
Wasalamu'alaikum Wr.Wb

Banjarmasin, 04 Oktober 2021

Penyusun
3

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Mataram Islam merupakan Kerajaan Islam yang ada di Nusantara yang berdiri
pada abad ke-16 M. Wilayah Kerajaan ini awalnya merupakan sebuah hutan yang
penuh dengan tumbuhan tropis di atas puing-puing istana tua Mataram Hindu,
beberapa abad sebelum Kerajaan ini berdiri.1 Wilayah ini sebelumnya merupakan
wilayah kekuasaan Kerajaan Pajang.Kerajaan Mataram merupakan salah satu
Kerajaan Islam terbesar di Nusantara. Mataram adalah daerah yang menghasilkan
dinasti Jawa modern yang paling kuat dan yang paling lama.2

Kerajaan Pajang ikut berkontibusi dalam sejarah berdirinya Kerajaan Mataram


Islam, mengingat dua Kerajaan ini sebelumya sudah menjalin hubungan yang erat
dalam konteks politik. Dan berdirinya Kerajaan Pajang juga tidak lepas dari
mundurnya kekuasaan Kesultanan Demak, sehingga tiga Kerajaan ini yang letaknya
tidak begitu berjauhan akan sangat menarik jika dibahas dalam kajian sejarah.
Kerajaan Pajang jika ditinjau dari periode eksistensinya terhempit oleh dua Kerajaan
islam, yakni periode akhir Kesultanan Demak dan juga awal Kerajaan Mataram Islam.
Untuk membicarakan latar belakang berdirinya Kerajaan Mataram Islam, tentunya
juga akan membahas dua Kerajaan yang telah disampaikan diatas. Maka dari itu,
terlebih dahulu akan membahas kemunduran atau berakhirnya Kesultanan Demak dan
Kerajaan Pajang sehingga menjadi babak baru bagi Kerajaan Mataram Islam.

Berdirinya Kerajaan Pajang sangatlah rumit dalam aspek sejarah, karena ada
banyak konflik yang membuat satu sama lain berebut kekuasaan atau dapat dikatakan
karena balas dendam yang tidak berkesudahan. Pada masa kepemimpinan Pati Unus
yang merupakan raja ke tiga dengan masa jabatan 1518 sampai 1521 M, yang mana
beliau mangkat karena serangan besar-besaran melawan portugis. Kabar kematian

1
Ahwan Mukarrom, Kerajaan-kerajaan Islam Indonesia (Surabaya: Penerbit Jauhar, 2010),
39.

M.C. Ricklefs, Sejarah Indonesia Modern 1200-2004, Terj. Satrio Wahono, et.al., (Jakarta:
2

Serambi Ilmu Semesta,2005), hlm.97.


4

Adipati Unus menjadi pemicu awal adanya konflik diantara keluarga Kesultanan
Demak. Untuk mengisi kekosongan pada masa itu, terjadi perebutan kekuasaan antara
Raden Kikin dan Raden Trenggana.3 Padahal mereka masih bersaudara yang kedua-
duanya merupakan puta dari Raden Patah. Raden kikin sebelumya sudah memiliki
jabatan sebagai Adipati Jipang (kecamatan Cepu, kabupaten Blora, Jawa Tengah)
namun Ia menginginkan jabatan yang lebih dari itu.4

Tanpa banyak bicara putra dari Raden Trenggana yang bernama Raden
Mukmin membunuh pamannya (Raden Kikin) di tepi sungai, sehingga Arya
Penangsang menggantikan kedudukan ayahnya sebagai Adipati Jipang. Akhirnya,
Raden Trenggana mengisi jabatan sebagai raja Kesultanan Demak yang ke tiga, Ia
naik tahta pada tahun 1521. Namun pemerintahannya berakhir pada tahun 1546 akibat
ekspedisinya di Panarukan Situbondo. Setelah itu Raden Mukmin menggantikan
ayahnya dan tentunya menjadi raja keempat. Ternyata Arya Penangsang masih
menyimpan dendam atas kematian ayahnya Raden Kikin yang dilakukan oleh Raden
Mukmin, sehingga Ia melakukan rencana jahatnya pada tahun 1549 dan Raden
Mukmin atau yang lebih dikenal Sunan Prawoto ini mangkat.5

Dengan begitu Arya Penangsang berhasil memimpin Kesultanan Demak di


bawah kendalinya. Tidak berhenti sampai di Raden Mukimin, Arya Penangsang juga
melakukan penyerangan terhadap Hadiwijaya atau nama populernya Jaka Tingkir
yang merupakan menantu dari Raden Trenggana. Namun penyerangan tersebut
berhasil dipatahkan oleh Hadiwijaya. Hadiwijaya sendiri pada masa Sultan Trenggana
diberikan jabatan sebagai penguasa di daerah Pajang. Jaka tingkir mendapatkan
sebuah tugas dari Ratu Kalinyamat (adik Sunan Prawoto) untuk segera menjatuhkan
kekuasaan Arya Penangsang dan jika berhasil akan menyerahkan Demak dan Jepara
kepada Jaka Tingkir.

Untuk dapat mengalahkan Arya Penangsang, Jaka Tingkir membuat


sayembara yang isinya berupa siapa yang dapat mengalahkan Arya Penangsang akan
memproleh hadiah berupa tanah pati dan tanah mataram. Ki Ageng Pemanahan dan

3
H. J. De Graff dan T. H. G. T. H. Pigeaud, Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa, terj. Graffiti
press dan KITLV. PT Graffiti pers, Jakarta. 1985, hlm. 95.
4
Ibid, hlm. 96.
5
Ibid, hlm. 236.
5

Ki Panjawi serta putra kandung Ki Pemanahan yaitu Sutawijaya ikut berpartisipasi


atas dikeluarkannya sayembara tersebut. Selanjutnya, Arya Penangsang dapat
ditaklukan oleh mereka, dan sesuai dengan janji yang telah dibuat oleh Jaka Tingkir
maka segera hadiah tersebut diberikan kepada Ki Ageng Pemanahan dengan
mendapati daerah mataram sedangkan Ki Panjawi memproleh daerah Pati. 6 Setelah
berakhirnya Arya Penangsang, Jaka Tingkir mengambil alih Kesultanan Demak dan
memindakahkan pusat Kesultanan Demak ke Pajang. 7

Pusat Kesultanan Demak yang berpusat di pesisir utara jawa kemudian


bergeser masuk ke daerah pedalaman dengan corak agraris. Kerajaan Pajang terletak
di daerah Kertasura dan merupakaan Kerajaan islam pertama yang terletak di
pedalaman pulau jawa. Dengan begitu berdirinya Kerajaan Pajang pada akhir abad ke-
16 M merupakan tanda berakhirnya Kerajaan islam Demak.

Hadiah yang diberikan oleh Jaka Tingkir tidak serta merta membuat Ki Ageng
Pemanahan merasa puas, tanah yang berlokasikan di Mataram tersebut merupakan
hutan lebat yang oleh masyarakat sekitar diberi nama Alas Mentaok, kemudian oleh
Ki Ageng Pemanahan dibedah menjadi sebuah desa. Ki Ageng berencana akan
memasukan islam kedalam wilayah tersebut dibawah Kerajaan Pajang.

Kronik-kronik Jawa menceritakan bahwa Kyai Gedhe Pamanahan menempati


daerah Mataram Islam pada tahun 1570-an. Ki Ageng Pemanahan merupakan perintis
mataram yang patuh dan taat kepada Sultan Pajang. Ia mulai naik tahta pada tahun
1577 sampai tutup usianya pada tahun 1584.8 Ki Ageng Pemanahan yang sebelumnya
menjadi Panglima perang Kerajaan Pajang bersama puteranya, Sutawijaya (Danang
Sutawijaya), ikut membantu Sultan Hadiwijaya dalam usahanyamenumpas adipati
Arya Penangsang dari Jipang Panolan, Sultan Pajang tersebut menganugerahkan
wilayah hutan yang awalnya dikenal sebagaihutan (alas) Mentaok tersebut.9Berawal
dari inilah Kerajaan Mataram(yang awalnya bercorak Hindu) bangkit kembali, namun
dengan ruh yangberbeda (menjadi bercorak Islam).

6
Ibid, hlm. 244.
7
Ibid, hlm. 245.
8
Ibid, hlm. 249.
9
Ardian Kresna, Sejarah Panjang Mataram: Menengok Berdirinya Kesultanan Yogyakarta
(Jogjakarta: Diva Press, 2011),hlm. 27.
6

Pada masa Ki Ageng Pemanahan, mataram hanyalah sebuah daerah yang kecil
dan belum melakukan ekspansi sekalipun. Kemudian digantikan oleh putranya yang
bernama Sutawijaya atau Panembahan Senopati. Berbeda dengan ayahnya yang
menempuh jalan patuh sebagai Kerajaan dibawah panji Kerajaan Pajang, justru
Panembahan Senopati dengan sengaja mengabaikan kewajibannya terhadap raja Jaka
Tingkir. Pembangkangan Panembahan Senopati diantaranya tidak menghadap raja di
keraton untuk memberikan penghormatan tahunan, menggagalkan pelaksanaan
hukuman yang harus dilakukan atas perintah raja terhadap keluarga tumenggung di
Mayang.10

Tindakkan yang sewenang-wenang itu membuat raja Pajang murka dengan


melakukan perlawanan ke mataram, namun sebelum terjadi pertempuran di dekat
Prambanan tentara Kerajaan telah tercerai berai akibat letusan gunung merapi. Dan
membuat Sultan Pajang kemudian meninggal. Momentum ini dimanfaatkan oleh
Senopati untuk memproklamasikan dirinya sebagai penguasa di seluruh jawa.
Ditambah lagi ketika Kerajaan Pajang diduduki oleh Arya Pangiri (meantu Jaka
Tingkir), pangeran Benawa melakukan persekutuan dengan Panembahan Senopati
untuk menjatuhkan kepemimpinan Arya Pangiri, karena kebijakannya dianggap
merugikan rakyat Pajang. Setelah dapat ditaklukkan pangeran Benawa diangkat
menjadi raja Pajang sampai tahun 1587. Sepeninggalnya ia berwasiat agar Pajang
berada di bawah kekuasaan kerajaaan Mataram. Maka sejak saat itu Senopati menjadi
raja pertama Mataram yang bergelar panembahan.11

Sepeninggal Pamanahan, putranya, Panembahan Senapati Ingalaga,


memerintah Mataram Islam. Panembahan Senapati Ingalaga(± 1584-1601)a
digambarkan di dalam kronik-kronik Jawa sebagai pemrakarsa pengluasan Kerajaan
Mataram.12 Ada banyak masalah historiografi yang meliputi pemerintahan
Panembahan Senapati Ingalaga, seperti tidak adanya bukti yang sezaman yang dapat
digunakan untuk menilai isi kronik-kronik tersebut.

10
Drs. M. Yahya Harun, Kerajaan Islam Nusantara abad XVI dan XVII, Kurnia Alam
Sejahtera, Yogyakarta, 1995, hlm. 24.
11
Ibid, hlm. 24.
12
M.C. Ricklefs, loc.cit.
7

Senopati Mataram merupkan figur penguasa yang agresif. Semenjak ia


menobatkan dirinya menjadi penguasa banyak sekali Kerajaan-Kerajaan di Jawa
Tengah dan sebagian Jawa Timur menjadi daerah ekspansinya. Tercatat pada masa
berkuasanya (1548-1601 M), Pajang dan Demak dapat ditaklukkan pada tahun 1588,
menyusul kemudian Madiun pada tahun 1590 dan Jepara (Kalinyamat) pada tahun
1999. Pada tahun yang sama Tuban juga diserang yaitu tahun 1598 dan 1599 tetapi
masih bisa bertahan hingga diduduki pada tahun 1619 oleh Sultan Agung.13

Panembahan Senopati mangkat pada tahun 1601 saat berada di desa Kajenar.
Dan dilanjutkan oleh putranya yang bernama Mas Jolang atau Ki Gede Mataram atau
nama populernya Panembahan Sede Ing Krapyak. Ketika masa kepemimpinan Mas
Jolang mulai dari tahun 1601-1613 usaha ekspansi terhenti dan banyak daerah-daerah
membrontak untuk melepaskan diri karena gaya kepemimpinannya tidak seperti
ayahnya. Adapun pembrontakan yang dilakukan seperti Pangeran Puger di Demak
pada tahun 1602-1605 dan Pangeran Jayaraga di Ponorogo pada tahun 1608. Motif
pembrontakan karena rasa ketidakpuasan terhadap kebijakan-kebijakan yang
dilakukan Sede Ing Krapyak.

Sepeninggal Senapati sekitar tahun 1601, Mataram berada di bawah


pemerintahan putranya, Panembahan Seda ing Krapyak . Dapat ditemukan bebrapa
dokumen VOC mengenai masa pemerintahan Krapyak. Krapyak memerintah
Mataram selama 12 tahun hingga ia meninggal pada 1613.

Sede Ing Krapyak lebih cenderung mengadakan pembangunan disbanding


ekspansi. Seperti membangun Prabyeksa (tempat kediaman raja) dibangun pada tahun
1603, Taman Danalaya pada tahun 1605, membuat lumbung di Gading tahun 1610
dan lain-lain. Maka dari itu ia dikenal sebagai raja yang ahli membangun.
Kecenderungan yang ia sukai ialah berburu, dalam hal ini ia memiliki sebuah daerah
khusus untuk berburu yang dinamakan dengan krapyak.

Disisi lain, Surabaya yang belum dapat ditaklukkan oleh Panembahan


Senopati, sedang menyusun kekuatan untuk menguasai sebagian Kerajaan di wilayah
Jawa Timur sehingga ia merupakan rival bagi Kerajaan Mataram. 14 Sementara
Mataram sibuk menghadapi konflik dalam negeri dan tidak sempat menganeksasi

13
Ibid, hlm. 24.
14
Ibid, hlm 25.
8

daerah-daerah sekitar sebagaimana yang dilakukan oleh ayahnya Panembahan


Senopati. Dan di akhir masa jabatannya (mangkat) 1613 ia sempat menjalin hubungan
kerja sama dengan kompeni Belanda. kemunculan Sultan Agung sebagai raja
Mataram pada tahun 1613-1646 merupakan masa kejayaan Mataram, karena hampir
seluruh daerah-daerah jawa berada dalam imperium Mataram kecuali wilayah Barat.
Krapyak memerintah Mataram selama 12 tahun hingga ia meninggal pada 1613.

Pemerintahan di Mataram digantikan oleh putranya, Sultan Agung. Meskipun


ditemukan banyak bukti mengenai pemerintahan sebelumnya, dapat diketahui bahwa
Sultan Agung meskipun merupakan Sultan terbesar sepanjang sejarah Mataram,
bukanlah penguasa pertama Mataram. Sultan Agung bukan penguasa pertama dari
garis keturunan Mataram karena waktu orang-orang Belanda tiba di Jawa pada akhir
abad XVI, Mataram sudah merupakan sebuah negara yang kuat dan sedang
mengembangkan kekuasaannya.

Sultan Agung adalah salah satu raja di Kerajaan Islam Mataram yang selain
menjadi raja ia juga terkenal sebagai seorang pujangga. Ia dikenal sebagai raja
Mataram yang menentang praktek perdagangan kongsi dagang VOC milik Belanda
yang dianggap curang dan menindas rakyat Indonesia.15

Adanya sumber-sumber yang memadai mengenai masa pemerintahan Sultan


Agung serta keberhasilannya menjadi raja terbesar Mataram menginspirasi kami
untuk menyusun makalah mengenai masa pemerintahannya.

Berdasarkan latar belakang tersebut, dalam makalah ini kami mencoba untuk
menyajikan pembahasan mengenai kondisi Kerajaan Mataram pada masa
pemerintahan Sultan Agung.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, kami mengambil satu rumusan masalah,
yaitu “bagaimana kondisi Kerajaan Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan
Agung?’’, karena rumusan masalah tersebut kami anggap relevan dalam pembahasan
mengenai Kerajaan Mataram Islam pada masa kejayaannya, yaitu pada masa
pemerintahan Sultan Agung.

15
Purwadi, Sejarah Raja-raja Jawa, (Jakarta: Ragam Media, 2010), hlm. 316.
9

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kondisi Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan Agung


Kerajaan Mataram Islam mencapai puncak kejayaannya di bawah
kepemimpinan Raden Mas Rangsang atau lebih dikenal sebagai Sultan Agung
Hanyakrakusuma (1613-1646).16 Sultan Agung menggantikan Ayahnya, Panembahan
Krapyak. Sesungguhnya dia tidak memakai gelar ‘sultan’ sampai tahun 1641;
mulanya dia bergelar ‘pangeran’ atau ‘panembahan’, dan sesudah tahun 1624 bergelar
‘susuhunan’ (yang sering disingkat ‘sunan’, gelar yang juga diberikan kepada
kesembilan wali).17

Ketika pemerintahan Sultan Agung, ibukota Kerajaan Mataram dipindahkan


dari Kotagede ke wilayah Kerto yang jaraknya sekitar 5 km di sebelah selatan
Kotagede. Pada masa ini bidang kenegaraan, pemerintahan, serta kemiliteran
Mataram berkembang pesat. Mataram melatih pasukan angkatan lautnya serta
membuat kolam telaga yang lebar dan luas yang disebut Segarayasa.

De Graaf menuliskan dalam bukunya mengenai kepribadian Sultan Agung,


bahwa kesan orang Eropa ketika pertama kali melihat Sultan Agung adalah ia “tidak
dapat dianggap remeh”. Menurut pengakuan salah satu dari mereka, Sultan Agung
memiliki wajah yang kejam, bahkan beserta dewan penasihatnya juga memerintah
dengan keras sebagaimana sebuah negara besar. Lebih jauh, Dokter H. De Haen
menuturkan bahwa Pangeran Ingalaga ini merupakan seorang yang kasar dalam
bahasa, namun lamban ketika berbicara, ia berwajah tenang dan bulat, dan tampak
cerdas. Dokter Haen juga mengatakan bahwa Sultan Agung biasa memandang
sekelilingnya seperti singa.18

16
Ahwan Mukarrom, Op.cit., hlm. 43.
17
M.C. Ricklefs, Op.cit. hlm.102.
18
H. J. De Graaf, Puncak Kekuasaan Mataram: Politik Ekspansi Sultan Agung, Terj. Grafiti
Pers dan KITLV (Jakarta: Penerbit PT Pustaka Utama Grafiti, 2002), hlm.122.
10

Sultan Agung merupakan seorang yang religius. Hal tersebut dinyatakan


dalam Babad Sultan Agung yang menyatakan bahwa:

“.........Sebagai seorang raja, yang merupakan kalifah Tuhan, Sultan Agung


terpilih dan dikasihi Tuhan. Ia gemar bertafakur, sehingga tidak terikat lagi oleh
kewiryaan maupun keprihatinan. Kalbunya benar-benar beriman dan sangat berbakti
kepada Tuhan..........”19

Sultan Agung adalah seorang raja yang menganggap dirinya sebagai seorang
raja sekaligus sebagai tentara. Ia bertekad ingin mengantarkan Mataram menuju
puncak kejayaan. Keinginan tersebut kemudian direpresentasikan oleh Sultan Agung
dengan menerapkan politik ekspansi. Pemerintahannya akan ditandai oleh ekspedisi
dan peperangan yang kesemuannya dalam rangka politik ekspansi yang diwarisinya
dari ayahnya. Ideologi yang menjiwai politik ekspansi itu dapat dilacak kembali pada
ilham yang diterima oleh “Wong Agung Ngeksiganda”, yaitu Senopati yang
ditokohkan oleh Mangkunegara IV dalam Wedatama-nya.20 Ideologi tersebut yang
mendasari ambisi Sultan Agung untuk menaklukkan seluruh Jawa. Sultan Agung
melakukan berbagai penaklukkan dan pertempuran mulai dari penyerangan Ujung
Timur , hingga ia bertekad untuk menaklukkan Batavia.

B. Ekspedisi ke Ujung Timur Jawa, 1614


Sebelum tahun 1620 tidak ada petunjuk dilancarkannya serangan langsung
terhadap Surabaya, yang jelas ialah petunjuk dilancarkannya serangkaian serangan
terhadap sekutu-sekutu atau jajahan Surabaya yang sebagian sangat berhasil.
Serangan militer pertama pada tahun 1614 adalah sebuak aksi perampasan sampai
jauh ke daerah Timur. 21
Meskipun tujuan agresi terakhir adalah Surabaya, tetapi
ekspedisi Mataram pada 1614 dikirim untuk menaklukkan Kediri, Pasuruhan,
Lumajang, Renong, dan Malang.22 Pasukan Jawa Timur dipimpin oleh Pangeran
Pekik dari Surabaya. Ia menggerakkan para penguasa pesisir, antara lain

Balai Penelitian Bahasa Yogyakarta, Babad Sultan Agung (Yogyakarta: Departemen


19

Pendidikan dan Kebudayaan, 1980), hlm.7.

Sartono Kartodirjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Jakarta: Gramedia


20

Pustaka Utama, 2014),hlm. 153-154.


21
H.J. De Graaf, Op.cit., hlm.34.
22
Ibid, hlm.154.
11

Renggalelana, Kanjeng Tumenggung Kapulungan dari Pasuruhan, Dipati Pasagi,


Kanjeng Patih Jayasaputra dari Tuban, Kanjeng Martanegara dari Sedayu.

Dalam Babad Tanah Jawi disebutkan bahwa Sultan Agung pernah memberi
tugas kepada Suratami untuk bergerak menuju wilayah timur dan membawa seluruh
pasukan Mataram untuk berperang. Suratami siap melaksanakan perintah Raja.
Setelah semuanya siaga berangkatlah pasukan Mataram itu. Para bupati di daerah
pesisir Utara serta daerah–daerah lain yang sudah dikuasai Sultan juga ikut
memperkuat ekspedisi itu.

Di Winongan, Suratami mengirim pasukan di bawah pimpinan Tumenggung


Alap-Alap untuk merebut Lumajang dan Renong. Mereka akan disertai empat orang
Bupati lengkap dengan prajuritnya. Akan tetapi, kedua bupati itu melarikan diri.
Akhirnya, harta milik mereka di rampas, dan wanita-wanita dibawa pulang23

Setelah Tumenggung Alap-alap kembali dari Winongan, para prajurit bersama


Suratani dan Raden Jaya Supanta mengepung kota Malang. Bupati Malang yang
bernama Rangga Toh Jiwa siap menghadapi pertempuran dengan pasukan Mataram.
Mereka sempat bersembunyi di dalam benteng. Tetapi, setelah dipertimbangkan
mereka tidak akan mampu dan akhirnya pada malam hari mereka meloloskan diri.
Prajurit Mataram pun mengejarnya hingga membuat prajurit Malang bubar. Setelah
Malang dikuasai, pasukan Suratani berangkat ke arah Barat Laut. 7

Konfrontasi antara kedua pasukan terjadi di tepi Sungai Andaka, di mana


pasukan Mataram terpukul mundur (1614). Panglima pasukanMataram yang dikirim
ke Jawa Timur, Kanjeng Suratami, menemui ajalnya.24

C. Penaklukkan Wirasaba, 1615

Pada tahun 1615, Agung menduduki Wirasaba (di dekat kota Maja Agung
sekarang); ini sangat penting secara strategis, karena Wirasaba menguasai pintu
gerbang ke muara Sungai Brantas, dan mungkin juga penting secara psikologis,
karena sekarang Agung menguasai daerah yang pernah menjadi lokasi Majapahit. 25

23
H.J. De Graaf, Op.cit., hlm.35.
24
Sartono Kartodirdjo, Op.cit., hlm.154.
25
M.C. Ricklefs, Op.cit., hlm.102.
12

Pertahanan yang dipimpin oleh Pangeran Arya dan Rangga Pramana sangat kuat,
maka setelah dilakukan serangan berkali-kali, barulah kemudian kota tersebut dapat
dikalahkan.26 Dalam Babad Tanah Jawi dijelaskan bahwa waktu itu Sultan Agung
mengutus Tumenggung Martalaya untuk mengerahkan pasukan pesisir dan pasukan
dari wilayah lain yang sudah dikuasai Mataram. Jumlah prajurit dan senjatanya sangat
besar. Sempat dikabarkan bahwa Sultan Agung berkehendak agar kembali ke
Mataram dikarenakan tentara Mataram banyak yang luka bahkan meninggal. Akan
tetapi, Pangeran Purbaya dan Tumenggung Martalaya tetap teguh untuk menaklukkan
Wirasaba. Jika Wirasaba tidak dapat dikalahkan, lebih baik mati saja.

Akhirnya, kemenangan pun berpihak kepada pihak Mataram. Agung pribadi


memimpin tentaranya di sana karena kemenangan atas Wirasaba itu dianggap begitu
penting. Kemenanggan ini mengubah peta geopolitik Jawa Timur. Pendudukan
tempat strategis oleh Mataram langsung mengancam Surabaya, pusat pimpinan aliansi
golongan pesisir, lebih-lebih karena Sunan Giri bersikap pasifistis.

Wabah yang mengamuk di kalangan pasukan Mataram menjadi faktor


penghambat ofensis Mataram terhadap Surabaya. Pihak pesisir mendapat kesempatan
mengkonsolidasi sehabis kekalahan di Wirasaba. Direncanakannya suatu ofensif
balasan terhadap Mataram. Baik jalan kuno lewar selatan dan Ponorogo, maupun rute
utara lewat Madiun dan lembah Bengawan Solo sukar ditempuh karena sudah
diduduki Mataram. Yang Masih terbuka ialah rute utara lewat pantai, Lasem, Pati,
terus ke selatan lewat Pajang. Kedua kota pesisir mempunyai simpati terhadap
golongan pesisir dan di Pajang terdapat golongan anti Mataram yang dapat membantu
penyerbuan Mataram. Pasukan Mataram tidak menunggu tentara pesisir masuk di
halamannya tetapi dihadang di sebelah Utara dan terjadilah pertempuran di Siwalan
(1616)27

D. Pertempuran di Siwalan (1616)

26
Sartono Kartodirdjo, Op.cit., hlm.154.
27
Sartono Kartodirdjo, Op.cit. 155.
13

Jatuhnya Wirasaba nampaknya menimbulkan kerja sama yang lebih erat di


antara anggota persekutuan wilayah-wilayah pesisir sehingga mereka berani untuk
bersatu dan bangkit melakukan penyerangan terhadap Mataram. Pertempuran di
Siwalan membuat pihak pesisir menjadi lebih defensif. Aliansi pesisir terdiri atas
Surabaya, Pasuruan, Tuban, Jepara, Wirasaba, Arosbaya, Sumenep, dan seterusnya.

Aliansi tersebut terdorong untuk bersatu lagi karena ancaman yang nyata yang
diperlihatkan oleh kemajuan yang dicapai Agung. mereka berusaha untuk melakukan
serangan dari pantai utara menuju Pajang, di mana mereka mengharapkan penguasa
setempat bergabung dengan mereka; seorang mata-mata Mataram di Tuban
tampaknya mengelabui tentara dari pantai supaya tidak mengikuti rute yang terbaik;
dan di Siwalan (di Pajang), tentara Surabaya itu dikepung oleh musuh tanpa
memperoleh dukungan dari pihak penguasa setempat. Pada bulan Januari 1616,
Agung membinasakan ekspedisi Surabaya ini.28

Karena kekalahan di Siwalan aliasnsi pesisir menjadi lemah, maka tidak dapat
menghalang-halangi gerakan maju barisan Mataram menuju Pasuruan. Tidak banyak
perlawanan, maka kota segera jatuh dan Pangeran Kapulungan mengungsi ke
Surabaya.

E. Penaklukan Lasem, Pasuruan dan Tuban, 1616-1617

Pasukan Mataram dikirim ke Lasem untuk menaklukkannya dan mengutus


Tumenggung Martalaya untuk menjadi pemimpinnya. Ia diperintahkan agar
menikutsertakan pasukan Pati. Seluruh kota dikepung oleh tentara Mataram dan
penduduknya diliputi ketakutan sehingga mereka menyebrang ke pihak Pati,
kemudian pasukan Mataram menyerang dan memasuki kota. Tidak ada perlawanan,
senjata-senjata pun dikumpulkan.29

Mengenai Pasuruan, Tumenggung Martalaya dikirim oleh Sultan untuk


menaklukkan Pasuruan. Tentara Mataram bergerak dari Solo ke arah Timur sambil
melakukan perusakan hebat. Tumenggung Kapulungan, yang telah dikenal sejak
tahun 1615, menjaga Pasuruan. Pada Kamis malam, ia menyeruka kepada pasukannya
untuk menyerang, sebaliknya ia mengutus istri-istrinya untuk mundur. Istri-istrinya

28
M.C. Ricklefs, Loc.cit., hlm.103.
29
H.J. De Graaf, Op.cit., hlm. 49.
14

naik kuda sambil mengangkut bahan makanan, dan setelah serangan terhadap
Mataram dimulai, tiba-tiba Tumenggung Kapulungan membelok ke arah Barat dan
pergi ke Surabaya, sedangkan pasukannya kembali pulang dalam keadaan kacau.
Keesokan harinya, Mataram menyerang kota, mendudukinya sambil merampas dan
membakar. Tumenggung Kapulungan yang dikejar oleh musuh, nyaris tertangkap dan
istri-istrinya jatuh di tangan pasukan Mataram.30

F. Invasi Mataram Islam ke Tuban 1619

Tuban sudah menjadi incaran Mataram bahkan sejak Tuban masih berada di
tangan Kerajaan Pajang. Sekarang Agung melaju dengan kemenangan-
kemenangannya di Lasem pada tahun 1616 dan di Pasuruan pada tahun 1616 atau
1617. Pajang akhirnya berusaha memberontak pada tahun 1617, tetapi saat itu sudah
terlambat. Agung menghancurkan kotanya dan memindahkan penduduknya ke
Mataram; penguasa Pajang melarikan diri ke Surabaya. Pada tahun 1619, Agung
menaklukkan Tuban, salah satu unsur terpenting dari persekutuan Surabaya.31

Adapun mengenai penaklukan kota pelabuhan Tuban, Sultan Agung


memerintahkan dua pemimpin pasukan yakni Martalaya dan Jaya Supanta untuk
bergerak melawan Tuban. Mereka singgah sebentar di Pati. Ketika mereka mendekati
kota tersebut, rakyat melarikan diri ke ibu kota. Di antara mereka terdapat orang
Lasem. Adipati Tuban sempat meminta bantuan kepada Surabaya dan Madura, akan
tetapi, Adipati Surabaya menjaga kotanya sendiri dan hanya mengirim senjata dengan
beberapa bala tentara yang jumlahnya 1000 orang. Pasukan Tuban membawa meriam
mereka ke garis depan. Sebuah pusaka tua akhirnya meledak dan hal ini dianggap
sebagai pertanda kekalahan mereka.32

G. Puncak Krisis Mataram-Surabaya 1620-1625

30
Ibid, hlm 51.
31
M.C. Ricklefs, Op.cit., hlm.103.
32
H.J. De Graaf, Op.cit., hlm.58.
15

Dari tahun 1620 sampai 1625, secara periodik Agung mengepung Surabaya
dan membinasakan hasil-hasil panennya. Akhirnya, Sungai Brantas dibendung dan
jatah air untuk kota diputus. Selama masa itu, Sultan Agung disibukkan oleh
penaklukan-penaklukan lain yang berkaitan. Pada tahun 1622, sekutu Surabaya di
seberang Laut Jawa, Sukadana, berhasil ditaklukkan sehingga terputuslah salah satu
sumber suplai ke kota Surabaya.33

Alasan mengapa Agung ingin menaklukkan Surabaya antara lain didasarkan


oleh beberapa faktor. Pertama, kedudukannya sebagai pusat perdagangan serta segala
kekayaan dan hubungan yang dihasikannya. Kedua, kepetingan ekonomis bersama di
antara kota-kota pelabuhan Jawa Timur membentuk solidaritas yang terwujud sebagai
aliansi pesisir. Ketiga, daerah pedalaman yang subur dan maju pertaniannya sehingga
hasil berasnya dapat menopang fungsi Surabaya sebagai entrepot. Untuk mematahkan
kekuatan Surabaya maka strategi Mataram tampak jelas bahwa faktor-faktor di atas
diperhitungkan dan satu per satu ditanganinya.34

Ekspedisi ke Sukadana itu dilakukan dua kali, yang pertama terdiri atas 70
perahu dan 2000 prajurit yang dipimpin oleh gubernur Kendal T. Baureksa.
Operasinya hanya merupakan suatu pendaratan dan perampasan. Dalam ekspedisi
kedua permaisuri raja dan delapan sampai sembilan puluh orang tertawan dan dibawa
ke Mataram.35

Pasukan Sultan Agung berhasil menaklukkan Madura pada tahun 1624 yang
mengakibatkan Surabaya terputus dari sumber suplai penting yang lainnya. Meskipun
ada pertahanan yang gigih, tetapi kota-kota di Madura seperti Bangkalan, Arosbaya,
Balega, Sampang, dan Pakacangan berhasil diduduki oleh Mataram. Sebulan
kemudian, seluruh Madura termasuk Pamekasan dan Sumenep dikuasai oleh
Mataram36

33
M.C. Ricklefs, Op.cit.
34
Sartono Kartodirdjo, Op.cit., 157.
35
Loc.cit.
36
Ibid, hlm.158.
16

Pengepungan Surabaya memutus hubungan dengan daerah pedalaman, hanya


tinggal saluran persediaan bahan-bahan dari daerah seberang, antara lain makassar,
yang masih terbuka. Desa-desa di sekitarnya diduduki oleh pasukan Mataram, semua
sungai-sungai tertutup, jadi pengepungan ketat sekali. Akhirnya, dibangun bendungan
di Sungai Brantas untuk membelokkan aliran sungai itu dan menghentikan aliran ke
kota Surabaya. Pada oktober 1625 jatuhlah Surabaya.37

Dengan jatuhnya Surabaya maka seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur
(kecuali Blambangan) menjadi bersatu di bawah naungan Mataram. Persatuan ini
diperkuat lagi oleh Sultan Agung dengan mengikat para adipatinya dengan tali
perkawinan dengan putri-putri Mataram. Ia sendiri menikah dengan putri Cirebon,
sehingga daerah ini juga mengakui kekuasaan Mataram.38

H. Konfrontasi Mataram Islam lawan VOC hingga akhir masa pemerintahan


Sultan Agung

Batavia menjadi pusat VOC sejak tahun 1619. 39 Bersamaan dengan hal
tersebut, Mataram di bawah pemerintahan Sultan Agung sedang menerapkan politik
ekspansi yaitu perluasan wilayah kekuasaan. Sultan agung merupakan raja baru yang
dikenal dengan gelar “Agung” yang berarti “yang terbesar”, memulai kegemilangan
pemerintahannya dengan memperoleh sebuah kemenangan atas angakatan perang
melawan Surabaya dan Madura.40 Pada masa pemerintahan Sultan agung, kepentingan
ekonomis Mataram cukup besar serta pengaruh politik dan kebudayaan tertanam
kuat.41 Sultan Agung berhasil menjadikan Kerajaan Mataram menjadi Kerajaan yang
besar. Seluruh pulau Jawa sempat tunduk di bawah kekuasaan Mataram, kecuali
Batavia karena pada saat itu Batavia berada di bawah kekuasaan VOC.

VOC Belanda menginginkan Mataram jatuh di bawah kekuasaannya karena


Mataram beserta seluruh daerah kekuasaannya merupakan daerah yang terkenal

37
Loc.cit.
38
R. Soekmono, Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia III (Yogyakarta: Kanisius, 1987),
hlm.61.
39
Sartono Kartodirjo,Op.cit., hlm. 181

Thomas Stamford Raffles, The History of Java, Terj. Eko Prasetyo Nindrum, Nuryati
40

Agustin dan Idda Qoryati Mahbubah (Yogyakarta: Penerbit Narasi, 214), hlm.502.
41
Sartono Kartodirjo,Op.cit,hlm. 171
17

dengan penghasil beras, sebagai komoditi yang sangat dibutuhkan oleh Belanda.
Sebelumnya VOC pernah menawarkan kerjasama terhadap Mataram pada tahun 1614
namun ditolak secara terang-terangan oleh Sultan Agung. Pada tahun 1618 Mataram
dilanda gagal panen akan tetapi Sultan Agung tetap pada pendiriannya menolak
bekerjasama dengan VOC. Hingga pada tahun 1619 VOC menguasai Batavia, daerah
yang belum dikuasai oleh Mataram. Menyadari kekuatan Belanda tersebut akhirnya
Sultan Agung mulai berfikir untuk memanfaatkan kekuatan Belanda untuk melawan
dan menaklukkan Surabaya dan Baten, sehingga pada tahun 1921 Mataram menjalin
hubungan dengan VOC. Surabaya memegang penanan untuk meneruskan peranan
lama perdagangan Jawa sebagai transito dari Maluku dan Malaka beserta peranannya
sebagai penghasil beras, sedangkan Banten mempunyai peran dalam perdagangan
ladanya.42 Sehingga itulah alasan mengapa Mataram ingin melakukan ekspansi ke
wilayah Surabaya dan Banten. Akan tetapi VOC ternyata menolak memeberikan
bantuan kepada Mataram dalam melawan Surabaya, sehingga hubungan diplomatik
keduanya terputus.

Setelah putus hubungan dengan VOC, Mataram kembali bekerjasama dengan


kaum Portugis alasannya keduanya mempunyai tujuan yang sama yaitu melawan
VOC. Selain itu, faktor beras pula yang mendorong Portugis mau bersahabat dengan
Mataram. Tahun 1628 M, Mataram meminta bantuan Malaka untuk menyerang
Batavia. Akan tetapi Malaka berada dalam blokade VOC Belanda, sehingga Mataram
berusaha mengirim beras sebanyak-banyaknya untuk menembus blokade tersebut. 43
Hubungan diplomasi antara Mataram dan Portugis telah terjadi selama tahun 1630-an.
Mataram membutuhkan Portugis untuk melwan VOC dan sebaliknya Portugis
membutuhkan tempat-tempat sebagai pusat perdagangannya selain dari Malaka,
terutama wilayah Jawa. Oleh karena itu Portugis memanfaatkan Mataram. Dengan
adanya kerjasama Mataram-Portugis yang semakin kuat akan menghalangi
perkembangan Batavia begitupun juga VOC.

Pada tahun 1629 M angkatan perang kedua dari Mataram yang terdiri atas
orang-orang Jawa dan Madura begerak menuju Batavia. Meraka mengepung kota
tersebut selama beberapa waktu, kemudian meluncurkan serangan ke dalam kota dan
42
Ibid, hlm. 159
43
Ibid, hlm. 169
18

benteng. Dapat dikatakan serangan tersebut merupakan serangan mendadak yang


pernah dilakukan pada kota yang terkepung sebelumnya dan menjadi serangan
berdarah.44 Daerah lain yang mencoba menyerang Batavia adalah Banten, akan tetapi
Banten menjauhi Mataram. Sedangkan di lain pihak, VOC bersekutu dengan Johor
karena Johor juga merasa khawatir terhadap ekspansi Mataram akan sampai ke
wilayah Melayu. Hal tersebut tentu menguntungkan bagi VOC karena bertambahnya
legitimasi kekuasaan. Seiring dengan bertambah kuatnya kedudukan VOC, Mataram
juga menjalin hubungan dengan Palembang. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
dukungan yang diberikan Mataram kepada Raja Tumenggung dalam menentang
pengaruh Jambi untuk menempatkan putri Raja Palembang di takhta Kerajaan pada
tahun 1636. Putri tersebut merupakan permaisuri Pangeran Adipati Anom dari Jambi
sehinga pengangkatan itu tentu saja ditentang oleh Mataram.45Dengan adanya
peristiwa tersebut maka hubungan antara Mataram dan Palembang semakin erat.
Sebenarnya, pada umumnya Mataram sudah mewarisi suatu tradisi yang berupa
menjalin hubungan baik dengan Kerajaan-Kerajaan lain di luar Jawa, terutama karena
hubungan perdagangan yang ramai sejak zaman Majapahit.

Pada tahun 1641 M, VOC meluncurkan serangannya untuk menyerang Malaka


sehingga Malaka jatuh ke bawah kekuasaannya.46 Malaka pada saat itu berada di
bawah kekuasaan Portugis yang juga menjalin hubungan diplomasi dengan Mataram
merubah strategi dengan cara meningkatkan hubungan-hubungan mereka untuk
menyatukan keuatan. Kemudian Mataram sibuk mengirim perutusan keduanya
setelah Malaka jatuh ke tangan VOC pada tahun 1641, 1642 dan 1644. 47 Sehingga
wilayah Mataram sudah berlipat ganda luasnya sebagai hasil dari ekspansi Mataram
sejak zaman pemerintahan Panembahan Senapati hingga jatuhnya Surabaya.

Selama masa akhir pemerintahan Sultan Agung, Mataram berada dalam situasi
penuh ketenangan dan ketentraman dibandingkan sebelumnya, karena pada saat itu
hanya terjadi pemberontakan dari raja-raja Blambangan dan Sumedang yang dianggap
sebagai wilayah yang berbahaya. Sultan Agung digambarkan sebagai raja yang sangat

44
Thomas Stamford Raffles,Op.cit., hlm.509
45
Sartono Kartodirjo, Op.cit, hlm. 171.
46
Ibid, hlm 170.
47
Ibid, hlm. 171.
19

pandai dan mempunyai pemikiran yang cerah bahkan orang Belanda pun
mengkuinya. Sultan Agung wafat pada tahun 1568 (tahun Jawa) atau 1645 M dan
kemudian digantikan oleh seorang puteranya yang bernama Pangeran Aria Prabu atau
Aria Mataram ketika ia berusia 26 tahun.48 Sebelumnya, menjelang tahun 1645 Sultan
Agung yang merasa bahwa ajalnya sudah dekat maka ia pun membangun Astana
Imogiri yang digunakan sebagai pusat tempat pemakaman keluarga-keluarga raja
Kesultanan Mataram mulai dari Sultan Agung sendiri dan keturunan-ketururannya
setelah Sultan Agung. Selain itu, Sultan Agung telah berhasil memadukan kalender
Hijriah (daerah pesisir utara) dan kalender saka (daerah pedalaman) kemudian di
akulturasi sehingga terciptanya kalender Jawa Islam. Sultan Agung juga merupakan
seorang penulis, terbukti dengan adanya sebuah karya peninggalannya yang diberi
nama Sastra Gending yang digunakan sebagai tuntunan hidup rakyat mataram. Selain
itu, adapun pembangunan sebuah keraton oleh Sultan Agung setelah naik takha ,
Sultan Agung memerintahkan pembangunan keraton di Karta pada tahun 1614,
lengkap dengan tembok keliling, alun-alun, pohon-pohonan, dan balai-balainya. Pada
fase kedua, yaitu pada tahun 1625 dibangun bangunan-bangunan lagi, antara lain
stinggil, masjid besar dan kolam. Bangunan-bangunan tersebut mempunyai dimensi
yang luar biasa yang ada umumnya kesemuanya mempunyai fungsi untuk
melambangkan status raja.49

Sultan Agung merupakan penakluk yang terbesar di Indonesia sejak zaman


Majapahit. Dia menguasai seluruh Jawa Tengah dan Jawa Timur, termasuk Ujung
Timur, dan Madura. Satu-satunya kekurangan permanen kariernya adalah
kegaglannya merebut Batavia, dan satu-satunya kerajaan di Jawa yang tetap merdeka
adalah Banten yang terletak di ujung bagian barat. Pengaruh Sultan Agung juga tidak
hanya sebatas di Jawa dan Madura saja. Pada tahun 1622, dia telah menaklukkan
Sukadana; sampai sekitar tahun1636, Palembang menganggapnya sebagai
sesembahan.50 Banjarmasin merupakan sekutu Mataram sesudah tahun 1637 dan juga
terjadi tukar-menukar perutusan dengan Makassar pada tahun 1630 dan 1632. Hal
tersebut menunjukkan bahwa hingga akhir hayatnya, ia merupakan salah satu
penakluk terbesar di Nusantara.

48
Thomas Stamford Raffles, Loc.cit.
49
Sartono Kartodirjo, Op.cit, hlm. 174.
50
Ibid, hlm.112.
20

BAB III

PENUTUP
21

A. Kesimpulan

Berdirinya Kerajaan Mataram Islam merupakan hasil perseteruan antara


Kesultanan Demak dan Kerajaan Pajang. Lewat sayembara yang dikeluarkan oleh
Jaka Tingkir, Ki Ageng Pemanahan mampu mendapatkan tanah kosong di sebuah
daerah Mataram. Sehingga Ki Ageng Pemanahan merupakan pendiri kerajaan
Mataram. Pada tahun 1587 merupakan akhir dari masa kepemimpinan Sultan
Prabuwijoyo sebagai raja terakhir dari kerajaan pajang, sehingga kerajaan pajang
berada di bawah kekuasaan kerajaan Mataram. Dan secara resmi Kerajaan Mataram
Islam diakui kedaulatannya sebagai kerajaan yang berkuasa di Jawa Tengah, hingga
sebagian wilayah Jawa Timur merupakan bagian ekspansi dari Kerajaan Mataram.
Tidak bisa dipungkiri, keberhasilan Kerajaan Mataram disebakan oleh sosok-sosok
pemimpin yang berkuasa pada saat itu. Pada masa Panembahan Senopati, secara
besar-besaran dilakuan usaha untuk memperluas kekuasaan Kerajaan Mataram Islam.
Setelah mangkat, dilanjutkan oleh putranya Panembahan Sede Ing Krapyak, namun
dimasa pemerintahannya banyak terjadi pergolakkan di dalam negeri sehingga tidak
ada usaha untuk melanjutkan ekspansi yang telah dilakukan oleh ayahnya. Selain itu
juga gaya kepemimpinan Mas Jolang tersebut tidak seperti ayahnya, ia lebih fokus
pada aspek pembangunan dan belajar agama islam. Tidak lama kemudian Mas Jolang
wafat ditahun 1613. Dan pewaris tahta kerajaan Mataram ke tiga ialah Sultan Agung .

Mataram Islam mencapai puncaknya pada masa pemerintahan Sultan Agung


Hanyakrakusumo. Sultan Agung sendiri selain dikenal sebagai raja juga sebagai
pemimpin agama, kehidupan beragama mendapat perhatian dan pengembangan yang
sangat pesat. Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung meliputi
kemajuan di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya.

Dalam bidang politik, Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan


Islam di Jawa dengan melakukan ekspedisi-ekspedisi seperti ekspedisi ke Ujung
Timur dan juga penaklukkan-penaklukkan daerah-daerah di Jawa seperti Wirasaba,
Siwalan, Tuban, dan Surabaya. Mataram Islam pada masa pemerintahan Sultan
Agung juga berhasil menaklukkan Sukadana, Banjarmasin, dan Makassar yang
menunjukkan bahwa keberhasilannya bukan hanya di pulau Jawa.

Letak kerajaan mataram di pedalam, maka Mataram berkembang sebagai


kerajaan agraris yang menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun
22

demikian kegiatan perdagangan tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram


juga menguasai daerah-daerah pesisir di Jawa Utara dengan tujuan untuk menambah
kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak hanya semata-mata
tergantung ekonomi Agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.

Kebudayaan yang berkembang pesat pada masa pemerintahan Sultan Agung.


Selain itu, Sultan Agung telah berhasil menciptakan kalender Jawa Islam dengan
memadukan kalender Hijriah (daerah pesisir utara) dan kalender saka (daerah
pedalaman) .Sultan Agung mewariskan Sastra Gending yang digunakan sebagai
tuntunan hidup rakyat mataram. Selain itu, adapun pembangunan sebuah keraton oleh
Sultan Agung setelah naik takha , Sultan Agung memerintahkan pembangunan
keraton di Karta pada tahun 1614, lengkap dengan tembok keliling, alun-alun, pohon-
pohonan, dan balai-balainya. Pada fase kedua, yaitu pada tahun 1625 dibangun
bangunan-bangunan lagi, antara lain stinggil, masjid besar dan kolam. Bangunan-
bangunan tersebut mempunyai dimensi yang luar biasa yang ada umumnya
kesemuanya mempunyai fungsi untuk melambangkan status raja.

Selama Sultan Agung menjalankan pemerintahannya, bersamaan pula dengan


kekuasaan VOC di Batavia yang dikuasainya pada tahun 1619. Mataram dan VOC
bersaing memeperebutkan daerah-daerah yang berpotensi terutama daerah di Jawa.
Persekutuan demi persekutuan dilakuakan oleh semua pihak untuk mendapatkan
legitimasi dan bertambahnya kekuatan untuk saling menghancukan satu sama lain.
Akan tetapi, menurut Thomas Stamford Raffles di dalam karyanya yang berjudul The
Story of Java, menjelang ahkir masa pemerintahan Sultan Agung kerajaan Mataram
berada dalam situasi yang penuh ketentraman, hal tersebut dibuktikan dengan
pemberontakan-pemberontakan yang sudah berkurang dibandingkan sebelumnya.
Pemberontakan tersebut berasal dari raja-raja Blambangan dan Sumedang yang
dianggap sebagai daerah yang rentan. Sultan Agung meninggal pada tahun 1658
(tahun Jawa) atau 1645 M, kemudian digantikan oleh puteranya yang bernama
Pangeran Aria Prabu atau disebut juga Aria Mataram.

B. Saran

Kita sebagai siswa khususnya pendidikan sejarah harus mengetahui tentang


awal berdirinya suatu kerajaan dengan mengusung corak agama islam yang seperti
23

kita tahu bahwa islam menjadi negara mayoritas didunia. Kita bisa belajar tentang
bagaimana suatu kerajaan dalam memulai suatu pemeritahan hingga mencapai puncak
kejayaan yang memerlukan waktu yang sangat lama. Kita bisa mengambil pelajaran
dari peristiwa tersebut untuk kehidupan yang akan datang.

DAFTAR PUSTAKA

Daliman, a. Islamisasi dan perkembangan kerajaan-kerajaan islam di Indonesia.


Yogyakarta: Penerbit ombak, 2012
24

Harun, M. Yahya. Kerajaan Islam Nusantara abad XVI dan XVII. Yogyakarta: Kurnia Kalam
Sejahtera, 1995

Muljana, Slamet. Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-Negara Islam di


Nusantara, Yogyakarta: PT. LKiS Pelangi Aksara, 2007

Yusuf, Mundzirin, dkk. Sejarah Peradaban Islam di Indonesia. Yogyakarta: Kelompok


Penerbit Pinus, 2007

Darmawijaya, Kesultanan Islam Nusantara,  Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2010

Wardaya. 2009. Cakrawala Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI (Program IPS). Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Listiyani, Dwi Ari. 2009. Sejarah untuk SMA/MA Kelas XI Program IPS. Jakarta: Pusat
Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai