Anda di halaman 1dari 12

RATU KALINYAMAT SANG WANITA PERKASA DARI TANAH

JEPARA
Jeanys Ulfi Putri Nurjana
18406244001
Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Email: jeanysulfi.2018@student.uny.ac.id

Abstrak

Dalam paper ini saya akan menjelaskan tiga objek sebagai


pembahasan, Pertama untuk memahami gambaran singkat kondisi Kerajaan
Demak pada abad ke-15, Kedua untuk memahami asal-usul Ratu Kalinyamat,
dan Terakhir untuk memahami peranan dan pengaruh Ratu Kalinyamat bagi
Kerajaan Demak.
Penulisan paper ini juga bertujuan utama untuk menggugat sejarah
yang selama ini erat hubungannya dengan pembiasan gender karena hanya
bersifat androsentrisme (berpusat pada tokoh laki-laki). Perbedaan dan bias
gender ini juga biasanya masih saja terjadi dalam berbagai sektor kehidupan
manusia, tak terkecuali sejarah itu sendiri. Gender secara leksikon merupakan
identitas atau penggolongan gramatikal yang berfungsi mengklasifikasikan
suatu benda pada kelompoknya. Bias gender dalam dunia kesejarahan juga
erat korelasinya dengan praktik penguasa di zamannya. Jika ditarik dengan
fokus penulisan saya, sesuai judul maka lebih tertuju pada tokoh wanita dari
tanah Jepara. Jika membicarakan tanah Jepara sendiri biasanya pikiran kita
akan lebih tertuju pada R.A. Kartini sang tokoh pejuang emansipasi wanita,
padahal jauh sebelumnya yaitu ketika zaman Kerajaan Demak sudah ada
tokoh wanita perkasa yang mampu mengatur bidang pemerintahan bahkan
pertahanan yaitu Ratu Kalinyamat. Dari gambaran singkat tersebut
menyebabkan saya selaku penulis ingin mengembangkan lebih lanjut
penulisan tentang Ratu Kalinyamat pada paper ini.
Kata-kata kunci: Ratu Kalinyamat, Wanita Perkasa, Kerajaan Demak.
I. PENDAHULUAN

Pasca jatuhnya kerajaan Malaka, agama Islam semakin berkembang sampai


ke pulau Jawa, hal ini dibuktikan dengan adanya jalan perdagangan yang
menghubungkan antara selat Malaka dan Selat Jawa.1 Ramainya perdagangan di
antara selat Malaka dan Selat Jawa utamanya di Pantai Utara Jawa ini menyebabkan
banyak Kerajaan Islam yang berpusat di wilayah tersebut, salah satunya berada di
wilayah Jepara. Jepara sendiri merupakan salah satu daerah di Pulau Jawa yang
menyimpan banyak cerita sejarah Islam di Indonesia. Kebesaran sejarah Islam di
Jepara terlihat dari sosok “Ratu Kalinyamat”. Ratu Kalinyamat sendiri merupakan
sosok pemimpin wanita yang membawa Jepara menuju puncak kejayaan, hal ini
pula menyebabkan nama Ratu Kalinyamat disegani dan menjadi salah satu tokoh
penting di Pesisir Pantai Jawa Tengaj dan Jawa Barat.

Ratu Kalinyamat adalah putri dari Sultan Trenggana, Cucu dari Raden
Patah, Sultan dari Kerajaan Demak yang pertama.2 Ratu kalinyamat sendiri juga
disandingkan dengan nama besar Pangeran Hadlirin (Hadiri) yang merupakan
suaminya sendiri. Adanya gelar “Ratu” yang disematkan didepan nama Kalinyamat
menunjukkan bahwa di lingkungan istana kedudukannya cukup tinggi dan
menentukan. Pada era kerajaan lazimnya gelar “Ratu” hanya digunakan oleh orang-
orang tertentu, misalnya seorang raja wanita, permaisuri, atau puteri sulung raja.
Adanya gelar Ratu pada sejarah Jepara dan Kerajaan Demak juga mampu
menunjukkan kesetaraan gender pada peristiwa sejarah, dikarenakan mayoritas
kisah sejarah terekspos dari sudut pandang pria (androsentrisme). Bias gender
dalam dunia kesejarahan juga berkorelasi dengan praktik penguasa di zamannya.3
Dalam sejarah Jepara dan Kerajaan Demak terjadi kesetaraan gender, hal ini dapat
diihat dari kisah Ratu Kalinyamat yang digambarkan sebagai wanita perkasa dan
pemimpin tangguh dari Jepara.

1
M. Khandik Asror, “Makna Topo Wudo Ratu Kalinyamat dalam Tradisi Lisan Masyarakat
Jepara”, Undergraduate (s1) thesis, IAIN Walisongo, 2011, hlm. 1.
2
Eni Juwariah, “Strategi Kepemimpinan Ratu Kalinyamat di Jepara Jawa Tengah Tahun 1545-
1579 M”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2017, hlm. 3.
3
Luh Putu Sendratari & Tuty Maryati, Sejarah Wanita Perspektif Androgynous, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2014, hlm. 6.
Ratu Kalinyamat adalah salah satu tokoh wanita nusantara yang penting
peranannya pada abad ke-16. Peranannya mulai terlihat ketika terjadi perebutan
tahta dalam keluarga Kerajaan Demak. Ratu Kalinyamat menjadi tokoh sentral
yang menentukan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga kerajaan. Selain
memiliki karakter yang kuat untuk mengatur kepemimpinan, Ratu Kalinyamat
memang menduduki posisis strategis sebagai putri dari Sultan Trenggana yakni
Raja Demak ketiga. Sultan Trenggana ayah dari Ratu Kalinyamat ini adalah putera
dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak.

Selama masa kekuasaannya, Ratu Kalinyamat telah berhasil membawa


Jepara menuju puncak kejayaannya. Dengan armada lautnya yang cukup tangguh,
Ratu Kalinyamat pernah dua hingga tiga kali menggempur armada Portugis di
Malaka. Walaupun telah menggunakan taktik pengepungan selama tiga bulan
terhadap Portugis, ternyata ekspedisi tersebut mengalami kegagalan, dan pada
akhirnya kembali ke Jawa.4 Salah seorang pimpinan ekspedisi militer Ratu
Kalinyamat ke Malaka dikenal bernama Kyai Demang Laksamana, orang Portugis
menyebutnya dengan nama Quilidamao. Faktor-faktor tersebutlah yang membuat
saya sebagai penulis paper merasa tertantang untuk menuliskan karya berjudul
“Ratu Kalinyamat Sang Wanita Perkasa Dari Tanah Jepara” ini.

II. GAMBARAN SINGKAT KONDISI KERAJAAN DEMAK PADA ABAD


KE-15

Letak dan posisi Demak sebagai kerajaan sangatlah strategis terutama untuk
keepntingan perdagangan dan penyebaran agama Islam. Kerajaan Demak juga
strategis karena menghubungkan jalur perdagangan antara Nusantara bagian Barat
dengan Nusantara bagian Timur. Pasca runtuhnya kerajaan Hindu-Buddha
Majapahit, Demak berkembang menjadi sebuah kerajaan Islam yang besar di pulau
Jawa, di bawah pimpinan Raden Patah. Raden Patah diberikan gelar Sultan Alam
Akbar Al-Fatah (1500-1518). Masa kepemimpinan dari Raden Patah adalah masa-
masa yang sangat penting bagi Demak dalam proses penyebaran agama Islam di

4
Chusnul Hayati, “Ratu Jepara Yang Pemberani”, Artikel Ilmiah, Universitas Diponegoro,
Semarang, hlm. 1.
pulau Jawa, menggantikan Malaka yang telah ditaklukkan oleh Portugis pada tahun
1511.5

Posisi Kerajaan Demak di pulau Jawa mulai terancam semenjak kedatangan


Bangsa Portugis di Malaka. Pada tahun 1513, Demak menyerang Portugis di
Malaka, dipimpin oleh Adipati Unus atau dikenal sebagai Pangeran Sabrang Lor.6
Serangan ini dimaksudkan sebagai upaya untuk mengusir Portugis dari Malaka,
walaupun akhirnya tidak berhasil terlaksana. Meskipun Portugis tidak berhasil
dikalahkan Kerajaan Demak melalui gempuran armadanya, Kerajaan Demak tetap
berusaha untuk menghalau masuknya Portugis ke pulau Jawa. Pada masa
kepemimpinan Adipati Unus (1518-1521), Kerajaan Demak mencoba membuat
Portugis kekurangan ransum makanan dengan mengadakan blokade pengiriman
beras ke Malaka. Kerajaan Demak semakin besar dan menuju ke puncak kejayaan
pada masa kepemimpinan Sultan Trenggana (1521-1546). Pada masa itu wilayah
kekuasaat Demak sangat uas meliputi Jawa Barat sampai Jawa Timur.7

Kerajaan Demak dapat berhasil memperluas wilayah kekuasaannya antara


lain karena Sultan Trenggana melakukan beberapa ekspansi ke kerajaan-kerajaan
Hindu. Kerajaan-kerajaan Hindu tersebut diserang oleh Sultan Trenggana karena
melakukan hubungan dengan Portugis. Kerajaan tersebut diantaranya, Sunda
Kelapa (Pajajaran) dan Blambangan. Pada tahun 1526 Kerajaan Demak di bawah
pimpinan Fatahillah menyerang Sunda Kelapa dan berhasil memukul mundur
tentara Portugis sampai ke Teluk Jakarta.8 Peristiwa ini tepat terjadi pada tanggal
22 Juni 1527. Kemudian tanggal tersebut diperingati sebagai hari pergantian nama
menjadi Jayakarta yang artinya “kemenangan abadi”.

Sedangkan penyerangan Sultan Trenggana terhadap Kerajaan Blambangan


dilakukan pada tahun 1546. Saat itu pasukan Demak dipimpin oleh Sultan
Trenggana sendiri dan Fatahillah sebagai panglima perang. Namun, sebelum
Kerajaan Blambangan berhasil dikuasai, Sultan Trenggana wafat di Pasuruan.

5
De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram, Grafiti Press, Jakarta, 1989, hlm. 70.
6
Suyekti Kinanthi Rejeki, ”Peranan Ratu Kalinyamat Dalam Perkembangan Kota Jepara (1549-
1579”, Jurnal Sosio E-Kons, Vol. 11, No. 2, 2019, hlm. 176.
7
De Graaf, Loc. Cit.
8
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Dari Emporium Sampai
Imperium), PT Gramedia, Jakarta, 1992, hlm. 83.
Dengan wafatnya Sultan Trenggana, maka terjadilah perang saudara untuk
memperebutkan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Sultan
Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana) dan Adipati Arya
Penangsang (putra dari Sekar Sedolepen). Perang saudara tersebut akhirnya
dimenangkan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki
Ageng Pamanahan, sehingga pada tahun 1586 Pangeran Hadiwijaya memindahkan
pusat pemerintahan Kerajaan Demak ke Pajang. Sejak itu “Islam Berbasis pesisir”
bergeser ke Pajang/Pengging yang merupakan basis “Islam Kejawen.” Dengan
demikian, jelas terlihat, bahwa pergeseran Islam dari pesisir ke pedalaman-Pajang
terus ke Mataram, tidak saja terkait dengan perubahan lokalitas, melainkan
memunculkan pula varian keagamaan. 9 Perlu diingat bahwa dalam mendamaikan
perang keluarga dan suksesi Hadiwijaya ini juga melibatkan Ratu Kalinyamat
sebagai pemimpin di wilayah Jepara yang juga akan di bahas lebih lanjut di
pembahasan selanjutnya.

III. ASAL-USUL RATU KALINYAMAT

Menurut sumber Babad Tanah Jawi, Ratu Kalinyamat merupakan puteri


dari Sultan Trenggana dan cucu dari Raden Patah (Sultan Kerajaan Demak). Raden
Patah menikah dengan Putri Champa yang kemudian menurunkan enam orang
anak. Anak pertama yakni Ratu Mas, menikah dengan Pangeran Cirebon. Kelima
adiknya laki-laki semua, yakni pangeran Sabrang Lor, Pangeran Sedo Lepen,
Pangeran Trenggono, Raden Kunduran, dan Raden Pamekas. 10 Dari kelima putra
laki-laki, Pangeran Sabrang Lor yang kemudian menjadi Raja Kerajaan Demak
menggantikan Raden Patah, lalu digantikan dengan adiknya yaitu Sultan
Trenggana. Pada masa Sultan Trenggana inilah Demak mencapai puncak
kejayaannya (seperti yang sudah disinggung di pembahasan sebelumnya). Dari
Sultan Trenggana inilah asal-usul Ratu Kalinyamat dapat ditelusuri.

9
Nengah Bawa Atmadja, Genealogi Keruntuhan Majapahit, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010,
hlm. 50.
10
Hadisutjipto, Babad Tanah Jawi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1980, hlm.
54.
Ada beberapa sumber mengenai keturunan Sultan Trenggana, diantaranya
adalah:

A. Menurut R. Panji Jaya Subrata

Menurut pendapat ini menjelaskan bahwa Sultan Trenggana memiliki enam


orang anak yang terdiri dari empat orang puteri dan dua orang laki-laki. Puteri
pertama menikah dengan Pangeran Langgar, sedangkan Puteri kedua menikah
dengan Pangeran Hadlirin, Puteri ketiga tidak diketahui menikah dengan siapa,
sedangkan Puteri yang keempat menikah dengan penguasa Pajang. Anak laki-
lakinya yang bernama Arya Bagus dan Raden Mas Timur tidak diketahui menikah
dengan siapa.

B. Menurut Serat Kandaning Ringgit Purwa KBG 7

Menurut data dari serat ini Sultan Trenggana memiliki lima orang anak,
yang terdiri dari empat wanita dan satu orang laki-laki. Puteri Retna Kenya menikah
dengan Pangeran Sampang, Puteri Retna Kecana menikah dengan Kyai Wintang,
Puteri Retna Merah menikah dengan Pangeran Riye, Puteri keempat dan seorang
Putera laki-laki tidak diketahui menikah dengan siapa.

C. Menurut Babad Tanah Jawi

Menurut data ini Sultan Trenggana memiliki enam orang anak. Puteri
pertama menikah dengan Pangeran Sampang, Puteri yang kedua menikah dengan
Pangeran Hadlirin (dari Aceh), Puteri ketiga menikah dengan Jaka Tingkir
(Hadiwijaya), dan Pangeran Timur tidak diketahui menikah dengan siapa.11

Dari beberapa sumber tersebut, dapatlah ditarik kesimpulan bahwa Ratu


Kalinyamat merupakan Puteri dari Sultan Trenggana (Raja Demak ketiga) dan
sebagai cucu dari Raden Patah (Raja Demak pertama) yang memiliki nama asli
Ratna Kencana, lalu Kalinyamat menikah dengan Pangeran Hadlirin dari Aceh.
Nama Kalinyamat sendiri sebenarnya merupakan julukan yang merujuk pada suatu
tempat, yakni ibukota Jepara yang pada saat itu berada di daerah Kalinyamatan.
Baik nama Kalinyamat maupun kedudukannya sebagai ibu kota Jepara tertera jelas

11
Panitia Hari Jadi Jepara, Sejarah Dan Hari Jadi Jepara, Pemkab Jepara, Jepara, 1988, hlm. 18.
dalam sumber sejarah Portugis dalam buku yang berjudul “De Asia”. Penulis
Portugis, Deige De Couto telah menyebutkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau
Jawa termasuk Jepara “Cuja Cidede Principal Se Chama Cerinhama” yang
ibukotanya bernama Kalinyamat.12 Ratu Kalinyamat juga terkenal akan rasa
heroismenya serta pemberani, hal tersebut dibuktikannya dalam melawan Bangsa
Portugis. Ratu Kalinyamat mampu memimpin pasukannya sebagai Panglima
Perang. Namun, dalam dua kali penyerangannya melawan Portugis semuanya
belum berhasil karena tidak mencukupinya jumlah persenjataan dan pertahanan.

Pada silisilah keluarga yang terdapat di depan makam Ratu Kalinyamat


menjelaskan bahwa Ratu Kalinyamat merupakan sosok “Wanita Suci” yang
memiliki keturunan langsung dari pendiri kerajaan Demak, yakni Raden Patah
melalui anaknya Sultan Trenggana. Sebagaimana diceritakan dalam sejarah Islam
di Jawa, Kerajaan Demak adalah Kerajaan Islam pertama dan berpengaruh dalam
menyebarluaskan agama Islam di Pulau Jawa. Bahkan peninggalan kerajaan Demak
yang berupa Monumen Masjid Agung Demak merupakan simbol kebesaran Islam
yang memiliki daya tarik tersendiri bagi peziarah dari dalam bahkan luar negeri.

Hal-hal diatas menjadikan Ratu Kalinyamat sebagai tokoh wanita yang


dekat dengan agama Islam baik secara politik, sosial, maupun budaya. Citra
keislaman ini diperkuat dengan peninggalannya berupa Masjid Mantingan yang
sarat akan ornamen ukir yang bernilai seni tinggi. Masjid ini juga dikenal
masyarakat dengan nama Masjid Astana Sultan Hadlirin Mantingan Jepara.
Kebesaran nama Ratu Kalinyamat dalam masyarakat Jepara maupun para peziarah
telah menenggelamkan nama Ratu Kalinyamat yang sebenarnya. Dalam beberapa
tulisan yang merujuk pada Babad Tanah Jawi nama aslinya adalah Ratu Kencana.
Sedangkan menurut keterangan dari Ali Syafii juru kunci makam Mantingan, Ratu
Kalinyamat bernama asli Raden Ayu Wuryani. Begitulah penjelasan saya pada
bagian ini, untuk penjelasan bagaimana pengaruh dan peranan Ratu Kalinyamat
bagi Kerajaan Demak akan dijelaskan pada bagian selanjutnya.

12
Hartoyo Amin Budiman, Komplek Makam Ratu Kalinyamat, Proyek Pembangunan Muslim
Jateng, Jawa Tengah, 1982, hlm. 14.
IV. PERANAN DAN PENGARUH RATU KALINYAMAT BAGI
KERAJAAN DEMAK

Ratu Kalinyamat merupakan soso wanita yang pemberani, hal tersebut juga
dijelaskan oleh seorang penulis Portugis yang bernama Diego De Couto sebagai
”Rainha de Japara” yaitu sebagai Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat
berkuasa.13 Seorang wanita yang telah berhasil membuat keputusanj yang sangat
berguna bagi kelangsungan hidup Kerajaan Demak pada abad ke-16. Peranan Ratu
Kalinyamat sangat menonjol ketika terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan di
Kerajaan Demak pasca wafatnya Sultan Trenggana. Ratu Kalinyamat juga berperan
besar dalam hal mengasuh putera-puteri dari kerabat Kerajaan Demak, Ratu
Kalinyamat juga terkenal gigih dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kekuasaan dinastinya. Kegigihan Ratu Kalinyamat dapat dilhat pada peristiwa
perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak.14

Pasca wafatnya Sultan Trenggana, kekuasaan Kerajaan Demak mengalami


kekosongan. Sebenarnya Arya Penangsang menginginkan tahta kekuasaan atas
Demak karena Arya Penangsan merasa berhak untuk mendapatkan kekuasaan
Kerajaan Demak. Akan tetapi, pengganti Sultan Trenggana ini adalah Sunan
Prawata, anak dari Sultan Trenggana dan kakak dari Ratu Kalinyamat. Arya
Penangsang yang merasa berhak atas kekuasaan Demak tidak terima dan meminta
saran kepada gurunya yaitu Sunan Kudus untuk membunuh Sunan Prawata,
kemudian saran ini disetujui oleh Sunan Kudus.15 Sunan Prawata akhirnya terbunuh
pada tahun 1549 oleh Gopta dan Rangkut suruhan dari Arya Penangsang, dan pada
saat itu wafatlah Sunan Prawata bersama permaisurinya.

Atas kematian saudara laki-lakinya ini membuat Ratu Kalinyamat tidak


terima dan menuntut keadilan atas kematian Sunan Prawata. Ratu Kalinyamat
bersama Sultan Hadlirin kemudian mengunjungi Sunan Kudus untuk meminta
keadilan atas kematian kakaknya. Akan tetapi, Sunan Kudus justru membela Arya

13
Nur Said, “Spiritualisme Ratu Kalinyamat: Kontroversi Tapa Wuda Sinjang Rambut Kanjeng
Ratu di Jepara Jawa Tengah”, Jurnal el Harakah, Vol. 15, No. 2, 2013, hlm. 106.
14
Chusnul Hayati dkk, Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad ke XVI, Proyek Peningkatan
Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jendral
Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, hlm. 47.
15
Ibid, hlm. 48.
Penangsang sebagai muridnya dan mengatakan bahwa itu adalah balasan yang
setimpal bagi Sunan Prawata yang telah membunuh ayah dari Arya Penangsang.
Kemudian Ratu Kalinyamat kembali ke Jepara karena merasa kecewa dengan
Sunan Kudus. Dalam perjalanan menuju Jepara ini Ratu Kalinyamat dihadang oleh
orang suruhan Arya Penangsang dan kemudian Sultan Hadlirin terbunuh pada saat
itu juga. Kematian suaminya ini menjadikan dendam bagi Ratu Kalinyamat dan
kemudian menyebabkannya melakukan ”mertapa aweweda wonten ing redi
Danaraja, kang minangka tapih remahpun kaore (bertapa dengan telanjang di
Gunung Danureja, yang dijadikan kain adalah rambutnya).16

Menurut Ali Syafii selaku juru kunci di Masjid Mantingan dan Makam
Kalinyamat di Jepara, menyebutkan bahwa Ratu Kalinyamat yang merasa kecewa
atas tindakan Arya Penangsang tersebut dan tidak mungkin untuk seorang wanita
melakukan perlawanan pada laki-laki, Ratu Kalinyamat berdoa 500 kali kepada
Gusti Allah, namun belum berhasil. Kemudian Ratu Kalinyamat berdoa lagi
sebanyak 500 kali namun hal tersebut juga belum membawakan keberhasilan,
setelah itu Ratu Kalinyamat melakukan Tapa Wuda, sebenarnya Tapa Wuda ini
merupakan pelepasan seluruh perhiasan yang digunakan Ratu Kalinyamat, dan
digantikan dengan mengenakan baju muslim biasa seperti yang digunakan rakyat
umumnya. Ratu Kalinyamat juga bersumpah siapapun yang berhasil untuk
membunuh Arya Penangsang akan diberikan seluruh pusaka kerajaan dan harta
Kerajaan Demak.

Kemudian datanglah Jaka Tingkir (Hadiwijaya) yang bersedia untuk


membantu Ratu Kalinyamat untuk membunuh Arya Penangsang. Kemudian
terbunuhlah Arya Penangsang di tangan Jaka Tingkir. Untuk mengatasi terjadinya
perebutan kekuasaan lagi, maka Ratu Kalinyamat menggunakan kekuasaannya
untuk menepati janjinya dengan memberikan seluruh harta dan kekayaannya
kepada orang yang berhasil membunuh Arya Penangsang, dan naiklah Jaka Tingkir
dengan gelar Sultan Hadiwijaya menjadi Sultan Kerajaan Pajang. Pasca Kerajaan
Pajang berdiri kerajaan Jepara menjadi wilayah yang berkembang sendiri
dikarenakan Sultan Hadiwijaya yang lebih sibuk mengurusi wilayah kerajaan dan

16
Chusnul Hayati, “Ratu Jepara Yang Pemberani”, Op. Cit., hlm. 7.
lain sebaghainya. Selain itu kehancuran Jepara dalam intrik politik kekuasaan
kerajaannya serta pasca serangan Portugis di Malaka yang menyebabkan kekalahan
angkatan perang Jepara menyebabkan Jepara menjadi wilayah yang hancur. Hal
tersebut menjadikan Ratu Kalinyamat berusaha untik membenahi kerajaan. Ratu
Kalinyamat juga lebih mengedepankan konsolidasi ekonomi. Dalam kurun waktu
tiga tahun jepara kembali bangkit militernya, dikarenakan keberhasilan
pembangunan oleh Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat menggunakan strategi
pengembangan wilayah yang lebih mengedepankan pada sektor perdagangan dan
maritim. Terbukti kedua bidang ini berkembang dengan baik dan terjadi hubungan
perdagangan dengan Johor, Maluku, Banten, dan Cirebon.

Ratu Kalinyamat Juga memiliki perananan dalam perkembangan dan


penyebaran agama Islam di wilayah Jepara. Pada masa Ratu Kalinyamat
penyebaran agama Islam dapat diterima dengan mudah oleh masyarakat.
Pendidkikan agama yang dilakukan pada masa Ratu Kalinyamat disesuaikan
dengan keadaan yang ada pada masa itu, sehingga masyarakat dengan mudah dapat
tertarik dengan agama Islam. Dalam melaksanakan pendidikan tersebut, Ratu
Kalinyamat mendirikan Masjid Mantingan, di mana di Masjid ini masayarakat
mulai belajar agama Islam.17 Ratu Kalinyamat juga memberikan sentuhan
akulturasi kesenian dalam pendirian Masjid Mantingan. Kesenian digunakan oleh
Ratu Kalinyamat sebagai sarana dalam dakwah dan penyebaran agama Islam di
Jepara. Akulturasi ini dapat dilihat dari adanya unsur Hindu, Tionghoa, dan Islam
pada Masjid Mantingan, sehingga masyarakat tertarik untuk masuk agama Islam.

V. SIMPULAN

Ratu Kalinyama adalah Raja besar dari Jepara sekaligus wanita perkasa
yang memerintah kerjaaan Jepara sejak tahun 1549-1579 M. Ratu Kalinyamat
dikenal sebagai pemimpin yang berkuasa, cantik, dan kaya serta sangat pemberani.
Keberanian tersebut tercermin ketika Ratu Kalinyamat menjadi pimpinan Pangima
perang untuk melawan Portugis dari Jepara sebanya dua kali dalam satu kurun

17
Eli Astuti, “Peranan Ratu Kalinyamat dalam Mengembangkan Agama Islam di Jepara Abad ke
XVI Masehi”, Skripsi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004,
hlm. 38.
waktu. Ratu Kalinyamat adalah Puteri Suci karena memiliki darah lurus keturunan
Raja Demak, yaitu sebagai anak dari Sultan Trenggana sekaligus cucu dari Raden
Patah. Ratu Kalinyamat dalam menyebarkan agama Islam juga meninggalkan bukti
kebudayaan berupa Masjid Mantingan yang kaya akan nilai seni dan arsitektur yang
masih bertahan sampai detik ini. Kisah sejarah Ratu Kainyamat ini juga menjadi
bukti kesetaraan Gender bagi wanita dalam menggugat sejarah yang mayoritasnya
berfokus pada pria (androsentrisme).

DAFTAR PUSTAKA

Asror, M. Khandik. 2011. Makna Topo Wudo Ratu Kalinyamat dalam Tradisi
Lisan Masyarakat Jepara. IAIN Walisongo.

Astuti, Eli. 2004. Peranan Ratu Kalinyamat dalam Mengembangkan Agama Islam
di Jepara Abad ke XVI Masehi. Jakarta: Skripsi Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah.

Atmadja, Nengah Bawa. 2010. Genealogi Keruntuhan Majapahit. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar.

Budiman, Hartoyo Amin. 1982. Komplek Makam Ratu Kalinyamat. Jawa Tengah:
Proyek Pembangunan Muslim Jateng.

Graaf, De. 1989. Runtuhnya Istana Mataram. Jakarta: Grafiti Press.

Hadisutjipto. 1980. Babad Tanah Jawi. Jakarta: Departemen Pendidikan Dan


Kebudayaan.

Hayati, Chusnul dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad ke XVI.
Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen
Pendidikan Nasional.

____________. Ratu Jepara Yang Pemberani. Semarang: Artikel Ilmiah


Universitas Diponegoro.

Juwariah, Eni. 2017. Strategi Kepemimpinan Ratu Kalinyamat di Jepara Jawa


Tengah Tahun 1545-1579 M. Yogyakarta: Skripsi UIN Sunan Kalijaga.
Kartodirdjo, Sartono. 1992. Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Dari
Emporium Sampai Imperium). Jakarta: PT Gramedia.

Panitia Hari Jadi Jepara. 1988. Sejarah Dan Hari Jadi Jepara. Jepara: Pemkab
Jepara.

Rejeki, Suyekti Kinanthi. 2019. Peranan Ratu Kalinyamat Dalam Perkembangan


Kota Jepara (1549-1579. Jurnal Sosio E-Kons, Vol. 11, No. 2.

Said, Nur. 2013. Spiritualisme Ratu Kalinyamat: Kontroversi Tapa Wuda Sinjang
Rambut Kanjeng Ratu di Jepara Jawa Tengah. Jurnal el Harakah, Vol. 15,
No. 2.

Sendratari, Luh Putu & Tuty Maryati. 2014. Sejarah Wanita Perspektif
Androgynous. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Anda mungkin juga menyukai