JEPARA
Jeanys Ulfi Putri Nurjana
18406244001
Pendidikan Sejarah
Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta
Email: jeanysulfi.2018@student.uny.ac.id
Abstrak
Ratu Kalinyamat adalah putri dari Sultan Trenggana, Cucu dari Raden
Patah, Sultan dari Kerajaan Demak yang pertama.2 Ratu kalinyamat sendiri juga
disandingkan dengan nama besar Pangeran Hadlirin (Hadiri) yang merupakan
suaminya sendiri. Adanya gelar “Ratu” yang disematkan didepan nama Kalinyamat
menunjukkan bahwa di lingkungan istana kedudukannya cukup tinggi dan
menentukan. Pada era kerajaan lazimnya gelar “Ratu” hanya digunakan oleh orang-
orang tertentu, misalnya seorang raja wanita, permaisuri, atau puteri sulung raja.
Adanya gelar Ratu pada sejarah Jepara dan Kerajaan Demak juga mampu
menunjukkan kesetaraan gender pada peristiwa sejarah, dikarenakan mayoritas
kisah sejarah terekspos dari sudut pandang pria (androsentrisme). Bias gender
dalam dunia kesejarahan juga berkorelasi dengan praktik penguasa di zamannya.3
Dalam sejarah Jepara dan Kerajaan Demak terjadi kesetaraan gender, hal ini dapat
diihat dari kisah Ratu Kalinyamat yang digambarkan sebagai wanita perkasa dan
pemimpin tangguh dari Jepara.
1
M. Khandik Asror, “Makna Topo Wudo Ratu Kalinyamat dalam Tradisi Lisan Masyarakat
Jepara”, Undergraduate (s1) thesis, IAIN Walisongo, 2011, hlm. 1.
2
Eni Juwariah, “Strategi Kepemimpinan Ratu Kalinyamat di Jepara Jawa Tengah Tahun 1545-
1579 M”, Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. 2017, hlm. 3.
3
Luh Putu Sendratari & Tuty Maryati, Sejarah Wanita Perspektif Androgynous, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2014, hlm. 6.
Ratu Kalinyamat adalah salah satu tokoh wanita nusantara yang penting
peranannya pada abad ke-16. Peranannya mulai terlihat ketika terjadi perebutan
tahta dalam keluarga Kerajaan Demak. Ratu Kalinyamat menjadi tokoh sentral
yang menentukan dalam pengambilan keputusan dalam keluarga kerajaan. Selain
memiliki karakter yang kuat untuk mengatur kepemimpinan, Ratu Kalinyamat
memang menduduki posisis strategis sebagai putri dari Sultan Trenggana yakni
Raja Demak ketiga. Sultan Trenggana ayah dari Ratu Kalinyamat ini adalah putera
dari Raden Patah, pendiri Kerajaan Demak.
Letak dan posisi Demak sebagai kerajaan sangatlah strategis terutama untuk
keepntingan perdagangan dan penyebaran agama Islam. Kerajaan Demak juga
strategis karena menghubungkan jalur perdagangan antara Nusantara bagian Barat
dengan Nusantara bagian Timur. Pasca runtuhnya kerajaan Hindu-Buddha
Majapahit, Demak berkembang menjadi sebuah kerajaan Islam yang besar di pulau
Jawa, di bawah pimpinan Raden Patah. Raden Patah diberikan gelar Sultan Alam
Akbar Al-Fatah (1500-1518). Masa kepemimpinan dari Raden Patah adalah masa-
masa yang sangat penting bagi Demak dalam proses penyebaran agama Islam di
4
Chusnul Hayati, “Ratu Jepara Yang Pemberani”, Artikel Ilmiah, Universitas Diponegoro,
Semarang, hlm. 1.
pulau Jawa, menggantikan Malaka yang telah ditaklukkan oleh Portugis pada tahun
1511.5
5
De Graaf, Runtuhnya Istana Mataram, Grafiti Press, Jakarta, 1989, hlm. 70.
6
Suyekti Kinanthi Rejeki, ”Peranan Ratu Kalinyamat Dalam Perkembangan Kota Jepara (1549-
1579”, Jurnal Sosio E-Kons, Vol. 11, No. 2, 2019, hlm. 176.
7
De Graaf, Loc. Cit.
8
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru 1500-1900 (Dari Emporium Sampai
Imperium), PT Gramedia, Jakarta, 1992, hlm. 83.
Dengan wafatnya Sultan Trenggana, maka terjadilah perang saudara untuk
memperebutkan kekuasaan antara Pangeran Sekar Sedolepen (saudara Sultan
Trenggana) dengan Sunan Prawoto (putra Sultan Trenggana) dan Adipati Arya
Penangsang (putra dari Sekar Sedolepen). Perang saudara tersebut akhirnya
dimenangkan oleh Pangeran Hadiwijaya (Jaka Tingkir) yang dibantu oleh Ki
Ageng Pamanahan, sehingga pada tahun 1586 Pangeran Hadiwijaya memindahkan
pusat pemerintahan Kerajaan Demak ke Pajang. Sejak itu “Islam Berbasis pesisir”
bergeser ke Pajang/Pengging yang merupakan basis “Islam Kejawen.” Dengan
demikian, jelas terlihat, bahwa pergeseran Islam dari pesisir ke pedalaman-Pajang
terus ke Mataram, tidak saja terkait dengan perubahan lokalitas, melainkan
memunculkan pula varian keagamaan. 9 Perlu diingat bahwa dalam mendamaikan
perang keluarga dan suksesi Hadiwijaya ini juga melibatkan Ratu Kalinyamat
sebagai pemimpin di wilayah Jepara yang juga akan di bahas lebih lanjut di
pembahasan selanjutnya.
9
Nengah Bawa Atmadja, Genealogi Keruntuhan Majapahit, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2010,
hlm. 50.
10
Hadisutjipto, Babad Tanah Jawi, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1980, hlm.
54.
Ada beberapa sumber mengenai keturunan Sultan Trenggana, diantaranya
adalah:
Menurut data dari serat ini Sultan Trenggana memiliki lima orang anak,
yang terdiri dari empat wanita dan satu orang laki-laki. Puteri Retna Kenya menikah
dengan Pangeran Sampang, Puteri Retna Kecana menikah dengan Kyai Wintang,
Puteri Retna Merah menikah dengan Pangeran Riye, Puteri keempat dan seorang
Putera laki-laki tidak diketahui menikah dengan siapa.
Menurut data ini Sultan Trenggana memiliki enam orang anak. Puteri
pertama menikah dengan Pangeran Sampang, Puteri yang kedua menikah dengan
Pangeran Hadlirin (dari Aceh), Puteri ketiga menikah dengan Jaka Tingkir
(Hadiwijaya), dan Pangeran Timur tidak diketahui menikah dengan siapa.11
11
Panitia Hari Jadi Jepara, Sejarah Dan Hari Jadi Jepara, Pemkab Jepara, Jepara, 1988, hlm. 18.
dalam sumber sejarah Portugis dalam buku yang berjudul “De Asia”. Penulis
Portugis, Deige De Couto telah menyebutkan kerajaan-kerajaan yang ada di pulau
Jawa termasuk Jepara “Cuja Cidede Principal Se Chama Cerinhama” yang
ibukotanya bernama Kalinyamat.12 Ratu Kalinyamat juga terkenal akan rasa
heroismenya serta pemberani, hal tersebut dibuktikannya dalam melawan Bangsa
Portugis. Ratu Kalinyamat mampu memimpin pasukannya sebagai Panglima
Perang. Namun, dalam dua kali penyerangannya melawan Portugis semuanya
belum berhasil karena tidak mencukupinya jumlah persenjataan dan pertahanan.
12
Hartoyo Amin Budiman, Komplek Makam Ratu Kalinyamat, Proyek Pembangunan Muslim
Jateng, Jawa Tengah, 1982, hlm. 14.
IV. PERANAN DAN PENGARUH RATU KALINYAMAT BAGI
KERAJAAN DEMAK
Ratu Kalinyamat merupakan soso wanita yang pemberani, hal tersebut juga
dijelaskan oleh seorang penulis Portugis yang bernama Diego De Couto sebagai
”Rainha de Japara” yaitu sebagai Ratu Jepara, seorang wanita kaya dan sangat
berkuasa.13 Seorang wanita yang telah berhasil membuat keputusanj yang sangat
berguna bagi kelangsungan hidup Kerajaan Demak pada abad ke-16. Peranan Ratu
Kalinyamat sangat menonjol ketika terjadi perselisihan dan perebutan kekuasaan di
Kerajaan Demak pasca wafatnya Sultan Trenggana. Ratu Kalinyamat juga berperan
besar dalam hal mengasuh putera-puteri dari kerabat Kerajaan Demak, Ratu
Kalinyamat juga terkenal gigih dalam memperjuangkan dan mempertahankan
kekuasaan dinastinya. Kegigihan Ratu Kalinyamat dapat dilhat pada peristiwa
perebutan kekuasaan di Kerajaan Demak.14
13
Nur Said, “Spiritualisme Ratu Kalinyamat: Kontroversi Tapa Wuda Sinjang Rambut Kanjeng
Ratu di Jepara Jawa Tengah”, Jurnal el Harakah, Vol. 15, No. 2, 2013, hlm. 106.
14
Chusnul Hayati dkk, Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad ke XVI, Proyek Peningkatan
Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jendral
Kebudayaan Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, hlm. 47.
15
Ibid, hlm. 48.
Penangsang sebagai muridnya dan mengatakan bahwa itu adalah balasan yang
setimpal bagi Sunan Prawata yang telah membunuh ayah dari Arya Penangsang.
Kemudian Ratu Kalinyamat kembali ke Jepara karena merasa kecewa dengan
Sunan Kudus. Dalam perjalanan menuju Jepara ini Ratu Kalinyamat dihadang oleh
orang suruhan Arya Penangsang dan kemudian Sultan Hadlirin terbunuh pada saat
itu juga. Kematian suaminya ini menjadikan dendam bagi Ratu Kalinyamat dan
kemudian menyebabkannya melakukan ”mertapa aweweda wonten ing redi
Danaraja, kang minangka tapih remahpun kaore (bertapa dengan telanjang di
Gunung Danureja, yang dijadikan kain adalah rambutnya).16
Menurut Ali Syafii selaku juru kunci di Masjid Mantingan dan Makam
Kalinyamat di Jepara, menyebutkan bahwa Ratu Kalinyamat yang merasa kecewa
atas tindakan Arya Penangsang tersebut dan tidak mungkin untuk seorang wanita
melakukan perlawanan pada laki-laki, Ratu Kalinyamat berdoa 500 kali kepada
Gusti Allah, namun belum berhasil. Kemudian Ratu Kalinyamat berdoa lagi
sebanyak 500 kali namun hal tersebut juga belum membawakan keberhasilan,
setelah itu Ratu Kalinyamat melakukan Tapa Wuda, sebenarnya Tapa Wuda ini
merupakan pelepasan seluruh perhiasan yang digunakan Ratu Kalinyamat, dan
digantikan dengan mengenakan baju muslim biasa seperti yang digunakan rakyat
umumnya. Ratu Kalinyamat juga bersumpah siapapun yang berhasil untuk
membunuh Arya Penangsang akan diberikan seluruh pusaka kerajaan dan harta
Kerajaan Demak.
16
Chusnul Hayati, “Ratu Jepara Yang Pemberani”, Op. Cit., hlm. 7.
lain sebaghainya. Selain itu kehancuran Jepara dalam intrik politik kekuasaan
kerajaannya serta pasca serangan Portugis di Malaka yang menyebabkan kekalahan
angkatan perang Jepara menyebabkan Jepara menjadi wilayah yang hancur. Hal
tersebut menjadikan Ratu Kalinyamat berusaha untik membenahi kerajaan. Ratu
Kalinyamat juga lebih mengedepankan konsolidasi ekonomi. Dalam kurun waktu
tiga tahun jepara kembali bangkit militernya, dikarenakan keberhasilan
pembangunan oleh Ratu Kalinyamat. Ratu Kalinyamat menggunakan strategi
pengembangan wilayah yang lebih mengedepankan pada sektor perdagangan dan
maritim. Terbukti kedua bidang ini berkembang dengan baik dan terjadi hubungan
perdagangan dengan Johor, Maluku, Banten, dan Cirebon.
V. SIMPULAN
Ratu Kalinyama adalah Raja besar dari Jepara sekaligus wanita perkasa
yang memerintah kerjaaan Jepara sejak tahun 1549-1579 M. Ratu Kalinyamat
dikenal sebagai pemimpin yang berkuasa, cantik, dan kaya serta sangat pemberani.
Keberanian tersebut tercermin ketika Ratu Kalinyamat menjadi pimpinan Pangima
perang untuk melawan Portugis dari Jepara sebanya dua kali dalam satu kurun
17
Eli Astuti, “Peranan Ratu Kalinyamat dalam Mengembangkan Agama Islam di Jepara Abad ke
XVI Masehi”, Skripsi Jurusan Sejarah dan Peradaban Islam, UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta, 2004,
hlm. 38.
waktu. Ratu Kalinyamat adalah Puteri Suci karena memiliki darah lurus keturunan
Raja Demak, yaitu sebagai anak dari Sultan Trenggana sekaligus cucu dari Raden
Patah. Ratu Kalinyamat dalam menyebarkan agama Islam juga meninggalkan bukti
kebudayaan berupa Masjid Mantingan yang kaya akan nilai seni dan arsitektur yang
masih bertahan sampai detik ini. Kisah sejarah Ratu Kainyamat ini juga menjadi
bukti kesetaraan Gender bagi wanita dalam menggugat sejarah yang mayoritasnya
berfokus pada pria (androsentrisme).
DAFTAR PUSTAKA
Asror, M. Khandik. 2011. Makna Topo Wudo Ratu Kalinyamat dalam Tradisi
Lisan Masyarakat Jepara. IAIN Walisongo.
Astuti, Eli. 2004. Peranan Ratu Kalinyamat dalam Mengembangkan Agama Islam
di Jepara Abad ke XVI Masehi. Jakarta: Skripsi Jurusan Sejarah dan
Peradaban Islam UIN Syarif Hidayatullah.
Budiman, Hartoyo Amin. 1982. Komplek Makam Ratu Kalinyamat. Jawa Tengah:
Proyek Pembangunan Muslim Jateng.
Hayati, Chusnul dkk. 2000. Peranan Ratu Kalinyamat di Jepara pada Abad ke XVI.
Jakarta: Proyek Peningkatan Kesadaran Sejarah Nasional Direktorat
Sejarah dan Nilai Tradisional Direktorat Jendral Kebudayaan Departemen
Pendidikan Nasional.
Panitia Hari Jadi Jepara. 1988. Sejarah Dan Hari Jadi Jepara. Jepara: Pemkab
Jepara.
Said, Nur. 2013. Spiritualisme Ratu Kalinyamat: Kontroversi Tapa Wuda Sinjang
Rambut Kanjeng Ratu di Jepara Jawa Tengah. Jurnal el Harakah, Vol. 15,
No. 2.
Sendratari, Luh Putu & Tuty Maryati. 2014. Sejarah Wanita Perspektif
Androgynous. Yogyakarta: Graha Ilmu.