Anda di halaman 1dari 7

ISLAM DAN NASIONALISME SERTA WAWASAN

KEBANGSAAN

Disusun Oleh : 1. Takbira Muhammad Fikri (18/429043/TK/47545)

2. Ulung Purwangga R (18/429046/TK/47548)

3. Siti Alifah Putri Syahrani : (18/429040/TK/47542)

4.Adhifian Narendra Putra : (18/431333/TK/47926)


APA ITU NASIONALISME ??

• Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang
mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan,
dengan itu masyarakat suatu bangsa akan merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam kepada bangsa itu sendiri.
• Nasionalisme merupakan perwujudan kesadaran nasional bagi individu atau
kelompok sebagai suatu bangsa
• Nasionalisme merupakan perwujudan dari imajinasi sebagai bagian atau anggota
suatu bangsa
• Nasionalisme mensyaratkan adanya solidaritas individu atau kelompok atau
masyarakat terhadap bangsa
• Nasionalisme terkait dengan kewarganegaraan di dalam suatu bangsa

Paham nasionalisme yang awalnya lahir di Barat (Eropa) sekitar abad ke15
Masehi, lalu berkembang dan menjalar ke dunia lain, terutama di Timur (Asia danAfrika) pada
sekitar abad ke-20Masehi,. Ternyata paham nasionalisme ini memiliki dampak yang luas bagi
negara-negara bangsa, baik di dunia Barat maupun di dunia Timur.. Namun sebenarnya jauh
sebelum paham nasionalisme tersebut masuk dan mempengaruhi masyarakat suatu bangsa,
pada bangsa-bangsa tersebut telah ada nilai-nilai universal yang berlaku, dianut oleh
masyarakat dan menjadi unsur pemersatu di antara mereka. Nilai-nilai itu adalah agama dan
keyakinan. Nilai-nilai agama telah mempengaruhi dan membentuk umat pemeluknya merasa
senasib sepenanggungan dan memiliki kedekatan emosional dalam persaudaraan dengan
mengabaikan perbedaan suku dan keturunan. Persatuan yang dilandasi oleh semangat
kesamaan agamaini sangat kentara, terutama dalam agama Islam. Akibatnya bagi kaum
muslimin, kehadiran paham nasionalisme ini mau tidak mau harus bersentuhan dengan
nilai-nilai agama Islam yang telah lebih lama berada di tengah-tengah masyarakat muslim saat
itu.

Sehingga banyak kalangan umat Islam yang senyikapi nasionalisme ini beragam. Ditinjau dari
perspektif historis, penetrasi(masuknya) paham nasionalisme ke dalam politik umat Islam
disinyalir 0pada abad ke-20 M. Pada masa itu banyak negara-negara Islam atau negara-negara
yang mayoritas penduduknya beragama Islam masih di bawah kekuasaan imperialisme Eropa
(Barat). Kemudian pada abad itu juga negara-negara Islam ini mengalami gerakan nasionalisme
yang bertujuan untuk menghapus pengaruh kekaisaran Eropa dan memerdekakan diri atau
mendirikan dan mengatur negara sendiri secara otonom.Di beberapa negara, paham
nasionalisme mampu menjadi alat pemersatu dan sekaligus alat perjuangan untuk merebut
kemerdekaan. Namun berbeda halnya di negara-negara kawasan Timur Tengah (yang notebene
Muslim, termasuk negara Mesir), masuknya isme baru ini mendapat respon dari masyarakat. Di
antara mereka ada yang menerima namun ada juga yang menolak. Karena saat itu telah ada
nilai-nilai Islam yang sudah dianut dalam masyarakat. Dari sinilah kemudian diskursus antara
nasionalisme dan agama Islam dimulai

Nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip yaitu kebersamaan,


persatuan dan kesatuan serta demokrasi/demokratis.

1.Prinsip Kebersamaan
Prinsip kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan
kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.

2.Prinsip Persatuan dan Kesatuan


Prinsip persatuan dan kesatuan menuntut setiap warga negara harus mampu
mengesampingkan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan
dan anarkis (merusak), untuk menegakkan prinsip persatuan dan kes atuan setiap
warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli
terhadap sesama, solidaritas, dan berkeadilan sosial.

3.Prinsip Demokrasi
Prinsip demokrasi memandang: bahwa setaip warga negara mempunyai
kedudukan, hak dan kewajiban yang sama, karena hakikatnya kebangsaan adalah
adanya tekad untuk hidup bersama mengutamakan kepentingan bangsa dan negara
yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa
yang bebas, merdeka, berdaulat, adil, dan makmur.

Sikap nasionalisme memang penting, jauh dari itu wajib bagi umat Islam mengikuti
petunjuk alquran adalah mutlak. Maka dari itu Islam mempunyai pandangan sendiri
tentang nasionalisme. Mungkinkah kita menjadi muslim taat, sekaligus nasionalis
sejati pada saat yang bersamaan ?

seorang al-Maududi, tokoh Islam Pakistan (1903-1979), misalnya, mengatakan, “Relasi


antara Islam dan Nasionalisme tidak selalu bersifat tadhadhud atau kontradiktif. Menjadi
muslim yang baik tidak selalu berarti antinasionalisme.”
Nasionalisme dengan pengertian paham (ajaran) untuk mencintai bangsa dan negara sendiri
dan kesadaran keanggotan dalam suatu bangsa yang secara potensial atau aktual bersama-sama
mencapai, mempertahankan, dan mengabadikan identitas, integritas, kemakmuran, dan
kekuatan bangsa bukan hanya tidak bertentangan, tapi juga bagian tak terpisahkan dari Islam.
Artinya, kita bisa menjadi muslim taat, plus seorang nasionalis sejati.Para ilmuwan muslim
memberikan ruh Islam di dalamnya sehingga nasionalisme itu benar-benar dapat selaras
dengan Islam. Sebagaimana Dr. Zaid Abdul Karim dalam bukunya Hubbul Wathan, menulis:
“Nasionalisme adalah tanggung jawab individu terhadap negaranya yang bersesuaian dengan
ajaran Islam”. Definisi ini meniscayakan nasionalisme tidak boleh melampaui ikatan agama.
Dan nasionalisme harus dalam koridor dan bingkai agama . Seperti halnya dalil dibawah ini
Dari beberapa ayat dan hadis di atas bisa ditarik kesimpulan bahwa kecintaan dan loyalitas
terhadap agama haruslah berada di atas kecintaan dan loyalitas terhadap negara. Tetapi pada
tataran praktis, nasionalisme dan kecintaan terhadap negara tidak hanya selaras dengan
cita-cita agama, bahkan menjadi wujud serta implementasi dari loyalitas dan kecintaan
terhadap agama. Pernyataan lain tentang Islam dan nasionalisme Ali Muhammad Naqvi secara
tegas menyatakan bahwa Islam tidak kompatibel dengan nasionalisme, karena keduanya saling
berlawanan secara ideologis. Kriteria nasional sebagai basis bangunan komunitas sama sekali
ditolak Islam. Basis-basis ini hanya bersifat nasional-lokal, sedangkan Islam mempunyai
tujuan kesatuan universal. Selain itu, karena spirit nasionalisme berupa sekularisme yang
menghendaki pemisahan tegas antara agama dan politik. Ali Muhammad Naqvi percaya bahwa
jika Islam yang berkembang maka nasionalisme akan padam, tetapi juga sebaliknya, saat
nasionalisme bangkit berarti kekalahan Islam (Hermawan, 2007).Dari penjelasan diatas
memang sebaiknya umat Islam sebagai orang yang beragama dan sebagai warga Negara
Indonesia harus memiliki sikap yang baik dalam menyikapi beberapa hal yang kondtradiktif
antara nasionalisme dan Islam . Dalam Alquran surat almaidah ayat 51 yang artinya:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orangorang Yahudi


dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin(mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang
zalim.”

Dalam ayat tersebut umat Islam perlu memperhatikan agama seorang yang akan
memimpinnya dan sebagai warga negara Indonesia dengan sistem demokrasi hal tersebut
tidak menjadi masalah maka keika umat Islam lebih mementingkan atau mendahulukan dalil
alquran itu bukanlah suatu sikap antinasionalis. Tetapi itu adalah suatu prinsip yang berhak
dipegang oleh pemeluknya , sama halnya ketika di Bali masyarakatnya mayoritas hindu jika
warganya ingin memilih pemimpin yang beragama hindu maka itu adalah prinsip mereka.
Hal itu bukan hal antinasionalis atau contoh lain Papua yang warganya mayoritas kristen
maka ketika warganya ingen memilih pemimpin yang beragama kristen maka itu juga hak
dan prinsip mereka dan bukan sikap antinasionalis.
KESIMPULAN

Anda mungkin juga menyukai