DI INDONESIA
Najlah Qonita Ummi Khauro’
20107010133@student.uin-suka.ac.id
(UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)
3
Abuddin Nata, “Islam dan Kebangsaan,” makalah OPAK fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (2016) 3-4.
4
Miftahuddin, “Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme Pancasila,” Jurnal UNY 4,
no. 1 (2008): 6-7.
tanpa paksaan dari pihak manapun. Sistem Nasionalisme yang
terbuka serta memberi ruang bagi satiap masyarakat, menjadi
pilihan tepat untuk diberlakukan di Indonesia.5
Namun, belakangan ini kehidupan beragama di
Indonesia kerap menjadi sorotan berbagai pihak. Adanya adu
gagasan diantara Nasionalisme dengan agama selalu tertuju
kepada dua faktor, yaitu: relasi muslim dengan selain muslim
serta hukum Tuhan dengan hukum individu. Dari kedua faktor
tersebut harusnya dibangun kesadaran bahwa Islam ada sebagai
agama kemanusiaan. Salah satu contoh faktor yang
menyebabkan munculnya konflik sosial berlatar belakang
agama di Indonesia adalah negara Indonesia merupakan negara
demokrasi yang mayoritas penduduknya memegang teguh
identitas keagamaannya, guna mendorong peran agama pada
ruang publik, adanya perbedaan kemampuan masyarakat serta
negara dalam mengelola keragaman, dan kurangnya sinergi
antar elemen yang dapat memperlemah kapasitas masyarakat
serta negara dalam mengelola keragaman.6 Beberapa faktor
yang telah dijelaskan adalah faktor yang mengakibatkan
kerukunan dan rasa kekeluargaan bangsa Indonesia menjadi
rapuh sehingga muncul isu-isu bahwa agama Islam bertolak-
belakang dengan nilai pancasila dan jiwa Nasionalisme.
Padahal sebenarnya Pancasila, Islam, dan Nasionalisme saling
berhubungan erat satu sama lain.
Ketika Indonesia sudah dinyataka merdeka, peperangan
tidak lagi terlihat secara fisik, melainkan antar egoisme
individu ataupun kelompok, entah itu bersifat kesukuan,
kedaerahan, keagamaan, dan masih banyak lagi. Hal tersebut
terbukti dengan munculnya konflik-konflik berlatar-belakang
5
Husnul Wafa and Agus Satmoko, “Upaya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Komisariat Universitas Negeri Surabaya Dalam Menumbuhkan
Nasionalisme,” Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan 03, no. 5 (2017): 2-3.
6
Sigit Priatmoko, Pengarusutamaan Nilai-nilai Islam Moderat Melalui Revitalisasi
Pancasila Dalam Pendidikan Islam (Lamongan: Grand Mirama, 2018), 11.
agama, suku, atau golongan. Sebenarnya, Indonesia yang saat
ini sedang membangun, butuh beberapa faktor-faktor non-
struktural berupa dukungan masyarakat beragama. Fancies
Fukuyama menyampaikan bahwa pembangunan bangsa tidak
dapat berfokus pada modular material saja, melainkan juga
memerlukan modular kultural bangsa. Dengan demikian,
adanya modular-modular lain dalam komunitas perlu
disinergikan dengan modal sosial. Dengan munculnya masalah
bentrokan atau kerusuhan, yang tak jarang bernuansa (SARA)
dan dapat merenggut jiwa, harta, bahkan stabilitas, rasanya
jiwa semangat kebangsaan yang selama ini telah dibangun
seakan hilang entah kemana. Hal ini tentu tidak dapat
diacuhkan begitu saja. Sehingga, harus diberlakukan restorasi
pada makna Nasionalisme dengan memahami esensinya,
kemudian diimplimentasikan dengan kongkrit pada
kelangsungan hidup empirik.7
Adian Husaini kerap mengkaitkan hubungan antara
Islam dengan Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.
Ia berpendapat, bahwa Indonesia merupakan amanah
perjuangan dari para Waliyullah dan para ulama yang telah
bersusah payah mewujudkan bangsa yang adil dan makmur
dalam naungan ridha Allah SWT. Dengan demikian,
perjuangan para pejuang Indonesia, tidak boleh berakhir
sampai disini. Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh penerus
bangsa, untuk melanjutkan perjuangan tersebut.8
Nasionalisme Islam merupakan hasil modifikasi
sedemikian rupa dari Nasionalisme Barat yang dilakukan oleh
para kaum muslimin, sehingga terbentuk lah Nasionalisme
yang berbasis ukhuwah islamiyah. Seiring berjalannya waktu,
7
Idrus Ruslan, “Membangun Nasionalisme Sebagai Solusi Untuk Mengatasi
Konflik SARA di Indonesia,”, Jurnal TAPIs 10, no. 1 (2014): 5-9.
8
UII, “Tumbuhkan Nasionalisme dan Cinta Islam Melalui Seminar Nasional,”
https://www.uii.ac.id/ , on 27 Desember 2019.
Nasionalisme Islam ini pun menjadi senjata ampuh bagi umat
Islam untuk bangkit dari keterpurukan, terutama untuk
membebaskan diri dari kolonialisme negara Barat. Ernest
Renan berpendapat, bahwa Nasionalisme adalah solidaritas
yang besar dan tercipta dari pengorbanan dimasa lampau,
untuk membangun masa depan bersama. Nasionalisme seperti
inilah yang dimaksud dengan anti-kolonialisme.9
Relasi antara Islam dan Nasionalisme terjalin dalam
makna bagaimana keduanya dapat berperan aktif dalam
pembebasan territorial penjajahan Barat. Hal ini berarti, adanya
hubungan erat diantara Islam dan Nasionalisme. Saat itu, pasti
kerap terjadi pasang-surut diantara keduanya. Contohnya,
Islam dan Nasionalisme mempunyai dua dimensi yang saling
determinan. Dimensi pertama adalah Islam mempengaruhi
Nasionalisme, sehingga timbul lah konsep Nasionalisme Islam.
Nasioanalisme Islam tidak memiliki kesenjangan dengan
akidah, melainkan justru menjadi motif yang kuat untuk
mengakhiri penjajahan di Indonesia. Dimenensi kedua adalah
faham Nasionalisme yang lebih dominan terhadap Islam,
sehingga muncul lah fenomena-fenomena dimana kelompok
lebih menjadi prioritas daripada akidah dalam melawan
penjajahan. Dari sini, kita dapat melihat bahwa islam dengan
komprehensifnya mampu mengakomodir Nasionalisme di
berbagai sudut.10
9
Mugiyono, “Relasi Nasionalisme dan Islam Serta Pengaruhnya Terhadap
Kebangkitan Dunia Islam Global,” Jurnal Raden Fatah (2018): 8-9.
10
Aldira, “Islam dan Nasionalisme”, diakses dari kumpulan cerpen,
https://alipdp.wordpress.com/ , on 09 Februari 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Choliq, Abdul. "Nasionalisme Dalam Perspektif Islam”.
Jurnal Sejarah Citra Lekha XVI, no. 2 (2011): 2-3.