Anda di halaman 1dari 7

RELASI ISLAM DAN NASIONALISME DI

DI INDONESIA
Najlah Qonita Ummi Khauro’
20107010133@student.uin-suka.ac.id
(UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Islam merupakan suatu agama yang mengatur


perjalanan hidup manusia dengan berpedoman pada Al-Qur’an
dan Hadist. Faktor-faktor kehidupan multikultural pun tertulis
dalam Al-Qur’an agar manusia mengangkat nilai-nilai HAM,
dimana nilai-nilai tersebut adalah hak bagi setiap manusia
untuk memilih agama dan jalan hidupnya. Walau di Indonesia
mayoritas masyarakatnya beragama Islam, tetap saja Islam
menghargai perbedaan-perbedaan keyakinan lainnya. Islam
pun mengajarkan agar pemeluknya selalu taat dan patuh pada
perundang-undangan yang berlaku, serta menanamkan rasa
cinta kepada tanah air atau Nasionalisme. Seperti yang
disampaikan dalam hadist “Hubbul wathon minal iman” yang
berarti mencintai tanah air merupakan sebagian dari iman.
Agama Islam adalah wahyu Allah yang diturunkan
melalui para Nabi dalam bentuk ajaran yang mencakup
mengenai hidayah supaya hidup bahagia di dunia hingga di
akhirat nanti. Islam adalah agama yang sumuliyat atau
sempurna bagi semua umat manusia dan memberikan pedoman
hidup dalam seluruh aspek kehidupan umat manusia.1 Dengan
demikian, kata kunci yang muncul dalam Islam adalah
menyerahkan dirinya kepada Allah SWT dengan cara mentaati
segala perintah-Nya serta menjauhi segala yang dilarangan-
1
Deni Irawan, “Islam dan Peace Building,” Jurnal Religi X, no. 2 (2014): 3-4.
Nya, atau lebih akrab dikenal dengan amar ma’ruf nahi
mungkar.
Secara etimologis, Nasionalisme berakar dari kata
national, diambil dari kata nation yang artinya bangsa yang
satu. Menurut Hans Khon, country atau bangsa adalah beragam
golongan yang tidak bisa dinilai secara eksak. Mayoritas
negara memiliki penyebab obyektif yang berbeda-beda,
sehingga membedakan satu bangsa negara dengan yang
lainnya. Walaupun begitu, penyebab tersebut tidak ada yang
bersifat mutlak untuk menilai bagaimana bentuk dasar dari
suatu negara. Sartono Kartodirjo memberi pendapat yang
sedikit berbeda tentang arti Nasionalisme. Ia berpendapat
bahwa Nasionalisme ialah ideologi yang melibatkan 5 prinsip,
yaitu: kesatuan, kemerdekaan (termasuk dalam menyampaikan
pendapat), persamaan untuk semua warga, kepribadian akibat
dari budaya dan sejarah bangsa, serta prestasi yang dapat
dibanggakan kepada bangsa lainnya.2 Maka, kata kunci yang
terdapat pada Nasionalisme ialah kesetiaan yang timbul akibat
dari adanya kesadaran identitas kolektif yang beragam.
Nasionalisme timbul karena adanya rasa/keinginan untuk
bersatu.
Nasionalisme yang diterapkan di Indonesia memiliki
keunikan tersendiri. Hal ini terjadi karena Nasionalisme di
Indonesia berbeda dengan Nasionalisme Barat. Awalnya,
Nasionalisme di Indonesia sempat mendapat penolakan dari
para pemimpin Islam ataupun tokoh nasional lainnya karena
berasal dari Barat dan karakternya jelas bertentangan dengan
agama Islam serta nilai-nilai budaya bangsa. Namun, paham
Nasionalisme pun dapat diterima oleh masyakat Indonesia
setelah diberi artian yang berbeda dengan paham Nasionalisme
Barat. Paham Nasionalisme tauhid adalah paham Nasionalisme
2
Abdul Cholid Murod, “Nasionalisme dalam Perspektif Islam,” Jurnal Sejarah
Citra Lekha XVI, no. 2 (2011): 2-3.
yang berlaku di Indonesia dengan landasan memberi cinta pada
bangsa lain, menerima hidupnya sebagai wahyu serta
menjalankan hidupnya sebagai bakti, dan Nasionalisme
kemanusiaan. Nasionalisme ini akrab dikenal sebagai
Nasionalisme Timur.3
Jadi, metode Nasionalisme di Indonesia tidak sama
dengan metode Nasionalisme Barat. Nasionalisme di Indonesia
berkaitan dengan keadilan sosial juga anti kolonialisme, atau
biasa disebut Bung Karno dengan istilah socio-nasionalism.
Nasionalisme seperti ini adalah Nasionalisme yang
mengharapkan penghormatan, penghargaan, serta toleransi
kepada suku atau bangsa lain. Adanya penjajahan pun mampu
membangung solidaritas menjadi satu komunitas yang harus
bangun dan hidup merdeka. Semangat perjuangan itu terus-
menerus dihidupkan oleh para tokoh pejuang hingga kini,
bahkan seterusnya atau sampai masa mendatang. Sedangkan
Nasionalisme Barat adalah Nasionalisme yang cenderung
mengarah pada sovinisme dan Nasionalisme sempit yang selalu
membenci suku-bangsa maupun bangsa lain. Mereka selalu
beranggapan bahwa bangsa mereka sendiri lah yang paling
bagus dan paling unggul sesuai dengan individualisme Barat.4
Rasa Nasionalisme di Indonesia berasal dari kesamaan
nasib seluruh masyarakat Indonesia akibat penjajahan.
Sehingga muncul lah rasa persatuan juga Nasionalisme.
Indonesia yang terbentuk menjadi negara kesatuan
memunculkan adanya kesadaran setiap komponen masyarakat.
Kesadaran itu terbentuk karena keinginan bersama supaya
terlepas dari belenggu penjajahan. Semangat inilah yang
menjadi modular dasar dan juga landasan kuat untuk bersatu

3
Abuddin Nata, “Islam dan Kebangsaan,” makalah OPAK fakultas Ilmu Tarbiyah
dan Keguruan (2016) 3-4.
4
Miftahuddin, “Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme Pancasila,” Jurnal UNY 4,
no. 1 (2008): 6-7.
tanpa paksaan dari pihak manapun. Sistem Nasionalisme yang
terbuka serta memberi ruang bagi satiap masyarakat, menjadi
pilihan tepat untuk diberlakukan di Indonesia.5
Namun, belakangan ini kehidupan beragama di
Indonesia kerap menjadi sorotan berbagai pihak. Adanya adu
gagasan diantara Nasionalisme dengan agama selalu tertuju
kepada dua faktor, yaitu: relasi muslim dengan selain muslim
serta hukum Tuhan dengan hukum individu. Dari kedua faktor
tersebut harusnya dibangun kesadaran bahwa Islam ada sebagai
agama kemanusiaan. Salah satu contoh faktor yang
menyebabkan munculnya konflik sosial berlatar belakang
agama di Indonesia adalah negara Indonesia merupakan negara
demokrasi yang mayoritas penduduknya memegang teguh
identitas keagamaannya, guna mendorong peran agama pada
ruang publik, adanya perbedaan kemampuan masyarakat serta
negara dalam mengelola keragaman, dan kurangnya sinergi
antar elemen yang dapat memperlemah kapasitas masyarakat
serta negara dalam mengelola keragaman.6 Beberapa faktor
yang telah dijelaskan adalah faktor yang mengakibatkan
kerukunan dan rasa kekeluargaan bangsa Indonesia menjadi
rapuh sehingga muncul isu-isu bahwa agama Islam bertolak-
belakang dengan nilai pancasila dan jiwa Nasionalisme.
Padahal sebenarnya Pancasila, Islam, dan Nasionalisme saling
berhubungan erat satu sama lain.
Ketika Indonesia sudah dinyataka merdeka, peperangan
tidak lagi terlihat secara fisik, melainkan antar egoisme
individu ataupun kelompok, entah itu bersifat kesukuan,
kedaerahan, keagamaan, dan masih banyak lagi. Hal tersebut
terbukti dengan munculnya konflik-konflik berlatar-belakang
5
Husnul Wafa and Agus Satmoko, “Upaya Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia
(PMII) Komisariat Universitas Negeri Surabaya Dalam Menumbuhkan
Nasionalisme,” Jurnal Kajian Moral dan Kewarganegaraan 03, no. 5 (2017): 2-3.
6
Sigit Priatmoko, Pengarusutamaan Nilai-nilai Islam Moderat Melalui Revitalisasi
Pancasila Dalam Pendidikan Islam (Lamongan: Grand Mirama, 2018), 11.
agama, suku, atau golongan. Sebenarnya, Indonesia yang saat
ini sedang membangun, butuh beberapa faktor-faktor non-
struktural berupa dukungan masyarakat beragama. Fancies
Fukuyama menyampaikan bahwa pembangunan bangsa tidak
dapat berfokus pada modular material saja, melainkan juga
memerlukan modular kultural bangsa. Dengan demikian,
adanya modular-modular lain dalam komunitas perlu
disinergikan dengan modal sosial. Dengan munculnya masalah
bentrokan atau kerusuhan, yang tak jarang bernuansa (SARA)
dan dapat merenggut jiwa, harta, bahkan stabilitas, rasanya
jiwa semangat kebangsaan yang selama ini telah dibangun
seakan hilang entah kemana. Hal ini tentu tidak dapat
diacuhkan begitu saja. Sehingga, harus diberlakukan restorasi
pada makna Nasionalisme dengan memahami esensinya,
kemudian diimplimentasikan dengan kongkrit pada
kelangsungan hidup empirik.7
Adian Husaini kerap mengkaitkan hubungan antara
Islam dengan Pancasila yang menjadi dasar negara Indonesia.
Ia berpendapat, bahwa Indonesia merupakan amanah
perjuangan dari para Waliyullah dan para ulama yang telah
bersusah payah mewujudkan bangsa yang adil dan makmur
dalam naungan ridha Allah SWT. Dengan demikian,
perjuangan para pejuang Indonesia, tidak boleh berakhir
sampai disini. Sudah menjadi kewajiban bagi seluruh penerus
bangsa, untuk melanjutkan perjuangan tersebut.8
Nasionalisme Islam merupakan hasil modifikasi
sedemikian rupa dari Nasionalisme Barat yang dilakukan oleh
para kaum muslimin, sehingga terbentuk lah Nasionalisme
yang berbasis ukhuwah islamiyah. Seiring berjalannya waktu,

7
Idrus Ruslan, “Membangun Nasionalisme Sebagai Solusi Untuk Mengatasi
Konflik SARA di Indonesia,”, Jurnal TAPIs 10, no. 1 (2014): 5-9.
8
UII, “Tumbuhkan Nasionalisme dan Cinta Islam Melalui Seminar Nasional,”
https://www.uii.ac.id/ , on 27 Desember 2019.
Nasionalisme Islam ini pun menjadi senjata ampuh bagi umat
Islam untuk bangkit dari keterpurukan, terutama untuk
membebaskan diri dari kolonialisme negara Barat. Ernest
Renan berpendapat, bahwa Nasionalisme adalah solidaritas
yang besar dan tercipta dari pengorbanan dimasa lampau,
untuk membangun masa depan bersama. Nasionalisme seperti
inilah yang dimaksud dengan anti-kolonialisme.9
Relasi antara Islam dan Nasionalisme terjalin dalam
makna bagaimana keduanya dapat berperan aktif dalam
pembebasan territorial penjajahan Barat. Hal ini berarti, adanya
hubungan erat diantara Islam dan Nasionalisme. Saat itu, pasti
kerap terjadi pasang-surut diantara keduanya. Contohnya,
Islam dan Nasionalisme mempunyai dua dimensi yang saling
determinan. Dimensi pertama adalah Islam mempengaruhi
Nasionalisme, sehingga timbul lah konsep Nasionalisme Islam.
Nasioanalisme Islam tidak memiliki kesenjangan dengan
akidah, melainkan justru menjadi motif yang kuat untuk
mengakhiri penjajahan di Indonesia. Dimenensi kedua adalah
faham Nasionalisme yang lebih dominan terhadap Islam,
sehingga muncul lah fenomena-fenomena dimana kelompok
lebih menjadi prioritas daripada akidah dalam melawan
penjajahan. Dari sini, kita dapat melihat bahwa islam dengan
komprehensifnya mampu mengakomodir Nasionalisme di
berbagai sudut.10

9
Mugiyono, “Relasi Nasionalisme dan Islam Serta Pengaruhnya Terhadap
Kebangkitan Dunia Islam Global,” Jurnal Raden Fatah (2018): 8-9.
10
Aldira, “Islam dan Nasionalisme”, diakses dari kumpulan cerpen,
https://alipdp.wordpress.com/ , on 09 Februari 2015.
DAFTAR PUSTAKA
Choliq, Abdul. "Nasionalisme Dalam Perspektif Islam”.
Jurnal Sejarah Citra Lekha XVI, no. 2 (2011): 2-3.

Irawan, Deni. “Islam dan Peace Building,” Jurnal Religi


X, no. 2 (2014): 3-4.

Khamdan, Muhammad. “Pengembangan Nasionalisme


Keagamaan Sebagai Strategi Penanganan Potensi Radikalisme
Islam Transnasional,” Jurnal ADDIN 10, no. 1 (2016): 15-16.

Miftahuddin. “Nasionalisme Indonesia: Nasionalisme


Pancasila,” Jurnal UNY 4, no. 1 (2008): 6-7.

Mugiiyono. “Relasi Nasionalisme dan Islam Serta


Pengaruhnya Terhadap Kebangkitan Dunia Islam Global,”
Jurnal Raden Fatah (2018): 8-9.

Priatmoko, Sigit. Pengarusutamaan Nilai-nilai Islam


Moderat Melalui Revitalisasi Pancasila Dalam Pendidikan
Islam (Lamongan: Grand Mirama, 2018), 11.

Nata, Abuddin. “Islam dan Kebangsaan,” makalah OPAK


fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (2016) 3-4.

Ruslan, Idrus. “Membangun Nasionalisme Sebagai Solusi


Untuk Mengatasi Konflik SARA di Indonesia,” Jurnal TAPIs
10, no. 1 (2014): 5-9.

Wafa, Husnul, dan Satmoko, Agus. “Upaya Pergerakan


Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Komisariat Universitas
Negeri Surabaya Dalam Menumbuhkan Nasionalisme,” Jurnal
Kajian Moral dan Kewarganegaraan 03, no. 5 (2017): 2-3.

Anda mungkin juga menyukai