Anda di halaman 1dari 12

Islam dan Nasionalisme

Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam

Disusun Oleh :

Adenia Wahyu Putri H

Laily Shahliya S

Novita Adeliani

Muhammad Irfan D

Widya Nur Fadila


Daftar isi
Bab I
Pendahuluan

A. Latar Belakang
Berbicara seputar nasionalisme menemukan
urgensinya ketika gejala disintegrasi muncul dimana-
mana. Keinginan untuk memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) diperlihatkan oleh
sebagian masyarakat yang kecewa terhadap NKRI.
Kondisi demikian diperparah dengan tidak adanya
identitas kebangsaan yang disepakati oleh semua pihak.
Lebih jauh, kebangsaan itu sendiri masih diperselisihkan
maknanya. Dengan demikian merupakan suatu hal yang
mendesak bahasan tentang kebangsaan dan kaitannya
dengan NKRI yang berbentuk negara-bangsa (nation-
state).
Sebagai negara yang sebagian besar penduduknya
beragama Islam, perbincangan tentang hubungan
antara Islam dan nasionalisme dalam konteks Indonesia
sama tuanya dengan usia kemerdekaan itu sendiri.
Perbincangan yang sudah dimulai sebelum Indonesia
diproklamasikan sebagai sebuah negara yang merdeka.
Sebagian komunitas muslim menilai tidak ada
pertentangan antara Islam dan nasionalisme. Namun
tidak sedikit pula yang menilai bahwa Islam dan
nasionalisme tidak dapat berdampingan sebagai
ideologi dan keyakinan. Dalam menjelaskan hubungan
antara Islam dan nasionalisme, Hasan al-Banna, seorang
tokoh pergerakan Islam, memaparkan bahwa apabila
yang dimaksud dengan nasionalisme adalah kerinduan
atau keberpihakan terhadap tanah air, keharusan
berjuang membebaskan tanah air dari penjajahan,
ikatan kekeluargaan antar masyarakat, dan
pembebasan negeri-negeri lain maka nasionalisme
dalam makna demikian dapat diterima dan bahkan
dalam kondisi tertentu dianggap sebagai kewajiban
(Dault, 2005:xvii).
Makalah ini ditulis untuk menjelaskan sejarah dan
pengertian nasionalisme serta kaitannya dengan
konteks Indonesia mengingat Indonesia adalah negara
dengan penduduk muslim terbesar di dunia.
Bab II
Isi
A. Sejarah Islam di Indonesia
Teori masuknya islam ke Indonesia
1. Teori Gujarat
Menurut teori Gujarat, agama Islam masuk ke Indonesia saat abad ke 13. Islam
disebutkan datang dari para pedagang daerah Gujarat (India). Teori ini diperkuat
dengan adanya fakta bahwa saat itu Indonesia menjalin hubungan perdangan yang
baik dengan orang-orang gujarat.

Kerajaan Sriwijaya juga saat itu menjadi sentra perdagangan dunia lewat jalur Indo –
Gujarat – Timur tengah – Eropa. Selain itu adanya batu nisan sultan Samudra Pasai,
Malik al Saleh yang memiliki corak khas orang-orang Gujarat.
2. Teori Mekkah

Teori Mekkah merupakan teori masuknya Islam yang baru-baru ini muncul. Teori ini
merupakan sanggahan dari teori Gujarat. Pada teori ini disebutkan Islam masuk ke
Indonesia pada abad ke-7 (6 abad lebih lama dari teori gujarat).

Orang yang membawa agama Islam ke Indonesia adalah orang-orang dari Arab. Hal
ini dibuktikan dengan adanya perkampungan yang sudah didiami oleh orang Islam di
wilayah pantai barat Sumatra pada abad tersebut.

3. Teori Persia

Teori Persia memiliki anggapan yang sama tentang waktu masuknya Islam ke
Indonesia, yaitu abad ke-13. Namun, perbedaannya teori Persia beranggapan Islam
datang dari Persia.

Hal ini disebabkan oleh adanya persamaan-persamaan budaya Islam di Indonesia


dengan di Persia. Seperti contoh peringatan 10 Muharram

Jalur masuknya islam ke nusantara

1. Jalur perkawinan, proses masuknya Islam ini terjadi karena terjadinya pernikahan
antara orang yang lebih dulu Islam dengan orang pribumi. Dengan demikian, anggota
keluarga yang non-muslim pun akhirnya memutuskan untuk mengantu agama Islam.
2. Jalur perdagangan, jalur ini merupakan yang paling umum yang telah dijelaskan
diatas. Dimana para pedagang dari negara-negara Islam singgah dan tinggal di
Indonesia untuk sementara waktu. Selama itulah mereka menyebarkan pengaruh-
pengaruh Islam di Tanah Air.
3. Jalur Seni, jalur ini memperkenalkan Islam lewat pertunjukkan-pertunjukkan
seni budaya seperti wayang kulit, dan upacara-upacara tertentu. Jalur ini lebih kepada
penyebaran Islam.
4. Jalur pendidikan, proses ini banyak terjadi sejak maraknya pembangunan pesantren-
pesantren di Indonesia. Cara ini terbukti sangat baik untuk menyebarkan agama Islam
di negeri ini.

 Sumber-sumber pendukung Islam masuk ke Indonesia, di antaranya adalah:


 Berita dari Arab
 Berita Eopa
 Berita India
 Berita Cina
 Sumber dalam Negeri

Mengenai Islam masuk ke Indonesia, ada satu kajian yakni seminar ilmiah yang
diselenggarakan pada tahun 1963 di kota Medan, yang menghasilkan hal-hal sebagai
berikut :

 Pertama kali Islam masuk ke Indonesia pada abad 1 H/7 M, langsung dari negeri Arab.
 Daerah pertama yang dimasuki Islam adalah pesisir Sumatera Utara.
 Setelah itu masyarakat Islam membentuk kerajaan Islam Pertama yaitu Aceh.
 Para da’i yang pertama, mayoritas adalah para pedagang. Pada saat itu dakwah
disebarkan secara damai (Ahmad Al-Usairy, 2003 : 336).

Dalam perkembangannya, Islam mendapat respon positif dari masyarakat Indonesia sehingga
Islam mengalami perkembangan yang pesat sekali hingga mampu mengambil alih posisi dan
peran dua agama besar Hindu-Budha.Perkembangan Islam di negeri maritim ini merasakan
berbagai pengalaman, lantaran adanya keberagaman budaya dan tradisi pada setiap pulau
tersebut. Bahkan dalam satu pulau saja bisa melahirkan berbagai budaya dan
tradisi.Perjumpaan Islam dengan budaya (tradisi) lokal itu seringkali menimbulkan akulturasi
budaya.

B. Islam dan nasionalisme


Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai
kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan
demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang
mendalam terhadap bangsa itu sendiri.
Islam adalah agama yang mencintai persatuan kesatuan dan mendukung segala sesuatu
yang akan berdampak baik pada masyarakat .

Sama halnya dengan nasionalisme , islam mendukung adanya persatuan dari


keberagaman . Indonesia merupakan negara dengan populasi islam terbesar di dunia ,
dan jika semua orang muslim di Indonesia menerapkan ajaran agamanya dengan baik ,
tentu saja nasionalisme bisa tumbuh dengan sendirinya .

Islam tidak bertentangan dengan dasar negara Pancasila dan islam juga tidak
bertentangan dengan norma norma yang dianggap baik oleh masyarakat

Ketuhanan yang maha ESA


Islam berkeyakinan bahwa tuhan itu maha Esa . Tuhan itu tunggal dan
tuhan itu hanya satu . Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dialah Allah SWT

Kemanusiaan yang adil dan beradab


Islam adalah agama yang penuh dengan keadilan . Tidak memandang
gender dan lain sebagainya . Adil bukan berarti sama , ada porsi nya masing masing
antara laki laki dan perempuan . Islam juga agama yang menyuruh agar manusia
memiliki hati manusiawi

Persatuan Indonesia
Islam merupakan agama yang ingin mempersatukan umat agar saling
menyayangi dan saling mengasihi satu dengan yang lainnya . Entah itu perbedaan ras
suku budaya , jika semua menganut paham islam yang benar , persatuan itu akan
terjalin.

Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan , dalam permusyawaratan


perwakilan .
Islam adalah agama yang menyelesaikan masalah melalui musyawarah
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Dan terakhir , islam adalah agama yang paling adil

Seringkali orang-orang yang mengaku beragama Islam, ada juga yang menolak konsep
nasionalisme. Mereka justru mengangung-angungkan konsep khilafah islamiyyah bagi
Indonesia. Padahal, jika kita mau mengkaji secara lebih lanjut, penerapan khilafah
islamiyyah sangatlah tidak cocok bagi negeri kita. Dan, seringkali pemahaman seorang muslim
Indonesia yang seperti ini, mengantarkan pada perpecahan dan parahnya ada juga kelompok
yang memaksakan kehendaknya melalui tindakan terorisme.
Kondisi tersebut sangat mengancam pada negara kebangsaan yang majemuk seperti
Indonesia. Junus Melalatoa (1995) dalam Ensiklopedi Suku Bangsa di Indonesiamengungkapkan
bahwa penduduk yang mendiami negara Indonesia tidak kurang dari 500 suku bangsa, mereka
mendiami sekitar 17.000 pulau besar dan kecil, berpenghuni atau tidak berpenghuni. Lebih
lanjut, Clifford Geertz (Hardiman, 2002: 4) bahkan merasa sulit melukiskan anatomi
kemajemukan Indonesia secara persis.
Melihat kemajemukan tersebut, tentu saja, anggapan-anggapan tersebut tidak dapat
dibenarkan, karena dapat mengancam nilai-nilai Kebhinnekaan yang selalu kita junjung tinggi.
Maka, dalam konteks ini, kita perlu memahami secara baik, istilah Islam dan nasionalisme
dalam konteks pertentangan di masa menjelang dan awal kemerdekaan Indonesia yang
digunakan untuk mengekspresikan pandangan tentang konstruksi Negara Indonesia yang
hendak dibangun.

Sejarah politik di Indonesia mencatat bahwa antara Islam dan nasionalisme pernah
mengalami dialektika yang sangat dinamis. Menjelang kemerdekaan, dalam Badan Penyelidik
Usaha-usaha Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI), secara umum terdapat dua kubu yang saling
berhadapan, yakni kubu Islam dan kubu nasionalis. Kubu pertama diwakili oleh tokoh-tokoh
Islam di antaranya Ki Bagus Hadikusumo, KH Abdul Kahar Muzakkir (Muhammadiyah), dan KH
Wahid Hasyim (NU). Sedangkan kubu nasionalis dimotori oleh Soekarno, Hatta, dkk.

Dua kubu yang ada tersebut dilabeli dengan Islam dan nasionalis disebabkan oleh
pandangan dan cita-cita politik mereka berkaitan dengan format atau konstruksi Negara
Indonesia merdeka nantinya (Nasih, 2012). Disebut sebagai kelompok Islam karena mereka
menginginkan Indonesia merdeka diformat sebagai negara-Islam atau setidaknya menjadikan
“Islam sebagai dasar negara”. Sedangkan kubu seberangnya disebut nasionalis karena mereka
menginginkan Indonesia merdeka dikonstruksi sebagai negara-kebangsaan atau negara bangsa
(nation-state).

Konsep negara-bangsa secara konseptual berbeda dengan konsep negara Islam dan
negara yang berdasarkan agama pada umumnya. Konsep negara bangsa muncul di Barat yang
awalnya merupakan sistem religiopolitik integralisme Katholik di abad pertengahan. Sistem
religiopolitik ini kemudian ditumbangkan oleh gerakan reformasi renaissance (Smith, 1985: 8).

Melihat akar sejarah kemunculan konsep negara-bangsa tersebut, nampak bahwa ia


lahir dari pandangan sekuler yang memisahkan antara agama dan negara. Singkatnya, agama
dianggap hanya sebagai hubungan antara manusia dengan Tuhan, sedangkan negara mengatur
hubungan antara manusia yang satu dengan manusia lain (Nasih, 2012). Sebab itulah, pada saat
itu, negara-bangsa oleh kelompok Islam dipandang sebagai konsep sekuler dan karena itulah
mereka menolaknya disebabkan masyarakat Indonesia adalah masyarakat religius.

Pandangan kelompok Islam ini disanggah oleh Soekarno. Menurutnya, negara-bangsa


Indonesia tidak hendak mengesampingkan agama. Bahkan, dalam negara-bangsa, agama akan
dimerdekakan dari negara dan sebaliknya negara juga dimerdekakan dari agama, sehingga
masing-masing bisa kuat. Dalam sebuah negara-bangsa, warga negara tetap memiliki
kesempatan untuk memeluk agama tertentu karena negara memberikan kebebasan kepada
warganya beribadah sesuai dengan agama dan kepercayaan yang dianut.
Dari sini, kita dapat memahami bahwa sesungguhnya paham kebangsaan tidak
bertentangan dengan agama. Kesalahan pemahaman negara-bangsa dalam hal ini karena
seseorang yang berpaham nasional selalu dianggap anti agama, padahal sesungguhnya tidaklah
demikian. Hal ini karena dari sudut pandang agama juga tidak terdapat teks al-Qur’an, hadis
Nabi Muhammad, maupun ijma’ ulama yang memerintahkan untuk mendirikan negara-Islam.

Melihat pandangan Soekarno ini, nampaknya Soekarno tidak menelan mentah-mentah


konsep negara-bangsa Barat yang memang sekuler dan bahkan memang dimunculkan untuk
melepaskan diri dari agama, tetapi Soekarno menyempurnakannya dengan kemungkinan
hidupnya religiusitas dalam sebuah negara-bangsa dengan tetap tidak menyatukan antara
agama dan negara.

Dari sini nampak sangat jelas bahwa dikotomi antara nasionalisme (kebangsaan) dan
Islam terjadi karena perbedaan pandangan tentang konstruksi Negara yang hendak dibangun
pada saat itu. Karena itu, kalau kita sekarang masih mendikotomikan antara nasionalis dan
Islam bisa dikatakan sudah ketinggalan zaman. Sebab, orang yang nasionalis juga bisa
berkarakter religius dan islami.

BAB III

Kesimpulan

Islam dan nasionalisme adalah 2 hal yang saling terkait . ketika kita memiliki
akidah keyakinan islam yang kuat , jiwa nasionalisme kita pun akan tumbuh seiring
dengan berjalannya waktu . Karena dengan islam kita mengetahui betapa berharganya
keberagaman dan betapa berharganya tanah air , keluarga , dan masyarakat sekitar
kita dalam kontribusi mereka terhadap kehidupan kita semua.

Islam juga datang dengan penuh kedamaian . Islam yang damai dan islam yang
dianggap agama yang paling logis , membuat tertarik orang agar bergabung dengan
islam .
Indonesia negara majemuk dengan berbagai perbedaan , tentunya jadikanlah
perbedaan itu sebuah keindahan dan sebagai per erat bahwa kita itu tinggal di wilayah
yang satu , yaitu NKRI

Sebagaimana dibahas di isi bagian terakhir , paham khilafiyah yang ditegakkan


di negara demokrasi akan menimbulkan konflik. Sebagai masyarakat yang
berpendidikan dan penuh toleransi , kita harus menghargai paham dan keyakinan orang
lain tanpa sedikitpun mengurangi tingkat hormat kepada pemeluk agama lain

Suatu taman akan disebut indah , jika didalamnya terdapat berbagai jenis bunga

Bangsa yang kuat , adalah bangsa yang Bergama

Wassalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh

Daftar Pustaka

1. PPT SLIDE 16 tentang islam dan nasionalisme

2. https://jalandamai.org/islam-dan-nasionalisme-konstruksi-nkri.html

3. http://www.eventzero.org/masuknya-islam-ke-indonesia/

Anda mungkin juga menyukai