Anda di halaman 1dari 15

Makalah sejarah mataram islam

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat-Nya lah kami bisa
menyelesaikan makalah yang berjudul “Kerajaan Mataram Islam”. Makalah ini diajukan guna
memenuhi tugas mata pelajaran Sejarah Indonesia.
Kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga makalah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini masih jauh dari kata sempurna, oleh karena
itu, kritik dan saran yang bersifat membangun sangat kami harapkan demi kesempurnaan
makalah ini.
Semoga makalah ini memberikan informasi bagi masyarakat dan bermanfaat untuk
pengembangan wawasan dan peningkatan ilmu pengetahuan bagi kita semua.

Payangan, 27 Januari 2022

Penyusun

Daftar isi
Kata pengantar
Daftar isi
Bab 1 pendahuluan
A. latar belakang
B. tujuan penulisan
Bab 2 Pembahasan
A. Berdirinya Kerajaan Mataram Islam
B. Letak Kerajaan Mataram Islam
C. Sistem Pemerintahan Mataram Islam
D. Kehidupan Ekonomi Mataram Islam
E. Kehidupan Politik Kerajaan Mataram Islam
F. Kehidupan Sosial dan Budaya Kerajaan Mataram Islam
G. Terpecahnya Kerajaan Mataram Islam
H. Usaha Usaha Mataram Islam Dalam Perluasan Wilayah
I. Runtuhnya Mataram Islam
J.Peninggalan Kerjaaan Mataram Islam
K.Peristiwa Penting Di Mataram Islam
Bab 3 penutupan
3.1 kesimpulan
3.2 saran
3.3 daftar pustaka

BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Kerajaan Mataram Islam merupakan salah satu kerajaan islam terbersar yang ada ditanah air
khususnya di pulau jawa. Kerajaan Mataram adalah kerajaan Islam terbesar di Jawa yang hingga
kini masih mampu bertahan melewati masa-masa berakhirnya kekuasaan kolonial Belanda di
Indonesia, walaupun dalam wujud yang berbeda dengan terbaginya kerajaan ini menjadi empat
pemerintahan swa-praja, yaitu Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Puro
Mangkunegaran dan Puro Pakualaman. Sebelumnya memang ada kerajaan-kerajaan Islam di
Jawa (Tengah) yang lain yang mendahului, seperti Demak dan Pajang. Namun sejak runtuhnya
dua kerajaan itu, Mataramlah yang hingga puluhan tahun tetap eksis dan memiliki banyak kisah
dan mitos yang selalu menyertai perkembangannya. Paling tidak Mataram berkembang dengan
diringi oleh mitos perebutan kekuasaan yang panjang. Karena itu informasi tentang kerajaan
mataram islam tidak begitu sulit kita dapat karena himgga saat ini kerajaan tersebut masih eksis
di tanah Jawa walaupun dengan konteks yang berbeda.

B. TUJUAN
Karya ini disusun bertujuan untuk mengulas kembali tentang kerajaan Mataram Islam yang ada di
Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah. Juga untuk memberikan gambaran bagaimana keadaan
kehidupan masyarakat Jawa Tengah pada masa kerajaan Mataram Islam, bagaimana kehidupan
social, budaya, maupun politiknya.

BAB II ISI KERAJAAN MATARAM ISLAM


A. BERDIRINYA KERAJAAN MATARAM ISLAM
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta, yakni di Kotagede. Awal berdirinya yaitu setelah kerajaan Demak runtuh, kerajaan
Pajang merupakan satu-satunya kerajaan di Jawa Tengah. Namun demikian raja Pajang masih
mempunyai musuh yang kuat yang berusaha menghancurkan kerajaannya, ialah seorang yang
masih keturunan keluarga kerajaan Demak yang bernama Arya Penangsang. Raja kemudian
membuat sebuah sayembara bahwa barang siapa mengalahkan Arya Penangsang atau dapat
membunuhnya, akan diberi hadiah tanah di Pati dan Mataram. Ki Pemanahan dan Ki Penjawi
yang merupakan abdi prajurit Pajang berniat untuk mengikuti sayembara tersebut. Di dalam
peperangan akhirnya Danang Sutwijaya berhasil mengalahkan dan membunuh Arya Penangsang.
Sutawijaya adalah anak dari Ki Pemanahan, dan anak angkat dari raja Pajang sendiri. Namun
karena Sutawijaya adalah anak angkat Sultan sendiri maka tidak mungkin apabila Ki Pemanahan
memberitahukannya kepada Sultan Adiwijaya. Sehingga Kyai Juru Martani mengusulkan agar Ki
Pemanahan dan Ki Penjawi memberitahukan kepada Sultan bahwa merekalah yang membunuh
Arya Penangsang. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi
memperoleh tanah di Pati.
Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-
kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah
Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga
sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak
kepada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja
Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah
bagian dari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senopati bertahta sampai wafatnya pada
tahun 1601. Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan
bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya,
berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senopati dalam
babad dipuji sebagai pembangun Mataram.

B. LETAK KERAJAAN MATARAM ISLAM


wilayah mataram islam
Gambar : Wilayah Mataram Islam
Kerajaan Mataram berdiri pada tahun 1582. Pusat kerajaan ini terletak di sebelah tenggara kota
Yogyakarta, yakni di Kotagede. Dalam sejarah Islam, Kerajaan Mataram Islam memiliki peran yang
cukup penting dalam perjalanan secara kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara. Hal ini terlihat dari
semangat raja-raja untuk memperluas daerah kekuasaan dan mengIslamkan para penduduk
daerah kekuasaannya, keterlibatan para pemuka agama, hingga pengembangan kebudayaan yang
bercorak Islam di jawa. Dinasti Mataram Islam sesungguhnya berawal dari keluarga petani,
begitulah yang tertulis pada Babad Tanah Jawi. Kisahnya
Ki Gede Pamanahan mendirikan desa kecil di Alas Mentaok (alas= hutan) yang kemudian menjadi
sebuah kota yang semakin ramai dan makmur hingga disebut Kota Gede (kota besar). Disana lalu
di bangun benteng dalam (cepuri) yangmengelilingi kraton dan benteng luar (baluwarti) yang
mengelilingi wilayah kota seluas ± 200 ha. Sisi luar kedua benteng ini juga di lengkapi dengan
parit pertahanan yang lebar seperti sungai.
Wilayah kekuasaan Mataram mencapai Jawa Barat (kecuali Banten), Jawa Tengah, Jawa Timur,
Sukadana (Kalimantan Selatan), Nusa Tenggara. Palembang dan Jambi pun menyatakan vasal
kepada Mataram.
C. SISTEM PEMERINTAHAN MATARAM ISLAM
Setelah Panembahan Senopati meninggal kekuasaannya digantikan oleh anaknya yang bernama
Mas Jolang atau Panembahan Seda Krapyak. Jolang hanya memerintah selama 12 tahun (1601-
1613), tercatat bahwa pada pemerintahannya beliau membangun sebuah taman Danalaya di
sebelah barat kraton. Pemerintahannya berakhir ketika beliau meninggal di hutan Krapyak ketika
beliau sedang berburu. Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung
Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa
kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung juga
menaklukkan daerah pesisir supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Beliau juga
merupakan penguasa yang secara besar-besaran memerangi VOC yang pada saat itu sudah
menguasai Batavia. Karya Sultan Agung dalam bidang kebudayaan adalah Grebeg Pasa dan
Grebeg Maulud. Sultan Agung meninggal pada tahun 1645
http://3.bp.blogspot.com/-deVK2CyTSkM/T1n1Cr8Vp0I/AAAAAAAABo4/hlALXsBwWvs/s1600/
Sultan%2BAgung.jpeg
Sultan Agung
Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat
ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengan banyak
pembunuhan dan kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram
dipindahkan ke Kerta. Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama
dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I
(bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari
bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh
sakit dan akhirnya wafat.
Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan
Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC
demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II
dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi:
Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian
akibat perang.
Setelah Sunan Amangkuat II meninggal meninggal pada tahun 1703, Ia digantikan oleh anaknya
yang bernama Sunan Mas (Sunan Amangkurat III). Dia juga sangat menentang VOC. Karena
pertentangan tersebut VOC tidak setuju atas pengangkatan Sunan Amangkurat III sehingga VOC
mengangkat Paku Buwono I (Pangeran Puger). Pecahlah perang saudara (perang perebutan
mahkota I) antara Amangkurat III dan Paku Buwana I, namun Amangkurt III menyerah dan
dibuang ke Sailan oleh VOC. Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan diganti oleh Amangkurat
IV (1719-1727). Dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang
menentangnya, dalam hal ini VOC kembali turut andil di dalamnya. Sehingga kembali pecah
perang Perebutan Mahkota II (1719-1723. Sunan Prabu atau Sunan Amangkurat IV meninggal
tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi
pemberontakan China terhadap VOC.
Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di
Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil
menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti
berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang
bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke
Panaraga.
Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda
yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744). Setelah itu terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Raden Mas Said. Paku Buwana menugaskan Mangkubumi
untuk menumpas kaum pemerontak dengan janji akan memberikan tanah di Sukowati (Sragen
sekarang). Walaupun Mangkubumi berhasil tetapi Paku Buwono II mengingkari janjinya sehingga
akhirnya dia berdamai dengan Mas Said. Mereka berdua pun melakukan pemberontakan
bersama-sama hingga pecah Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).
Paku Buwana II tidak dapat menghadapi kekuatan merea berdua dan akhirnya jatuh sakit dan
meninggal pada tahun 1749. Setelah kematian Paku Buwana II VOC mengangkat Paku Buwana III.
Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai
Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi
perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas
angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci)
untuk mengajak Mangkubumi berdamai.
Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari
atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua.
Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku
Buwana I dan mendirikan Kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku
Buwana III. Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri
Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.
Raja-Raja Mataram Islam :
1. Panembahan Senopati (1584-1601 M)
2. Mas Jolang atau Seda Ing Krapyak (1601- 1613 M)
3. Mas Rangsang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma (1613-1646 M)
4. Amangkurat I (1646- 1676 M)
5. Amangkurat II dikenal juga sebagai Sunan Amral (1677- 1703 M)
6. Sunan Mas atau Amangkurat III pada 1703 M)
7. Pangeran Puger yang bergelar Paku Buwana I (1703-1719 M)
8. Amangkurat IVdikenal sebagai Sunan Prabu (1719-1727 M)
9. Paku Buwana II (1727-1749 M)
10. Paku Buwana III pada 1749 M pengangkatannya dilakukan oleh VOC.
11. Sultan Agung.
D. KEHIDUPAN EKONOMI MATARAM ISLAM
Letak kerajaan Mataram di pedalaman, maka Mataram berkembang sebagai kerajaan agraris yang
menekankan dan mengandalkan bidang pertanian. Sekalipun demikian kegiatan perdagangan
tetap diusahakan dan dipertahankan, karena Mataram juga menguasai daerah-daerah pesisir.
Dalam bidang pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan. Dalam bidang
pertanian, Mataram mengembangkan daerah persawahan yang luas terutama di Jawa Tengah,
yang daerahnya juga subur dengan hasil utamanya adalah beras, di samping kayu, gula, kapas,
kelapa dan palawija. Sedangkan dalam bidang perdagangan, beras merupakan komoditi utama,
bahkan menjadi barang ekspor karena pada abad ke-17 Mataram menjadi pengekspor beras
paling besar pada saat itu. Dengan demikian kehidupan ekonomi Mataram berkembang pesat
karena didukung oleh hasil bumi Mataram yang besar.
E. KEHIDUPAN POLITIK MATARAM ISLAM
Pendiri kerajaan Mataram adalah Sutawijaya. Ia bergelar Panembahan Senopati, memerintah
tahun (1586 – 1601). Pada awal pemerintahannya ia berusaha menundukkan daerah-daerah
seperti Ponorogo, Madiun, Pasuruan, dan Cirebon serta Galuh. Sebelum usahanya untuk
memperluas dan memperkuat kerajaan Mataram terwujud, Sutawijaya digantikan oleh putranya
yaitu Mas Jolang yang bergelar Sultan Anyakrawati tahun 1601 – 1613.
Sebagai raja Mataram ia juga berusaha meneruskan apa yang telah dilakukan oleh Panembahan
Senopati untuk memperoleh kekuasaan Mataram dengan menundukkan daerah-daerah yang
melepaskan diri dari Mataram. Akan tetapi sebelum usahanya selesai, Mas Jolang meninggal
tahun 1613 dan dikenal dengan sebutan Panembahan Sedo Krapyak. Untuk selanjutnya yang
menjadi raja Mataram adalah Mas Rangsang yang bergelar Sultan Agung Senopati ing alogo
Ngabdurrahman, yang memerintah tahun 1613 – 1645. Sultan Agung merupakan raja terbesar
dari kerajaan ini. Pada masa pemerintahannya Mataram mencapai puncaknya, karena ia seorang
raja yang gagah berani, cakap dan bijaksana.
Pada tahun 1625 hampir seluruh pulau Jawa dikuasainya kecuali Batavia dan Banten. daerah-
daerah tersebut dipersatukan oleh Mataram antara lain melalui ikatan perkawinan antara adipati-
adipati dengan putri-putri Mataram, bahkan Sultan Agung sendiri menikah dengan putri Cirebon
sehingga daerah Cirebon juga mengakui kekuasaan Mataram.
Di samping mempersatukan berbagai daerah di pulau Jawa, Sultan Agung juga berusaha
mengusir VOC Belanda dari Batavia. Untuk itu Sultan Agung melakukan penyerangan terhadap
VOC ke Batavia pada tahun 1628 dan 1629 akan tetapi serangan tersebut mengalami kegagalan.
Penyebab kegagalan serangan terhadap VOC antara lain karena jarak tempuh dari pusat Mataram
ke Batavia terlalu jauh kira-kira membutuhkan waktu 1 bulan untuk berjalan kaki, sehingga
bantuan tentara sulit diharapkan dalam waktu singkat. Dan daerah-daerah yang dipersiapkan
untuk mendukung pasukan sebagai lumbung padi yaitu Kerawang dan Bekasi dibakar oleh VOC,
sebagai akibatnya pasukan Mataram kekurangan bahan makanan. Dampak pembakaran lumbung
padi maka tersebar wabah penyakit yang menjangkiti pasukan Mataram, sedangkan pengobatan
belum sempurna. Hal inilah yang banyak menimbulkan korban dari pasukan Mataram. Di
samping itu juga sistem persenjataan Belanda lebih unggul dibanding pasukan Mataram.
F. KEHIDUPAN SOSIAL DAN BUDAYA MATARAM ISLAM
Sebagai kerajaan yang bersifat agraris, masyarakat Mataram disusun berdasarkan sistem feodal.
Dengan sistem tersebut maka raja adalah pemilik tanah kerajaan beserta isinya. Untuk
melaksanakan pemerintahan, raja dibantu oleh seperangkat pegawai dan keluarga istana, yang
mendapatkan upah atau gaji berupa tanah lungguh atau tanah garapan. Tanah lungguh tersebut
dikelola oleh kepala desa (bekel) dan yang menggarapnya atau mengerjakannya adalah rakyat
atau petani penggarap dengan membayar pajak/sewa tanah. Dengan adanya sistem feodalisme
tersebut, menyebabkan lahirnya tuan-tuan tanah di Jawa yang sangat berkuasa terhadap tanah-
tanah yang dikuasainya. Sultan memiliki kedudukan yang tinggi juga dikenal sebagai panatagama
yaitu pengatur kehidupan keagamaan. Sedangkan dalam bidang kebudayaan, seni ukir, lukis, hias
dan patung serta seni sastra berkembang pesat. Hal ini terlihat dari kreasi para seniman dalam
pembuatan gapura, ukiran-ukiran di istana maupun tempat ibadah. Contohnya gapura Candi
Bentar di makam Sunan Tembayat (Klaten) diperkirakan dibuat pada masa Sultan Agung.Contoh
lain hasil perpaduan budaya Hindu-Budha-Islam adalah penggunaan kalender Jawa, adanya kitab
filsafat sastra gending dan kitab undang-undang yang disebut Surya Alam. Contoh-contoh
tersebut merupakan hasil karya dari Sultan Agung sendiri. Di samping itu juga adanya upacara
Grebeg pada hari-hari besar Islam yang ditandai berupa kenduri Gunungan yang dibuat dari
berbagai makanan maupun hasil bumi. Upacara Grebeg tersebut merupakan tradisi sejak zaman
Majapahit sebagai tanda terhadap pemujaan nenek moyang.
G. TERPECAHNYA MATARAM ISLAM
Amangkurat I memindahkan lokasi keraton ke Pleret (1647), tidak jauh dari Kerta. Selain itu, ia
tidak lagi menggunakan gelar sultan, melainkan "sunan" (dari "Susuhunan" atau "Yang
Dipertuan"). Pemerintahan Amangkurat I kurang stabil karena banyak ketidakpuasan dan
pemberontakan. Pada masanya, terjadi pemberontakan besar yang dipimpin oleh Trunajaya dan
memaksa Amangkurat bersekutu dengan VOC. Ia wafat di Tegalarum (1677) ketika mengungsi
sehingga dijuluki Sunan Tegalarum. Penggantinya, Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat
patuh pada VOC sehingga kalangan istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus
terjadi. Pada masanya, kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat
Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar.
Pengganti Amangkurat II berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-
1719), Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai Amangkurat
III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I (Puger) sebagai raja.
Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III
memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon.
Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah
Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13
Februari 1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti (nama diambil dari lokasi
penandatanganan, di sebelah timur kota Karanganyar, Jawa Tengah). Berakhirlah era Mataram
sebagai satu kesatuan politik dan wilayah. Walaupun demikian sebagian masyarakat Jawa
beranggapan bahwa Kesultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta adalah "ahli waris" dari
Kesultanan Mataram.
H. USAHA-USAHA MATARAM ISLAM DALAM PERLUASAN WILAYAH
Mataram mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Agung. Wilayah Mataram
bertambah luas meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan sebagian Jawa Barat. Sultan Agung di
samping dikenal sebagai raaja juga pemimpin agama. Kehidupan beragama mendapat perhatian
dan pengembangan yang sangat pesat. Sultan Agung dikenal juga sebagai pahlawan nasional
karena perannya dalam mengusir penjajah Belanda. Pengaruh Mataram saampai ke Palembang,
Jambi, Banjarmasin, dan ke timur sampai Gowa Makasar. Pengaruh ini ditandai adanya hubungan
kerja sama dan saling mengirim utusan antara daerah-daerah tersebut dengan Mataram.
Kemajuan yang dicapai pada masa pemerintahan Sultan Agung meliputi kemajuan di bidang
politik, ekonomi, sosial, dan budaya.
· Bidang Politik
Kemajuan politik yang dicapai Sultan Agung adalah menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa
dan menyerang Belanda di Batavia.
Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam
Sultan Agung berhasil menyatukan kerajaan-kerajaan Islam di Jawa. Usaha ini dimulai dengan
menguasai Gresik, Jaratan, Pamekasan, Sumenep, Sampang, Pasuruhan, kemudian Surabaya.
Salah satu usahanya mempersatukan kerajaan Islam di Pulau Jawa ini ada yang dilakukan dengan
ikatan perkawinan. Sultan Agung mengambil menantu Bupati Surabaya Pangeran Pekik
dijodohkan dengan putrinya yaitu Ratu Wandansari.
Anti penjajah Belanda
Sultan Agung adalah raja yang sangat benci terhadap penjajah Belanda. Hal ini terbukti dengan
dua kali menyerang Belanda ke Batavia, yaitu yang pertama tahun 1628 dan yang kedua tahun
1629. Kedua penyerangan ini mengalami kegagalan. Adapun penyebab kegagalannya, antara lain:
Ø Jarak yang terlalu jauh berakibat mengurangi ketahanan prajurit mataram. Mereka harus
menempuh jalan kaki selama satu bulan dengan medan yang sangat sulit.
Ø Kekurangan dukungan logistik menyebabkan pertahanan prajurit Mataram di Batavia menjadi
lemah.
Ø Kalah dalam sistem persenjataan dengan senjataa yang dimiliki kompeni Belanda yang serba
modern.
Ø Banyak prajurit Mataram yang terjangkit penyakit dan meninggal, sehingga semakin
memperlemah kekuatan.
Ø Portugis bersedia membantu Mataram dengan menyerang Batavia lewat laut, sedangkan
Mataram lewat darat. Ternyata Portugis mengingkari. Akhirnya Mataram dalam menghadapai
Belanda tanpa bantuan Portugis.
Ø Kesalahan politik Sultan Agung yang tidak menadakan kerja sama dengan Banten dalam
menyerang Belanda. Waktu itu mereka saling bersaing.
Ø Sistem koordinasi yang kurang kompak antara angkatan laut dengan angkatan darat. Ternyata
angkatan laut mengadakan penyerangan lebih awalm sehingga rencana penyerangan Mataram ini
diketahui Belanda.
Ø Akibat penghianatan oleh salah seorang pribumi, sehingga rencana penyerangan ini diketahui
Belanda sebelumnya.
· Bidang Ekonomi
Kemajuan dalam bidang ekonomi meliputi hal-hal berikut ini:
Ø Sebagai negara agraris, Mataram mampu meningkatkan produksi beras dengan memanfaatkan
beberapa sungai di Jawa sebagai irigasi. Mataram juga mengadakan pemindahan penduduk
(transmigrasi) dari daerah yang kering ke daerah yang subur dengan irigasi yang baik. Dengan
usaha tersebut, Mataram banyak mengekspor beras ke Malaka.
Ø Penyatuan kerajaan-kerajaan Islam di pesisir Jawa tidak hanya menambah kekuatan politik,
tetapi juga kekuatan ekonomi. Dengan demikian ekonomi Mataram tidak semata-mata
tergantung ekonomi agraris, tetapi juga karena pelayaran dan perdagangan.
· Bidang Sosial Budaya
Kemajuan dalam bidang sosial budaya meliputi hal-hal berikut:
Ø Timbulnya kebudayaan kejawen
Unsur ini merupakan akulturasi dan asimilasi antara kebudayaan asli Jawa dengan Islam. Misalnya
upacara Grebeg yang semula merupakan pemujaan roh nenek moyang. Kemudian, dilakukan
dengan doa-doa agama Islam. Saampai kini, di jawa kita kenal sebagai Grebeg Syawal, Grebeg
Maulud dan sebagainya.

Ø Perhitungan Tarikh Jawa


Sultan Agung berhasil menyusun tarikh Jawa. Sebelum tahun 1633 M, Mataram menggunakan
tarikh Hindu yang didasarkan peredaran matahari (tarikh syamsiyah). Sejak tahun 1633 M (1555
Hindu), tarikh Hindu diubah ke tarikh Islam berdasarkan peredaran bulan (tarikh komariah).
Caranya, tahun 1555 diteruskan tetapi dengan perhitungan baru berdasarkan tarikh komariah.
Tahun perhitungan Sultan Agung ini kemudian dikenal sebagai “tahun Jawa”.
Ø Berkembangnya Kesusastraan Jawa
Pada zaman kejayaan Sultan Agung, ilmu pengetahuan dan seni berkembang pesat, termasuk di
dalamnya kesusastraan Jawa. Sultan Agung sendiri mengarang kitab yang berjudul Sastra Gending
yang merupakan kitab filsafat kehidupan dan kenegaraan. Kitab-kitab yang lain adalah Nitisruti,
Nitisastra, dan Astrabata. Kitab-kitab ini berisi tentang ajaran-ajaran budi pekerti yang baik.
Pengaruh Mataram mulai memudar setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 M.
Selanjutnya, Mataram pecah menjadi dua, sebagaimana isi Perjanian Giyanti (1755) berikut:
· Mataram Timur yang dikenal Kesunanan Surakarta di bawah kekuasaan Paku Buwono III
dengan pusat pemerintahan di Surakarta.
· Mataram Barat yang dikenal dengan Kesultanan Yogyakarta di bawah kekuasaan
Mangkubumi yang bergelar Sultan Hamengku Buwono I dengan pusat pemerintahannya di
Yogyakarta.
Perkembangan berikutnya, Kesunanan Surakarta pecah menjadi dua yaitu Kesunanan dan
Mangkunegaran (Perjanjian Salatiga 1757). Kesultanan Yogyakarta juga terbagi atas Kesultanan
dan Paku Alaman. Perpecahan ini terjadi karena campur tangan Belanda dalam usahanya
memperlemah kekuatan Mataram, sehingga mudah untuk di kuasai.
I. KERUNTUHAN MATARAM ISLAM
Sultan Agung tidak mempunyai pengganti yang mumpuni sepeninggalnya. Putra mahkota sangat
bertolak belakang sifat dan kepribadiannya dengan sang ayah. Kegemarannya pada kehidupan
keduniawian telah mendorongnya ke jurang kehancuran kerajaan. Maka dimulailah
pemerintahannya sebagai raja Mataram bergelar Sunan Amangkurat I (1646-1677).
Raja ini mempunyai kebiasaan yang berbeda dengan para pendahulunya. Gaya pemerintahannya
cenderung lalim, tidak suka bergaul (terasing) dan terlalu curiga dengan semua orang. Para
pejabat di zaman pemerintahan ayahnya dihabisi dengan bengis, entah dengan hukuman cekik
sampai mati untuk perkara-perkara yang sudah diatur (jebakan) atau dengan cara dikorbankan
menjadi memimpin armada perang ke luar Mataram.
Hubungan antar kerabat pun tidak berjalan baik. Bahkan dengan putra mahkotanya, Sunan
Amangkurat I terlibat bersaing dalam urusan wanita pilihan sebagai istri. Kejadian ini
memunculkan tragedi berupa tewasnya mertua dan saudara-saudara raja. Karena putra mahkota
didukung oleh kakeknya, P. Pekik (mertua Amangkurat I) untuk menikahi seorang gadis cantik
bernama Rara Oyi, putri Ngabehi Mangunjaya dari tepi Kali Mas Surabaya. P. Pekik berasal dari
Surabaya terlibat membantu putra mahkota yang merupakan saingan sang raja dalam perebutan
putri tersebut.
Kebengisan sunan dapat dilacak dari catatan pejabat Belanda maupun dalam babad Jawa.Banyak
kejadian tidak masuk akal pada pemerintahannya. Pernah sang raja mengatur pembunuhan
untuk adiknya, P. Alit. Karena sang adik dihasut para pangeran di kerajaan untuk menuntut tahta.
Bahkan raja pernah melakukan genocide terhadap lima ribu ulama.
Sifat bengis sunan ini telah menimbulkan sikap anti pati dan ketakutan rakyatnya. Oleh sebab itu
ketika terjadi serbuan dari kelompok P. Trunajaya dari Madura, raja tidak mampu menangkisnya.
Karena rakyat bersatu padu menyerang istana. Sunan Amangkurat I menyingkir hingga meninggal
karena sakit dalam pelariannya di Wanayasa, Banyumas utara. Konon pula, untuk mempercepat
kematiannya, putra mahkota yang kelak menjadi Amangkurat II memberi sebutir pil racun pada
sang ayah. Amangkurat I dimakamkan di Tegalwangi, dekat dengan gurunya yaitu Tumenggung
Danupaya.
Bagaimanapun buruknya Amangkurat I, beliau tetap mempunyai karya besar. Dalam bidang
arsitektur, sunan membuat istana baru di Plered (selatan Kuta Gede) dengan konsep pulau
ditengah laut. Pembangunan istana Mataram tersebut dilandasi oleh sifatnya yang tidak mau
kalah dengan keberhasilan sang ayah.
Untuk pekerjaan ini, sunan mengerahkan para penduduk hingga luar ibu kota agar membuat batu
bata sebagai tembok kraton dan membendung sungai Opak menjadi danau besar. Utusan VOC,
Rijklof van Goens mencatat bahwa ia sangat takjub dengan kraton Plered yang seolah-olah
mengapung di lautan. Untuk mencapai alun-alun sebelum ke istana, orang harus melewati
jembatan batang yang dibangun permanen.
Wafatnya Amangkurat I, membuat Putra mahkota mempunyai modal besar menggantikan tahta
Mataram. Dengan bekal pusaka-pusaka kerajaan, beliau berusaha mengusir gerakan Trunajaya
dengan meminta dukungan VOC. Putra mahkota naik tahta bergelar Sunan Amangkurat II (1677-
1703).
Ibu kota Mataram dipindah, bergerak ke timur di Kartasura. Karena P. Puger (adik Amangkurat II)
tetap berdiam di istana Plered, setelah Amangkurat I wafat. Beliau berpendapat bahwa dirinya
yang berhak atas tahta Mataram. Karena dirinya yang mendapat wahyu dari sang ayah
(Amangkurat I) bukan putra mahkota (Amangkurat II). Kejadian tersebut ketika P. Puger
menunggui ajal sang ayah.
Namun akhirnya P. Puger mengakui kekuasaan Amangkurat II di Kartasura tahun 1680. setelah
terjadi pertikaian alot. Meskipun pada masa-masa sesudahnya, P. Puger tetap membara
semangatnya untuk mencapai tahta Mataram. Kelak akhirnya sang pangeran bertahta sebagai
Sunan Paku Buwana I.
Pemerintahan Amangkurat II (1677-1703) di Kartasura dibangun dengan dukungan penuh VOC.
Oleh karena itu, dirinya terikat dengan segala macam permintaan VOC. Di sisi lain, sang raja
sangat melindungi para pejuang dalam melakukan perlawanan terhadap VOC, diantaranya adalah
Untung Suropati. Ia merupakan mantan perwira VOC yang akhirnya memusuhi resimennya
karena tindakannya yang sewenang-wenang.
Ketika VOC meminta sang raja untuk menyambut Kapten Tack di Kartasura, muncullah
ambivalensinya. Meskipun Kapten Tack ini sangat berjasa dengan berhasil membunuh P.
Trunajaya di Kediri, namun karena sifatnya yang arogan di mata sang raja, maka Amangkurat II
sangat membenci Kapten Tack. Apalagi kedatangannya ke kraton Mataram adalah untuk
mengusir gerakan Untung Suropati.
Untuk menutupi sikap ambivalensinya, Amangkurat II menyambut baik kedatangan Kapten Tack
di depan istana Kartasura. Namun, beliau telah mengatur siasat dengan pasukan Suropati untuk
menyamar sebagai prajurit Mataram. Tiba-tiba terjadi huru hara di saat Kapten Tack datang di
istana yang menyebabkan dirinya terbunuh (Feb 1686). Sayang, tindakan sunan tersebut
diketahui oleh sang adik, P. Puger. Kelak beliau menunjukkan bukti-bukti kuat kepada VOC soal
keterlibatan sang raja dalam peristiwa itu. Inilah senjata ampuh P. Puger dalam mendongkel tahta
keturunan Sunan Amangkurat II.
Dalam kehidupan seni budaya, dukungan kuat VOC telah mempengaruhi Amangkurat II untuk
menerapkan etiket Eropa di dalam istana. Tata cara adat sembah untuk menghormat raja mulai
diubah tidak dengan cara duduk bersila, melainkan dengan berdiri tegak lurus tangan dan kaki,
topi diletakkan di lengan. Ini berlaku bagi orang-orang Eropa. Bahkan mereka diperkenankan
duduk di bangku, bukan duduk bersila di lantai seperti layaknya pada pejabat Mataram. Inilah
revolusi sosial yang mulai berlaku di istana Mataram.
Ketika Amangkurat II wafat, tahta Mataram masih diteruskan oleh putra mahkota bergelar
Amangkurat III (1703-1708). Raja ini juga menggalang persahabatan dengan Untung Suropati,
seperti ayahnya. Sementara itu, di istana terjadi konflik lama. Sang paman, P. Puger tetap ngotot
menginginkan tahta. Dengan bukti-bukti kuat keterlibatan Amangkurat II dan III soal wafatnya
Kapten Tack, maka P. Puger dinaikkan tahta sebagai raja Mataram oleh VOC, bergelar Sunan Paku
Buwana I (1704-1719). Beliau bertahta di Semarang.
Amangkurat III diserang oleh VOC dan Sunan PB I. Beliau melarikan diri ke Jawa Timur, akhirnya
dapat ditawan VOC (1708) kemudian diasingkan ke Sri Lanka. Sunan PB I kemudian bertahta di
Kartasura. Masa-masa pemerintahannya dibayar mahal dengan menyerahkan daerah-daerah
pesisir kepada VOC. Suatu kesalahan besar. Karena sumber pendapatan Mataram berkurang
drastis. Ianilah yang memancing konflik intern berkepanjangan.
Kondisi kerajaan tidak pernah stabil. Para pangeran merasa bahwa pengaruh dan kebijakan VOC
sangat menancap di Mataram. Terjadi beberapa pemberontakan yang dilakukan para pembesar
kerajaan yang tidak puas dengan kondisi pemerintahan. Keadaan ini berlangsung terus bahkan
hingga wafatnya Sunan PB I dan digantikan sang putra dengan gelar Sunan Amangkurat IV (1719-
1726).
Catatan Belanda menunjukkan bahwa Amangkurat IV seperti seorang raja yang telah ditinggalkan
rakyatnya. Kerajaan sangat rapuh, potensi perpecahan dan konflik intern merebak. Bahkan
hingga wafatnya, sang raja pengganti (Sunan PB II) mewarisi kerapuhan tersebut.
Sunan PB II (1726-1749) memegang tampuk pemerintahan dalam usia muda belia, 16 tahun. Hal
itulah yang membuat sang bunda, Ratu Amangkurat IV yang mendukung VOC melakukan
intervensi pada pemerintahannya. Sementara itu patihnya, Danurejo sangat anti VOC.
Sebagaimana sang ayah yang mewarisi kondisi kerajaan tidak solid, Sunan PB II pun dirongrong
oleh hutang-hutang yang harus dibayarkan kepada VOC. Bahkan kerajaan mengalami perang
besar, yaitu pemberontakan orang-orang Cina yang semula terjadi di Batavia (1740) kemudian
merembet hingga Kartasura. Perang yang dikenal sebagai Geger Pacina ini telah membuat sunan
bersama gubernur pesisir van Hohendorff harus melarikan diri ke Jawa Timur karena istana
Mataram diduduki kaum pemberontak.
Beruntung, VOC dapat menyusun kekuatan dan berhasil menduduki kembali Kartasura tahun
1742. Namun kondisi istana yang sudah poranda tidak layak sebagai ibukota kerajaan dan paham
Jawa mengatakan bahwa istana yang sudah diduduki musuh, tidak lagi suci sebagai ibukota.
Dengan dukungan VOC, Sunan PB II membangun istana baru. Desa Sala atau kemudian dikenal
dengan Surakarta Hadiningrat terpilih dari 3 alternatif yang diajukan dan sunan mulai
mendiaminya pada 1745(1746). Arsitek pembangunan kraton adalah adik sunan, P. Mangkubumi
(kelak bergelar Sultan HB I).
Harga mahal yang harus dibayar raja kepada VOC karena berhasil memadamkan perang pacina
adalah kesepakatan bahwa VOC memperoleh daerah pesisir, yaitu Madura, Sumenep dan
Pamekasan. Selain itu, VOC lah yang menentukan pejabat patih Mataram serta penguasa pesisir.
Akibat jatuhnya pesisir ke tangan VOC, para pejabat Mataram geram. Bermunculan para
pemberontak yang merongrong istana Surakarta Hadiningrat. Diantaranya yang terkenal adalah
pasukan Raden Mas Said (1746), keponakan raja. Untuk memadamkan pemberontakan itu, sunan
mengadakan sayembara berupa pemberian tanah Sokawati bagi yang berhasil memadamkannya.
Maka tampillah adik raja, P. Mangkubumi. Dengan kemampuannya mengatur strategi perang dan
penguasaan medan yang jitu, akhirnya gerakan Mas Said dapat ditumpas. Namun sunan
mengampuni keponakannya itu.
Masalah timbul, ketika dalam pertemuan agung kerajaan, langkah sunan hendak menyerahkan
hadiah tanah Sokawati kepada P. Mangkubumi dihalangi oleh patihnya, Pringgalaya dan gubernur
van Imhoff. Menurut gubernur VOC tersebut, Mangkubumi tidak layak mendapat hadiah 4000
cacah. Seakan-akan hendak menandingi kekuasaan raja.
P. Mangkubumi kecewa, dipermalukan dihadapan umum oleh van Imhoff. Maka 19 Mei 1746,
beliau berontak pada VOC , keluar dari Surakarta, lalu mendiami Sokawati dengan kekuatan 2500
kavaleri (pasukan berkuda) serta 13000 anak buah dan punggawa yang mendukungnya. Beliau
melancarkan serangan kepada VOC di Grobogan, Juana, Demak, Jipang (Bojonegoro). Pasukannya
bertambah kuat dengan bergabungnya RM. Said, sang keponakan yang sempat ditundukkannya.
Persatuan paman dan keponakan ini bahkan hampir menguasai istana Surakarta (1748).
Kondisi kerajaan yang tidak stabil membuat Sunan PB II jatuh sakit. Seakan sudah pasrah dengan
kerajaannya yang tidak solid, beliau menyerahkan Mataram kepada gubernur Baron von
Hohendorff (11 Desember 1749). Inilah kesalahan terbesar yang dilakukan raja. Keputusan
tersebut menyulut P. Mangkubumi untuk bergerak, agar dapat menarik kembali kerajaan tetap
dalam pangkuan dinasti Mataram. Beliau mengangkat dirinya sebagai Sunan Pakubuwana di desa
Bering, Yogyakarta (12 des 1749). Tindakan ini sebagai langkah mendahului keponakannya (putra
mahkota PB II yang baru 16 tahun), yang akan dinaikkan tahta oleh VOC sebagai Sunan PB III.
Inilah babak baru periode kerajaan Mataram terbagi dua. P. Mangkubumi sebagai raja
didampingi RM. Said sebagai patihnya. Kedua tokoh ini merupakan dwi tunggal kekuatan yang
sulit ditembus VOC maupun Surakarta Hadiningrat dibawah PB III. Sayang persekutuan sultan dan
patihnya yang juga merupakan menantu, akhirnya pecah di tahun 1753 akibat benturan konflik
pribadi soal tahta Mataram yang masih dipegang Sunan PB III.
VOC yang sudah lelah dengan panjangnya peperangan, mulai menempuh jalur perundingan.
Bahkan RM. Said pernah menulis surat ke VOC bersedia berunding dengan syarat diangkat
sebagai sunan. Rupanya VOC tidak mengindahkannya, namun melirik pada P. Mangkubumi. VOC
mendekatinya bahkan mengganti pejabatnya yang tidak disukai P. Mangkubumi dalam upaya
perundingan, yaitu van Hohendorff. VOC menggantikannya dengan Nicolaas Hartingh. Seorang
Belanda yang sangat mengerti tata krama Jawa, pribadi yang lebih disukai P. Mangkubumi. Dalam
hal ini Hohendorff sadar diri, ia tidak akan bisa kontak dengan Mangkubumi dan hal tersebut
sangat merugikan VOC. Selain itu, citranya sudah buruk di Surakarta. Oleh karena itu
pengunduran diri Hohendorff merupakan langkah maju bagi VOC guna membuka perundingan
dengan P. Mangkubumi.
Kesepakatan tercapai melalui Perjanjian Giyanti (13 Februari 1755). Menyatakan Mataram dibagi
dua. Sunan PB III tetap bertahta di Surakarta Hadiningrat dengan kekuasaan meliputi : Ponorogo,
Kediri, Banyumas. P. Mangkubumi bertahta di desa Bering yang lebih dikenal dengan
Ngayogyakarta Hadiningrat, dengan wilayah meliputi Grobogan, Kertasana, Jipang, Japan,
Madiun. Sementara Pacitan dibagi untuk keduanya, termasuk Kotagede dan makam Kerajaan
Imogiri.
Sunan PB III yang tidak diikutkan dalam perundingan tersebut tidak dapat berbuat banyak, hanya
bisa menerimanya. Sementara itu, RM. Said semakin kecewa karena tidak mendapatkan
kekuasaan. Oleh karena itu dirinya semakin gencar melakukan perlawanan baik kepada Sultan HB
I, Sunan PB III, dan VOC.
Merasa tidak mampu menanganinya, VOC pun menawarkan jalan damai, melalui perundingan
Salatiga (1757). Dalam perundingan tersebut Mas Said menyatakan kesetiaannya pada raja
Surakarta Hadiningrat dan VOC. Sunan PB III memberikan tanah 4000 cacah dengan wilayah
meliputi Nglaroh, Karanganyar, Wonogiri. Sementara, Sultan HB I tidak memberikan apa-apa.
Kemudian RM. Said dinobatkan sebagai adipati Mangkunegara I. Kerajaannya bernama
Mangkunegaran.
Demikianlah kerajaan Mataram resmi terbagi dalam 3 kekuasaan yang diperintah Sunan PB III,
Sultan HB I, dan Mangkunegara I. Konflik antar pangeran mulai mereda, keamanan relatif stabil.
Namun dalam kedua perundingan yang telah disepakati tersebut tidak dicantumkan hal
pengganti tahta. Oleh karena itu masih terbuka peluang untuk menyatukan tahta Mataram. MN I
berharap akan tahta Surakarta. Oleh karena itu, putranya (Prabu Widjojo) dinikahkan dengan
putri PB III, GKR Alit. Meskipun dari perkawinan tersebut lahir seorang putra, Namun harapan
MN I pupus, karena PB III kemudian mempunyai putra mahkota. Kelak putra Ratu Alit dan Prabu
Widjojo bertahta sebagai MN II.
Demikian pula upaya Mas Said menikah dengan GKR Bendara, putri sulung HB I. Sayang sang
putri menceraikannya (1763) yang kemudian menikah dengan P. Diponegara (dari Yogyakarta).
Oleh karena itu, terputuslah harapan Mangkunegara untuk merajut tahta Mataram dalam satu
kekuasaan tunggal. Bagaimanapun juga penyatuan Mataram akan merumitkan VOC karena sukar
mengendalikan satu kekuatan besar di Jawa. Dengan terbagi-baginya kerajaan, maka akan mudah
bagi VOC menancapkan hegemoni dan superiornya di Tanah Jawa.
J. PENINGGALAN KERAJAAN MATARAM ISLAM
http://www.tembi.net/selft/0000/mataram/images/mataram08-01.jpg
Gerbang Makam Kotagede
Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak perpaduan unsur bangunan Hindu dan
Islam.
http://www.tembi.net/selft/0000/mataram/images/mataram08-02.jpg
Masjid Makam Kotagede
Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di
komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.
http://www.tembi.net/selft/0000/mataram/images/mataram08-03.jpg
Bangsal Duda
Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi dari jurukunci makam yang berasal dari Kraton
Surakarta dan Kraton Yogyakarta. Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan pakaiannya untuk
berganti pakaian peranakan jika hendak memasuki komplek makam.
http://www.tembi.net/selft/0000/mataram/images/mataram08-05.jpg
Kalang Obong
Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi kalau
upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yang dibakar melainkan pakaian dan barang-barang
peninggalannya.

K. Peristiwa Penting di Mataram Islam


1558 - Ki Ageng Pemanahan dihadiahi wilayah Mataram oleh Sultan Pajang Adiwijaya atas jasanya
mengalahkan Arya Penangsang.
1577 - Ki Ageng Pemanahan membangun istananya di Pasargede atau Kotagede.
1584 - Ki Ageng Pemanahan meninggal. Sultan Pajang mengangkat Sutawijaya, putra Ki Ageng
Pemanahan sebagai penguasa baru di Mataram, bergelar "Ngabehi Loring Pasar" (karena
rumahnya di utara pasar).
1587 - Pasukan Kesultanan Pajang yang akan menyerbu Mataram porak-poranda diterjang badai
letusan Gunung Merapi. Sutawijaya dan pasukannya selamat.
1588 - Mataram menjadi kerajaan dengan Sutawijaya sebagai Sultan, bergelar "Senapati Ingalaga
Sayidin Panatagama" artinya Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama.
1601 - Panembahan Senopati wafat dan digantikan putranya, Mas Jolang yang bergelar
Panembahan Hanyakrawati dan kemudian dikenal sebagai "Panembahan Seda ing Krapyak"
karena wafat saat berburu (jawa: krapyak).
1613 - Mas Jolang wafat, kemudian digantikan oleh putranya Pangeran Aryo Martoputro. Karena
sering sakit, kemudian digantikan oleh kakaknya Raden Mas Rangsang. Gelar pertama yang
digunakan adalah Panembahan Hanyakrakusuma atau "Prabu Pandita Hanyakrakusuma". Setelah
Menaklukkan Madura beliau menggunakan gelar "Susuhunan Hanyakrakusuma". Terakhir setelah
1640-an beliau menggunakan gelar bergelar "Sultan Agung Senapati Ingalaga Abdurrahman".
1645 - Sultan Agung wafat dan digantikan putranya Susunan AmangkuratI.
1645 - 1677 - Pertentangan dan perpecahan dalam keluarga kerajaan Mataram, yang
dimanfaatkan oleh VOC.
1677 - Trunajaya merangsek menuju Ibukota Pleret. Susuhunan Amangkurat I mangkat. Putra
Mahkota dilantik menjadi Susuhunan Amangkurat II di pengasingan. Pangeran Puger yang
diserahi tanggung jawab atas ibukota Pleret mulai memerintah dengan gelar Susuhunan Ing
Ngalaga.
1680 - Susuhunan Amangkurat II memindahkan ibukota ke Kartasura.
1681 - Pangeran Puger diturunkan dari tahta Pleret.
1703 - Susuhunan Amangkurat III wafat. Putra mahkota diangkat menjadi Susuhunan Amangkurat
III.
1704 - Dengan bantuan VOC Pangeran Puger ditahtakan sebagai Susuhunan Paku Buwono I. Awal
Perang Tahta I (1704-1708). Susuhunan Amangkurat III membentuk pemerintahan pengasingan.
1708 - Susuhunan Amangkurat III ditangkap dan dibuang ke Srilanka sampai wafatnya pada 1734.
1719 - Susuhunan Paku Buwono I meninggal dan digantikan putra mahkota dengan gelar
Susuhunan Amangkurat IV atau Prabu Mangkurat Jawa. Awal Perang Tahta II (1719-1723).
1726 - Susuhunan Amangkurat IV meninggal dan digantikan Putra Mahkota yang bergelar
Susuhunan Paku Buwono II.
1742 - Ibukota Kartasura dikuasai pemberontak. Susuhunan Paku Buwana II berada dalam
pengasingan.
1743 - Dengan bantuan VOC Ibukota Kartasura berhasil direbut dari tangan pemberontak dengan
keadaan luluh lantak. Sebuah perjanjian sangat berat (menggadaikan kedaulatan Mataram
kepada VOC selama belum dapat melunasi hutang biaya perang) bagi Mataram dibuat oleh
Susuhunan Paku Buwono II sebagai imbalan atas bantuan VOC.
1745 - Susuhunan Paku Buwana II membangun ibukota baru di desa Sala di tepian Bengawan
Beton.
1746 - Susuhunan Paku Buwana II secara resmi menempati ibukota baru yang dinamai Surakarta.
Konflik Istana menyebabkan saudara Susuhunan, P. Mangkubumi, meninggalkan istana. Meletus
Perang Tahta III yang berlangsung lebih dari 10 tahun (1746-1757) dan mencabik Kerajaan
Mataram menjadi dua kerajaan besar dan satu kerajaan kecil.
1749 - 11 Desember Susuhunan Paku Buwono II menandatangani penyerahan kedaulatan
Mataram kepada VOC. Namun secara de facto Mataram baru dapat ditundukkan sepenuhnya
pada 12 Desember 1830 di Yogyakarta, P. Mangkubumi diproklamirkan sebagai Susuhunan Paku
Buwono oleh para pengikutnya. 15 Desember van Hohendorff mengumumkan Putra Mahkota
sebagai Susuhunan Paku Buwono III.
1752 - Mangkubumi berhasil menggerakkan pemberontakan di provinsi-provinsi Pasisiran
(daerah pantura Jawa) mulai dari Banten sampai Madura. Perpecahan Mangkubumi-RM Said.
1754 - Nicolas Hartingh menyerukan gencatan senjata dan perdamaian. 23 September, Nota
Kesepahaman Mangkubumi-Hartingh. 4 November, PB III meratifikasi nota kesepahaman. Batavia
walau keberatan tidak punya pilihan lain selain meratifikasi nota yang sama.
1755 - 13 Februari Puncak perpecahan terjadi, ditandai dengan Perjanjian Giyanti yang membagi
Kerajaan Mataram menjadi dua, yaitu Kesunanan Surakarta dan Kesultanan Yogyakarta. Pangeran
Mangkubumi menjadi Sultan atas Kesultanan Yogyakarta dengan gelar "Ingkang Sinuwun
Kangjeng Sultan Hamengku Buwono Senopati Ing-Ngalaga Ngabdurakhman Sayidin Panatagama
Khalifatullah" atau lebih populer dengan gelar Sri Sultan Hamengku Buwono I.
1757 - Perpecahan kembali melanda Mataram. R.M. Said diangkat sebagai penguasa atas sebuah
kepangeranan, Praja Mangkunegaran yang terlepas dari Kesunanan Surakarta dengan gelar
"Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya Mangku Nagara Senopati Ing Ayudha".
1788 - Susuhunan Paku Buwono III mangkat.
1792 - Sultan Hamengku Buwono I wafat.
1795 - KGPAA Mangku Nagara I meninggal.
1813 - Perpecahan kembali melanda Mataram. P. Nata Kusuma diangkat sebagai penguasa atas
sebuah kepangeranan, Kadipaten Paku Alaman yang terlepas dari Kesultanan Yogyakarta dengan
gelar "Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Paku Alam".
1830 - Akhir perang Diponegoro. Seluruh daerah Manca nagara Yogyakarta dan Surakarta
dirampas Belanda. 27 September, Perjanjian Klaten menentukan tapal yang tetap antara
Surakarta dan Yogyakarta dan membagi secara permanen Kerajaan Mataram ditandatangani oleh
Sasradiningrat, Pepatih Dalem Surakarta, dan Danurejo, Pepatih Dalem Yogyakarta. Mataram
secara de facto dan de yure dikuasai oleh Hindia Belanda.

BAB III
PENUTUP
Demikianlah keterangan tentang Kerajaan Mataram Islam yang dapat kami buat. Semoga dengan
selesainya karya ini dapat membantu berlangsungya proses belajar mengajar di sekolah
khususnya pembelajaran di kelas XI materi Kerajaan Islam Indonesia. Karya ini tentulah masih
jauh dari kesempurnaan, untuk itu saran dan krityik sangatlah kami butuhkan demi
kesempurnaan untuk tugas yang aka datang.

DAFTAR PUSTAKA
§ http://pendidikan4sejarah.blogspot.com/2011/11/kerajaan-mataram-islam.html
§ http://limahati.blogspot.com/2012/04/sejarah-berdirinya-kerajaan-mataram.html
§ http://suwandi-sejarah.blogspot.com/2010/09/kerajaan-mataram-islam.html

Anda mungkin juga menyukai