berlangsung sekitar abad ke 13 hingga abad ke 16. Perkembangan kerajaan-kerajaan Islam di nusantara dipengaruhi oleh maraknya lalu lintas perdagangan. Banyak pedagang-pedagang muslim dari India, Arab, Persia dan Tiongkok berbaur dengan masyarakat sehingga menyebabkan masyarakat nusantara mudah berbaur dengan para pedagang muslim. Pada akhirnya pengaruh Islam mulai masuk ke kerajaan-kerajaan di seluruh penjuru tanah air seperti Jawa, Sumatra, Maluku hingga Sulawesi. Masuknya Islam di nusantara menjadi pertanda majunya berbagai aspek kehidupan masyarakat. Berbagai aturan hidup yang sesuai dengan ajaran-ajaran dan nilai-nilai Islam mulai dipraktekkan dan diimplementasikan di berbagai sendi kehidupan termasuk dalam bidang ekonomi, sosial budaya hingga bidang politik. Bidang politik termasuk bidang yang semakin mendekatkan masyarakat kepada agama Islam kala itu. Periode masuknya agama Islam ke Indonesia berbeda antara daerah yang satu dan yang lainnya. Menurut sejarawan Islam, Islam masuk ke tanah air untuk pertama kalinya di daerah Sumatera yaitu tepatnya pada abad ke 7 dan 8 M. Kemudian, Islam masuk ke pulau Jawa pada tahun 475 H. Masuknya ajaran islam di bagian timur hingga Maluku pada tahun 14 M juga dipengaruhi oleh kegiatan perdagangan masyarakat dan pedagang muslim. Proses islamisasi di wilayah Kalimantan, tepatnya di wilayah Banjarmasin diperkirakan terjadi pada 1550 M. Adapun di wilayah bagian Sulawesi, proses islamisasi ini berlangsung sekitar abad ke 15 M. Setelah semakin meleburnya ajaran Islam ke masyarakat saat itu maka kerajaan-kerajaan di tanah air pun mulai bercorak Islam. Beberapa kerajaan bercorak Islam pertama di nusantara saat itu di antaranya ialah Samudera Pasai, Perlak, Aceh Darussalam, Mataram, Gowa, Tallo, Ternate hingga Tidore di wilayah bagian Maluku. Panembahan Senopati pada tahun 1584 mendeklarasikan terbentuknya Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam di alas Mentaok. Alas Mentaok adalah sebuah daerah yang saat ini dikenal dengan sebutan kota Yogyakarta. Setelah Kesultanan Pajang runtuh di tahun 1587, Kesultanan Pajang akhirnya mengakui keberadaan Kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senapati selaku pendiri dari Kesultanan Mataram Islam kemudian menobatkan dirinya sebagai raja sekaligus sultan pertama yang memiliki gelar Senapati Ing Alaga Sayidin Panatagama. Panembahan Senopati wafat pada tahun 1601 dan dimakamkan di Kotagede Yogyakarta. Setelah beliau wafat, kepemimpinan Kerajaan Mataram dilanjutkan oleh Raden Mas Jolang yang bergelar Susuhunan Hanyakrawati yang merupakan ayah dari Sultan Agung.
Letak Kesultanan atau Kerajaan Mataram
Seperti penjelasan sebelumnya, Kerajaan Mataram Islam berlokasi di alas Mentaok yang saat ini sudah menjadi Yogyakarta. Adapun pusat pemerintahan Kesultanan Mataram saat itu adalah di Kutagede atau saat ini lebih dikenal dengan sebutan Kotagede. Beberapa sumber juga menyebutkan jika wilayah kesultanan atau kerajaan Mataram Islam pada awalnya hanyalah sebuah hutan. Di tengah hutan tersebut berdiri sebuah istana tua yang dikenal sebagai Mataram Hindu. Area Mataram Hindu ini adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan Pajang hingga akhir abad ke 16 M. Asal mula berdirinya Kesultanan Yogyakarta dan Kadipaten Pakualaman serta di awainya kerajaan Islam pertama di Jawa yaitu Deman Bintoro, dilanjutkan dengan Kerajaan Pajang dan cerita di balik kemegahan Kerajaan Mataram Islam dapat kamu temui pada buku Menelusuri Jejak Mataram Islam Di Yogyakarta. Dalam sebuah tulisan di digital Library UIN Surabaya juga disebutkan bahwa lokasi tersebut dianugerahkan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan bersama putranya Panembahan Senapati. Lokasi tersebut diberikan sebagai bentuk jasa mereka dalam keikutsertaannya dalam pertempuran yang mengalahkan Adipati Jipang Panolan dan Arya Penangsang. Setelah diberikan, daerah itupun dibersihkan oleh Ki Ageng Pemanahan. Tanah yang diberikan oleh Sultan Pajang untuk Ki Ageng Pemanahan tersebut merupakan sebuah hutan atau mentaok yang terletak di kota Gede, Yogyakarta. Berawal dari wilayah inilah, Kesultanan atau Kerajaan Mataram Islam terus berkembang dan mencapai puncak kejayaannya. Sebuah sumber tulisan menambahkan jika Jawa sebenarnya Jawa bisa dikuasai oleh Kesultanan Mataram Islam ketika Sultan Agung atau Raden Mas Rangsang masih yang memimpin pada tahun 1613 hingga 1645 jika para pendahulunya berhasil mengambil ibu kota di wilayah Kotagede. Selanjutnya Sultan Agung bisa mengambil ibukotanya di wilayah Kera atau Kerta. Kejayaan Kerajaan Mataram saat itu juga tidak terlepas dari kekuatan Panembahan Senapati yang berhasil lepas dari cengkaraman Pajang. Runtuhnya Kerajaan Pajang juga menjadi puncak kejayaan dari Kerajaan Mataram. Seorang sastrawan juga menjelaskan jika Panembahan Senapati mulai memperluas wilayah kekuasaan Mataram Islam secara lebih besar di sepanjang Bengawan Solo hingga ke Jawa bagian timur dan barat. Tak sampai di situ saja, wilayah kekuasaan Kerajaan Mataram juga makin meluas dari Jipang, Madiun, Kediri, Ponorogo, Magetan hingga Pasuruan. Di wilayah barat, Kerajaan Mataram Islam juga berhasil menaklukan wilayah Cirebon dan Galuh pada tahun 1595. Di tahun 1957, Panembahan Sanepati berusaha menaklukkan Banten, sayangnya usaha tersebut gagal karena transportasi air yang sangat kurang. Seiring berkembangnya wilayah kekuasaan yang berhasil ditaklukkan Kerajaan Mataram Islam, kekuatan militer serta berbagai aspek di bidang kehidupan di kerajaan ini pun semakin maju.
Masa awal dan Kejayaan Kerajaan Mataram Islam
Ketika Sultan Agung Hanyakrakusuma memimpin Kerajaan Mataram Islam pada tahun 1613 hingga 1645 M, kejayaan Kerajaan Kesultanan Mataram semakin berada di puncak. Di eranya, Sultan Agung berhasil menguasai banyak daerah kekuasaan di berbagai wilayah di Jawa. Selain itu, kemajuan Kerajaan Mataram Islam di bawah kepemimpinan Sultan Agung juga berhasil menyentuh banyak aspek kehidupan masyarakat saat itu. Beberapa di antaranya ialah pada bidang ekonomi, keagamaan, budaya, hukum, pemerintahan dan masih banyak lagi. Di masa kepemimpinannya, Sultan Agung memiliki beberapa kebijakan penting dalam bidang ekonomi yang diusungnya yakni sektor pertanian, fiskal dan juga moneter. Pada era Sultan Agung beliau membangun sektor pertanian dengan memberikan tanah kepada petani dan membentuk forum komunikasi sebagai tempat pembinaan. Adapun dalam urusan fiskal, Sultan Agung mengatur regulasi pajak yang tidak memberikan beban kepada rakyat. Kemudian pada bidang moneter Sultan Agung membentuk lembaga keuangan untuk mengelola dana kerajaan. Di bidang keagamaan dan hukum Islam, Sultan Agung juga menerapkan aturan yang sesuai dengan aturan Islam. Tak hanya itu, ulama pada kala itu juga diberikan ruang untuk bekerja sama dengan pihak kerajaan. Bahkan, Sultan Agung juga menetapkan penanggalan atau Kalender Jawa sejak tahun 1633 di mana penghitungan tanggal tersebut merupakan kombinasi kalender Saka dan Hijriah. Pada bidang kebudayaan dan kesenian, Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang sangat berperan dalam memajukan kesenian wilayahnya. Menurut sumber sejarah, berbagai jenis tarian, gamelan hingga wayang sangat berkembang pesat di bawah kepemimpinan Sultan Agung. Selain mengawal kemajuan kesenian, Sultan Agung juga turut serta dalam menghasilkan karya seni berupa Serat Sastra Gendhing. Sastra bahasa di zaman tersebut juga semakin berkembang ketika Sultan Agung mulai memberlakukan penggunaan tingkatan bahasa di wilayah luar Yogyakarta hingga Jawa Timur. Sultan Agung juga termasuk pemimpin yang menginisiasi terbentuknya provinsi dengan memilih adipati sebagai kepala wilayah di setiap daerah yang dikuasai Mataram.
Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam
Runtuhnya Kesultanan Mataram Islam dimulai ketika Sultan Agung kalah dalam sebuah misi yang bertujuan untuk merebut Batavia. Saat itu Sultan Agung berjuang menaklukkan seluruh wilayah Jawa dari tangan Belanda. Setelah peristiwa kekalahan tersebut, aspek ekonomi para masyarakat di Kesultanan Mataram Islam semakin melemah karena banyak masyarakat yang dikerahkan untuk menghadapi perang. Dengan demikian, pihak kerajaan serta masyarakat pun tidak mampu lagi memperbaiki kondisi ekonomi yang terjadi kala itu. Keruntuhan Kesultanan Mataram Islam juga disebabkan oleh adanya rasa dendam dan juga permusuhan dari Wangsa Sailendra kepada Jawa yang tidak pernah berhenti. Permusuhan ini terus menerus terjadi hingga Wangsa Isana meraih kekuasaan selanjutnya. Saat Mpu Sindok memimpin pemerintahan di Jawa Timur, pasukan Sriwijaya datang untuk menyerang wilayahnya. Pada akhirnya pertempuran pun terjadi di wilayah Anjuk Ladang yang sekarang telah dikenal dengan sebutan kota Nganjuk, Jawa Timur. Pertempuran itupun dimenangkan oleh kubu Mpu Sindok.
Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
1. Karya Sastra Ghending dari Sultan Agung 2. Adanya tahun Saka 3. Adanya kerajinan perak 4. Adanya tradisi Kalang Obong. Adapun tradisi Kalang Obong ini sendiri ialah tradisi kematian orang Kalang yang dilakukan dengan cara membakar berbagai peninggalan orang yang telah meinggal. 5. Terdapat kuliner khas Kue Kipo. Kue Kipo merupakan makanan khas masyarakat dari Kota Gede. Menurut beberapa orang, makanan ini telah ada sejak masa Kerajaan Mataram Islam berdiri. 6. Terdapatnya pertapaan Kembang Lampir. Tempat ini merupakan tempat Ki Ageng Pemanahan melakukan pertapaan untuk menerima wahyu kerajaan Mataram Islam 7. Terdapat Segara Wana dan Syuh Brata yang merupakan meriam-meriam peninggalan Kerajaan Mataram Islam. Meriam-meriam tersebut diberikan oleh Belanda atas perjanjian bersama Kerajaan Mataram Islam di masa kepemimpinan Sultan Agung 8. Terdapatnya berbagai puing-puing candi Hindu dan Budha di aliran Sungai Opak serta di sekitar aliran Sungai Progo
Objek Wisata Peninggalan Kerajaan Mataram Islam
Pasar Legi Kotagede Pasar Legi Kotagede ini merupakan salah satu tempat yang menjadi peninggalan zaman kerajaan. Kegiatan pasar pun selalu ramai terutama saat pasaran legi yang merupakan hari berdasarkan penanggalan Jawa. Makam Para Raja-raja Mataram makam dari Raja pertama Mataram Islam yaitu Danang Sutawijaya atau lebih dikenal dengan nama Panembahan Senopati. Raja kedua ialah Mas Jolang atau Panembahan Hanyakrawati yang kemudian di semayamkan di area pemakaman ini. Masjid Gedhe Mataram Tak jauh dari Pasar Legi Kotagede, tepatnya sekitar 500 meter maka Anda akan menemui Masjid Gedhe Mataram. Masjid yang penuh sejarah ini digunakan sebagai masjid pada umumnya di tanah air. Between Two Gates Lokasi Between Two gates berjarak sekitar 450 meter dari Makam Raja-raja Mataram. Kompleks bangunan bersejarah ini menjadi tempat wisata pemukiman yang masih sangat kental akan budaya tradisionalnya. Di area ini Anda akan melihat rumah-rumah Joglo yang bernuansa Jawa Kuno dan masih dihuni oleh para warga setempat hingga sekarang. Dinamakan Between Two Gates karena area ini diapit oleh dua gerbang. Benteng Cepuri Tempat Wisata terkenal lainnya sekaligus menjadi peninggalan Kerajaan Mataram Islam di Kotagede ialah Benteng Cepuri. Peninggalan Benteng Cepuri memang hanya menyisakan reruntuhan. Namun, di zaman kerajaan benteng ini sangat luar biasa kokoh sehingga dijadikan sebagai benteng Pertahanan. Saat ini Benteng Cepuri telah dijadikan sebagai spot foto bagi para wisatawan.