Anda di halaman 1dari 4

Sultan Agung Hanyokrokusumo (1593 - 1645) adalah raja Kesultanan Mataram yang

memerintah pada tahun 1613-1645. Nama aslinya adalah Raden Mas Jatmika, atau terkenal
pula dengan sebutan Raden Mas Rangsang. Sultan Agung merupakan putra dari pasangan
Prabu Hanyokrowati dan Ratu Mas Adi Dyah Banowati.  Sultan Agung naik takhta pada tahun
1613 dalam usia 20 tahun.
Sultan Agung dikenal sebagai salah satu raja yang berhasil membawa kerajaan Mataram Islam
mencapai puncak kejayaan pada 1627, tepatnya setelah empat belas tahun Sultan Agung
memimpin kerajaan Mataram Islam. Pada masa pemerintahan Sultan Agung daerah pesisir
seperi Surabaya dan Madura berhasil ditaklukan. Pada kurun waktu 1613 sampai 1645 wilayah
kekuasaan Mataram Islam meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur dan sebagian Jawa Barat.
Kehadiran Sultan Agung sebagai penguasa tertinggi, membawa Kerajaan Mataram Islam kepada
peradaban kebudayaan pada tingkat yeng lebih tinggi. Sultan Agung memiliki berbagai keahlian
baik dalam bidang militer, politik, ekonomi, sosial dan budaya,yang menjadikan peradaban
kerajaan Mataram pada tingkat yang lebih tinggi.

Gambar 02. Wilayah Kekuasaan Kerajaan Mataram Islam

Sultan Agung  merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran melakukan
perlawanan dengan Belanda yang kala itu hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Ooos
Indische Compagnie). Perlawanan Sultan Agung terhadap VOC di Batavia dilakukan pada tahun
1628 dan 1629. Perlawanan tersebut disebabkan karena Sulan Agung menyadari bahwa
kehadiran VOC di Batavia dapat membahayakan hegemoni kekuasaan Mataram Islam di Pulau
Jawa. Kekuasaan Mataram Islam pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa dari Pasuruan
sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia.
Selain itu, kehadiran VOC akan menghambat penyebaran agama Islam di Jawa yang dilakukan
Sultan Agung. Sultan Agung memiliki prinsip untuk tidak penah bersedia berkompromi dengan
VOC maupun penjajah lainnya. Namun serangan Mataram Islam terhadap VOC yang
berkedudukan di Batavia mengalami kegagalan disebabkan tentara VOC membakar lumbung
persediaan makanan pasukan kerajaan Mataram Islam pada saat itu.
Di samping dalam bidang politik dan militer, Sulan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada
bidang ekonomi dan kebudayaan. Upaya yang dilakukan Sultan Agung antara lain
memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Karawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan
ladang yang luas dan subur. Sultan Agung juga meneruskan pendahulunya untuk meletakan
dasar perkembangan Mataram Islam dengan memberikan pengajaran dan pendidikan kepada
rakyat Mataram Islam sehingga pada masa pemerintahannya, menempatkan ulama dengan
kedudukan terhormat, yaitu sebagai pejabat anggota Dewan Parampara (Penasihat tinggi
kerajaan). Disampning itu dalam struktur pemerintahan kerajaan didirikan Lembaga Mahkamah
Agama Islam, dan gela raja-raja di Mataram Islam meliputi raja Pandita, artinya disamping
sebagai penguasa, raja juga sebagai kepala pemerintahan dan kepala agama (Islam)
Selain itu Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli
dengan Hindu dan Islam. Misalnya grebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan kelahiran
Nabi Muhammad SAW, yang saat ini dikenal sebagai garebeg Puasa dan Grebeg Maulud. Selain
itu Sultan Agung juga mengenalkan penanggalan tahun saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing.
Adapun keberhasilan Sultan Agung dalam bdang kebudayaan yaitu dapat mengubah
perhitungan peredaran Matahari ke perhitungan peredaran bulan, sehingga dianggap telah
menuliskan tinta emas pada masa pemerintahannya. Berkat usaha yang dilakukan oleh Sultan
Agung dalam memajukan agama dan kebudayaan Islam, ia memperoleh gelar Susuhunan
(Sunan) yang selama ini diberikan kepada Wali.
Gambar 02. Grebeg Maulud

Di lingkungan keraton Mataram Islam, Sultan Agung menetapkan pemakaian bahasa Bagongan
yang harus dipakai oleh para bangsawan dan pejabat demi untuk menghilangkan kesenjangan
satu sama lain. Kebijakan ini diharapkan dapat terciptanya rasa persatuan di antara penghuni
istana. Menjelang tahun 1645 Sultan Agung merasa ajalnya sudah dekat. Dia membangun
Astana Imogiri sebagai pusat pemakaman keluarga raja-raja Kesultanan Mataram mulai dari
dirinya. Sultan juga menuliskan serat Sastra Gending sebagai tuntunan hidup trah Mataram.
Sesuai dengan wasiatnya, Sultan Agung yang meninggal dunia tahun 1645 digantikan oleh
putranya yang bernama Raden Mas Sayidin sebagai raja Mataram.
Gambar 03. Astana Imogiri

Sumber Referensi:
De Graaf. 1985.  Kerajaan-Kerajaan Islam Pertama di Jawa. Jakarta: Temprint.
De Graaf. 1986. Puncak Kekuasaan Mataram. Jakarta: Pustaka Grafiti Pers.
Kutoyo, Sutrisno. 1986. Sejarah Ekspedisi Pasukan Sultan Agung ke Batavia. Jakarta: Ditjara
Mitra Ditjenbud
09.05/09/08/2021

Anda mungkin juga menyukai