Anda di halaman 1dari 16

CERITA RAKYAT

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ski Dan Budaya Lokal
Dosen pengampu : Dr.Amalia Taufik M.Ag
Kelompok V (lima)

Angga Afriadi : 180106154


Siti Yulia Ningsih : 180106159
Bq Ida Royani : 180106160
Nurul Firadenti : 180106161
Halimatussa'diyah : 180106171
Siti Haerul : 180106173

PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


(PGMI)FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
(FTK)UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MATARAM (UIN)
2019
1. Sumatera (Angga Afriadi)
Cerita Rakyat dari Sumatera Selatan
Siti Fatimah dan Tan Boen An
Siti Fatimah adalah putri kesayangan Raja Sriwijaga. Parasnya cantik jelita, dan
sikapnya ramah pada semua orang. Tak heron, banyak pemuda yang menaruh hati dan ingin
menjadikannya istri. Namun semua lamaran itu ditolak oleh Raja Sriwijaya. Raja ingin Siti
Fatimah diperistri oleh saudagar kaya raya atau putra mahkota kerajaan lain yang juga kaya.

Suatu hari, seorang putra mahkota dari negeri China datang ke Kerajaan Sriwijaga. Ia
datang dengan menaiki kapal yang sangat besar. Kapal itu memuat barang-barang yang akan
dijual ke Kerajaan Sriwijaga. Putra mahkota itu bernama Tan Boen An. Wajahnga tampan,
tubuhnya tegap dan kulitnya kuning kecokelatan.
Tan Boen An menemui Raja Sriwijaga. Ia hendak meminta izin pada Raja untuk
berdagang di wilayah itu. Raja Sriwijaya dengan senang hati mengizinkannya. Dalam hati,
Raja berkata, "Alangkah giatnya pemuda ini. Meskipun putra mahkota, ia tetap bekerja
keras." Raja berkhayal, akankah ia mendapatkan menantu seperti Tan Boen An?. Tan Boen
An memulai usahanya dan sangat sukses. Karena bangak mendapat keuntungan, ia berniat
untuk membagi sedikit keuntungannya pada Raja Sriwijaga. "Selamat pagi Baginda, soya
menghadap untuk memberikan sedikit keuntungan hasil dagang saya pada Baginda," kata
Tan Boen An. Raja menerima pembagian keuntungan itu dengan senang. Ketika mereka
sedang berbincang-bincang, masuklah Siti Fatimah ke ruangan itu. Tan Boen An terkesiap,
"Cantik sekali wanita ini," bisiknya dalam hati. Dalam sekejap, ia sudah jatuh cinta pada Siti
Fatimah.
Siti Fatimah merasa kikuk karena dipandangi terus oleh pria asing itu. Namun dalam
hati ia sangat senang, karena ia juga jatuh cinta pada pandangan pertama. Raja mengenalkan
Siti Fatimah pada Tan Boen An. Saat bersalaman, keduanya merasa tak terpisahkan lagi.
Beberapa bulan kemudian, Tan Boen An memberanikan diri untuk melamar Siti Fatimah.
"Jika Baginda mengizinkan, saya bermaksud untuk mempersunting Siti Fatimah," kata Tan
Boen An.
Raja berpikir sejenak, "Hmm.... aku memang menyukaimu, dan aku tahu kalau
anakku juga mencintaimu. Tapi aku ingin mengetahui keseriusanmu. Jadi, aku akan
mengajukan syarat," jawab Raja. Raja meminta Tan Boen An untuk menyediakan sembilan
guci berisi emas. "Itulah mas kawin yang aku minta darimu, aku yakin sembilan guci emas
bukanlah hal yang berat bagimu," kata raja. Tan Boen An menyetujui permintaan tersebut.
Karena itu, ia menulis surat pada orangtuanya dan menyuruh seorang utusan untuk pulang ke
negeri China. "Ayah, Ibu, Ananda akan menikahi putri Kerajaan Sriwijaya. Mohon doa restu
dari Ayah dan Ibu. Sebagai mas kawin, Ananda membutuhkan sembilan guci emas. Ananda
berharap Ayah mengirimkannya," demikian bunyi suratnya

2. Irian (Siti Yulia Ningsih)

Cerita Rakyat Irian Jaya :

Asal Muasal Sungai Maruwai


Zaman dahulu, hiduplah seorang pemuda bernama Maruwai bersama kedua
orangtuanya. Maruwai adalah pemuda yang bertubuh kekar. Ia pandai berburu dan
mempunyai senjata berupa panah dan sebuah keris yang terbuat dari tulang burung kasuari.
Suatu waktu, desa mereka dilanda kekeringan. Mereka kesulitan mendapatkan air.
Orangtua Maruwai menyuruhnya untuk mencari air. Maruwai mulai berjalan menuju hutan.
Dari kejauhan, ia melihat langit mendung di atas bukit. "Ah, mendung! Sebentar lagi disana
pasti akan turun hujan. Aku akan mendapatkan air!" ujar Maruwai. Pemuda itu berlari ke
puncak bukit, tidak memedulikan banyaknya semak belukar yang harus dilaluinya. Ternyata
sesampainya di atas, cuaca kembali cerah. Tidak setitik pun air hujan turun. Maruwai sangat
kecewa.
Untuk mengobati kekecewaannya, ia singgah di rumah tetangganya, Bodofon. "Ah
Maruwai! Aku senang kau mampir!" sambut Bodofon.
"Aku ingin minta tolong kepadamu, kawan," ujar Maruwai
"Apa yang bisa kubantu?" jawab Bodofon
Maruwai menceritakan masalahnya, ia diminta orangtuanya untuk membawakan air, karena
desa dilanda kekeringan.
"Aku akan membantumu. Ikutilah aku!" kata Bodofon.
Kemudian, mereka berjalan ke tebing. Di sana terdapat air terjun yang deras sekali. Maruwai
tercengang melihatnya. Bodofon menyodorkan sebuah upih (tempat air).
"Kau boleh mengambil air di sana dengan upih ini, tetapi ada syarat yang harus kau penuhi,"
Bodofon.
"Apakah itu?" tanya Maruwai.
"Jangan kau letakkan upih ini di sembarang tempat," kata Bodofon.
"Mengapa begitu? Apakah yang akan terjadi jika aku lupa?" tanya Maruwai
Bodofon tak ingin memberitahu akibatnya, "Maaf aku tidak akan memberitahu. Sekarang,
tinggal katakan apakah kau bersedia memenuhi syarat ini?"
"Aku akan menjaganya!" ujar Maruwai. Lalu, ia mengambir air menggunakan upih tersebut
dan pamit kepada Bodofon untuk pulang.
Dalam perjalanan ulang, Ia sangat berhati-hati menjaga upih tersebut. Di tengah jalan,
ia melihat seekor burung kasuari melintas. Maruwai ingin sekali memanahnya, tetapi ia ingat
janjinya kepada Bodofon. Ketika melanjutkan perjalanan, ia melihat seekor babi hutan yang
amat gemuk melintas. Tanpa pikir panjang lagi, ia meletakkan upih dan memanah babi itu.
Maruwai senang sekali bisa menapatkan babi hutan tersebut. Namun, ketika melihat upih, ia
menjadi sangat terkejut. Air di dalam upih itu tumpah dan mengalir menjadi sungai.
Akhirnya, sungai tersebut dinamakan Sungai Maruwai.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Irian Jaya : Asal Muasal Sungai Maruwai adalah
tepatilah janjimu agar kamu disukai dan sukses dimasa yang akan datang.
3. Kalimantan (Bq Ida Royani)

Cerita rakyat Islam yang ada di kalimantan


Pulau Kalimantan akan menjadi prioritas pemerintah dalam menerapkan kebijakan
satu peta . Islam mengakar kuat di Pulau Kalimantan, seiring dengan perkembangan Islam di
bumi Nusantara. Ada banyak teo ri tentang kapan Islam masuk di Kalimantan. Marzuki
dalam Tarikh dan Kebudayaan Islam menjelaskan, di Pulau Kali mantan Islam masuk melalui
pintu timur. Kalimantan Timur pertama kali diislamkan oleh Datuk Ribandang dan
Tunggang parangan.
Kedua mubalig ini datang ke Kutai (Kalimantan Timur) setelah orang-orang Makassar
masuk Islam. Proses Islamisasi di sini dan daerah sekitarnya diperkirakan terjadi sekitar 1575
M. Teori lain menya takan, Islamisasi Kalimantan mungkin berlangsung atau dimulai dari
Kerajaan Bru nei. Pada masa itu, Brunei merupakan pelabuhan dagang yang paling terkenal
di Kalimantan. Menurut Marwati Djoened Poesponegoro dan Nugroho Notosusanto dalam
Sejarah Nasional III, di seluruh Kalimantan terdapat kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam,
baik yang besar maupun yang kecil. Berikut ini tiga kerajaan Islam yang pernah eksis di
Kalimantan.
a. Kerajaan Banjar

Kerajaan Banjar (Banjarmasin) terdapat di daerah Kalimantan Selatan yang muncul sejak
kerajaan-kerajaan bercorak Hindu, yaitu Nagara Dipa, Daha, dan Kahuripan yang berpusat di
daerah hulu Sungai Nagara di Amuntai kini. Raden Samudra dinobatkan sebagai raja Banjar
oleh Patih Masiri, Muhur, Balit, dan Kuwin. Pada waktu menghadapi peperangan dengan
Daha, Raden Samudra minta bantuan Demak sehingga mendapat kemenangan. Sejak itulah
penguasa Kerajaan Samudra menjadi pemeluk agama Islam dengan gelar Sultan Suryanullah.
Islamisasi di daerah ini terjadi sekitar 1550 M. Sejak pemerintahan Sultan Suryanullah
Kerajaan Banjar meluaskan kekuasaannya sampai Sambas, Batanglawai Sukadana,
Kotawaringin, Sampit, Madawi, dan Sambangan.

b. Kerajaan Kutai

Kerajaan Kutai terletak di tepi Sungai Mahakam, Kalimantan Timur, yaitu di sekitar
pertemuan Sungai Mahakam dengan anak sungainya. Kerajaan Kutai merupakan kerajaan
tertua di Indonesia. Dulunya kerajaan ini bercorak Hindu. Karena letak kerajaan yang
strategis, yakni berada di jalur perdagangan antara Cina dan India sehingga menunjang
ekonomi kerajaan dan menjadi pintu masuknya bagi agama Islam.
Kedatangan Islam di Kalimantan Timur dapat diketahui dari Hikayat Kutai, yang
menyatakan bahwa pada masa pemerintahan Raja Mahkota, datang dua orang mubalig yang
bernama Tuan ri Bandang dan Tuan Tunggang Parangan. Mereka datang di daerah Kutai
setelah mengislamkan masyarakat Sulawesi Selatan. Peristiwa ini terjadi pada akhir abad ke-
16. Pada abad ke-17, aga ma Islam mulai diterima dengan baik oleh Ke rajaan Kutai
Kertanegara dan rakyat-rakyatnya.
c. Kerajaan Pontianak

Kesultanan Pontianak didirikan pada akhir abad ke-18 M, sekaligus merupakan


kesultanan termuda yang lahir di wilayah Kalimantan Barat. Sebelumnya, telah banyak
terdapat kesultanan atau kerajaan lainnya yang telah lebih dulu berdiri di wilayah ini. Seperti
Kerajaan Landak (1472M), Matan (16M), Mempawah (16M), Sambas (17M), dan lainnya.
Syarif Abdurrahman Alkadrie dinobatkan sebagai Sultan Pontianak Pertama. Letak pusat
pemerintahan ditandai dengan berdirinya Masjid Ra ya Sultan Abdurrahman Alkadrie dan
Istana Ka dariah, yang sekarang terletak di Kelurahan Da lam Bugis Kecamatan Pontianak
Timur. Ia me merintah dari tahun 1771-1808. Pada masa pemerintahannya, Kesultanan
Pontianak terus mengalami kemajuan hingga menjadi kekuatan baru di wi la yah Kalimantan
Barat dalam aktvitas perda gang an nya. Hal ini karena posisi kerajaan yang strate gis
sehingga banyak pedagang asing yang singgah.
4. Jawa (Nurul Firadenti)
Cerita rakyat jawa :
KI AGENG PANDANARAN
Ki Ageng Pandanaran atau bernama asli Pangeran Mangkubumi dengan gelar Sunan
Bayat atau Sunan Tembayat adalah Bupati Kedua Semarang (kini Kota Semarang), Jawa,
Tengah Indonesia. Selain sebagai kepala pemerintahan, ia juga dikenal sebagai tokoh
penyebar agama Islam yang sakti. Bagaimana sepak terjang Ki Ageng Pandanaran
menjalankan tugas-tugas pemerintahan sekaligus menyebarkan agama Islam ke masyarakat
Jawa Tengah? Ikuti kisahnya dalam cerita Ki Ageng Pandanaran berikut.
Alkisah, sekitar abad ke-16 M., hiduplah seorang bupati yang bernama Pangeran
Mangkubumi yang memerintah di daerah Semarang. Ia adalah putra dari Bupati Pertama
Semarang Harya Madya Pandan.
Sepeninggal ayahandanya, Pangeran Mangkubumi menggantikan kedudukan sang
ayah sebagai Bupati Kedua Semarang dengan gelar Ki Ageng Pandanaran. Ia diangkat
menjadi kepala pemerintahan Semarang pada tanggal 2 Mei 1547 M. atas hasil perundingan
antara Sutan Hadiwijaya (penasehat Istana Demak) dengan Sunan Kalijaga.
Sebagai kepala pemerintahan, Ki Ageng Pandanaran melanjutkan usaha yang telah dirintis
oleh sang ayah. Di sela-sela kesibukannya mengurus tugas-tugas pemerintahan, ia juga giat
mengembangkan kegiatan-kegiatan keagamaan untuk membina rakyatnya. Kegiatan tersebut
di antaranya mengadakan pengajian secara rutin, menyampaikan ceramah-ceramah melalui
khotbah Jumat, serta mengembangkan pondok-pondok pesantren dan tempat-tempat ibadah.
Dengan demikian, ia dianggap telah berhasil menjalankan tugas-tugas pemerintahan dengan
baik dan patuh kepada ajaran-ajaran Islam seperti mendiang ayahnya, sehingga rakyatnya pun
hidup makmur dan damai.Namun, sifat manusia dapat saja berubah setiap saat. Demikian
pula Ki Ageng Pandanaran sebagai seorang manusia. Keberhasilan yang telah dicapai
membuatnya lupa diri. Sifatnya yang dulu baik tiba-tiba berubah menjadi congkak, sombong,
dan kikir. Ia senang mengumpulkan harta untuk kemewahan. Kehidupan mewah itu pun
membuatnya lalai terhadap tugas-tugasnya, baik sebagai kepala pemerintahan maupun
pengembang agama Islam. Ia tidak pernah lagi memberikan pengajian dan ceramah kepada
rakyatnya. Demikian pula, ia tidak pernah merawat pondok pesantren dan tempat-tempat
ibadah. Mengetahui sikap dan perilaku Ki Ageng Pandanaran tersebut, Sunan Kalijaga segera
memperingatkannya dengan cara menyamar sebagai penjual rumput. Dengan kecerdikannya,
sang sunan menyisipkan nasehat-nasehat kepada sang bupati pada saat menawarkan
rumputnya.
Suatu hari, datanglah Sunan Kalijaga ke kediaman Ki Ageng Pandanaran dengan
mengenakan pakaian compang-camping layaknya seorang tukang rumput. Di sela-sela
menawarkan rumputnya, sang sunan menasehati Ki Ageng Pandanaran agar tidak terbius oleh
kemewahan dunia “Maaf, Tuan! Sebaiknya Tuan segera kembali ke jalan yang benar dan
diridhoi Allah SWT!” ujar Sunan Kalijaga yang menyamar sebagai penjual rumput.
“Hai, tukang rumput! Apa maksudmu menyuruhku kembali ke jalan yang benar? Memang
kamu siapa, sudah berani menceramahiku?” tanya Ki Ageng Pandanaran dengan nada
menggertak.
“Maaf, Tuan! Saya hanyalah penjual rumput yang miskin. Hamba melihat Tuan sudah
terlalu jauh terlena dalam kebahagiaan dunia. Saya hanya ingin memperingatkan Tuan agar
tidak melupakan kebahagiaan akhirat. Sebab, kebahagiaan yang abadi adalah kebahagiaan
akhirat,”Ujar si penjual rumput.
Mendengar nasehat itu, Ki Ageng Pandanaran bukannya sadar, melainkan marah dan
mengusir si penjual rumput itu. Meski demikian, si penjual rumput tidak bosan-bosannya
selalu datang menasehatinya. Namun, setiap kali dinasehati, Ki Ageng Pandanaran tetap saja
tidak menghiraukan nasehat itu. Khawatir perilaku penguasa daerah Semarang itu semakin
menjadi-jadi, Sunan Kalijaga menunjukkan kesaktiannya.
“Wahai Bupati yang angkuh dan sombong! Ketahuilah, harta yang kamu miliki tidak ada
artinya dibandingkan dengan harta yang aku miliki,” kata penjual rumput itu.
“Hai, tukang rumput! Kamu jangan mengada-ada! Buktikan kepadaku jika kamu memang
orang kaya!” seru Ki Ageng Pandanaran.
Akhirnya, Sunan Kalijaga menunjukkan kesaktiannya dengan mencangkul sebidang
tanah. Setiap bongkahan tanah yang dicangkulnya berubah menjadi emas. Ki Ageng
Pandanaran sungguh heran menyaksikan kesaktian penjual rumput itu. Dalam hatinya berkata
bahwa penjual rumput itu bukanlah orang sembarangan.
”Hai, penjual rumput! Siapa kamu sebenarnya?” tanya Ki Ageng Pandanaran penasaran
bercampur rasa cemas.
Akhirnya, penjual rumput itu menghapus penyamarannya. Betapa terkejutnya Ki Ageng
Ki Ageng Pandanaran ketika mengetahui bahwa orang yang di hadapannya adalah Sunan
Kalijaga. Ia pun segera bersujud seraya bertaubat.
“Maafkan, saya Sunan! Saya sangat menyesal atas semua kekhilafan saya selama ini. Jika
Sunan tidak keberatan, izinkanlah saya berguru kepada Sunan!” pinta Ki Ageng Pandanaran.
“Baiklah, Ki Ageng! Jika kamu benar-benar mau bertaubat, saya bersedia menerimamu
menjadi murdiku. Besok pagi-pagi, datanglah ke Gunung Jabalkat! Saya akan menunggumu
di sana. Tapi ingat, jangan sekali-kali membawa harta benda sedikit pun!” ujar Sunan
Kalijaga mengingatkan.
Dengan tekad kuat ingin belajar agama, Ki Ageng Pandanaran akhirnya menyerahkan
jabatannya sebagai Bupati Semarang kepada adiknya. Setelah itu, ia bersama istrinya
meninggalkan Semarang menuju Gunung Jabalkat. Namun, ia lupa mengingatkan istrinya
untuk tidak membawa harta benda sedikit pun. Naluri sebagai seorang wanita, sang istri
memasukkan seluruh perhiasan dan uang dinarnya ke dalam tongkat yang akan di bawanya.
Dalam perjalanan, sang istri selalu tertinggal jauh di belakang suaminya karena keberatan
membawa tongkatnya yang berisi harta benda. Ki Ageng Pandanaran pun baru menyadari hal
tersebut setelah mendengar istrinya berteriak meminta pertolongan.
“Kangmas, tulung! Wonten Tyang salah tiga!” artinya “Kangmas, tolong! Ada tiga orang
penyamun!”
Mendengar teriakan itu, Ki Ageng Pandanaran segera berlari menolong istrinya. Begitu
tiba di dekat istrinya, ia mendapati tiga orang penyamun sedang berusaha merebut tongkat
istrinya. Dengan perasaan marah, ia menegur ketiga penyamun itu.
“Hai, manusia! Mengapa kamu nekad seperti kambing domba!” seru Ki Ageng
Pandanaran melihat sikap kasar penyamun itu.
Seketika itu pula, wajah pemimpin penyamun yang bernama Sambangdalan berubah
menjadi wajah domba. Rupanya, sejak direstui menjadi murid Sunan Kalijaga, Ki Ageng
Pandanaran memiliki kesaktian yang tinggi. Ucapan yang keluar dari mulutnya menjadi sakti
mandraguna. Melihat kesaktian itu, para penyamun tersebut menjadi ketakutan.
Sambangdalan pun bertaubat dan meminta agar wajahnya dikembalikan seperti semula.
Akhirnya, Ki Ageng Pandanaran pun memaafkan mereka. Meski demikian, wajah pemimpin
penyamun itu tetap seperti domba dan kemudian menjadi pengikut Ki Ageng Pandanaran
yang dikenal dengan nama Syekh Domba.
Setelah itu, Ki Ageng Pandanaran bersama sang istri melanjutkan perjalanan. Tak
beberapa lama kemudian, tibalah mereka di Gunung Jabalkat. Kedatangan mereka disambut
baik oleh Sunan Kalijaga. Sejak itulah, Ki Ageng Pandanaran berguru kepada Sunan
Kalijaga.
Ki Ageng Pandanaran seorang murid yang cerdas dan rajin. Berkat kecerdesannya, ia
ditugaskan untuk menyiarkan agama Islam di sekitar daerah tersebut. Ia pun mendirikan
sebuah perguruan di Gunung Jabalkat. Ajaran Ki Ageng Pandanaran yang paling menonjol
dikenal dengan istilah Patembayatan, yaitu kerukunan dan kegotongroyongan. Setiap orang
yang datang untuk memeluk agama Islam harus mengucapkan Sahadat Tembayat. Berkat
ajaran Patembayatan, ia juga berhasil mendirikan sebuah masjid di Bukit Gala.
Selain pengetahuan agama, Ki Ageng Pandanaran juga mengajarkan cara bercocok tanam dan
cara bergaul dengan baik kepada penduduk sekitarnya. Setelah itu, ia pun menetap di Jabalkat
hingga akhir hayatnya. Daerah Jabalkat dan sekitarnya sekarang dikenal dengan nama
Tembayat atau Bayat. Itulah sebabnya ia diberi gelar Sunan Tembayat atau Sunan Bayat.
Hingga kini, makam Ki Ageng Pandanaran dapat ditemukan di atas Bukit Cakrakembang di
sebelah selatan bukit Jabalkat, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten.
Demikian cerita Ki Ageng Pandanaran dari daerah Klaten, Jawa Tengah, Indonesia. Cerita di
atas termasuk kategori cerita sejarah yang mengandung pesan-pesan moral. Salah satunya
adalah bahwa jangan sampai kemewahan duniawi membuat kita lupa diri seperti Ki Ageng
Penandaran. Oleh karena sibuk mengejar kemewahan duniawi, akhirnya ia lupa pada
kehidupan akhirat yang kekal. Namun, sejelek-jelek perbuatan seeorang, jika ia segera
bertaubat, maka Tuhan akan mengampuni dan manusia pun akan memaafkannya. Berkat
kesadarannya ingin cepat bertaubat, Ki Ageng Pandanaran direstui menjadi murid Sunan
Kalijaga hingga akhirnya menjadi seorang sunan penyebar agama Islam di Jawa Tengah pada
masa dan terus dikenang hingga saat ini.
5. Maluku (Halimatussa'diyah)

Cerita rakyat Islam


Maluku
Mesji Wapaue di Negeri Kaitetu, Leihitu Ambon di dirikan di tahun 1416
" Pertarungan kesaktian senjata pusaka antara tuan tuan pendatang dari Tuban Jawa
Timur dan Raja Kaihatu di negeri Ureng, Leihitu, Ambon, Maluku di sekitar tahun sebelum
1200.Masehi."
Islam adalah agama sekaligus mendorong peradaban manusia di Maluku, di mana
kisah kisah yg diceritakan dari turun temurun di negeri (desa) Ureng, Leihitu,Ambon
Dikisahkan di jaman dahulu, negeri ureng berada di gunung Nakalale, (Negeri Lama)
di tengah hutan, yaitu di antara gunung Seribu Ewang dan Gunung Titakapa, di hutan Ureng,
Leihitu, Ambon. Sistem pemerintahan di negeri Ureng saat itu dengan sebutan Kapitan, ada
kapitan besar sekaligus rajanya dan ada kapitan kapitan lain sebagai menterinya, mereka
beragama animisme.
Pada masa itu ada tiga Kapitan saja di Nakalale, istilah kapitan sama artinya dengan
pemimpin kelompok manusia atau family, Kapitan Kaihatu ( fam Kotala) Kapitan Maunda
(fam Heluth) dan Kapitan Leli Awen (fam Lain) komunitas ini adalah tife Manusia
Malanesia, yang bermigrasi dari pulau Seram, Maluku.
Di kisahkan sebelum tahun 1200 dimana di tahun itu dimana kisah atau Yang di
ceritakan rakyat negeri Naku, pulau Ambon, bahwa sudah ada orang ureng bernama Saleh
pergi haji dan pulang dengan haji Ali asal Bogor, tinggal di Ureng dan haji Ali menikah
dengan Wanita ureng, dan cerita om kami ada catatan bukti penjualan rumah di tahun 1200
Masehi
Di perkirakan Di abad ke VII ada rombongan Islam datang dari Arab dan singgah di
Haita Tuban (pantai Tuban) rombongan ini bersamaan dengan utusan khalipa Usmaniyah
menuju asia, di mana tercatat di beberapa sejarah di cina,rombonagan dari Tuban ini sebagian
melanjutkan perjalanan menuju Ureng, Leihitu, Ambon di tahun tahun itu juga.
Rombongan mubalig, dan Saudagar dari Tuban ini dengan perahu, mereka mendarat
di pantai Negeri Ureng, leihitu Pulau Ambon, di pantai mereka terkejut diman meeka melihat
adanya seekor anjing hitam yang menggonggong, kemudian mereka ingin memastikan ada
penduduk di sekitar pantai
Tiga orang dari mereka yaitu Tuan Laitupa (Amirullah Marayase Al fatan asal
Bagdad), Tuan Besi (Tuban Besi asal Tuban) dan Tuan Laisow (Tumanjoro asal Tuban)
mereka bertiga mengikuti anjing ke arah gunung Nakalale, sesampai di di gunung mereka
bertemu dengan Tuan Kotala (Kaihatu) Tuan Lain ( Leli Awen) dan Tuan Heluth (Maunda)
kemudian mereka disambut dengan adu ilmu sakti, karena sama sama sakti akhirnya mereka
memutuskan menjadi saudara, dan saat itu pula kapitan Kaihatu dan Rakyat Ureng di
Nakalale mengucapkan dua kalimat sahadat dan di ajak turun dari gunung untuk tinggal di
pantai Ureng, leihitu Ambon, Maluku, dengan sistem pemerintahan Kerajaan Islam.

6. Papua (Siti Haerul)


Cerita rakyat islam
papua
Papua adalah sebuah kotaterluas di Nusantarayang terletak di bagian paling
timur Irian Jaya. Belahan timurnya merupakan negara Papua Nugini. Provinsi Papua dulu
mencakup seluruh wilayah Papua namun sejak tahun 2003 dibagi menjadi dua provinsi di
mana bagian timur tetap memakai namaPapuasedangkan bagian baratnya memakai nama
Papua Barat.
Banyak yang mengatakan bahwa Papua adalah kota di mana agama Kristen adalah
agama yang pertama kali masuk ke Papua sehingga dikatakan bahwa Papua adalah Kota
Kristen khususnya Manokwari yang disebut-sebut sebagai Kota Injil. Tidak banyak yang tahu
sejarah masuknya agama Islam ke Papua. Banyak yang mengatakan bahwa agama Kristen
adalah agama yang terlebih dahulu atau yang pertama masuk ke Papua padahal berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh beberapa sejarawan mengatakan bahwa agama Islam adalah
agama yang pertama masuk ke Papua. Penulis di sini akan menulis sedikit atau sekilas
sejarah masuknya agama Islam ke Papua yang mungkin tidak banyak diketahui oleh
masyarakat luas.
Tidak mudah melacak jejak masuknya agama Islam ke Papua. Upaya penelusuran
sejarah tersebut akan dihadapkan dengan berbagai temuan versi sejarah yang beragam. Bumi
Cendrawasih sendiri telah sejak lama dikenal dalam rangkaian bumi Nusantara. Seperti
halnya awal masuknya agama Islam di Nusantara, para sejarawan memiliki pandangan yang
berbeda tentang masuknya agama Islam di Papua. Ada sejarawan yang berpendapat bahwa
agama Islam telah tersebar di Papua pada abad ke-14. Pendapat ini didasarkan pada
keterangan Thomas W. Arnold dalam tulisannya The Preaching Of Islam. Beliau mengatakan
bahwa “Setelah Kerajaan Majapahit runtuh yang dikalahkan oleh Kerajaan Islam Demak
maka pemegang kekuasaan berikutnya adalah Kerajaan Islam Demak. Sebagaimana Kerajaan
Majapahit, maka Kerajaan Islam Demak itu memiliki pengaruh terhadap wilayah Papua, baik
langsung maupun tidak.” Bukti berupa tradisi lisan masih terjaga sampai hari ini berupa cerita
dari mulut ke mulut tentang kehadiran Islam di Bumi Cendrawasih. Selain itu terdapatliving
monumentyang lain berupa makanan Islam yang dikenal dimasa lampau yang masih bertahan
sampai hari ini di Papua kuno di desa Saonek, Lapintol dan Beo di distrik Waigeo. Belum
lagi bukti-bukti tekstual berupa naskah dari masa Raja Ampat dan teks kuno lainnya di
beberapa masjid kuno. Sedangkan di Fak-Fak, Papua Barat, masih dapat ditemukan delapan
manuskrip kuno berhuruf Arab berbentuk kitab dengan berbagai ukuran. Yang terbesar
berukuran kurang lebih 50 x 40 cm berupa mushaf Al Quran yang ditulis dengan tulisan
tangan di atas kulit kayu dan dirangkai menjadi kitab. Sedangkan keempat kitab lainnya,
salah satunya bersampul kulit rusa, merupakan kitab hadits, ilmu tauhid dan kumpulan doa.
Kelima kitab tersebut diyakini masuk pada tahun 1912 dibawa oleh Syekh Iskandarsyah dari
kerajaan Samudra Pasai yang datang menyertai ekspedisi kerajaannya ke wilayah timur.
Mereka masuk melalui Mes, ibukota Teluk Patipi saat itu. Sedangkan ketiga kitab lainnya
ditulis di atas daun koba-koba yang merupakan pohon khas Papua yang mulai langka saat ini.
Tulisan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam tabung yang terbuat dari bambu. Sekilas
bentuknya mirip dengan manuskrip yang ditulis di atas daun lontar yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia Timur. Thomas W. Arnold (1864-1930) adalah seorang orientalis
berkebangsaan Inggris yang juga Profesor Bahasa Arab di Sekolah Studi Oriental,
Universitas London berpendapat bahwa Kerajaan Islam Demak yang berkedudukan di Jawa
Timur memiliki pengaruh dalam penyampaian dakwah di Papua mengingat Papua pada masa
Kerajaan Majapahit termasuk dibawah pengaruhnya sedangkan Kerajaan Majapahit
digantikan kedudukannya oleh Kerajaan Islam Demak. Masuknya Papua dalam wilayah
pengaruh Kerajaan Majapahit sebelum digantikan oleh Kerajaan Islam Demak didasarkan
pada buku Nagarakartagama yang telah dikutip di atas. Dalam buku itu disebutkan nama
Onin dan Seram (nama lain dari Ewanin dan Kowiai) yang terdapat di daerah Fak-Fak di
mana disebutkan bahwa daerah itu telah terpengaruh ajaran agama Islam.
Bahkan dalam bukunya tersebut lebih lanjut dijelaskan armada-armada perdagangan
dari Maluku dan mungkin dari Pulau Jawa di sebelah barat kawasan ini telah memiliki
pengaruh jauh sebelumnya. Dari buku tersebut dikatakan bahwa seiring dengan runtuhnya
Kerajaan Majapahit (1527) yang pernah menguasai sejumlah kawasan di Asia Tenggara
seperti Malaysia, Filipina, Brunei Darussalam hingga Thailand, hadirlah kekuatan baru yaitu
kekuatan Kerajaan Islam Demak. Sejak zaman Kerajaan Islam Demak itu, atau bahkan jauh
sebelumnya, pengaruh Kerajaan Islam Demak menyebar ke Papua. Penyebarannya melalui
jalur perdagangan para saudagar dan da’i muslim yang berdakwah.
Seorang Guru Besar Bidang Arkeolog, Fakultas Sastra di Universitas Negeri Malang
dan sekaligus Ketua Asosiasi Ahli Epigrafi Indonesia (AAEI) Jawa Timur yang bernama
Prof. Dr. Habib Mustopo mengemukakan pendapat yang berbeda dengan Thomas W. Arnold.
Beliaumenyebutkan bahwa kehadiran agama Islan di Papua justru sekitar satu setengah abad
sebelum keruntuhan Kerajaan Majapahit. Menurut beliau, pada saat Kerajaan Majapahit
eksis, dakwah agama Islam juga sudah eksis. Apalagi dengan ditemukannya artefak yang
waktunya terentang antara 1368-1611 M yang membuktikan adanya komunitas muslim
disekitar Keraton Kerajaan Majapahit, di Troloyo, yakni sebuah daerah bagian selatan pusat
Kota Majapahit yang otomatis menjadi pengaruh Kerajaan Islam Demak. Setelah Kerajaan
Majapahit digantikan kedudukannya oleh Kerajaan Islam Demak, kebesaran Kerajaan
Majapahit tidak terimbangi dengan kebesaran Kerajaan Islam Demak.
Di Samate juga ditemukan keturunan Arab-Islam. Sementara itu komunitasagama
Islam juga terdapat di daerah Asbaken. Kedatangan para transmigran dari Pulau Jawa juga
telah mengubah peta penyebaran penduduk berdasarkan agama. Kedatangan dan penyebaran
agama-agama di wilayah Moi tidak melalui peperangan namun dengan cara damai.
Sementara itu, berdasarkan data arkeologi dan sejarah penyebaran dan sosialisasi agama
Islam di Nusantara dapat dijelaskan fdalam fase-fase pertumbuhan dan perkembangan yang
secara kronologis sebagai berikut :
1. Fase kontak komunitas Nusantara dengan para pedagang dan musafir.

Seperti yang kita ketahui bahwa awal masuknya agama Islam ke Nusantara yakni melalui
kontak antara komunitas Nusantara dengan para pedagang dan musafir dari Arab, Persia,
Turki, Syria, India, Pegu, Cina dan yang lainnya. Fase ini berlangsung pada awal abad
Masehi hingga abad ke-3 sampai ke-9. Akibat perdagangan ini para pedagang asing yang
memeluk agama Islam mengadakan kontak dan bergaul dengan masyarakat Nusantara. Fase
ini berlangsung antara abad ke-9 dan ke-11.
2. Fase tumbuhnya pemukiman muslim di Nusantara.

Pada fase ini, kantung-kantung pemukiman muslim di Nusantara semakin tumbuh dan
berkembang baik di pesisiran maupun di pedalaman. Fase ini berlangsung antara abad ke-11
sampai ke-13. Bukti-bukti tersebut ditemukan dipesisir Sumatera, Jawa Timur, Ternate dan
Tidore.
3. Fase tumbuhnya pusat-pusat kekuatan politik dan kesultanan agama Islam di Nusantara.
Fase berikutnya adalah tumbuhnya pusat-pusat kekuatan politik dan kesultanan agama
Islam di Nusantara.yang terjadi pada abad ke-13 sampai abad ke-16. Kerajaan bercorak
agama Islam yang tumbuh dan berkembang sekitar fase ini mulai mengadakan hubungan
dengan ekstradisi besar Eropa yang dimotivasi perdagangan. Tepatnya pencarian sumber-
sumber penghasil rempah-rempah.
4. Fase perdagangan yang sangat maju di Nusantara.

Fase dimana perdagangan yang sangat maju di Nusantara memungkinkan


pedagang Nusantara seperti Bugis, Makassar, Buton maupun perpindahan penduduk karena
transmigrasi masuk ke wilayah Papua melalui pintu masuk Papua yaitu Kota Sorong. Kondisi
inilah yang menyebabkan pengaruh agama Islam masuk ke wilayah kota sampai ke pelosok
pedalaman. Pendapat Thomas W. Arnold dapat dipahami dan dicerna berdasarkan analisa
pendekatan historiografi yang bisa dilihat dalam fase ketiga di atas, ini dibuktikan dengan
beberapa tempat yang ada di Papua. Misalnya suku-suku asli dari Moi yang beragama Islam
di daerah Moraid yang berketurunan campuran dengan bangsa pendatang Arab dan Timur
Tengah lainnya. Agama Islam juga masuk ke Papua karena di dakwahkan oleh kaum
pendatang dari Maluku. Dalam catatannya disebutkan “Beberapa suku di Papua di Pulau
Gebi antara Waigyu dan Halmahera telah di Islam kan oleh kaum pendatang dari Maluku. Di
Irian Jaya, hanya sedikit penduduk yang memeluk agama Islam. Agama ini pertama kali
dibawa masuk ke pesisir barat, mungkin semenanjung Onin oleh para pedagang muslim yang
berusaha sambil berdakwah di kalangan penduduk. Itu terjadi sejak tahun 1606 tetapi
nampaknya kemajuannya berjalan sangat lambat selama berabad-abad kemudian.”
Menurut Thomas W. Arnold tentang masa awal kehadiran agama Islam di Papua untuk
pertama kalinya terjadi pada awal abad ke-17. Hal itu berarti bahwa kehadiran agama Islam
di pulau terbesar negeri ini mendahului sekitar dua abad dari kehadiran agama Kristen
Protestan. Agama Kristen Protestan masuk pertama kali di Papua melalui daerah Manokwari
pada tahun 1855 yang di bawa oleh dua missionaris dari Jerman yang bernama C.W. Ottow
dan G. J. Geissler utusan UZV (Utrechse Zendings Vereningging) yang kemudian menjadi
pelopor kegiatan missionarisasi di Pulau Mansinam pada 5 Februari 1855.
HJ De Graaf, seorang ahli sejarah dari Belanda berpendapat bahwa agama Islam masuk ke
Papua melalui Ternate dan Bacan. Beliau menegaskan bahwa berdasarkan catatan-catatan,
kedatangan agama Islam di tanah Papua sesungguhnya sudah sangat lama. Agama Islam
masuk ke Papua melalui jalur-jalur perdagangan sebagaimana halnya dengan di kawasan lain
di Nusantara. Pada pertengahan abad ke-16, wilayah Kerajaan Ternate meliputi wilayah
Sulawesi Utara mulai dari Mandar sampai Manado. Rajanya adalah seorang Muslim. Atas
ajakan Raja Ternate, Raja Bolang Mongondow memeluk agama Islam. Terus ke timur
Kepulauan Maluku yakni Kerajaan Bacan. Muballigh dari Kerajaan Bacan terus
mendakwahkan agama Islam ke kawasan tetangganya di Papua melalui jalur perdagangan.
Pengaruh hegemoni Ternate terhadap kerajaan-kerajaan di Papua di kemukakan oleh Le
Periplus yang mengatakan “Pengaruh ras Austronesia dapat dilihat dari kepemimpinan raja di
antara keempat suku, yang boleh jadi diadaptasi dari kesultanan Ternate, Tidore, Bacan dan
Jailolo. Dengan politik kontrol yang ketat di bidang perdagangan, pengaruh kekuasaan
Kesultanan Ternate ditemukan di Raja Ampat, Fak-Fak dan Kaimana.” Berdasarkan temuan
Peripulus ini, terbangunnya komunitas muslim di Fak-Fak dan Kaimana tidak lepas dari
pengaruh Kerajaan Ternate pada masa silam. Islam diyakini telah ada di Papua jauh sebelum
misionaris Nasrani masuk pulau paling timur Indonesia itu. Saksi bisu sejarah itu adalah
Masjid Patimburak di Distrik Kokas, Fakfak. Masjid ini dibangun oleh Raja Wertuer I
bernama kecil Semempe. Pada tahun 1870, Raja Wertuer I membuat sayembara yaitu
misionaris Kristen dan imam Muslim ditantang untuk membuat masjid dan gereja. Masjid
didirikan di Patimburak dan gereja didirikan di Bahirkendik. Bila salah satu di antara
keduanya bisa menyelesaikan bangunannya dalam waktu yang ditentukan, maka seluruh
rakyat Wertuer akan memeluk agama itu. “Masjid lah yang berdiri pertama kali,” ujar juru
kunci masjid itu, Ahmad Kuda. Maka raja dan seluruh rakyatnya pun memeluk Islam.
Bahkan sang raja kemudian menjadi imam dengan pakaian kebesarannya berupa jubah,
sorban dan tanda pangkat di bahunya.
Masjid ini dibangun oleh seorang imam yang bernama Abuhari Killian. Arsitektur Masjid
Patimburak sendiri tergolong unik. Dari kejauhan, masjid ini terlihat seperti gereja. Kubahnya
mirip gereja-gereja di Eropa masa lampau. Namun ada empat tiang penyangganya di tengah
masjid yang menyerupai struktur bangunan Jawa. Interior dalamnya pun hampir sama dengan
masjid-masjid di Pulau Jawa yang didirikan oleh para wali.Masjid itu kini masih berdiri
megah di pinggir teluk Kokas, setengah jam perjalanan dengan perahu bermotor dari dermaga
Kokas. Lubang bekas peluru sisa-sisa serbuan pasukan Belanda maupun Jepang dibiarkan
utuh.
Masjid Patimburak, Saksi Bisu Sejarah Islam di Papua Abad 19. Toni Victor M.
Wanggaidalam disertasinya Rekonstruksi Islam Papua jugamelihat pengaruh kerajaan-
kerajaan Islam yang berkuasa di kawasan Indonesia bagian timur saat itu yakni : Ternate,
Tidore, Jailolo dan Bacan. Hal itu terlihat dari kehadiran Islam di Raja Ampat, situs Islam di
Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni dan lain sebagainya. Kerajaan Bacan merupakan
salah satu kerajaan Islam yang memiliki peran penting penyebaran Islam di Papua melalui
jalur kekuasaan. Hal itu karena sejak abad ke-15. Andil Bacan terhadap awal masuknya Islam
di Papua dilakukan Sultan Bacan melalui pengangkatan sejumlah tokoh local menjadi
pemimpin-pemimpin di Biak. Mereka diberi berbagai gelar yang merupakan jabatan suatu
daerah. Sejumlah nama jabatan tersebut sekarang dapat ditemukan dalam bentuk marga atau
fam penduduk Biak Numfor. Dari sumber-sumber barat diperoleh catatan bahwa pada tahun
1520 yaitu pada abad ke-16, Kerajaan Islam Bacan berhasil menguasai sejumlah daerah di
Papua seperti Waigeo, Misool, Waigama dan Salawati (yang merupakan Suku Moi dalam
rumpun Moi Maya) membuat mereka tunduk pada kekuasaan Sultan Bacan di Maluku
sehingga dapat dipastikan masuknya pengaruh Islam di daerah-daerah tersebut. Bahkan
melalui pengaruh sultan sendiri, sejumlah pemuka masyarakat di wilayah Papua tersebut,
khususnya di daerah pesisir, memeluk agama Islam setelah sebelumnya menganut
kepercayaan tradisi. Hal ini juga diakui oleh Thomas W. Arnold.
Peran Bacan terhadap masuknya Islam di Papua dikemukakan oleh WC. Klein. Dalam hal
ini Klein menulis : “Pada tahun 1569 pemimpin-pemimpin Papua mengunjungi Kerajaan
Bacan di mana dari kunjungan tersebut terbentuklah kerajaan-kerajaan).” Kerajaan-kerajaan
yang di maksud itu adalah Kerajaan Raja Ampat, Kerajaan Raja Rumbati, Kerajaan Atiati
dan Kerajaan Fatagar. Selain menjelaskan peran Bacan terhadap masuknya Islam di Papua,
Klein juga mengisyaratkan bahwa Islam diterima oleh masyarakat Papua pada tahun 1569,
lebih dulu setengah abad dari tahun yang diketahui oleh Thomas W. Arnold. Dalam
kehidupan ber masyarakat di Bumi Cenderawasih ini jarang terjadi pertentangan yang
disebabkan permasalahan perbedaan keyakinan agama. Slogan adat ‘satu tungku tiga batu’
telah lama berkembang. Maksud slogan tersebut adalah kehidupan rakyat Papua ditopang
oleh tiga agama yaitu Islam, Kristen dan Katholik. Tiga batu yang dimaksud adalah ketiga
agama tersebut yang bersatu sehingga menopang tungku agar tidak timpang. Dalam
masyarakat juga berkembang senisawatyaitu orkes musik dengan tetabuhan yang terdiri dari
rebana, tifa, seruling dan gong kecil. Seni sawat tersebut pada masa lampau menjadi alat
dakwah para da’i. Penduduk pribumi yang memutuskan menjadi muslim juga disambut
dengan perayaan music sawat tersebt sampai hari ini. Tifa jelas musik asli Papua, sedangkan
rebana dan seruling dibawa oleh para da’i muslim yang membawanya masuk ke Papua.
Belakangan ini cara dakwah dengan sawat tersebut juga diadopsi oleh para missionaris
Kristen asal Belanda di Papua. Namun kerukunan tetap terjaga di bumi Papua. Para da’i pun
tidak berhenti berdakwah menjadi perantara rahmat Allah di Bumi Cendrawasih hingga hari
ini.

Anda mungkin juga menyukai