Anda di halaman 1dari 10

Toggle navigation

 Beranda

 Buku Perpustakaan

 Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi Sultan Agung

Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi Sultan Agung

Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi


Sultan Agung
 Rabu, 27 September 2017


Buku Puncak Kekuasaan Mataram Politik Ekpansi Sultan Agung  ini merupakan buku sejarah
yang diolah oleh sejarawan besar Belanda, DR. H.J De Graaf, yang banyak meneliti tentang
Mataram Islam. Diterbitkan asli dalam bahasa Belanda di tahun 1958, buku ini merupakan
salah satu dari rangkaian buku seri terjemahan Javanologi, sebagai hasil kerjasama antara
Proyek Penelitian dan Pengkajian Kebudayaan Nusantara dengan Perwakilan Koninklijk
Instituut voor Taal- Land en Volkenkunde.

Di bab-bab awal De Graaf membekali pembacanya dengan gambaran kondisi Mataram yang
diwarisi Sultan Agung serta gambaran rinci sosok sang sultan ini. Selanjutnya uraian kisah
mengalir bagaimana Sultan Agung menancapkan otoritas kekuasaannya sedemikian rupa atas
banyak daerah di sekitar Mataram menjadikan mereka tunduk dalam kendali Mataram. Ini
menempatkan Mataram menjadi imperium yang mengendalikan hampir seluruh Jawa.
Ekspansi yang begitu sering selalu disertai alokasi biaya yang tak sedikit serta pengerahan
sumber daya manusia yang tak terbilang banyaknya. Tapi berbuah panenan yang ajeg
mengalir ke keraton bahkan sumber daya ahli yang akan berjasa memoles kemegahan
kerajaan.

Penaklukan besar atas Surabaya, yang selama bertahun-tahun menjadi musuh bebuyutan
Mataram, mengesahkan kendali Mataram di Jawa bagian timur. Untuk memperkuat dominasi
ini diaturlah politik pernikahan lewat pernikahan antara adik perempuan Sultan Agung, Ratu
Pandansari dengan putra penguasa Surabaya, Pangeran Pekik. Pangeran Pekik adalah orang
yang piawai di bidang seni sehingga dengan kehadirannya semakin memoles karya seni
Mataram. engan kreativitasnya ia juga menciptakan wayang krucil yang berukuran lebih kecil
dibanding wayang kulit Jawa. Cerita yang diminkan umumnya mengambil dari cerita jaman
Pajajaran dan Majapahit, meski tidak menutup kemungkinan memainkan cerita wayang
purwa.

Tiga tahun setelah penaklukan Surabaya, Sultan Agung mengerahkan sumber daya militer
secara besar-besaran menyerang VOC di Batavia. Penguasaan Gubernur Jendral VOC J.P
Coen atas Batavia tahun 1619 menyadarkan Sultan Agung bahwa telah muncul kekuatan
asing di tanah Jawa yang telah merebut satu bagian Pulau Jawa yang telah diincarnya sejak
lama. Murka sang sultan berimbas dalam bentuk serangan besar-besaran atas Batavia hingga
sebanyak dua kali di tahun 1628-1629. Walaupun berakhir dengan kegagalan di pihak
Mataram tetapi keberanian Sultan Agung menyerang VOC membuat Mataram semakin
disegani.

Sultan Agung membangun stabilitas kerajaan di atas alas kegagahan daya tempur aparat
militer yang diimbangi legitimasi dari budaya keagamaan. Untuk ini dijalin diplomasi dengan
ulama-ulama besar di Mekah untuk memberikan gelar Sultan. Di masa akhir hidupnya, Sultan
Agung memandang perlu pembangunan suatu makam megah nan filosofis bagi dirinya dan
keturunannya. Ini diwujudkan dalam pembangunan makam Imogiri yang ditempatkan di
kawasan bukit Merak Pegunungan Seribu. Ia wafat dan dimakamkan di Imogiri tahun 1646.

Buku ini bisa dianggap sebagai rujukan yang komprehensif yang menawarkan gambaran
rangkaian peristiwa masa pemerintahan Sultan Agung yang terjadi 400 tahun lalu. De Graaf
yang merupakan sejarawan berkebangsaan Belanda sama sekali tidak mengabaikan sumber-
sumber primer seperti babad serta cerita-cerita tradisional untuk merekonstruksi ulang
peristiwa. Meski demikian penulis melakukan seleksi sumber mendalam, ini tersurat dalam
bentuk perbandingan kisah peristiwa dalam sumber tradisional dengan data-data ilmiah
maupun catatan orang Eropa yang sengaja disajikan dalam buku ini. Jalinan peristiwa diulas
dengan sangat rinci, dengan banyak kutipan reka adegan peristiwa. Contohnya gambaran
kegigihan wanita-wanita Madura ketika berperang menghadapi ekspansi Mataram atas
Surabaya dituliskan :
“Dan dari orang-orang Madura tidak hanya laki-laki saja yang mempertahankan diri dengan
gigih, tetapi wanita-wanita pun menyebabkan kesulitan bagi tentara Mataram. Mereka
menggunakan senjata sebaik suami mereka dan memberi semangat kepada para suami sambil
memaksa mereka bertempur. Beberapa orang laki-laki …, yang luka-luka berat, mengeluh
tentang hal ini kepada para wanita, tetapi melihat luka-luka mereka terdapat di badan bagian
belakang, para wanita itu memukul mereka sampai mati.”

Pembaca pun akan memperoleh gambaran lengkap antara lain tentang keraton, agama, masjid
keraton, birokrasi kerajaan, kehidupan dalam istana, perajurit kerajaan, wabah penyakit,
hingga reputasi Mataram di kawasan luar Pulau Jawa. Penerjemahan yang dilakukan
dikerjakan oleh Pustaka Grafitipers bekerjasama dengan KITLV ini berhasil menyajikan gaya
bahasa yang sederhana, lugas dan menstimulus imajinasi pembaca pada sorak sorai bala
tentara dan ratap tangis rakyat jelata, sebagaimana yang diungkapkan dalam pengantar oleh
peneribit. Namun uraian peristiwa yang sangat kronologis, font yang tidak terlalu besar
ditambah spasi yang cukup rapat tidak dipungkiri cenderung menimbulkan kebosanan bagi
pembacanya

Resume
DR. H.J. DE GRAAF
PUNCAK KEKUASAAN MATARAM
Politik ekspansi Sultan Agung

BAB I
Pemerintahan Panembahan Seda ing Krapyak 1601-1613
Setelah senopati wafat ia digantikan oleh Panembahan Krapyak. Menurut Sadjarah Dalem
yang agak muda (Gen. 133) beliau bergelar Susuhunan Adiprabu Anyakrawati Senapati
Ingalaga Mataram. Ia memiliki nama kecil Raden Jolang hal itu diketahui dalam Meinsma,
Babad (hlm. 101) maupun dalam Padmasoesastra, Sadjarah (Gen. 132, 10). Ibunya adalah
permaisuri berasal dari Pati. Menurut cerita lisan pengangkatan Panembahan Krapyak
sebagai putra mahkota telah dilaksanakan semasa Senapati masih hidup.
Cerita peninggalan Jawa 1602-1605 menuturkan bentrokan antara Panembahan Krapyak dan
kakaknya yaitu Pangeran Puger (Babad B.P.,jil. VII, Hlm. 49-65; Serat Kandha; hlm. 674-
686; Meinsma Babad, hlm. 117-119; Padmosoesastra, Sadjarah, Gen. 132). Pangeran Puger
adalah putra Senopati dari seorang selir Nyai Adisara. Pangeran Puger merasa lebih berhak
atas tahta yang berkuasa daripada Panembahan Krapyak. Ia tidak pernah datang dalam
penghormatan kepada Raja, karena ia merasa malu duduk di bawah, ia ingin mempunyai
daerah sendiri tapi tidak memintanya. Mengetahui keinginan tersebut Panembahan Krapyak
mengangkat Pangeran Puger sebagai Bupati Demak. Lama kelamaan bupati Demak
kehilangan rasa hormatnya terhadap Raja Mataram karena dihasut oleh Patih Adipati
Gendhing. Puger mulai bersiap untuk merebut Mataram. Pemberontakan tersebut dapat
dipadamkan Puger dapat ditangkap. Atas perintah Raja, ia memerintahkan kakaknya dibawa
ke Kudus.
Sedangkan menurut Serat Kandha, Raja sendiri berangkat dengan sepuluh ribu prajurit
menuju Demak disertai kedua saudara dan pamanya.Pangeran Puger hanya menghadapi
dengan lima ribu prajurit. Banyak orang Mataram gugur karena keberanian Pangeran Puger.
Namun akhirnya Pangeran Puger dapat ditangkap dengan menggunakan cangak(tombak
bergerigi dua). Pangeran Puger meminta ampun, raja kemudian memerintahkan agar
kakaknya dibawa ke kudus untuk menetap di sebelah utara candi sebagai santri dibawah
pengawasan Bupati setempat (Serat Kandha, hlm. 685).
Menurut Meinsma, Babad pemerintahan Demak diserahkan kepada pemimpin barisan
Penombak, Ki Gede Mestaka yang bergelar Pangeran Endranata.Pemberontakan Demak
terjadi dengan bantuan beberapa pembesar Jawa Timur, Adipati Gendhing yang menghasut
Puger berasal dari Jawa timur. Pemberontokan tersebut terjadi tidak lama setelah Pangeran
Krapyak dilantik sebagai Raja.
Pemberontakan kedua direncanakan oleh kakak Raja yaitu Pangeran Jayaraga pemangku
pemerintahan Ponorogo. Menurut Padmasoesastra, Jayaraga adalah putra kesembilan
Senapati dan ibunya selir dari Kajoran dengan nama muda Raden Mas Betotot. Karena
kehidupan yang berlimpah membuat Pangeran Jayaraga lupa daratan, hingga menobatkan diri
sebagai raja dan merebut Mataram. Pada akhirnya Jayaraga diasingkan ke Masjid Watu dan
segala miliknya harus disita. Babad B.P. ,(jil. VII, hlm. 70) menyebutkan bahwa Pangeran
Jayaraga kemudian dipindahkan dari Masjd Batu ke Pulo Nungsa Barambag terletak di arah
barat daya; mungkin Pulau Nusa Kambangan sendiri atau suatu pulau yang terletak di
sekitarnya.
Panembahan Krapyak juga ahli dalam membangun diantaranya ; tahun 1603 dibangun
Prabyeksa (kediaman raja), tahun 1605 membangun taman Danalaya, tahun 1606 Astana
Kapura Ing Kitha Ageng, tahun 1611 dibangun Krapyak Beringan dan masih banyak
bangunan lain. Pada bidang sastra tahun 1612 disusun Babad Demak.
Panembahan Krapyak di akhir pemerintahannya mulai menjalin hubungan dengan orang
orang Belanda. Panembahan Krapyak wafat sekitar tanggal 1 Oktober 1613

BAB II
Penaklukan Penaklukan Pertama Sultan Agung (1613-1619)
Setelah Panembahan Krapyak beliau digantikan oleh putranya yaitu Sultan Agung Senapati
Ing Alaga. Sultan mengikuti jejak ayahnya berperang dengan Surabaya. Namun beliau
menggunakan strategi lain. Sultan tidak lansung menyerang Surabaya melainkan menguasai
daerah daerah di sekitar Surabaya.
Tahun 1615 Wirasaba, yaitu sebuah daerah di sebelah barat daya Mojokerto (+15km) berhasil
ditaklukan setelah melalui pertempuran yang berat. Surabaya bersam sekutunya berupaya
menyerang balik Mataram yang menguasai Wirasaba. Mereka menyerang Mataram melalui
Pati, namun hal itu diketahui pihak Mataram. Surabaya dan para sekutunya berhasil
dikalahkan.
Tahun 1616 pasukan Mataram di bawah pimpinan Martalaya berhasil menaklukan
Lasem.Selanjutnya tahun 1617 Kota Pasuruan juga berhasil ditaklukan. Di tahun yang sama
terjadi Pajang memberontak kepada Mataram. Pemberontakan itu mengakibatkan krisis beras
di Mataram, pada akhirnya Pajang berhasil dikalahkan. Tuban berhasil ditaklukan pada taun
1619, Adipati Tuban melarikan diri kea rah Giri.

BAB III
Mataram dan VOC (1613-1625)
Ketika Sultan Agung berkuasa, ia mengadakan kontrak dengan Duta Belanda Van Surck
mengenai pemabangunan Loji di Jepara. Kontrak tersebut akhirnya menimbulkan
permasalahan. Pihak Belanda yang merasa dirugikan karena pembangunan Loji berlansung
lambat berusaha meninjau kembali kontrak dengan mengutus Andries Soury tahun 1615,
Druyff tahun 1616 dan Cornelis Van Maseyck tahun 1618.
Pada tahun 1618 Loji Belanda di Jepara diserang Koja Hulubalang atas perintah Raja
Mataram. Karena Belanda merampas kapal kapal pribumi yang singgah di Jepara dan
mengingkari kontrak yang telah disepakati dengan pihak Mataram. Pihak Belanda dalam hal
ini Coen membalas serangan itu dengan merusak Jepara.
Karena keretakan hubungan antara Belanda dan Mataram, Belanda kembali menjalin
hubungan dengan Raja Surabaya. Belanda juga berusaha melakukan perundingan kembali
dengan Mataram untuk menghilangkan ketegangan , namun perundingan tersebut tidak
menghilangkan ketegangan yang terjadi.

BAB IV
Kemenagan Atas Surabaya (1620-1625)
Setelah berhasil menguasai Tuban. Mataram mulai menyusun strategi untuk menguasai
Surabaya. Tahun 1620 serangan pertama ke Surabaya dilakukan oleh Mataram, disusul
serangan kedua tahun 1621. Sebelum menyerang Surabaya kembali, Mataram menduduki
daerah kekuasaan Surabaya yaitu Sukadana tahun 1622. Selanjutnya Mataram melancarkan
serangan ketiga di tahun yang sama, serangan keempat tahun1623.
Surabaya yang dengan ulet berusaha mempertahankan diri ternyata sulit ditaklukan. Mataram
kembali menerapkan strateginya, tahun 1624 Madura ditaklukan. Kemudian melancarkan
serangan kelima tahun 1624 kepada Surabaya. Akhirnya tahun 1625 Surabaya berhasil
dijatuhkan oleh Mataram.

BAB V
Raja, Keraton dan Pemerintahanya
Orang Eropa menilai Sultan Agung tidak dapat dianggap remeh. Sultan memiliki badan
bagus, kulitnya lebih hitam dari rata rata orang Jawa, hidung kecil tapi tidak pesek, mulut
datar dan agak lebar, kasar dalam bahasa dan lamban bila berbicara. Sorot matanya tajam
bagaikan Singa. Pakiannya tidak berbeda dengan pakaian orang Jawa lainya. Mengenakan
sabuk emas, mengenakan kuluk putih di kepala dan keris yang diletakkan di depan serta jari
jarinya dihiasi cincin.
Sultan Agung adalah pemeluk agama Islam yang taat. Sultan memberlakukan tarikh Islam,
bahkan beliau mempunyai kekuatan untuk secara teratur mengikuti sembahyang Jumat di
Mekah.
Sultan Agung mempunyai dua istana. Bernama Kota Karta dan satunya terletak di Lautan
Selatan. Di sekitar istana terdapat alun alun. Selain istana juga terdapat kepatihan, masjid dan
tempat tinggal untuk tumenggung, para pejabat dan kawula.
Kehidupan istana berlansung menurut aturan tertentu, ada pertarungan lawan harimau dan
juga perburuan.sultan agung memiliki tentara perkasa. Bagian terbesar tentara adalah
infanteri yang bersenjatakan tombak dan keris. Pasukan Sultan sangat disiplin dan memiliki
semangat tempur tinggi.

BAB VI
Pengangkatan Sebagai Susuhunan
Pengangkatan raja mataram sebagai susuhunan dilihat dalam hubungan kemenangannya atas
Madura. Gelar ini mungkin dicontoh dari para wali atau penyebar agama islam.
Tahun 1962 sultan agung membangun meriam yang diberi nama sapu jagat atau pancawura.
Meriam ini menjadi yang terbesar di seluruh nusantara.
Setelah Surabaya menyerah terjadi kemunduran dalam militer susuhan yang disebabkan
karena beberapa faktor salah satunya adalah wabah penyakit menular dan kebanyakan
disebabkan oleh penyakit paru paru membuat tanah jawa dari tahun 1625 sampai 1627
mengalami kemerosotan kesejahteraan dan kekuatan rakyat.

BAB VII
Perang dengan Pati (1627)
Adipati Pragola penguasa Pati memberontak terhadap Mataram hal itu direncanakan ketika
Raja sibuk dengan Surabaya. Namun pemberontokan itu dapat diselesaikan dengan
perkawinan politik. Rupanya pemberontak yang sebenarnya adalah Tumenggung Endrana,
pada akhirnya Endrana dibunuh di muka umum.

BAB VIII
Pengepungan Pengepungan Terhadap Batavia (1628-1629)
Setelah pemberontakan Pati berhasil diumpas, Sultan Agungmulai menyusun rencana untuk
mengusir kompeni Belanda. Tahun 1628 Batavia dikepung yang pertama kalinya, kedua
tahun1629 Batavia kembali dikepungn dengan Prajurit Jawa yang disiplin dan berani.

BAB IX
Mataram dan Orang Orang Portugis (1629-1634)
Sikap raja Mataram terhadap Batavia sangat teguh walaupun gagal dalam pengepungan yang
sudah dilakukan. Untuk itu Sultan meminta bantuan Portugis. Portugis pun mengirim
beberapa utusan untuk menjalin hubungan dengan Mataram.

BAB X
Mataram dan VOC (1629-1634)
Karena gagal dua kali dlam mengepung Batavia Sultan Agung melakukan perundingan
dengan Belanda. Belanda menanggapi dengan mengutus Pieter Franssen. Namun
pertempuran tidak dapa dehindari. Tahun 1633-1634 terjadi pertempuran laut antra Mataram
dan Belanda.

BAB XI
Ketegangan dalam Kerajaan Setelah Kegagalan di Depan Batavia (1628-1635)
Kegagalan yang dialami pasukan Mataram di depan Batavia meninggalkan kesan yang
mendalam bagi Sultan Agung. Itu tercermin dalam ceria entang tidak setianya Sumedang dan
Ukur yang terjadi pada akhir pengepungan pertama. Raja mendengar bahwa mereka tidak
setia, hal itu membuat raja murka. Raja juga cemas karena rakyat Priangan melepaskan diri
dari kekuasaan raja.

BAB XII
Keruntuhan Giri (1635-1636)
Penaklukan Giri dilakukan atas perintah raja Mataram. Dalam cerita Jawa dapat dibagi dalam
tiga bagian. Pertama Raja berdamai dengan putra raja Surabaya yang terakhir yaitu Pangeran
Pekik. Kedua Pangeran Pekik bersama istri ke Giri. Ketiga penaklukan Panembahan Giri.

BAB XIII
Mataram dan Orang Orang Portugis (1634-1640)
Portugis dan Mataram kembali melanjutkan hubungan. Portugis kembali mengutus utusanya
ke Mataram. Selanjutnya Mataram dan Portugis saling bertukar utusan. Portugis juga
mengemban Misi Dominikan dalam menjalin kerjasama dengan Mataram.

BAB XIV
Mataram dan Kompeni (1636-1642)
Dalam setiap pertempuran dengan Belanda pastilah Mataram menawan orang orang Belanda.
Atas permintaan Belanda tawanan tersebut mendapat bantuan baik secara jasmaniah maupun
rohaniah. Namun beberapa tawanan berhasil melarikan diri dari penjara Mataram. Belanda
dan Mataram melakukan perundungin, namun rupanya perundingan iu tidak pernah
menghasilakn kesepakatan.

BAB XV
Keresahan Sekitar Putra Mahkota (1637)
Putra mahkota yang kelak akan menjadi pengganti raja melakukan perbuatan yang tidak
senonoh, Putra Mahkota melariakan istri Tumenggung Wiraguna. Raja amat terpukul dengan
hal itu. Putra Mahkota mengakui kesalahanya dan memilih hukumannnya sendiri. Istri
Tumenggung wiraguna hendak dikembalikan, namun karena murka Tumenggung Wiraguna
membunuh istrinya.

BAB XVI
Penaklukan Blambangan (1636-1640)
Orang orang Mataram mulai menyerang Blambangan setelah Surabaya menyerah. Serangan
besar pertama dilakukan pada tahun 1635, disusul serangan serangan berikutnya di
tahun1636-1640. Blambangan akhirnya ditaklukan, Raden Kembar meyerah (anak adipati
Blambangan). Kemudian Sultan memerintahkan sebagian penduduk Blambangan dipindah ke
Mataram

BAB XVII
Penerimaan Gelar Sultan (1641-1642)
Karena keberhasilanya dalam menaklukan banyak wilayah dan memenangi pertempuran.
Raja menobatkan diri sebagai sultan. Kemudian mulai disusun Babad Kerajaan Mataram,
yang biasa dikenal sebagi Babad Tanah Jawi.

BAB XVIII
Mataram dan Tanah Seberang
Di tanah seberang Sultan Agung dikenal raja yang kuat. Beliau memiliki armada laut dengan
kapal kapal kecil tetapi cepat. Palembang mersa tertarik dngan Matram karena mempunyai
musuh sama yaitu Banten. Palembang menawarkan bantuan untuk menyerang Banten.
Bahkan Palembang mengaku tunduk pada Mataram. Jambi yang berbatasan dengan
Palembang, juga mengikuti Palembang tunduk pada Mataram.
Sultan Agung juga berhasil menaklukan Banjarmasin di Kalimantan. Sultan Agung juga
menjalin hubungan dengan Makasar. Raja sepuh dari Cirebon merupakan guru raja Mataram,
karena kedua kerajaan merupakan saudara tua.

BAB XIX
Tahun Tahun Terahir, Makam dan Wafatnya (1643-1646)
Sebelum meninggal Sultan Agung mengadakan peraturan untuk mencegah perebutan tahta,
hal itu ia percayakan kepada Tumenggung Wiraguna. Tidak lama kemudian Raja wafat
sekitar bulan Februari 1646. Putra mahkotanya di umummkan menjadi penggantinya.
Makam sultan Agung ada di Imogiri, yaiu sebuah bukit di daerah Bantul. Selanjunya imogiri
menjadi komplek pemakan raja raja keturunan Mataram.

Editor

Nomor Registrasi Perpustakaan Taman Budaya Yogyakarta

959.8 Gra p C.2

Penulis

DR. H.J De Graaf

Penerbit

PT Pustaka Grafitipers

Tahun

1958/ 1986
Tempat Terbit

Jakarta

ISBN

10SR100027201

Deskripsi

No. Klasifikasi

Golongan

Budaya Sejarah

Bahasa

Indonesia

Jenis

Budaya sejarah

Uraian

Taman Budaya Yogyakarta

Jalan Sriwedani, No 1 Yogyakarta

Telp : 0274 523512, 561914 Fax : 0274 580771


Copyright 2017 © Taman Budaya Yogyakarta

Anda mungkin juga menyukai