DIPONEGORO
LOMBA ESAI DAN DIALOG SEJARAH
DINAS KEBUDAYAAN DIY 2019
1
LEMBAR PENGESAHAN
DISAHKAN OLEH
2
LATAR BELAKANG
Desa Pagerharjo merupakan sebuah desa yang terletak di ujung barat laut
Kabupaten Kulonprogo dan masuk administrasi Kecamatan Samigaluh. Desa
Pagerharjo terletak antara 07˚ 40’18” LS dan 110˚ 07’52” BT. Desa tersebut berada
di wilayah Pegunungan Menoreh sehingga secara topografi merupakan daerah
pegunungan dengan kemiringan lereng yang relatif curam. Walaupun memiliki
daerah yang curam, Pagerharjo merupakan desa yang terkenal karena merupakan desa
wisata. Desa wisata di Pagerharjo yaitu Desa Wisata Nglinggo bahkan menjadi Juara
1 dalam lomba desa wisata tingkat Provinsi DIY tahun 2018 dan mesuk nominasi 15
desa wisata terbaik se-Indonesia. Walaupun sudah terkenal dari sektor wisata, namun
desa Pagerharjo hanya sebagian kecil masyarakat yang mengetahui sejarah yang ada
di desa tersebut. Dulunya Pagerharjo terbentuk dari gabungan 3 Pedukuhan, yaitu
Pedukuhan Plono, Pedukuhan Gegerbajing, dan Pedukuhan Kalirejo hingga
kemudian ketiga pedukuhan tersebut menggabungkan diri. Dari ketiga Kelurahan
tersebut akhirnya digabung menjadi satu Kelurahan dan nama Kelurahan diambilkan
dari huruf-huruf tertentu dari tiga Kelurahan yaitu P dari Plono, GER dari
3
Gegerbajing, dan JO dari Kalirejo, sehingga tersusunlah sebuah nama
PAGERHARJO yang berarti “desa yang ramai dan kaya” dan berdiri pada pada 25
Januari tahun 1947 dengan kepala desa pertama Kariyo Sentono.
Secara epos sejarah, Desa Pagerharjo dulunya juga menjadi daerah
perlawanan pada Perang Jawa antara tahun 1825-1830. Namun hal tersebut belum
diketahui secara pasti oleh masyarakat umum dikarenakan belum ada publikasi cerita
sejarah mengenai daerah Pagerharjo sebagai daerah yang pernah digunakan dalam
perlawanan Perang Jawa. Faktor lain yang menyebabkan cerita sejarah ini belum
diketahui khalayak umum adalah sulitnya mencari sumber sejarah yang sesuai
dikarenakan kejadian tersebut sudah terjadi di masa lampau dan hanya sebagian
golongan masyarakat yang mengetahui serta penyampaian masing-masing orang
berbeda untuk menceritakan kejadian sejarah yang sudah terjadi di masa lampau.
Atas dasar ini penulis bermaksud menceritakan dan mempublikasikan kejadian
sejarah di Desa Pagerharjo sehingga diketahui khalayak umum dan generasi zaman
sekarang mengetahui cerita dan nilai nilai sejarah yang sudah terjadi di masa lampau.
4
Belanda, Talun Miri di Purwoharjo sebagai tempat berlatih perang dan memanfaatkan
Gua Sriti dan Gua Upas di daerah Purwoharjo sebagai tempat persembunyian.
5
digunakan untuk istirahat jaran atau kuda pasukan Pangeran Diponegoro, dan
terakhir adalah Plono, wilayah tersebut dinamai Plono diambil dari kata Pelana yang
berarti alat yang digunakan untuk penyokong barang atau manusia ketika diangkut
oleh kuda.
6
pohon tersebut sudah berumur ratusan tahun dan pohon tersebut ditanam langsung
oleh abdi prajurit Pangeran Diponegoro. Sehingga pohon tersebut sekarang menjadi
penanda bahwa disitulah merupakan petilasan abdi prajurit Pangeran Diponegoro.
Pohon tersebut juga masuk dalam kawasan Sultan Ground. Petilasan dianggap
sebagai tempat yang sakral dan harus dijaga. Menurut cerita turun temurun di daerah
Nglinggo pohon kayu kembang tersebut pernah dibawa ke Keraton Ngayogyakarta
Hadiningrat digunakan untuk arsitektur bangunan, namun warga sekitar tidak
mengetahui pasti kapan kayu tersebut dibawa ke Kraton Yogyakarta.
Di setiap petilasan selalu identik dengan pohon besar dan berumur tua karena
orang zaman dahulu ketika mengembara akan menanam pohon di tempat singgahnya
dengan harapan pohon tersebut dapat dimanfaatkan oleh anak cucunya kelak serta
dapat mengeluarkan mata air yang bermanfaat bagi kehidupan.
7
kulit. Adanya kesenian tersebut juga sebagai hiburan masyarakat serta untuk nguri-
uri kabudayan Jawi atau melestarikan kebudayaan Jawa. Dalam tradisi saparan dan
merti dusun tersebut melibatkan peran masyarakat khususnya generasi muda. Peran
generasi muda terlihat jelas sebagai penari dan penabuh gamelan dalam pentas
kesenian Lengger Tapeng Indro Cipto dan Jathilan Nglinggo. Sehingga tradisi
saparan dan merti dusun memiliki manfaat sebagai sarana untuk menjaga dan
melestarikan dan peninggalan bersejarah, sarana melestarikan budaya peninggalan
nenek moyang, sarana mengenalkan budaya dan tradisi kepada generasi zaman
sekarang serta sebagai sarana hiburan masyarakat.
8
Simpulan
Indonesia merupakan negara yang kaya akan sejarah dan jutaan sejarah berada
di Indonesia. Di Yogyakarta saja cerita, peradaban, dan peninggalan sejarah sudah
sangat banyak. Kita sebagai generasi zaman sekarang bahkan hanya mengetahui
sedikit sejarah yang ada di sekitar kita dan kita cenderung kurang peduli tentang nilai
sejarah di sekitar kita. Maka dari itu, kita sebagai generasi zaman sekarang
hendaknya mempelajari sejarah yang ada di sekitar kita, menjaga, melestarikannya
sebagai cerita kepada anak cucu kita kelak sehingga kita di Bumi Indonesia betul-
betul tahu akan nilai sejarah yang ada di tempat kita. Jangan sampai kita kalah dengan
warga negara asing yang kagum akan sejarah dan kebudayaan Indonesia sementara
kita cenderung bersikap biasa saja. Ingat petuah mantan presiden kita yang pertama
JASMERAH ( JANGAN SEKALI-KALI MELUPAKAN SEJARAH ).
9
Daftar Pustaka
Usia : 35 tahun
10