0 penilaian0% menganggap dokumen ini bermanfaat (0 suara)
32 tayangan4 halaman
Kabupaten Bojonegoro awalnya masuk wilayah kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit hingga abad ke-16. Kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Demak setelah berkembangnya Islam. Pada 1677, status Jipang diubah menjadi kabupaten dengan Bupati pertamanya. Pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Rajekwesi pada 1725.
Kabupaten Bojonegoro awalnya masuk wilayah kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit hingga abad ke-16. Kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Demak setelah berkembangnya Islam. Pada 1677, status Jipang diubah menjadi kabupaten dengan Bupati pertamanya. Pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Rajekwesi pada 1725.
Kabupaten Bojonegoro awalnya masuk wilayah kerajaan Hindu-Buddha seperti Majapahit hingga abad ke-16. Kemudian menjadi bagian dari Kerajaan Demak setelah berkembangnya Islam. Pada 1677, status Jipang diubah menjadi kabupaten dengan Bupati pertamanya. Pusat pemerintahan kemudian dipindahkan ke Rajekwesi pada 1725.
Kabupaten Bojonegoro adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur,
Indonesia, dengan ibu kota Bojonegoro. Kabupaten ini berbatasan langsung dengan 5 Kabupaten. Di bagian utara perbatasan dengan Kabupaten Tuban. Di bagian timur dengan Kabupaten Lamongan dan di bagian selatan dengan Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun, dan Kabupaten Ngawi. Sementara di bagian barat berbatasan langsung dengan Kabupaten Blora (Jawa Tengah). Di kawasan tersebut terdalam bagian dari Blok Cepu, salah satu sumber deposit minyak bumi terbesar di Indonesia. Sejarah Kabupaten Bojonegoro Hingga abad ke-16, Bojonegoro masuk wilayah kekuasaan Majapahit. Namun dengan berjalannya waktu, Bojonegoro menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Demak. Dalam buku Sejarah Kabupaten Bojonegoro disebutkan Kota Bojonegoro adalah kota peradaban yang dilalui sungai terpanjang di Jawa, Bengawan Solo. Di masa lalu, Bengawan Solo bukan hanya sebagai jalan transportasi, tapi juga sebagai pusat beradaban. Selain itu, hampir sebagian besar hewan purba mendiami bantaran Bengawan Solo. Awalnya, Bojonegoro bernama Rajekwesi dengan pusat pemerintahan di Jipang yakni mencangkup wilayah Cepu dan Padangan. Lokasinya di sepanjang Bengawan Solo atau bagian barat Bojonegoro. Dengan adanya Bengawan Solo, pedagang dari Tiongkok, Kerajaan Demak dan Majaphit berdagang dengan orang Bojonegoro. Melalui Bengawan Solo juga, Sasradilaga menyerang Rajekwesi yang saat itu dikuasai Belanda. Pasukan Belanda pun berhasil dipukul mundur. Namun terjadi gencatan senjata, nama Rajekwesi menjadi Bojonegoro. Bojonegoro diartikan bahwa bodjo itu memiliki makna senang-senang, kebebasan, dan pesta. Sedangkan negoro adalah negara. Dikutip dari Bojonegorokab.go.id, pada tanggal 20 Oktober 1677, status Jipang yang sebelumnya adalah kadipaten diubah menjadi kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Tumapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang. Tanggal ini hingga sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Bojonegoro. Tahun 1725, ketika Pakubuwono II (Kasunanan Surakarta) naik tahta, pusat pemerintahan Kabupaten Jipang dipindahkan dari Jipang ke Rajekwesi, sekitar 10 km sebelah selatan kota Bojonegoro sekarang. Dari catatan bundelan Sejarah Bojonegoro: Bunga Rampai, Bojonegoro bermula dari perkampungan yang tersebar di sejumlah titik. Kampung-kampung itu tersebar di Gadung Rahu yang saat ini disebut Ngraho, Badender (Dander), Randu Gempol, Toja dan Adiluwih. Adalah Ki Ruhadi atau yang dikenal Rakai Purnawikan yang menjadi salah satu kepala suku terkuat dari sejumlah perkampungan. Dia tinggal di Randu Gempol. Nama itu lalu diubah menjadi Hurandu Purwo pada 1115. Letaknya berada di Desa Plesungan Kecamatan Kapas. Ibukota kerajaannya di Kedaton di sekitar wilayah Kecamatan Kapas. Kerajaan kecil Hurandu Purwo lalu lenyap. Pada saat kekuasaan Airlangga bertahta di Kahuripan, wilayah kekuasaanya hingga barat. Saat itu berdiri kabupaten Rajekwesi. Pada masa kerajaan Singasari (1222-1292), kerajaan Rajekwesi pecah menjadi tiga yakni Rajekwesi Wetan, Bahuwerno (Baureno) dan Getasan Kenur (Kanor saat ini). Pada zaman kerajaan Majapahit (1293-1309), tiga kabupaten itu dilebur menjadi satu dengan nama Kabupaten Kahuripan. Sejumlah candi pada zaman Airlangga dan Majapahit dibangun di kabupaten Kahuripan. Sayang, candi-candi itu dihancurkan saat kerajaan Demak berkuasa di tanah Jawa (1521). Kabupaten Kahuripan pun ditelan zaman. Lalu pada 1523, muncul dua kabupaten yang berbasis Islam yakni Jipang Panolan dan Waru. Jipang Panolan dipimpin Raden Wirabaya dan bekas Senopati Anggakusuma sebagai adipati Waru. Hingga kemudian Jipan Panolan menjadi wilayah kekuasaan Kasultanan Yogyakarta. Bojonegoro sesungguhnya mempunyai hubungan batin yang sangat erat dengan Kasultanan Yogyakarta. Alasanya karena Bupati Bojonegoro, R.T Sosrodingrat menikah dengan BRA Sosrodiningrat menurunkan trah Hamengkubuwono ke IV hingga Hamengkubuwono ke X. Saat Gubernur Jendral Herman Willlem Daendels menjabat sebagai Gubernur ke 36 di pulau Jawa, Bojonegori masih di bawah wilayah Rembang. Kala itu Daendels datang ke Indonesia pada 14 Januari 1808. Kebjiakan Deandels yang membangun jalan besar yang membentang antara Anyer di Jawa Barat hingga Pantai Utara Pulau Jawa, Panarukan berpengaruh besar pada masyarakat Bojonegoro. Masyarakat yang berada di sekitar jalan raya yang dibangun, dipalsa untuk kerja rodi membangun jalan, termasuk rakyat Bojonegoro. Mereka dipaksa membangun jalan serta pangkalan angkatan laut tanpa diberi upah berupa makanan atau uang. Untuk makan malam, mereka mendapat bantuan dari Sultan Yogyakarta. Sementara itu, Bupati Jipang Raden Ronggo Prawijodirjo III melakukan perlawanan kepada Belanda hingga akhir hayatnya. Dengan meninggalnya Bupati Jipang, membuat Gubernur Daendles menaruh perhatian lebih kepada Jipang(Bojonegoro). SEJARAH KABUPATEN BOJONEGORO
Masa kehidupan sejarah Indonesia Kuno ditandai oleh pengaruh kuat
kebudayaan Hindu yang datang dari India sejak Abad I. Hingga abad ke-16, Bojonegoro termasuk wilayah kekuasaan Majapahit. Seiring dengan berdirinya Kesultanan Demak pada abad ke-16, Bojonegoro menjadi wilayah Kerajaan Demak. Dengan berkembangnya budaya baru yaitu Islam, pengaruh budaya Hindu terdesak dan terjadilah pergeseran nilai dan tata masyarakat dari nilai lama Hindu ke nilai baru Islam dengan disertai perang dalam upaya merebut kekuasaan Majapahit (wilwatikta). Peralihan kekuasaan yang disertai pergolakan membawa Bojonegoro masuk dalam wilayah Kerajaan Pajang (1586), dan kemudian Mataram (1587). Pada tanggal 20 Oktober 1677, status Jipang yang sebelumnya adalah kadipaten diubah menjadi kabupaten dengan Wedana Bupati Mancanegara Wetan, Mas Tumapel yang juga merangkap sebagai Bupati I yang berkedudukan di Jipang. Tanggal ini hingga sekarang diperingati sebagai hari jadi Kabupaten Bojonegoro. Tahun 1725, ketika Pakubuwono II (Kasunanan Surakarta) naik tahta, pusat pemerintahan Kabupaten Jipang dipindahkan dari Jipang ke Rajekwesi, sekitar 10 km sebelah selatan kota Bojonegoro sekarang.