Anda di halaman 1dari 82

DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

BAB II
PROFIL KOTA PUSAKA

2.1. Sejarah Perkembangan Kota Terkait Morfologi Kota


Merujuk pada data sejarah perkembangan kota Probolinggo, selanjutnya dapat
ditarik timeline perkembangan sejarah yang membentuk morfologi kota, antara lain :

2.1.1. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Singasari (1222 - 1292)


Berdasarkan Prasasti Mula-Malurung, wilayah Probolinggo menjadi bagian
dari Kerajaan Singosari dibawah Raja Saminingrat (Wisnuwardana) tahun 1248-1254.
Wilayah itu menjadi bagian dari Lumajang yang diperintah oleh Nararya Kirana, raja
bawahan Singasari hingga masa raja Kertanegara (1254-1293). Pada periode itu,
nama-nama daerah baik pada tingkatan dusun, wanua, kuwu, hingga watek masih
belum muncul di wilayah Probolinggo. Status wilayah Probolinggo masih dibawah
kendali raja bawahan Singosari di Lamajang.

2.1.2. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Majapahit (1293 – 1500)


Pada masa Majapahit posisi Probolinggo terletak di wilayah Wirabhumi
(Balambangan), yang menurut Negara Kertagama di bawah Natha (Gubernur)
Nagarawardhani, dan dalam Prasasti Suradakan : Rajasawardhana Indudewi Dyah
Pureswari.

2.1.3. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Supit Urang (Abad XVI - XVII)
Kerajaan Supit Urang sering disebut Sengguruh. Sesudah runtuhnya kerajaan
Majapahit pada 1527, di Sengguruh untuk beberapa lama masih berlaku kekuasaan
keturunan patih Majapahit, yang (menurut Tome Pires sebagai Gusti Pate) pada hari-
hari terakhir kerajaan itu masih berkuasa. Kerajaan-kerajaan di Jawa Timur, menurut
penulis Portugis itu pada sekitar tahun 1515 diperintah oleh anak laki-laki Gusti Pate
dari Sengguruh. Sengguruh tunduk pada kekuasaan maharaja Hindu. Pusat
pemerintahannya terletak di bagian hulu sungai Brantas, di Malang Selatan. Menurut
cerita tutur Jawa, di Sengguruh inilah terjadi pertempuran terakhir melawan tentara
Islam oleh para pengikut atau keluarga patih Majapahit terakhir yang belum masuk
Islam. Mengenai soal ini terdapat kesesuaian antara Serat Kandha, babad Sangkala,

5
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

dan cerita tutur Jawa. Menurut Rouffaer, kerajaan itu merupakan kelanjutan dari
kerajaan Singasari. Wilayahnya meliputi: Pasuruan, Malang dan Probolinggo.
Beberapa ahli ada yang menduga bahwa pusat kerajaan ini di daerah
pegunungan Tengger. Sebuah kenyataan adalah bahwa hari-hari masa lalu di
Probolinggo dalam keterangan sering muncul istilah kerajaan Supit Urang, di mana
Probolinggo termasuk wilayahnya pada jaman dahulu. Kebanyakan orang yakin
bahwa pusat kerajaan ini terletak di Tengger.

2.1.4. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Blambangan (Abad XVI-XX)


Wilayah Blambangan raya semula hanya dikenal pusat pemerintahannya saja
yaitu di Lamajang pada zaman Kameswara. Luasnya meliputi garis pegunungan
Tengger ke Timur batas Selat Bali. Kemudian Blambangan Raya ini lebih dikenal
dengan nama Wirabhumi pada zaman Majapahit, karena pada masa Raja Hayam
Wuruk, wilayah itu dibawah raja bawahan Bre Wirabhumi. Sejak Majapahit
diperintah oleh Dyah Ranawijaya (1486-1527), nama Wirabhumi sudah tenggelam,
sebagai gantinya muncul nama Blambangan dengan luas wilayah sebelah barat
berbatasan garis Gunung Semeru-Tengger ke Selat Bali. Blambangan saat itu
diperintah oleh Dinasti Mas Sembar yang masih di bawah kekuasaan Majapahit
dengan ibukota Panarukan (1600 M).
Menurut Surat GG. Reineir de Klerk kepada Raja Belanda tertanggal
Batavia/Jayakarta, 31 Desember 1781, Banger (Probolinggo) di bawah pemerintahan
Tumenggung Jayanegara yang merangkap pula sebagai Bupati Lumajang. Bupati ini
menggantikan Bupati Jayalelana Brayung pada tahun 1767.
Pada tahun 1850, wilayah Blambangan wilayahnya dibagi tiga bagian. Bagian
Barat adalah Kabupaten Probolinggo, bagian Tengah Kabupaten Besuki, dan bagian
Timur Kabupaten Banyuwangi. Kabupaten Probolinggo terdiri dari tiga bagian, yaitu
Probolinggo, Lamajang, dan Kraksan. Bagian Probolinggo terdiri dari 5 distrik yaitu:
Kota Probolinggo, Sumber Kareng, Tongas, Tengger, dan Dringu. Bagian Lamajang
terdiri 3 distrik: Kota Lamajang, Kandangan, dan RanuLamongan. Bagian Kraksan
terdiri dari 5 distrik: Gendhing, Pajarakan, Kota Kraksaan, Jabung dan Paiton. Pada
tahun 190, pada masa Hindia Belanda, wilayah Blambangan telah dipecah menjadi 6
Kabupaten yaitu :Banyuwangi, Panarukan, Bondowoso, Jember, Probolinggo, dan
Lumajang.

6
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

2.1.5. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Surapati (Abad XVII-XVIII)


Surapati, keturunan Bali, putra budak, bekas perwira dalam militer VOC, pada
tahun 1686 mendirikan kerajaannya di Pasuruan. Wilayah ini membentang atas daerah
Blambangan seperti Panarukan, Lumajang dan Malang. Jadi kerajaan ini juga
mencakup Probolinggo. Kemudian (1717) Pasuruan kembali melepaskan diri, namun
Probolinggo, Panarukan, Lumajang dan Malang tetap berada di tangannya.

2.1.6. Probolinggo Pada Masa Kerajaan Mataram (Abad XVI-XVIII)


Pada Abad XVI-XVII, Kabupaten Probolinggo dikuasai Kerajaan Mataram
setelah Sultan Agung melancarkan ekspansi terhadap wilayah Blambangan (1635).
Walaupun Blambangan kemudian melancarkan aksi-aksi untuk melepaskan diri dari
kekuasaan Mataram bantuan dari Bali. Aksi-aksi tersebut baru dapat dipadamkan pada
tahun 1640. Pada masa Kerajaan Mataram struktur pemerintahan pada dasarnya tidak
berbeda dengan masa Majapahit. Raja sebagai penguasa tertinggi berada di pusat
kerajaan, dibawahnya terdapat bupati wedana yang merupakan pengawas dan
koordinator para bupati, bupati/adipati pengusa kabupaten, demang pemimpin
kademangan, petinggi sebagai kepala desa dan pedukuhan yang dipimpin kepala
dukuh. Wilayah Mataram dibagi dalam susunan: kraton, kuthagara (ibukota),
negaragung, mancanegara (dan pasisiran). Mancanegara dan pesisiran dibedakan
wetan dan kilen, dengan demikian terdapat mancangara wetan, mancanegara kilen,
pesisiran wetan, pesisiran kilen. Posisi Probolinggo terletak di pesisiran wetan
berdasarkan struktur yang ada.

2.1.7. Kota Probolinggo Pada Saat Ini


Setelah mengalami berbagai perkembangan sejarah kuno dan beberapa kali
perubahan sistem administrasi pemerintahan, sekarang ini kota yang disebut sebagai
Kota Probolinggo berada pada 7° 43′ 41" sampai dengan 7° 49′ 04" Lintang Selatan
dan 113° 10′ sampai dengan 113° 15′ Bujur Timur dengan luas wilayah 56,667 Km².
Disamping itu Kota Probolinggo merupakan daerah transit yang menghubungkan
kota-kota (sebelah timur Kota) : Banyuwangi, Jember, Bondowoso, Situbondo,
Lumajang, dengan kota-kota (sebelah barat Kota) : Pasuruan, Malang, Surabaya.
Adapun batas wilayah administrasi Kota Probolinggo meliputi :

7
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

 Sebelah Utara  : Selat Madura.


 Sebelah Timur  : Kecamatan Dringu, Probolinggo Kabupaten Probolinggo.
 Sebelah Selatan  : Kecamatan Leces, Probolinggo, Wonomerto, Probolinggo,
Sumberasih, Probolinggo Kabupaten Probolinggo.
 Sebelah Barat  : Kecamatan Sumberasih Kabupaten Probolinggo.
Luas wilayah Kota Probolinggo tercatat sebesar 56.667 Km. Secara administrasi
pemerintahan Kota Probolinggo terbagi dalam 5 (lima) Kecamatan dan 29 Kelurahan
yang terdiri dari:
 Kecamatan Mayangan terdapat 5 Kelurahan ;
 Kecamatan Kademangan terdapat 6 Kelurahan ;
 Kecamatan Wonoasih terdapat 6 Kelurahan ;
 Kecamatan Kedopok terdapat 6 Kelurahan dan ;
 Kecamatan Kanigaran terdapat 6 Kelurahan.

Peta 2.1 Peta Kota Probolinggo 5 Kecamatan

2.1.8. Probolinggo dari waktu ke waktu


1. Sejarah Perkembangan Probolinggo
 Probolinggo Dalam Sejarah Klasik

8
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Berbicara mengenai eksistensi daerah Banger, nama sebelum menjadi


Probolinggo, secara kewilayahaan maupun awal mula terbentuknya struktur
pemerintahan, sangat erat sekali dengan sejarah kerajaan-kerajaan seperti
Singasari Abad XIII, Majapahit Abad XIV-XV, Blambangan Abad XV-XVI,
Supit Urang v (Sengguruh) Abad XVI-XVII, Surapati Abad XVII-XVIII, dan
khususnya peran penting dari kerajaan Mataram pada Abad XVI-XVIII.
Pada zaman Pemerintahan Prabu Radjasanagara (Sri Nata Hayam
Wuruk), raja Majapahit yang ke IV (1350-1389), Probolinggo dikenal dengan
nama Banger, nama ini berasal dari nama sungai yang mengalir di tengah daerah
ini. Nama Banger dikenal dari buku Negarakrtagama yang ditulis oleh Pujangga
Kerajaan Majapahit yang terkenal, yaitu Prapanca. Banger yang semula
merupakan pedukuhan kecil di muara kali Banger, kemudian berkembang
menjadi Pakuwon yang dipimpin oleh seorang Akuwu di Sukodono, di bawah
kekuasaan kerajaan Majapahit. Pada saat Bhre Wirabumi (Minakjinggo),
Banger yang merupakan perbatasan antara Majapahit dan Blambangan yang
dikuasai pula oleh Bre Wirabumi.
 Probolinggo Pada Masa Pra Kolonial
Pada tahun 1743 seluruh daerah di sebelah Timur Pasuruan (termasuk
Banger) diserahkan kepada Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Pada
tahun 1746 VOC mengangkat Kyai Djojolenono sebagai bupati pertama di
Banger dengan gelar Tumenggung. Pusat pemerintahannya terletak di Desa
Kebonsari Kulon. Pada tahun 1770 nama Banger oleh Tumenggung
Djojonegoro (Kanjeng Djimat) diubah menjadi “Probolinggo” Probo berarti
sinar, linggo berarti tugu, badan, tanda peringatan, atau tongkat.
 Probolinggo Pada Masa Kolonial
Tercatat pada tahun 1890 Probolinggo pernah menjadi daerah
Paresidenan/Karesidenan yang terbagi menjadi 3 afdeling/ daerah, diantaranya
Probolinggo Banger dengan Luas 834 Km2, Kraksaan 917,76 Km2 dan
Lumajang 1737 Km2, dengan batas wilayah sebelah utara: supitan madura,
timur : paresidenan besuki, selatan : segara hindi, dan barat : Paresidenan
Pasuruan.
Sejak jaman Hindia Belanda dulu, pertumbuhan pemerintahan daerah
otonomi tidak dapat dipisahkan dari sejarah pertumbuhan pemerintah

9
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

desentralisasi dan otonomi di tanah air kita. Dalam pelaksanaannya pada tahun
1905, dibentuk daerah otonomi kota. Disebut Gemeente raad, sebagai
perwujudan dari Desentrasatie–wetgeving.
Pada tahun 1918 di seluruh tanah Jawa terdapat 19 Gemeente. Penetapan
menjadi kota Gemeente (otonomi khusus) untuk Probolinggo terutama ditinjau
letaknya yang strategis, dikelilingi oleh beberapa buah pabrik gula, perkebunan–
perkebunan tembakau dan lain–lain. Selain itu Kota Probolinggo merupakan
kota pelabuhan yang cukup mampu untuk menampung dan mengekspor hasil–
hasil dari perkebunan–perkebunan tersebut.
Berdasarkan Ind. Staatsbl. 1918 No 322, pada tanggal 1 Juli 1918
dibentuklah Gemeente Probolinggo dengan Dewan Perwakilannya yang terdiri
dari delapan orang anggota bangsa Eropa, empat orang anggota bangsa
Indonesia dan seorang anggota bangsa Asia.
Sejak tahun 1918 selama 10 tahun Gemeente Probolinggo hingga lima
kali berturut–turut dipegang oleh seorang asisten residen, selaku ketua DPR
karena tugas seorang asisten residen sebagai pegawai Binnenlands Bestuur
sudah cukup berat, terpaksa hanya sebagian dari perhatiannya dapat dicurahkan
untuk kepentingan daerah kota. Pada bulan Desember tahun 1928, diangkatlah
seorang Burgemeester (walikota) sebagai kepala daerah dengan tenaga penuh.
Letak geografis probolinggo di pantai Utara Jawa dinilai cukup strategis
dan memiliki potensi sebagai bufferstaat dengan daerah hinterland-nya yang
subur (wilayah kabupaten probolinggo, lumajang, jember dan sekitarnya)
semakin memperkuat pertimbangan pemerintah kolonial untuk menjadikan
probolinggo sebagai pusat ekonomi dan production and collecting center, bagi
hasil perkebunan Gula, Tembakau, Kopi, karet dll.
Oleh karena itu, pemerintah kolonial belanda pada waktu itu sengaja
merancang dan menata bentuk dan berkembangya kota probolinggo agar sesuai
dengan kepentingan mereka. Dengan memunculkan jalan poros utama kota dari
sebalah utara hingga selatan, yakni Jalan Suroyo sebagai Heerenstraat, menuju
Alun-alun sebagai wilayah pusat pemerintahan, berhubungan dengan Tangsi
militer/ Benteng dan berakhir di pelabuhan Tanjung Tembaga.
Posisi jalan poros suroyo/ Heerenstraat tersebut letaknya berpotongan
tegak lurus dengan jalan raya pos/ Groteposweg (Jl. Sukarno-Hatta dan

10
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Panglima Sudirman) yang menjadi unsur penegas bahwa dimuculkannya


kerangka utama bentuk kota di probolinggo, karena probolinggo akan menjadi
daerah penting dan potensial, baik dalam arti ekonomi maupun strategis.
Pada masa pemerintahan kolonial/ gemeente probolinggo, infrastruktur
di kota probolinggo, bisa dikatakan lengkap, selain sebagai pusat pemerintahan,
sekolah dan pabrik, pelabuhan, kota proboinggo pada waktu itu juga sudah
memiliki moda transportasi angkut berupa kereta api/ SS (Staadspoorwegen),
trem PbSM (Probolinggo Stoomtram Maatschappij), listrik swasta ANIEM /
Algemeene Nederlandsche Indische Electriciteit Maatschappij, pompa bensin,
kantor pos dan telegram, gedung societet “Harmonie”, rumah ibadah, rumah
sakit dsb.

2. Perkembangan Bentuk Dan Morfologi Kota Probolinggo


Pusat Kota Probolinggo terbentuk sejak masih dalam masa pemerintahan
karesidenan Pasuruan dan berkembang pesat setelah dipegang oleh pemerintahan
Belanda. Pada masa kolonial pusat Kota Probolinggo mengalami 4 tahap, yaitu :
a) Tahap I (sebelum tahun 1743)
Pada awal pemerintahannya, Belanda hanya menempatkan benteng di daerah
pesisir yang digunakan sebagai pos dagang dan pertahanan. Struktur kota masih
menganut struktur perkotaan Jawa yaitu berpusat di alun-alun dan dikelilingi
oleh masjid, penjara dan pendopo kabupaten. Diperkirakan daerah pecinan
sudah ada dan memiliki peran penting dalam geliat perekonomian dan pasar
domestik (Peta 2.2)

11
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Peta 2.2

b) Tahap II (1743 – 1850)


Pada tahap kedua, pemerintah Belanda telah mengambil penuh kekuasaan di
Probolinggo. Dengan tersambungnya grote de postweg/ Jalan Raya Pos (Anyer -
Panarukan) pada masa ini, pembentukan sumbu utama jalan kota/ heerenstraat
sudah terlihat, yaitu antara benteng - alun-alun – rumah/kantor asisten resident.
(Peta 2.3)

Peta 2.3

c) Tahap III (1851 – 1880-an)


pada tahap ini bentuk grid yang baku pada pola morfologi kota kota probolinggo
yang simetris sudah terlihat, sama seperti masa sekarang. Berbentuk persegi
empat (1.2 x 1.3 Km) dengan luasan 160 HA. Dengan adanya U.U.
Wijkenstelsel di th. 1836 (yang mengharuskan tiap etnis bermukim di daerahnya
sendiri secara terpisah), maka terjadilah segmentasi permukiman di dalam
perkembangan kota Probolinggo.
Secara garis besar pengelompokkan tersebut adalah :

12
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

 Kawasan Eropa (Europeesche wijk): Sumbu Kota (Heerenstraat (sekarang-Jl.


Suroyo) - Alun-Alun Benteng-Pelabuhan). Sekitar Jl. Dr. M. Saleh (dahulu
Weduwestraat).
 Kawasan Pecinan (Chineese Wijk) di Chineeschevoorstraat (sekarang Jl. Dr.
Sutomo). Kawasan Jl. W.R. Supratman. Di daerah ini terletak kelentengnya.
 Kawasan Orang Arab (Arabische wijk) Jalan Dr. Wahidin (dulu kampung
Arab).
 Kawasan Melayu (Maleise wijk) Jalan Kartini (Dulu Kawasan Melayu).
Sebelah Selatan Jalan Kartini juga disebut kampung Melayu.
 Kawasan Pribumi
Daerah permukiman orang Pribumi terletak di ujung sebelah Timur dari
daerah Pecinan. Jalan yang menuju ke Timur semakin lama semakin sempit
hingga batas kota akhirnya hanya berupa jalan setapak. Kawasan Madura
disebelah Utara pengkaplingannya relatif tebuka, terdiri atas blok-blok rumah
seperti di kampung pantai. (Peta 2.4)

Peta 2.4
d) Tahap IV (1880-an - 1945)
Pada masa ini struktur pusat kota tidak mengalami perubahan yang signifikan.
hanya ada penambahan blok permukiman di sisi timur yang dimaksudkan
sebagai batas peredam dan keamanan bagi masyarakat kolonial, serta
tersambungnya rel kereta api yang diteruskan dari Pasuruan menuju ke
probolinggo, selang beberapa tahun kemudian jalur tersebut berkembang ke
daerah selatan Probolinggo seperti Lumajang, Situbondo dan Jember. (Peta 2.5)
13
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Peta 2.5

Sampai masa sekarang ini kota probolingo masih memiliki kejelasan


struktur kota yang kami anggap sebagai struktur “kota tua”/ Kota Indis/ Indische
probolinggo, yang menjadi bukti sejarah dan perkembangan probolinggo dari masa
klasik sampai masa sekarang ini yang dapat kita jadikan sebagai potensi cagar
budaya yang begitu penting untuk bisa di jaga kelestariannya, dikembangkan dan
diwariskan kepada generasi penerus kita.

2.2. Signifikansi
2.2.1. Pernyataan Arti Penting
Kota Pusaka Probolinggo memiliki arti penting dalam perjalanan sejarah
bangsa Indonesia sampai sekarang, baik itu dari masa klasik, masa kolonial dan masa
kemerdekaan bangsa indonesia. Kota Pusaka Probolinggo merupakan satu-satunya
kota yang memiliki bentuk/ morfologi kota “Indis/ Indische Stad” (asimilasi budaya
barat dan budaya timur) yang masih dapat kita lihat eksistingnya sampai sekarang,
berikut juga beserta bangunan-bangunan Indis/ Indische dan seni budaya hybrid yang
ada didalamnya, yaitu Pendalungan yang merupakan budaya akulturasi etnis-etnis
masyarakat yang ada di Kota Probolinggo.

2.2.2. Nilai Ilmu Pengetahuan

14
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Keberadaan Kota Pusaka yang masih terlindungi dengan baik, apabila


dimanfaatkan maka dapat berfungsi sebagai jendela ilmu pengetahuan. Nilai keilmuan
pusaka, baik berupa pusaka alam, pusaka budaya dan pusaka saujana bisa dilihat dari
data-data tersebut di atas, juga bisa disebabkan dari kelangkaannya, kualitasnya atau
keberadaannya dan juga dari tingkatan kontribusinya terhadap ilmu pengetahuan.
Kota Pusaka “Kota Indis Indische Stad” Probolinggo, merupakan sumber ilmu
pengetahuan yang sangat penting bagi masyarakat umum, khususnya Kota
Probolinggo. Transformasi ilmu yang dapat urai dengan adanya kota pusaka ini,
menyentuh tidak hanya bidang ilmu konvensional di bangku sekolah, baik itu sejarah,
ekonomi, pengetahuan sosial, bahasa dan seni.
Selain itu dampak keilmuan yang dapat dielaborasi dengan adanya Kota
Pusaka Probolinggo, adalah menjadi living laboratory/ laboratorium hidup, ilmu tata
kota, arsitektur, budaya, teknik perkapalan, teknik perikanan, teknik pengelolaan dan
pemanfaatan lingkungan.

2.2.3. Nilai Kelangkaan


Terminologi “Indis/ Indische” yang kita kenal selama ini hanya melekat pada
gaya arsitektur bangunan saja, yang tercipta karena terjadinya asimilasi atau campuran
dari unsur-unsur budaya barat terutama belanda, dengan budaya Indonesia khususnya
dari Jawa.
Khusus untuk Kota Probolinggo, hal tersebut mengalami perkembangan yang
begitu menarik dan lebih rigid, hingga berpengaruh pada perkembangan bentuk
morfologi kotanya, sehingga membentuk morfologi kota “Indis/ Indische Stad”.
Perkembangan bentuk/ morfologi kota probolinggo merupakan satu-satuya di
Indonesia, yang dibangun secara sadar oleh penguasa belanda pada waktu itu, untuk
berbagai alasan yang menyangkut kepentingan mereka, baik secara politis dan
pertahanan, tanpa menghilangkan struktur kota “Jawa” yang ada, terletak persis di
tengah kota, sebagai sumbu utama, berkembangnya bentuk kota kolonial/ indis
dengan daerah pemukimannya bentuk block, clusters dan pola grid jalan yang teratur
simetris.
Perkembangan bentuk/ morfologi Kota Probolinggo sangat detail
direncanakan, karena jika ditinjau dari kronologi sejarah, ketika probolinggo
ditetapkan sebagai Gemeente/ kota otonomi khusus oleh belanda pada 1 Juli 1914,

15
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

kota probolinggo menjadi kota perekonomian yang penting dan strategis bagi
pemerintah kolonial.

2.2.4. Nilai Fungsional


Pusaka tidak hanya merupakan “tontonan” tetapi harus dapat menjadi
“tuntunan”. Pusaka bukan hanya merupakan tempat berpiknik, berpose, dan berfoto
bersama. Pusaka harus dapat membawa pencerahan, memberi manfaat pendidikan dan
penguatan nilai-nilai kehidupan. Informasi dan interpretasi sangat diperlukan. Ajakan
untuk memahami, mencintai, dan melestarikan pusaka alam dan budaya perlu lebih
keras bergaung, bukan hanya sekedar undangan untuk mengunjungi dan melihat.
Pemanfaatan pusaka alam harus sangat berhati-hati agar tidak meninggalkan jejak dan
dampak yang merusak alam itu. Keberlangsungan kehidupan flora dan fauna harus
sangat dijaga.Keindahan dan keselarasan alam tidak boleh diganggu oleh kecerobohan
dan keserakahan manusia.
Pusaka budaya ragawi berupa bangunan dan kawasan bersejarah harus dapat
eksis dalam keseharian kehidupan masyarakat, dihargai dan dicintai masyarakatnya,
serta bermanfaat bagi masyarakatnya. Bangunan pusaka seyogyanya mempunyai
fungsi nyata dalam kehidupan masa kini. Bangunan pusaka dapat menjadi museum,
tetapi tidak semua bangunan pusaka harus menjadi museum. Banyak penggunaan
kreatif yang dapat dipertimbangkan yang sesuai dengan karakter bangunan itu.
Banyak penggunaan kreatif yang dapat dipertimbangkan yang sesuai dengan karakter
bangunan itu.
Struktur Kota Indis/ Indische Stad Probolinggo, atau yang selama ini biasa kita
sebut sebagai kawasan “Kota Tua”, masih terjaga dan dimanfaatkan dengan baik oleh
seluruh masyarakat, karena pada masa sekarang ini kawasan tersebut masih tetap
menjadi kawasan pusat kota yang menjadi pusat aktifitas masyarakat, baik sebagai
penunjang perekonomian, pemerintahan, kesehatan, pendidikan dan wisata.
Beberapa pusaka ragawi di Kota Probolinggo masih berfungsi dengan baik.
Fungsi tersebut meliputi :
 Fungsi Pelestarian berupa Museum (Museum, Batik, Rumah Tinggal Dr. Saleh)
 Rumah Ibadah (Gereja Merah)
 Fungsi Pelayanan Umum (Stasiun Probolinggo)
 Kantor TNI (Markas Kodim 0820 dan Batalyon Zeni Tempur)

16
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

 Tempat Sekolah (SDK Mater Dei)


 Rumah Tahanan
 Masjid Agung Roudlatul Jannah

2.3. Atribut Pusaka


Sejarah Kota Probolinggo memiliki aset pusaka yang cukup banyak mencakup
pusaka budaya ragawi, pusaka budaya tak ragawi dan pusaka saujana.

2.3.1. Aset Pusaka Ragawi


Pada bagian mengenai gambaran aset pusaka ragawi, aset pusaka ini
dibedakan menjadi 2 kelompok pusaka ragawi, yakni pusaka yang berupa bangunan
bersejarah dan pusaka yang berupa kawasan bersejarah. Adapun beberapa aset
bangunan bersejarah yang terdapat di Kota Probolinggo, antara lain :

2.3.1.1. Tempat Peribadatan


a. Klenteng Tri Dharma
Menelisik berjalannya sejarah di probolinggo, orang cina sudah ada lebih
dulu di Probolinggo dibandingkan dengan kehadiran orang Belanda. Tipikal
permukiman orang China di Probolinggo punya hubungan dekat dengan sungai
Banger dan hal ini diperkirakan dulunya orang China memasuki Probolinggo lewat
sungai ini. Kebiasaan orang China bila sudah menetap disuatu tempat, selalu
mendirikan sebuah Klenteng, karena Klenteng bagi orang China tidak bisa dilihat
hanya sebagai tempat ibadah saja, tapi bisa disebut sebagai pusat pemukiman orang
cina/ Pecinan.
Klenteng Liong Tjwan Bio/ Longquan Miao/ Rumah Ibadah Tri dharma
Sumber Naga didirikan pada tahun 1856 oleh Kapiten Probolinggo Oen Tik
Gwan/ Wen Baochang, Han Sam Goan dan Oen Tjwan Gwan (para kapten/ opsir
probolinggo). Pembangunan klenteng ini dimulai dengan mendatangkan seorang
ahli fengshui untuk memilih tempat yang tepat dan atas kesepakatan ahli fengshui
dengan pemuka masyarakat cina probolinggo itu, dipilihlah lokasi ditepi kali
Banger.
Klenteng Liong Tjwan Bio didedikasikan pada Tan Hu Tjindjin (Chenfu
zhenren)/ Kongco Banyuwangi. Di wilayah pulau Jawa hanya Klenteng

17
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Probolinggo dan Klenteng Ho Tong Bio di Banyuwangi saja yang altar utamanya
di persembahkan kepada Tan Hu Tjinjin/ Chenfu zhenren (dewa lokal, yang tidak
dikenal di daerah lain).
Dilihat dari ciri arsitekturnya Klenteng pada umumnya selalu terdiri dari
beberapa bagian, diantaranya adalah halaman depan yang cukup luas, untuk
melaksanakan berbagai macam ritual keagamaan dan menampung berbagai
kegiatan atau perayaan lainnya. Pada atap bangunan klenteng berbentuk pelana
bertumpuk dua, dengan nok yang melengkung keatas, dan dihiasi dengan patung-
patung binatang.
Dengan dominasi warna merah menyala dan kuning atau keemasan, pada
pintu terdapat tulisan huruf cina yang berbunyi Longquan Miao. Dalam klenteng
ini terdapat beberapa patung dewa, antara lain pada altar utama dipersembahkan
pada Chenfu Shenren dan dua orang pengikutnya, altar samping kiri terdapat Fude
zhengzen dan Jialan, altar samping kanan dipersembahkan untuk Guanyin dan
Guangze zunwang.
Di samping ruang utama terdapat bangunan yang menyimpan peralatan
upacara yang sangat indah. Sampai sekarang Klenteng yang berumur lebih dari
satu setengah abad ini tetap berdiri dengan tegar, meskipun dalam perjalanan
waktu pernah terjadi beberapa tambahan dan perbaikan pada bangunannya.
Di daerah Probolinggo orang China sejak awal punya peran penting Pada
masa pemerintahan Daendels (1808-1811), tepatnya pada th. 1810, Probolinggo
dijual sebagai tanah pertikelir kepada Kapiten Han Tik Ko yang akhirnya menjadi
bupati probolinggo ke 5.
Daerah orang Cina di probolinggo terbagi menjadi 2 kawasan, pertama
adalah daerah pertokoan yang terletak disepanjang jalan Raya (dulu adalah jalan
raya pos, yang menghubungkan Probolinggo dengan Pasuruan disebelah Barat dan
kota-kota ujung Timur Jatim, sebelah Timur). Kedua adalah daerah tempat tinggal
di Chineeschevoorstraat (sekarang Jl. Dr. Sutomo) dan Jl. W.R. Supratman.
Klenteng Liong Tjwan Bio terletak tepat diujung bagian Utara dari permukiman
cina kawasan Pecinan. Tata letaknya dibuat secara sadar, yang mungkin jarang kita
jumpai di kota-kota lain di Jawa.

18
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.1 Klenteng Tri Dharma

b. Gereja Merah - Protestantsche de Kerk te Probolinggo


Protestantsche de Kerk te Probolinggo Bangunan gereja berada ditengah
Kota probolinggo, tepatnya terletak di jalan Suroyo 32 Probolinggo. Bangunan
tersebut dibangun pada tahun 1862 yang saat ini telah berusia 153 tahun tersebut
kondisinya masih terlihat sangat baik. Makna sejarah bangunan gereja merah ini
cukup besar bagi Kota Probolinggo, sebagai bangunan dengan usia 153 tahun,
bangunan gereja merah ini masih terjaga keaslian bentuk dan keterawatannya.
Sistem perawatan berkala cukup baik menyebabkan  bangunan ini tidak
mengalami perubahan fisik sejak awal didirikan. Ciri ornamen pada facade
bangunan, seperti menara, pintu dan jendela, yang mengadopsi gaya Ghotic tidak
mengalami perubahan dalam bentuk aslinya. Ciri khas bangunan Ghotic masih
sangat terlihat pada facade bangunan. Selain dari orisinalitas, nilai estetika pada
bangunan ini juga dijaga denga sangat baik.
Warna merah yang menjadi penanda utama bangunan khas ini, sejatinya
merupakan sebuah ketidaksengajaan, karena dulunya bangunan ini berwarna putih
seperti kebanyakan bangunan colonial lain, berstruktur bata atau beton plester.
Warna merah pada bangunan ini merupakan pelapis anti korosif yang biasa disebut
sebagai meni besi, karena memang struktur bangunan ini secara keseluruhan, mulai
dari rangka, atap,lantai panggung, mimbar khotbah, jendela kesemuanya terbuat
dari besi baja cor yang didatangkan dari belanda.

19
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Kebersihan, serta perawatan pada fisik bangunan menjadikannya sebagai


bangunan yang indah secara arsitektural. Bangunan gereja ini termasuk dalam
klasifikasi utama, yaitu bangunan gedung dan lingkungannya secara fisik bentuk
asli eksteriornya sama sekali tidak boleh diubah. Apabila terjadi perubahan yang
signifikan pada bangunan ini dikhwatirkan akan merubah/ melunturkan makna
sejarah dari bangunan gereja ini sendiri.

Gambar 2.2 Gereja Merah

c. Masjid Tiban
Diceritakan bahwa pembuatan masjid ini terjadi dalam waktu sekejap,
seperti halnya cerita dalam pembuatan Candi Prambanan. Dari cerita itulah
kemudian masjid ini diberi nama Masjid Tiban. Pada Masjid Tiban ini memiliki
beberapa keunikan seperti adanya sebuah batu yang terdapat di halaman belakang
yang konon dipercaya pernah menjadi tempat pertapaan Syekh Maulana. Keunikan
20
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

lainnya adalah terdapat sumur tua yang airnya dipercaya mengandung khasiat
untuk penyembuhan segala macam penyakit dan mencari jodoh dengan cara
diminum atau di pakai untuk mandi. Lokasi Masjid Tiban ini sangat strategis
karena berada di pinggir jalan utama kota, sehingga memudahkan bagi masyarakat
lokal maupun luar daerah untuk singgah melaksanakan ibadah.

Gambar 2.3 masjid Tiban

d. Masjid Agung Raudlatul Jannah


Masjid Agung adalah masjid yang banyak di kunjungi selain untuk
beribadah para pengunjung dari local maupun non local ingin merasakan
keramaian kota karena Masjid Agung berada persis sebelah barat Alun-alun Kota
probolinggo.Masjid Agung biasanya untuk pemberangkatan atau pemulangan
masyarakat kota maupun kabupaten Probolinggo yang hendak menunaikan ibadah
Haji. Bangunan besar dan mewah dengan dibarengi dengan seni arab yang cantik
menjadikan keistimewaan tersendiri pagi Masjid Agung dan para Pengunjung
setiap harinya.

21
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.4 Masjid Agung

2.3.1.2. Kawasan Situs Budaya


a. Benteng Probolinggo
Probolinggo salah satu kota pesisir Utara Jawa yang sejak tahun 1743
kota ini sepenuhnya berada dalam penguasaan V.O.C. Pada mulanya belanda
dalam upayanya untuk melancarkan pendudukan mereka di kota-kota pesisir
utara jawa pada umumnya adalah dengan mendirikan benteng di tempat yang
strategis, khususnya awal upaya pendudukan pertama belanda dengan menjejakkan
kakinya dengan membangun sebuah pos dagang kecil dekat mulut sungai yang
membelah kota probolinggo, dalam hal ini adalah sungai/ kali banger.
Namun demikian pos dagang kecil tersebut alih-alih selain difungsikan
sebagai gudang garam dan beras, belanda juga mempergunakannya sebagai
bangunan pertahanan/ benteng mereka yang terletak berada di tepi pantai dan
mendekati mulut sungai. Hal ini merupakan sebuah taktik yang dilancarkan
belanda untuk melancarkan rencana pendudukannya di kota-kota di jawa.
Selama beberapa tahun kemudian, memasuki awal abad ke 18, tepatnya
pada bulan desember 1825, belanda mulai merancang secara permanen basis
pertahanannya di probolinggo dengan merancang penguatan struktur bangunan
yang semula hanya sebuah pos dagang kecil, menjadi sebuah benteng/ tangsi
pertahanan militer dengan cetak biru tercetak “Plan van het Militaire
Etablissement te Probolinggo met de niuwe geprojecteerde gebowen” Benteng/
tangsi militer sebagai perisai golongan eropa di Probolinggo, strukturnya
berbentuk persegi panjang simetris seperti huruf “U” yang dikelilingi tembok
dengan gerbang pintu masuk berada disebelah selatan sumbu kota. Pada jajaran
bangunan bagian timur dan barat difungsikan sebagai barak pasukan dan gudang
senjata, sedangkan di bagian utaranya juga dalam kedudukan simetri dengan

22
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

sumbu terletak gudang garam, gudang beras, kantor administrasi pergudangan


berlantai dua,dilengkapi dengan jendela pantau yang langsung penghadap kearah
pelabuhan tanjung tembaga/ menara syahbandar.
Setelah merasa kedudukannya dianggap sudah semakin kuat, sedikit demi
sedikit belanda mulai melancarkan strategi okupansi mereka dengan melaksanakan
aksi-aksi pendudukan keluar bentengnya yang untuk dapat menguasai seluruh
kota. Struktur benteng/ tangsi militer probolinggo, beserta pelabuhan, alun-alun
dan rumah residen merupakan cikal bakal sumbu utama terbentuknya morfologi
kota probolinggo yang sengaja dirancang oleh pihak penjajah belanda.

Gambar 2.5 Benteng Probolinggo

b. Menara Air
Keberadaan instalasi air minum di kota probolinggo, tidak lepas dari
keberadaan menara air/ watertoren, sebelum dapat dipergunakannya air minum
yang ada pada sekarang ini, pemerintah pada waktu itu telah berusaha untuk
memberikan jaminan air yang bersih untuk keperluan diminum dan sebagainya,
dengan jalan membuka sumur bor (attetische put), tetapi kapasitas air yang dapat
diperoleh tidaklah cukup besar, hingga hanya sebagian besar penduduk kota
Probolinggo yang dapat menerima pembagian air ini. Pada waktu itu kebutuhan
yang sangat akan air semacam ini, memang belum begitu dirasakan, mengingat
bahwa kebutuhan air bersih masih dapat diperoleh dari sumur–sumur biasa.
Tempat sumur bor tersebut sampai sekarang masih ada, yakni di halaman
kantor polisi kota Probolinggo. Sebagaimana kita ketahui kompleks rumah–rumah

23
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

kepolisian sekarang ini, pada waktu dulu diperuntukkan sebagai Sekolah


Pendidikan Guru (kweek school) beserta asramanya.
Hasil air yang diterima dari sumur bor ini untuk dapat sampai di lain tempat
perlu dipompa untuk dapat dinaikkan pula untuk sampai di menara air. Menara
semacam ini sampai saat ini masih ada bekasnya, yakni sebuah di halaman
komplek kepolisian tersebut dan sebuah lagi di batalyon.
Baru dalam bulan Juli 1928, Gemeente Probolinggo dapat mempergunakan
air minum untuk kebutuhan daerahnya dengan mengambil air dari sumber air
Ronggojalu kurang lebih 15 km dari pusat kota. Air dari sumber mata air tersebut
dialirkan melalui pipa besar berdiameternya 200 mm (pipa utama) dan dengan
kekuatan tenaga mesin diesel (dari kurang lebih 20 PK), air tersebut dinaikkan ke
menara air setinggi 40 m tersebut.
Menara air dibuat dari gewapen beton terdiri atas 2 bagian yakni tangki atas
berisikan 135 m3 dan tangki bawah 40 m3. Untuk mengalirkan air dari ronggojalu
ke kota air ini harus dipompa dulu ke menara air tersebut, dengan menggunakan
dua mesin pompa sampai pada tahun 1942 bekerja siang dan malam secara terus
menerus, tetapi tenaga yang dibutuhkan hanya mampu untuk pemakaian beberapa
jam saja, yakni di saat penggunaan air sangat dibutuhkan (masak, mandi dan
sebagainya).
Semula sudah dapat diperhitungkan dengan kebutuhannya bahwa dengan
perbedaan tinggi antara Ronggojalu dan kota, pada waktu yang biasa air minum
dapat mengalir dengan kekuatan sendiri (natureniljk verhang) dan dapat
dipergunakan dengan cukup di daerah kota. Tetapi dengan meningkatnya
kebutuhan atas air ini, penghematan tenaga ini jadi semakin sulit, disebabkan
karena untuk dapat memenuhi akan kebutuhan itu, sehingga kedua buah mesin
dipaksa beroperasi siang dan malam terus menerus sehingga sering mengalami
kerusakan hingga pada tahun 1949 kedua mesin ompa air kedua – duanya diganti
baru dengan kekuatan tenaga yang lebih tinggi yakni 27 PK, dilanjutkan pada
tahun 1954 seterusnya, namun mesin – mesin masih sering mengalami kerusakan,
hingga Pemerintah Kota menganggap perlu mengadakan tambahan mesin pompa
baru dengan kekuatan tenaga penggerak yang lebih tinggi sebesar 35 PK, dan
digunakan tahun 1956.

24
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Dengan penempatan tambahan mesin pompa air yang baru ini untuk
sementara waktu kebutuhan yang sangat akan air minum bagi daerah kota dapat
dipenuhi, akan tetapi dengan meningkatnya pula permohonan tambahan instalasi
air berkapasitas besar, seperti komplek perumahan, perusahaan tambahan stadsnet
dan sebagainya, sehingga di dalam tempo yang singkat pula terasa bahwa di dalam
beberapa bagian dari daerah kota kekurangan pasokan air minum tersebut hingga
diputuskan selama ini air yang dapat ditampung dari sumber Ronggojalu, di
menara air tidak mencukupi, maka permintaan tambahan instalasi baru di rumah–
rumah dan di bagian – bagian yang tidak vital terpaksa sementara waktu tidak
dapat dijalani.

Gambar 2.6 Menara Air

c. Markas Kodim 0820


Bangunan yang terletak di Jl. Soekarno Hatta Probolinggo ini, didirikan
kurang lebih pada tahun 1953. Di usianya yang sudah menginjak usia 62 Tahun ini,
kondisi fisik bangunannya masih terlihat baik.
Perawatan yang dilakukan oleh pihak pengelola sudah sangat baik.
Sehingga menyebabkan bangunan ini tidak mengalami kerusakan fisik yang cukup
berarti semenjak awal didirikan, Ciri ornamen pada facade bangunan, seperti
bentuk kolom, pintu dan jendela, hampir tidak mengalami perubahan yang berarti
dari bentuk aslinya. Ciri khas bangunan lama masih kental terlihat pada facade

25
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

bangunan, nilai-nilai orisinalitas, estetika, serta maintinance bangunan diterapkan


dengan sangat baik pada bangunan ini.
  Bangunan ini dikategorikan ke dalam klasifikasi Madya, yaitu bangunan
gedung dan bangunannya yang secara fisik bentuk asli eksteriornya sama sekali
tidak boleh di ubah, namun tata ruang dalamnya dapat diubah sebagian dengan
tidak mengurangi nilai-nilai perlindungan dan pelestariannya.

Gambar 2.7 Markas Kodim 0820

d. Stasium Kota Probolinggo


Bangunan stasiun merupakan salah satu bangunan yang menjadi pintu
gerbang masuk yang menuju gerbang kota probolinggo. Bangunan yang terletak di
Jl. KH, Masyur 48 probolinggo ini, didirikan kurang lebuh pada tahun 1920-1930.
Hingga saat ini, bangunan telah menginjak usia kurang lebih 95 tahun dengan
kondisi fisik bangunan yang masih terjaga dengan sangat baik.
Ditinjau dari orisinalitas bangunan, hampir tidak terdapat perubahan yang
berarti dari bentuk fisik awal bangunan sejak awal didirikan. Keaslian ornamen-
ornamen pada facade dan ruang masih terlihat. Gaya Yunani yang diterapkan pada
gevel dan bentuk lengkung padan ornamen jendela yang merupakan ciri khas gaya
Boroque-Rococo serta bentuk lengkung gaya Neoclassical pada ornamen pintu
masih terlihat keasliannya. Orisinalitas yang masih tetap terjaga akan secara
otomatis menimbulkan keindahan terhadap suatu bangunan. Hal inilah yang ada
pada wajah stasiun Kota Probolinggo.
Bangunan stasiun Kota Probolinggo ini dapat dikategorikan ke dalam
klasifikasi madya, yaitu bangunan gedung dan lingkungan yang secara fisik bentuk
26
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

asli eksteriornya sama sekali tidak boleh diubah. Namun tata ruang dalamnya dapat
diubah sebagian dengan tidak mengurangi niali-nilai perlindungan dan
pelestariannya. Hal tersebut sesuai dengan fungsi bangunan sebagai bagunan
umum yang selalu dituntut menjadi sebuah ciri khas Kota Probolinggo, namun
tetap dapat mengakomodir perkembangan kebtuhan-kebutuhan fungsi di masa-
masa mendatang.

Gambar 2.8 Stasium Kota Probolinggo

e. Museum Probolinggo (gedung eks. Societet Gebow de Harmonie)


Museum probolinggo yang kita kenal sekarang ini merupakan salah satu
peninggalan bangunan kolonial. Berdiri di kawasan eks. Panti Budaya atau Graha
Bina Hardja kota probolinggo yang dahulu merupakan tanah eigendom yang terdiri
atas tiga (3) bidang, yaitu: Tanah eigendom nomor 447, luasnya + 7.193 m2,
pengelolaan tercatat Societet Harmonie (surat ukur nomor 13 tanggal 2 November
1845). Tanah eigendom nomor 49, luasnya + 4.915 m2, pengelolaan tercatat
Societet Harmonie (surat ukur nomor 6 tanggal 1 Maret 1843). Tanah eigendom
nomor 721, luasnya + 1.300 m2, pengelolaan Societet Gebow de Harmonie
Probolinggo (surat ukur nomor 44 tanggal 15 Mei 1899).
Sebelum difungsikan sebagai museum pada tanggal 15 Mei 2011, bangunan
ini pernah difungsikan sebagai gedung perkantoran, gedung serbaguna dan gedung
pertemuan. Hal tersebut yang menyebabkan perubahan pada façade bangunan
sehingga jauh dari bentuk aslinya, berikut juga keadaan bangunan yang semakin
tahun semakin tidak terawat dan banyak mengalami kerusakan, khususnya pada
dinding bangunan.
27
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Dalam upaya alih fungsi dan rehabilitasi bangunan yang ditetapkan melalui
surat keputusan Walikota Probolinggo, tertanggal 26 Agustus 2009 diantaranya,
keputusan wali kota Probolinggo nomor 188.45/261/KEP/425.012/2009 tentang
Tim pembentukan museum Probolinggo tahun 2009; Kedua adalah keputusan wali
kota Probolinggo nomor 188.45/262/KEP/425.012/2009 tentang tim pelaksana
museum Probolinggo tahun 2009 dan keputusan wali kota Probolinggo nomor
188.45/263/KEP/425.012/2009 tentang Penetapan Nama dan Logo Museum
Probolinggo tahun 2009, bangunan dapat dikembalikan seperti bentuk aslinya.
Bangunan peninggalan colonial yang bergaya Indisch ini, akhirnya menjadi
museum dan menjadi ikon wisata sejarah di Kota Probolinggo.

Gambar 2.9 Museum Probolinggo

f. Batalyon ZeniTempur 10 (Gedung ex. OSVIA)


Begitu pentingnya keberadaan probolinggo baik di masa klasik, maupun
masa kolonialisasi belanda, tak ayal jika probolinggo menyimpan begitu banyak
objek sejarah, baik bendawi maupun non bendawi. Salah satunya adalah
menyangkut sejarah tentang dunia pendidikan ada pasa kolonial. Belum banyak
yang mengetahui bahwa sejak masa kolonial, kota Probolinggo terkenal sebagai
kota pendidikan atau ”Kota Perguruan”. H.J. De Graaf , yang sering disebut
sebagai bapak sejarah Jawa juga tercatat pernah mengajar di Probolinggo sekitar
th. 1930-an.
Layak saja itu disandang oleh kota probolinggo, karena memang banyak
sekali sekolah-sekolah bentukan belanda yang terkonsentrasi di kota ini, berikut
juga bangunan sekolah dan asramanya, antara lain adalah Frobbelschool,
28
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Kweekschool (Sekolah Guru), Normaalshcool (Sekolah Guru Bantu), MULO


(Meer Uitgebreid Lager On-derwijs), Christelijke Kweekschool, Obleidingsschool
dan OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren).
OSVIA (Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren) yang
sebelumnya bernama Hoofdenschool (sekolah para pemimpin) jumlahnya hanya
ada tiga dan kesemuanya berada di pulau Jawa, yakni di Bandung, Magelang,
dan Probolinggo. Pada tahun 1900 Hoofdenschool mengalami reorganisasi dan
diberi nama baru, yakni OSVIA.
OSVIA adalah sekolah pendidikan bagi calon pegawai-pegawai bumiputra
pada jaman Hindia Belanda, atau biasa disebut sekolah “Menak”. Berdasarkan
tempat dimana sekolah ini berada, OSVIA Bandung sebagian muridnya berasal
dari Jawa Barat, OSVIA Magelang, menarik siswa-siswa dari Jawa Tengah,
sedangkan OSVIA Probolinggo berasal dari Jawa Timur.
Sekolah ini digolongkan ke dalam sekolah ketrampilan tingkat menengah
dan mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan. Pada umumnya murid yang
diterima di sekolah ini berusia antara 12-16 tahun, dengan lama masa belajar
lima tahun, tapi pada tahun 1908 masa belajar ditambah menjadi tujuh tahun, dan
setelah lulus mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong
praja.
Pada tahun berikutnya OSVIA membuka cabang lagi di tiga tempat, yakni
Serang, Madiun, dan Blitar. Pembukaan cabang itu dilakukan karena jumlah murid
OSVIA meningkat dua kali lipat. Pada tahun 1927 seluruh cabang OSVIA
digabungkan menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche
Ambtenaren) yang berpusat di Magelang.
Namun demikian, sebenarnya tidaklah mudah bagi orang kebanyakan
untuk bisa mendaftarkan diri sebagai siswa OSVIA. Soal keturunan merupakan
faktor penting dalam penerimaan siswa di OSVIA. Hal ini ditetapkan dalam suatu
peraturan yang dikeluarkan tahun 1919 oleh pemerintah Belanda. Uang
pembayaran sekolah disesuaikan dengan penghasilan orang tua, bagi keluarga
berpenghasilan rendah, biaya untuk menyekolahkan anak mereka di OSVIA tentu
tetap dirasakan mahal.
Penerimaan siswa sering harus disertai surat rekomendasi pribadi pejabat
atau Binenlandsch Bestuur (BB) dan para bupati. Hanya para bupati yang bisa

29
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

menggunakan hak kekuasaannya untuk dapat mengajukan sanak saudaranya dan


orang-orang yang disukainya. Oleh karena, itu hanya golongan priyayi saja yang
mampu menyekolahkan anak-anak mereka di OSVIA.
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia para lulusan siswa OSVIA
sebagian mempunyai peranan sebagai pemimpin dalam gerakan-gerakan untuk
memperbarui korps pegawai pada masa pemerintahan kolonial. Di samping itu,
diantara mereka ada pula yang terjun dalam kancah pergerakan Nasional, seperti
H.O. S. Tjokroaminoto sebagai tokoh Sarekat Islam (SI) dan Soetardjo
Arthohadikoesoemo yang bergabung dalam organisasi Budi Utomo, dan KH
Ahmad Dahlan yang menjadi guru agama Islam di OSVIA Magelang di masa
Kebangkitan Nasional.
Kini, khususnya masyarakat Kota Probolinggo masih bisa melihat dengan
jelas jejak sejarah pendidikan kotanya karena bekas gedung sekolah OSVIA
berikut juga asrama yang pernah ditinggali oleh para siswa OSVIA pada masa itu
masih berdiri kokoh dan terjaga dengan begitu baik, walaupun terlah berubah
fungsi tidak menjadi sekolah seperti dulu, menjadi markas Batalyon Zeni Tempur
10 Kostrad Probolinggo, berada tepat saling berhadapan pada sisi kanan dan kiri di
Jl. Soekarno Hatta- Kota Probolinggo.

Gambar 2.10 Batalyon Zeni Tempur

g. Museum dr. Moh. Saleh (eks. Rumah tinggal dr. Moh. Saleh)
Bangunan rumah tinggal ini terletak di Jl.Dr.saleh probolinggo. bangunan
pada tahun 1957 ,bangunan yang telah berusia 56 tahun tersebut kondisinya masih
terlihat sangat baik. bangunan ini cukup memiliki nilai histoori yang tinggi bagi
kota probolinggo. sebagai bangunan dengan usia 56 tahun,bangunan ini masih
terjaga keaslian bentuk dan keterawatanya. sistem perawatan yang cukup baik
30
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

menjadikan orisinalitas fisik bangunan tetap terjaga sejak awal didirikan , seperti
gevel,pintu dan jendela,tidak mengalami perubahan dari bentuk aslinya. nilai
estetika pada bangunan ini terjaga dengan sangat baik. kebersihan,serta perawatan
fisik bangunan menjadikanya sebagai bangunan menjadikanya sebagai bangunan
yang ecara estetis sangat baik bangunan ini termasuk dalam klasifikasi utama, yaitu
bangunan gedung dan lingkunganya yang secara fisik bentuk asli esteriornya sama
sekali tidak di ubah. perubahan pada bangunan ini di khawatirkan akan merubah
originalitas gaya dari bangunan ini sendiri.

Gambar 2.11 Museum dr. Moh. Saleh

h. Makam Bupati Pertama (Joyo Lelono)


Makam yang berlokasi di Kampung Sentono Kelurahan Mangunharjo
memiliki nilai historis yang tinggi. Kyai Joyolelono dahulunya merupakan Kepala
Daerah Probolinggo pertama yang dilantik.
Makam Joyolelono merupakan simbol perjuangan bagi Probolinggo, karena
atas jasa dan dedikasinya yang tinggi dapat menjadikan Probolinggo berkembang
pesat. Untuk itulah dengan mengunjungi Makam Joyolelono merupakan suatu
bentuk penghormatan bahwa sebagai generasi penerus tidak pernah melupakan
jasa-jasa para pendahulunya.

31
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.12 Makam Joyo Lelono

i. Makam dr. Moh. Saleh


Makam Dr. Mohammad Saleh adalah bangunan cagar budaya yang berada
di Tempat Pemakaman Umum Astono Mulyo, Kelurahan Wiroborang, Kecamatan
Mayangan, Kota Probolinggo.

Gambar 2.13 Makam dr. Moh. Saleh

j. Kantor Polisi Militer V/03


Bangunan ini berada di Jl. Suroyo 7 Probolinggo. Dibangun pada tahun
1940-an, bangunan yang telah berusia 67 tahun tersebut kondisi fisiknya masih
terjaga sangat baik.
Kondisi fisik bangunan cukup baik, dengan tidak adanya kerusakan yang
cukup berarti pada elemen bangunan. Hal tersebut dikarenakan system perawatan
bangunan yang dilakukan sudah cukup baik. Dengan perawatan yang baik, maka
nilai estetika bangunan menjadi meningkat.

32
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.14 Kantor Polisi Militer V/03

k. Rumah Potong Hewan


Bangunan ini berada di Jl. A.Yani 35 Probolinggo. Dibangun pada tahun
1940-an, bangunan yang telah berusia 67 tahun tersebut kondisinya masih terlihat
cukup baik.
Orisinalitas bentuk fisik pada bangunan ini masih terjaga sesuai bentuk
aslinya. Hampir tidak ada perubahan pada bentuk elemen atap, pintu dan jendela,
semua masih tetap mempertahankan bentuk aslinya. Sisi perawatan bangunan juga
dilakukan dengan cukup baik, sehingga menunjang nilai estetika bangunan.

Gambar 2.15 Rumah Potong Hewan

l. SDK Mater Dei / eks. Obleidingschool/ Noormalschool


Bangunan SDK Mater Dei ini berada di tengah Kota Probolinggo, tepatnya
terletak di Jl. Suroyo 36 Probolinggo. Dibangun pada tahun 1926, bangunan yang
telah berusia 81 tahun tersebut kondisinya masih terlihat sangat baik.
Bangunan ini masih terjaga kebersihan dan keterawatannya. Sistem
perawatan berkala oleh pihak pengelola yang cukup baik menyebabkan bangunan
ini tidak mengalami kerusakan fisik yang cukup berarti semenjak awal didirikan.
Ciri ornament pada facade bangunan, seperti gevel, kolom yang besar, pintu dan
jendela, tidak mengalami perubahan dari bentukan aslinya. Ciri khas bangunan
neoclassical masih kental terlihat pada facade bangunan, khususnya pada ornament

33
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

bukaan bangunan. Nilai estetika pada bangunan ini telah terjaga dengan sangat
baik. Kebersihan, serta perawatan pada fisik bangunan menjadikannya sebagai
bangunan yang estetis.

Gambar 2.16 SDK Mater Dei

m. Kompleks Polres
Bangunan yang terletak di Jl. Dr. Saleh Probolinggo ini, didirikan kurang
lebih pada tahun 1940-an. Hingga saat ini, bangunan Rumah Dinas ini telah berusia
kurang lebih 67 tahun. Walaupun cukup tua, namun kondisi fisik bangunan masih
terawat dengan sangat baik. Selain maintenance bangunan, nilai orisinalitas juga
masih dipertahankan pada bangunan ini. Hal tersebut dilakukan dengan tidak
melakukan perubahan-perubahan besar yang dapat merubah bentuk dari bangunan
asli. Dengan tetap mempertahankan orisinalitas bangunan, maka terdapat kesan
estetis tersendiri pada bangunan.

Gambar 2.17 Komplek Polres


34
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

n. Rumah Tahanan
Perkembangan morfologi kota probolinggo yang sangat dan terencana
memberian pemahaman kapada kita pada periodesasi masa dan sejarah, hal
tersebut dapat kta rekam dengan adanya struktur-struktur penting dalam typikal
pusat kota jawa, seperti hanya alun-alun, masjid jami’ dan rumah bupati. Penjara
sebagai sebuah struktur penting di kota probolinggo yang dibangun pada masa
mendekati pasca kolonial pada masa menjelang akhir abad 18 (1880-1940) menjadi
penanda akan berkembangnya tata kota probolinggo dari masa ke masa. Bangunan
yang terletak pada 10m sebelah timur alun-alun kota probolinggo, dengan
ukuran bangunan 80 x 50 m2, dengan struktur beton bata sejak awal sudah
difungsikan sebagai rumah bagi para tahan kolonial, maupun tahanan pelaku
kriminal yang ada di probolinggo. Penjara atau rumah tahanan, menandakan bahwa
struktur pemerintahan okupasi belanda pada masa itu sudah berjalan dan pejara
menjadi salah satu unsur tata kelola pemerintahan dengan penguuasa pribumi, atau
gemeente probolinggo.

Gambar 2.18 Rumah Tahanan

o. Pendopo Kabupaten Probolinggo


Pada umumnya kota Jawa dimasa lalu dibangun berdasarkan suatu konsepsi
tata ruang yang sama. Dalam pola struktur tata ruang kota tradisional Jawa terdiri
dari sebuah lapangan yang disebut alun-alun, yang tidak bisa lepas dari bangunan
disekitarnya dan disebelah Selatan alun-alun terletak keraton/ pendopo atau
35
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

kediaman penguasa setempat. Disebelah Barat terletak Mesjid Agung. Sedangkan


sejumlah bangunan lain yang berskala kota bisanya terletak disebelah Barat dan
Timur alun-alun tersebut. Pendopo kabupaten probolinggo diperkirakan berdiri
sejak akhir abad ke 17, mengawali masuknya masa kolinial, lebih terangnya pada
masa setelah bupati banger/ probolinggo Joyolelono (1746 – 1768) yang
menepatkan pusat kabupatennya berada di daerah kebonsari kulon. Pada masa
bupati ke-2 Raden Tumenggung Joyonagoro atau juga disebut sebagai “Kandjeng
Djimat” struktur kota jawa dalam masa pemerintahan “Inlandsch Bestuur”,
pendopo yang sekaligus sebagai rumah, serta simbol kekuasaan pribumi sudah
pada tempatnya seperti masa sekarang ini, berdekatan dengan alun-alun, masjid
jami’.
Pendopo bupati probolinggo yang berbentuk joglo jawa berukuran 30 x 26
m2, dngan dimesi luas keseluruhan kawasan pendopo seluas 400m2 dengn
struktur bangunan yang terbangun dari kayu jati, terletak di sebelah selatan alun-
alun probolinggo. Hal lain bentuk artistektur jawa seperti halnya pendopo itu
dicerminkan sebagai sebuah miniatur dari kekuasaan jawa, yang pada mas itu
merupakan cerminan dari kraton yogyakarta. Selain difungsikan sebagai simbol
kekuasaan pribumi, pendopo juga merupakan media komunikasi antara penguasa
jawa dengan rakyatnya. Namun demikan, dalam menjalankan pemerintahan, para
bupati beserta para Patih, Wedana atau Para Pangreh Praja (yang berkuasa atas
kerajaan), selalu dalam pola indirect rule dari pejabat resmi belanda seperti,
gubernur jendral, Residen, Assisten Residen, maupun para controleur.

Gambar 2.19 Pendopo Kabupaten Probolinggo

36
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

p. Asrama Suster Perawan Maria


Asrama Putra Sint Jan berdiri pada tahun 1940, sebagai pemekaran dari
Asrama Putri St Josef yang telah berdiri terlebih dahulu. Asrama putra sangat
dibutuhkan karena dalam perjalanan waktu, banyak anak dari daerah yang datang
ke Probolinggo untuk menuntut ilmu.
Asrama Putra Sint Jan yang pada saat tertentu juga disebut panti asuhan itu
memiliki visi yang berpihak pada yang lemah. Adapun visi asrama ini berbunyi:
"Dengan kesamaan martabat manusia sebagai citra Allah yang lebih berpihak
kepada yang miskin, terwujud pelayanan panti asuhan SPM yang kondusif demi
pendampingan pribadi utuh dan keterampilan hidup".

Gambar 2.20 Asrama Suster Perawan Maria

q. Pasar Tradisional Baru


Pasar tradisional Gotong Royong yang terletak di Jl. PB. Sudirman
merupakan pasar tradisional yang mengagumkan, dengan menggabungkan sentra
makanan tradisional dan semi modern. Bahan pokok & sekunder dapat dijumpai
dengan mudah.

37
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.21 Pasar Tradisional

r. Sumber Mata Air (Umbul)


Pada tahun 1965, sumber mata air umbul luasnya 10 x 20 m dengan
beralamat Jl. Soekarno Hatta Kelurahan Pilang Kecamatan Kademangan. Pada
zaman Belanda sebagai tempat pemandian bagi sinder Belanda dan untuk
pengairan sawah sekitar.

Gambar 2.22 Sumber Mata Air (Umbul)

s. Pelabuhan Tanjung Tembaga


Pelabuhan Tanjung Tembaga adalah pelabuhan yang bersejarah, karena
dahulu pada zaman penjajahan Jepang pelabuhan ini sebagai tempat pendaratan
tentara Jepang dan bongkar muat keperluan penjajahan.

38
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Pada perkembangannya Pelabuhan Tanjung Tembaga mengalami


perubahan menjadi pelabuhan ikan, bongkar muat kapal-kapal besar, pelabuhan
antar pulau serta pelabuhan transit bagi kapal-kapal dari daerah lain.

Gambar 2.23 Pelabuhan Tanjung Tembaga

t. Alun-Alun
Alun-alun Kota Probolinggo diperkirakan telah ada sebelum tahun 1743
(prakolonial). Sebagaimana kota-kota tradisional Jawa, alun-alun merupakan inti
dari kota. Pada struktur awalnya alun-alun probolinggo memiliki kesamaan dengan
alun-alun yang ada di Yogyakarta. Berbentuk ruang luar segi empat, pada bagian
tengahnya terdapat dua buah pohon beringin besar yang rindang dengan posisi
sejajar , dan disekelilingnya ditumbuhi jajaran pohon beringin, berjumlah puluhan
pohon. Yang mencuatkan sebuah harmonisasi dengan bangunan yang ada
disekitarnya.
Alun-alun ini merupakan sebuah struktur yang kuno, dulunya berbentuk
segi empat yang terbagi manjadi dua bagian yang sama, ditengah belahannya
adalah jalan. Permukaan tanahnya ditutupi oleh pasir yang halus, dan sebagian
tumbuh rerumputan pendek. Tepat ditengah alun-alun terdapat dua buah pohon
beringin besar yang biasa disebut dalam bahasa jawa sebagai “Waringin Kurung”.
Pohon yang disebut oleh kebanyakan orang jawa sebagai sebuah perlambang
kearifan dan kedewasaan manusia yang melebur dalam kesatuan harmonis antara
manusia dengan semesta.

39
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Sebagai titik pusat kota jawa alun-alun ini selain memiliki fungsi sebagai
simbol kekuasaan pribumi, pendopo juga merupakan media komunikasi antara
penguasa jawa dengan rakyatnya. Kini alun-alun kota probolinggo masih tetap
difungsikan sama, namun demikian bentuk dan struktur ruangnya sudah
mengalami perubahan yang signifikan dari bentuk awalnya, seiring dengan
berkembangnya pembangunan.

Gambar 2.24 Alun – Alun

u. Taman Eropa / Indische Tropische Park - Koramil Wonoasih


Meskipun kotanya merupakan dataran rendah tapi pada latar belakang
kota tersebut terletak pegunungan gunung Bromo dan pegunungan Tengger.
Itulah sebabnya Kota Probolinggo mempunyai daerah hinterland yang subur. Di
daerah dataran rendahnya orang menanam tebu dan padi. Oleh sebab itu pada abad
19, dalam jarak 6 km saja sebelah Selatan dari Probolinggo sudah terdapat 4
buah pabrik gula (Wonolangan, Wonoasih, Sumber Kareng dan Umbul).

40
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Pabrik gula wonoaseh yang berdiri pada tahun 1882, berada disebelah
selatan Kota Probolinggo, dulu disebut dalam distrik wonoaseh, selain memiliki
banguna fisik pabrik, rumah administrator, persil pekerja dan yang paling menonjol
adalah struktur taman bergaya eropa/ Indische Tropische Park. Struktur taman
eropa dipelataran administrator pabrik gula wonoaseh merupakan salah satu
struktur bangunan yang khusus dibangun dengan menawarkan citarasa gaya eropa
bagi orang belanda pada waktu itu.
Indische Tropische Park pabrik gula wonoseh merupakan typical taman
dengan konsep terbuka, dengan varian tamanan tropis/ floral tropis. Konsep taman
ini terdiri dari material batu bata, semen, besi dan sedikit material kayu, yang
diaplikasikan pada tembok pembatas taman, chandelier/ lampu taman, kursi taman
dan fountain/ air mancur.

Gambar 2.25 Taman Eropa

v. Situs Kalibanger (1770 ganti Probolinggo)


Banger merupakan sebuah nama wilayah yang sebelum nama Probolinggo
ada. Nama banger tersebut merupakan nama salah satu sungai yang ada di
Probolinggo. Kali Banger merupakan sungai utama di Probolinggo yang memiliki
peran penting dalam bidang perdagangan. kapal-kapal pedagang China bisa masuk
hingga ke tengah Kota Probolinggo. Ini menunjukkan Kali Banger bisa menjadi
jalur strategis. sejak tahun 1770 nama wilayah Banger berubah nama dan diganti
41
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

dengan probolinggo. Penggantian nama tersebut juga membuat aura dari Kali
Banger semakin meredup di mata masyarakat sekitar bantaran. Kondisi itu semakin
diperparah dengan tidak berfungsinya Kali Banger sebagai jalur perahu-perahu
Niaga lagi.
Situs sungai/kali “Banger” saat ini panjangnya ± 6,4 km. Hulu sungai
terdapat di DAM Air Desa Pakistaji, sedangkan muara sungai terdapat di Desa
Mangunharja, dukuh Tajungan sebelah timur DOK pelabuhan menuju ke laut
lepas. Situs Sungai Banger tidak berfungsi untuk mengairi sawah, karena tidak ada
cakupan baku sawah, sehingga berfungsi sebagai Drainase (saluran pematusan /
pembuagan air non irigasi). Bila diurutkan dari arah selatan Sungai Banger / Kali
Banger bersumber dari dua tempat, sebelah barat dari sumber air Andi, sedangkan
di sebelah timur dari sumber air bedungan Kedunggaleng, melewati bendugan
Kedungmiri, bendungan Sukun, bendungan Randu, bendungan Gladakserang. Di
kelurahan Jrebeng, dan Kanigaran sungai pecah menjadi dua (2), di sebelah barat
namanya tetap sungai Banger, sedangkan di sebelah timur bernama sungai Pancor.
Kami perkirakan kondisi fisik sungai pada saat sekarang dengan kondisi sungai
400 tahun lalu, sangat berbeda jauh, baik dalam sisi dimensi, debit air dan
kedalamannya.

Gambar 2.26 Sungai Kalibanger

2.3.3. Aset Pusaka Tak Ragawi


Pusaka budaya non ragawi yang terdapat di Kota Probolinggo, terdiri dari :
2.3.3.1. Komunitas
42
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

a. Pecinan
Sejak memasuki gapura megah di Jl. KH. Wahid Hasyim yang didesain
dengan gaya khas Negeri Tirai Bambu, anda seakan di kelilingi oleh puluhan
klenteng. Hampir di setiap sisi, setiap sudut, setiap ruas jalan, ada saja sebuah
klenteng yang berdiri di antara toko-toko, restoran-restoran dan bangunan lain di
kawasan Pecinan Sekarang ini. Klenteng besar dan kecil dalam warna-warna merah
seperti berlomba memamerkan keanggunannya. Wangi dupa semerbak menerpa
setiap kali anda melewati sebuah klenteng. Menyusuri wilayah Pecinan Semarang
memang merupakan eksotisme yang tiada duanya. Salah satu klenteng yang patut
anda kunjungi, baik untuk bersembahyang atau sekedar berfoto-foto di halamannya
adalah Klenteng Tay Kak Sie di Gg. Lombok. Pengobatan tradisional Cina tak
hanya ditawarkan di kawasan Pecinan saja. di bilangan Kota Lama, tepatnya di
jajaran kios sepanjang kanal yang dihubungkan Jembatan Berok. Di sini, sebuah
ruangan petak berukuran mungil menjadi tempat praktek Sin She Ang King Lim.
Sambil memainkan alat-alat musik Cina seperti mu fu, a fu atau gitar bulan, Sin
She Ang dengan sabar menanti pengunjung. Ilmu turun temurun yang dipelajari
Sin She Ang dari pamannya pada tahun 1950-an, terbukti mampu menyembuhkan
beragam penyakit, dari batuk hingga tumor ganas bahkan juga racun ular
berbahaya.

Gambar 2.27 Kampung Pecinan

b. Kampung Arab
Etnis Arab pertama kali datang ke Probolinggo sekitar awal tahun 1800 dan
berasal dari berbagai macam Fam antara lain: Fam Bahanan, Bin Kuddah, Al katin,
Assegaf, Al Idrus, Bin Silim, Ba Saeb, Bin Agil, Ba Maazru, Buftem, Al Jaidi,

43
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Bajrai. Mayoritas masyarakat etnis arab di probolinggo memiliki mata pencaharian


sebagai pedagang, berbea dengan etnis cina masyarakat etnis arab secara spesifik
berdagang seperti halnya kain, minyak wangi, jamu dan perlengkapan ibadah umat
islam. Sejak diberlakukannya UU. Wijkenstelsel pada th. 1835 yang
mengharuskan orang China dan orang Timur Asing lainnya berdiam diwilayah
yang ditentukan oleh penguasa kolonial belanda, sejak itulah kelompok-kelompok
etnis termasuk arab dikonsentrasikan didaerah khusus yang lazim kita kenal sampai
sekarang sebagai kampung arab. Arabische Wijk atau Kampung Arab di kota
probolinggo pada th. 1905 tercatat jumlah penduduknya berjumlah kurang lebih
350 orang, mereka ditempatkan di sebelah barat dari jalan utama Heerenstraat
(sekarang Jl. Suroyo), yaitu Jl. Dr. Wahidun. Memiliki ciri jalannya lebih banyak
pepohonannnya, bila dibanding dengan jalan Kartini, dan pohon-pohon di halaman
pun lebih tinggi. Rumah-rumah disini lebih tersembunyi daripada Kampung
Melayu (Jl. Kartini). Tembok batas halaman depannya tinggi, tertutup dengan
gapura dengan pintu sederhana, identik dengan kampung Arab yang banyak
terdapat pada kota-kota di Jawa yang kita kenal. Sekat-sekat halaman yang
setengah transparan itu kebanyakan berupa pagar yang mewah berupa besi cor.

Gambar 2.28 Kampung Arab

c. Kampung Melayu
Pada catatan belanda yang tertulis dalam “Rappoert van het landscap
Probolinggo” ketika probolinggo ditetapkan menjadi ibukota karesidenan atau
afdeling pada tahun 1855, jumlah penduduk etnis melayu yang tercatat hanya

44
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

berjumlah 22 jiwa yang terkonsentrasi di sebelah Selatan Jl. Kartini daaannn


disebut kampung Melayu. Bagian ini mempunyai profil dan pemandangan jalan
yang mirip dengan kawasan kampung Jawa yang letaknya disebelah timur kota.
Halamannya pada kedua belah sisi sama dalamnya, yaitu 4.5 M, pembangunannya
dibentuk oleh rumah-rumah batu yang berdiri sendiri, bertingkat satu dan diberi
atap genting. Rumah-rumah yang lebih baru mempunyai atap perisai. Banyak
rumah yang dilengkapi dengan serambi muka disebelah jalan. Halamannya
ditanami oleh pohon buah yang rendah-rendah, diantaranya ialah mangga. Pada
kedua ujung dari bagian jalan ini dulu dibangun pilaster-pilaster seolah-olah
menggambarkan adanya semacam gapura. Jadi memberikan kesan, bahwa orang
telah memasuki daerah yang khusus. Bagi penghuni kawasan, ini memberikan rasa
ikut memiliki kawasannya. Salah satu dari kaplingnya dibangun sebuah mesjid.
Menaranya mendominasi kawasan sehingga terkesan adanya karakter tersendiri.

Gambar 2.29 Kampung Melayu

d. Kampung Madura
Sejatinya keberadaan orang madura di probolinggo dapat kita sebutkan
sudah sebelum abada ke 18. Namun mereka tidak menjadi residen/ menetap di
probolinggo. Ketika probolinggo menjadi kota afdeling pembangunan kota
semakin bagus, sawah-sawah baru dibuka serta pengairan nya sangat baik. Untuk
itu banyak di datangkan tenaga dari Madura, terutama dari Sampang (W.H. van
Ijsseldijk, ’Verslag over de gesteldheid van Java’s oostthoek (1799)’ dalam J.K.J.
de Jonge, De Opkomst van het Nederlandsch Gezag in OostIndië. Verzameling van

45
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

onuitgegeven Stukken uit het OudKolonial Archief. vol xii (’sGravenhage: Nijhoff,
1884). Namun demikian penduduk madura yang menjadi residen/ penduduk tetap
probolinggo jumlahna hanya ada beberapa ratus orang saja. Pada mulanya mereka
ini bertempat tinggal di daerah Utara dekat pelabuhan. Kampung Madura biasanya
dihuni oleh para nelayan di daerah Mayangan, yang artinya orang-orang perahu.
Daerah pelabuhan di dominasi dengan kegiatan pelabuhan serta gudang-gudang
penyimpanan gula, kopi dan tembakau untuk kepentingan orang-orang Eropa.
Kawasan ini memiliki tipikal hunian yang sederhana menyerupai rumah blok
dengan bahan dasar anyaman bambu dengan tata bangunan yang sedikit kurang
tertata dengan baik. Hal lain sebagian orang perahu madura memiliki intesnsitas
pekerjaan yang lebih banyak berada dilaut sehingga beberapa dari mereka juga ada
yang bertempat tinggal diatas perahu.

Gambar 2.30 Kampung Madura

e. Pribumi
Pada jaman kolonial Belanda, masyarakat di Jawa dibagi menjadi 3 bagian
berdasarkan Ras. Kelompok pertama adalah orang Eropa (yang didominasi oleh
orang Belanda). Kelompok kedua adalah Pribumi. Dan ketiga adalah kelompok
Timur Asing (Vreemde Oosterlingen), yang terdiri dari oang-orang China, Arab
dan India yang lahir atau tinggal di Hindia Belanda selama 10 tahun. Untuk
mempertegas pemisahan ini pada th. 1835, diadakan undang-undang yang disebut
sebagai ‘wijkenstelsel’ di P. Jawa. Peraturannya berbunyi: Orang Timur Asing
(Vreemde Oosterlingen) yang menjadi penduduk Hindia Belanda, sedapat mungkin

46
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

dikumpulkan di daerah-daerah terpisah dibawah pimpinan kepala mereka masing-


masing.
Daerah permukiman orang Pribumi terletak di ujung sebelah Timur dari
daerah Pecinan. Tata letak ruangnya sangat ketat sekali, tapi tampak hijau, pagar
rumah umumnya dibuat dari bambu. Daerah ini semakin ke Timur jalannya
semakin sempit, dan akhirnya hanya merupakan jalan setapak saja. Pada th. 1905
penduduk Pribumi di Probolinggo berjumlah kurang lebih 12.500 orang, yang
merupakan jumlah terbanyak dari semua suku bangsa yang ada dikota ini.
Permukiman Pribumi ini secara tata ruang rupanya sengaja oleh Belanda
diletakkan relatif jauh dari permukiman orang Eropa, karena untuk mencapai
daerah orang Eropa , kita harus melalui daerah Pecinan dan pusat kota lebih dulu.
Daerah ini merupakan hunian bagi penduduk lokal, khususnya para pekerja
yang datang dari desa yang akan mencari pekerjaan di kota ketika periode masa
tanam paksa belanda, juga pendatang dari luar daerah seperti madura yang
dipekerjakan sebagai pengurus perkebunan maupun pekerjaan lain untuk
membangun probolinggo dan akhirnya memutuskan untuk menetap di probolinggo.

Gambar 2.31 Kampung Pribumi

f. Pendalungan
Tapal Kuda atau “sepatu kuda” adalah nama alternatif sebuah
kawasan di provinsi Jawa Timur, tepatnya di bagian timur provinsi
tersebut. Dinamakan Tapal Kuda, karena bentuk kawasan tersebut dalam peta
47
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

mirip dengan bentuk tapal kuda. Kawasan Tapal Kuda meliputi Pasuruan (bagian
timur), Probolinggo, Lumajang, Jember, Situbondo, Bondowoso, dan Banyuwangi.
Dalam bahasa Inggris daerah ini disebut sebagai The Eastern
Salient dan dalam bahasa Belanda sebagai De Oosthoek yang dua-duanya
berarti "pojok timur".1 Masyarakat Tapal Kuda menduduki urutan kedua
dalam klasifikasi kasta masyarakat Jawa (http://www.topix.com). Disebut Tapal
Kuda karena masyarakat satu ini mendiami wilayah Tapal Kuda (U Shape)
di daerah ujung timur Provinsi Jawa Timur. Adapun istilah
Pendalungan mengacu pada bahasa keseharian masyarakat tapal kuda adalah
bahasa ngoko/kasar yang struktur gramatikanya belum mapan ditandai interferensi
leksikal dan gramatikal.
Dalam konteks sosio-politik, kelima daerah di Tapal Kuda yakni,
Probolinggo Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dan Jember sering dianggap
sebagai wilayah yang rawan konflik. Sejumlah peristiwa yang menjadikan
pembenar justifikasi tersebut antara lain: (a) Peristiwa Jenggawah, konflik antara
petani dengan pihak PTPN X di Jember, (b) Aksi pembakaran sejumlah
gereja di Situbondo 1995, (c) Kasus perebutan tanah antara penduduk
dengan militer di Sukorejo Jember, (c) Aksi pembantaian karena isu “Ninja”
di Banyuwangi dan Jember pada 1998, dan (d) Aksi masyarakat Tapal
Kuda ketika Gus Dur (Abdurrahman Wahid) dilengserkan dari kursi
kepresidenan 2002.2
Penghuni atau penduduk tapal kuda mayoritas adalah etnis Madura. Meski
ada minoritas etnis Jawa, namun pengaruh Madura yang sangat kuat
menyebabkan karakter budaya di wilayah ini lebih condong beraroma Madura.
Pada masa kerajaan Mataram baik Mataram Lama maupun Baru, wilayah tapal
kuda tidak pernah menjadi bagian kerajaan Mataram. Wilayah ini disebut
juga sebagai bumi Blambangan. Sifat keberanian yang kadang berlebihan
merupakan karakter masyarakat tapal kuda. Konon, menurut Pramudya Ananta
Toer di Probolinggo, Majapahit pernah direpotkan oleh pemberontakan Minak
Djinggo. Selain Majapahit,VOC juga mendapat kesulitan (perlawanan yang
signifikan) di sini.
Kawasan Tapal Kuda terdapat tiga pegunungan besar: Pegunungan Bromo-
Tengger-Semeru, Pegunungan Iyang (dengan puncak tertingginya Gunung

48
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Argopuro), dan Dataran Tinggi Ijen (dengan puncak tertingginya Gunung


Raung). Ciri khas kawasan ini adalah dihuni (didominasi) oleh Suku Madura dan
Suku Jawa. Suku Madura bahkan mayoritas di sejumlah tempat,
khususnya di bagian utara; sebagian besar tidak dapat berbahasa Jawa, meski
tinggal di lingkungan Jawa.
Dalam hal eksistensi budaya, sebagaimana daerah lainnya, kota
Probolinggo telah berusaha mempromosikan objek budaya ke luar
daerah untuk menarik minat wisatawan. Karena ini merupakan sebuah praktik
reflektif, setiap proyek pengembangan budaya (masyarakat) harus mengambil
bentuk yang paling relevan dengan masyarakat setempat, khususnya di
mana masyarakat tersebut telah terlibat dalam proses-proses
pengambilan keputusan selama pengembangan budaya berlangsung.
Pengembangan budaya dalam masyarakat menggambarkan
sebuah proses kerja bersama masyarakat untuk mengembangkan kapasitas
melalui kerjasama budaya dan seni. Semua masyarakat dunia dan seniman
bekerjasama secara kreatif dengan menggunakan praktik pengembangan
budaya untuk menggali dan mengekspresikan pandangan masyarakat tentang isu-
isu penting – sambil membantu mereka menguasai keterampilan-
keterampilan baru ketika melakukannya.
Padahal dalam hal kebudayaan, masyarakat di wilayah
Probolinggo, Bondowoso, Situbondo, Lumajang, dan Jember
mempunyai keunikan dan karakteristik yang menjadikan wilayah ini
dinamakan Pendalungan.
Pendalungan dalam konteks wacana kebudayaan merupakan “tema
baru” dan belum banyak mendapat perhatian serius dari para pakar budaya.
Kenyataan tersebut memang bisa dimaklumi, karena dalam konteks wilayah
kebudayaan dan geografis, Pendalungan memang berada pada “ruang lain
kebudayaan”. Mengapa dikatakan demikian? Dari sisi posisi dan wilayah,
Pendalungan hanya merupakan satu wilayah kebudayaan (cultural area) di bagian
timur Provinsi Jawa Timur (meliputi Probolinggo, Situbondo,
Bondowoso, Jember, dan Lumajang) dan jauh dari pusat informasi,
jauh dari center of excellence, sehingga menjadikannya sebagai “liyan”
(the other) yang kurang diminati.

49
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Budaya Pendalungan sebagai percampuran budaya Madura dengan


budaya etnis lain di Probolinggo telah melahirkan suatu budaya tersendiri
yang relatif unik. Probolinggo sebagai "kota Pendalungan" bisa memiliki kultur
seni dan budaya Pendalungan yang kental.
Pola interaksi dan adaptasi antar budaya sebagai konsekuensi
proses komunikasi antaretnis, tidak bisa dielakkan, telah melahirkan sebuah
“cengkok” atau varian budaya baru bernuansa hibrid yang kemudian disebut
Pendalungan. Memang sebagai dua etnis mayoritas, Pendalungan kemudian
lebih bernuansa perpaduan Jawa dan Madura. Tetapi kalau bicara dalam
konteks yang luas, maka bisa dimunculkan tesis baru.
Pendalungan merupakan proses interaksi dan komunikasi di antara beragam
etnis yang berakar dari peran sosial dan atraksi kultural masing-masing yang
kemudian menghasilkan budaya hibrid. Hibridasi dalam konteks ini
tidak hanya membicarakan proses perpaduan antara bermacam
budaya yang menghasilkan budaya baru. Hibridasi yang terjadi di
wilayah Pendalungan merupakan hibridasi structural dan hibridasi kultural.
Pendalungan adalah “Liyan” atau “The Other”, keberadaan budaya
Pendalungan yang terlanjur divonis sebagai budaya “pinggiran” atau marjinal
ini, mau tidak mau harus segera diperjuangkan sebagai aset, sebagai
modal kekayaan kultural secara lebih positif. Paling tidak, keberadaan
budaya Pendalungan yang dianggap “the other” atau “liyan” tersebut mampu
dipahami secara adil oleh komunitasnya maupun kepada publik yang lebih
luas. Permasalahannya adalah bahwa kondisi kesadaran internal (komunitas
Pendalungan) itu sendiri hingga sekarang, memang belum tumbuh dan
berkembang secara baik. Sebagian besar masyarakat di lokasi survai masih belum
mengerti apa itu Pendalungan?
Salah satu kesenian tradisional Kota Probolinggo adalah Jaran
Bodhag. Dalam terminologi Bahasa Madura “Jeren/Jaran” berarti Kuda,
sedangkan “Budheg/Bodhag” berarti Wadah Nasi. Jaran Bodhag mulai muncul dan
dikenal oleh masyarakat Kota Probolinggo sejak jaman awal kemerdekaan.
Salah satu sumber menerangkan bahwa Jaran Bodhag merupakan kesenian turunan
(hybrid) dari kesenian yang ada sebelumnya, yaitu Jaranan Kencak.

50
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Namun Jaran Bodhag tidak menggunakan jaran asli tetapi


menggunakan semacam tiruan kuda dari bahan rotan dan kayu. Bentuk
penyajian Jaran Bodhag adalah arak-arakan dan diiringi musik kenong telo yang
terdiri dari kenong, gong, kendang dengan tambahan sronen. Tampilan
Jaran Bodhag terdiri dari dua orang pembawa Jaran Bodhag, serta dua orang
Janis/Penari/Pengiring/Pembawa Jaran Bodhag.
Pada penyajiannya, kesenian Jaran Bodhag menyajikan tembang-tembang
tradisi lokal yang disebut dengan Kenong Telo. Pakaian Jaran Bodhag sangat
gemerlapan, menarik, unik, yang didesain sendiri oleh pemiliknya. Jaran Bodhag
biasanya ditampilkan pada saat acara khitanan dan perayaan tradisi
lainnya, seperti Kesenian Lengger, Terbang Jidor, Hadrah, Karapan Kambing,
karapan sapi brujul dan sebagainya.

Gambar 2.32 Pendalungan

2.3.3.2. Tari – Tarian


a. Jaran Bodhag
Salah satu kesenian tradisional kota Probolinggo adalah Jaran Bodhag.
Dalam terminologi bahasa Madura “Jeren/Jaran” berarti kuda, sedangkan
“Budheg/Bodhag” berarti wadah nasi. Jaran Bodhag mulai muncul dan dikenal
oleh masyarakat Kota Probolinggo sejak zaman awal kemerdekaan. Salah satu
sumber menerangkan, bahwa Jaran Bodhag merupakan kesenian turunan (hybrid)
dari kesenian ada sebelumnya, yaitu “Jaran Kecak”, namun jaran bodhag tidak

51
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

menggunakan Kuda asli, tetapi menggunakan semacam bentuk tiruan kuda dari
bahan rotan dan kayu.
Bentuk penyajian Jaran Bodhag adalah arak-arakan dan diiringi musik
kenong telo’ dengan tambahan sronen. Tampilan Jaran Bodhag terdiri dari dua
orang pembawa Jaran Bodhag, serta dua orang Janis/penari pengiring/pembawa
Jaran Bodhag. Pakaian Jaran Bodhag sangat gemerlapan, menarik, unik, yang
didesain sendiri oleh pemiliknya dengan segala kemampuan estetiknya dengan
maksud untuk menarik perhatian penonton. Jaran Bodhag biasanya ditampilkan
ketika masyarakat melaksanakan khitanan/santan dan perayaan-perayaan
tradisional lain di masyarakat sebagai salah satu acara hiburan.

Gambar 2.33 Jaran Bodhag

b. Lengger – Kota Probolinggo


Lengger merupakan salah satu bentuk kesenian rakyat yang tergolong
langka, dan hanya terregenerasi oleh beberapa kelompok saja. Lengger ini dapat
kita katakana sebagai kesebian yang mirip dengan tandhak’an (jawa.ngoko) yang
pada mulanya beroperasi dengan berkeliling kota, keluar masuk kampong, dan bisa
saja berhenti disembarang tempat dimana ada orang yang nanggap (jawa. ngoko)
membayar pertunjukannya.
Selekas itu mereka berhenti dihadapan para pemesan jasa pertunjukannya,
bisa di emperan toko, halaman rumah, lapangan, tempat istirahat dan lain
sebagainya. Begitu banyak para penonton yang ada disekitar tempat pementasan,

52
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

tak ayal ada saja beberapa orang yang secara sukarela memberikan hadiah/ bonus
berupa uang tips yang biasa kita sebut dengan saweran/ nyawer (jawa. ngoko).
Lengger diiringi dengan alat-alat tradisional berupa gamelan jawa pelog
dengan nuannsa khas jawa maupun madura. Keunikan yang dimiliki oleh kesenian
lengger di kota probolinggo adalah keunikan pada gaya gerak dan gendingan/
irama musik yang sangat kental berbudaya Madura, khususnya gendingan
pamekasan maupun bangkalan, seperti gending sigrak, cokek.
Pada masa kini bentuk penyajian kesenian lengger ini, meliputi pembuka/
pambuka, inti penyajian, penutup dan unsur-unsur pendukung meliputi: Iringan,
tata rias, tata busana/kostum, tata lampu (lighting), tata suara (sound), properti,
dan tempat pertunjukan. Ragam geraknya antara lain, gerak Majeg; melambangkan
kemantapan dalam melakukan gerak, Egolan; melambangkan keerotisan wanita,
Lembehan Untal Tali Kipatan; melambangkan kewaspadaan agar terlindung dari
segala sesuatu yang kurang baik, Penthangan; melambangkan penyatuan tujuan
dari segala penjuru, arah gerak/ langkah, dan Seblak Sampur; melambangkan
gambaran dalam menghalau zat-zat yang negatif.

Gambar 2.34 Tari Lengger

c. Ojung
Tradisi Ojung adalah tradisi saling pukul badan dengan menggunakan
senjata rotan yang dimainkan oleh dua orang. Kedua peserta Ojung akan saling
bergantian memukul tubuh lawannya. Jika peserta satu memukul, maka lawannya
akan berusaha menangkis dan menghindar.

53
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Tradisi ini memang mirip dengan olahraga Pedang Hanggar, dimana warga
diajak beradu teknik dan kemampuan saling memukul dengan menggunakan
sebilah rotan. Terdapat aturan permainan dalam tradisi ini, yakni setiap pemain
memiliki jatah memukul dan menangkis masing-masing 3 kali. Bagi siapa yang
banyak mengenai lawannya ketika memukul maka dialah yang menang.
Tradisi ini memiliki tujuan untuk menghindari datangnya bencana alam
atau tolak bala’ dan selalu diselenggarakan pada setiap tahun. Keunikan lainnya
dari tradisi ini adalah sebelum acara dimulai, warga selalu melakukan ritual
terlebih dahulu berupa permohonan do’a kepada yang Maha Kuasa, agar kegiatan
tersebut dapat berjalan dengan lancar dan tanpa ganjalan yang tidak diinginkan.

Gambar 2.35 Ojung

d. Tuk Petuk
Dalam bahasa jawa, tuk petuk adalah cukul yang berarti tumbuh. Tuk petuk
adalah tradisi ruwatan atau rokat yang diperuntukkan bagi keluarga yang memiliki
anak laki-laki tunggal (tanganteng) atau anak perempuan tunggal (ontang anting)
dan juga mempuanyai dua anak laki-laki semua atau perempuan semua. Tradisi ini
tetap berjalan sampai saat ini, hal itu dikarenakan masyarakat percaya bila tidak
diadakan ruwatan maka akan menghambat rejeki anak tersebut atau bila
mempunyai anak dua laki-laki atau perempuan semua maka salah satunya diantara
mereka akan meninggal. Salah satu pemain tuk-petuk yang masih tersisa di Kota
Probolinggo adalah Pak Misnari atau yang lebih akrab disapa dengan Pak Ari.
Dalam pelaksanaanya, menjelang prosesi ritual tuk petuk, Pak Misnari melakukan

54
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

puasa selama 7 hari, Ritual ini berlangsung selama 10 jam, dilaksanakan pada jam
18.30 WIB sampai dengan 05.30 WIB. Pada saat melakukan ritual ini berlangsung
selama 10 jam, Pak Misnari didampingi oleh 2 orang yaitu menantunya untuk
membantu menggunakan peralatan dalam ritual tuk petuk. Ada 3 alat yang
digunakan dalam ruwatan ini yaitu gendang besar (terbang) yang dinamai se macan
oleh leluhur Pak Misnari, gendang kecil dan tuk petuk (rebana kecil).

Gambar 2.36 Tuk Petuk

e. Terbang Jidor
Seni terbang jidor/ gendingan diperkirakaan sudah ada sejak masa pra
kolonial pada akhir abad ke 18. Jenis kesenian ini tidak memiliki kesamaan
dengan seni hadrah, meskipun alat yang dipakai serupa. Terbang yang dipakai
pada seni hadrah dilengkapi dengan bunyi-bunyian gemerincing, sedangkan pada
seni terbang gendingan tidak terdapat, bahkan bentuknya lebih besar.
Proses latihan-latihan terbang jidor/ gendingan selain diselenggarakan di
rumah-rumah, diselenggarakan pula di langgar-langgar tanpa adanya kidung-
kidungan. Selain untuk memeriahkan arisan-arisan keluarga, terbang jidor juga
banyak ditampilkan untuk memeriahkan pesta-pesta pernikahan, khitanan dan
sebagainya. Penyelenggaraan terbang jidor/ gendingan ini secara auditif, karena
para penabuhnya tidak terlihat oleh para penonton dengan menggunakan tenda
sebagai penutupnya. Alat-

55
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Alat/ instrumen terdiri dari: 7 terbang dan 1 Jidor. Tiap-tiap terbang


mempunyai nada-nada sendiri-sendiri dan satu diantaranya diapakai sebagai
gendang. Fungsi jidor disini sebagai gongnya. Terbang jidor/ gendingan ini
menggunakan sistem pernadaan selendro atau disebut juga pentatonis. Oleh
karenanya ensemble terbang ini disebut terbang jidor/gendingan, karena sama
pernadaannya dengan gamelan, dan dilakukan baik secara vokalis maupun
instrumentalis.
Dapat dikatakan bahwa terbang jidor/ gendingan merupakan representasi
peralihan dari ensemble gamelan ke alat musik sejenis terbang dengan
perbedaan bentuk yang mencolok alat dari besi dan kulit. Lagu maupun
instrumentalia yang diperdengarkan pada umumnya dari jenis-jenis lagu Jawa,
misalnya: Puspowarno, Pangkur, Jula-juli, Sampak dan sebagainya disertai
vokalnya.

Gambar 2.37 Terbang Jidor

f. Wayang Kulit
Kota Probolinggo memiliki berbagai ragam kesenian yang juga sudah
ada sejak lama, diantaranya kesenian Wayang Topeng, Wayang Orang dan
kesenian Wayang Kulit/ Wayang Purwa. Di kota probolinggo dulunnya wayang
kulit menjadi kegemaran bagi golongan masyarakat tertentu.
Wayang kulit di Kota Probolinggo memiliki kesamaan dengan wayang kulit
yang ada di pulau jawa , berikut secara umum mengambil cerita dari naskah
Mahabharata dan Ramayana, namun memungkinkan ki dalang terbatasi hanya
pada pakem (standard), tetapi juga memainkan lakon carangan/ gubahan.

56
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Ciri pagelaran wayang kulit diprobolinggo adalah wayang Gagrag Jawa


Timuran, sehingga percakapan dalam pertunjukan ini menggunakan bahasa Jawa
yang dapat dimengerti oleh masyarakat, juga disebabkan Kota Probolinggo
merupakan daerah pertemuan para penduduk pendatang dari lain daerah, seperti
jember, lumajang, madura dll.
Pertunjukan Wayang Kulit di Kota Probolinggo, memiliki ciri tertentu,
selain dimaksudkan untuk menyediakan sebuah pertunjukan dan hiburan, pagelaran
wayang kulit ini diselenggarakan untuk menunaikan sesuatu nadzar/ Keinginan.
Hal lain yang menjadi keunikan tersendiri di Kota Probolinggo, pagelaran
wayang kulit tidak hanya digelar ditempat orang kebanyakan atau pemilik hajat,
tetapi tempat yang sering digunakan adalah dipelataran Klenteng Liong Tjwan Bio/
Rumah Ibadah Tridharma, Sumber Naga, Kota Probolinggo(.)

Gambar 2.38 Wayang Kulit

g. Wayang Potehi
Potehi berasal dari kata pou 布 (kain), te 袋 (kantong) dan hi 戯 (wayang).
Wayang Potehi adalah wayang boneka yang terbuat dari kain. Sang dalang akan
memasukkan tangan mereka ke dalam kain tersebut dan memainkannya layaknya

57
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

wayang jenis lain. Kesenian ini sudah berumur sekitar 3.000 tahun dan berasal dari
Tiongkok.
Menurut legenda, seni wayang ini ditemukan oleh pesakitan di sebuah penjara.
Lima orang dijatuhi hukuman mati. Empat orang langsung bersedih, tapi orang
kelima punya ide cemerlang. Ketimbang bersedih menunggu ajal, lebih baik
menghibur diri. Maka, lima orang ini mengambil perkakas yang ada di sel seperti
panci dan piring dan mulai menabuhnya sebagai pengiring permainan wayang
mereka. Bunyi sedap yang keluar dari tetabuhan darurat ini terdengar juga oleh
kaisar, yang akhirnya memberi pengampunan.
Menurut sejarah, diperkirakan jenis kesenian ini sudah ada pada masa Dinasti
Jin 晉朝 (265-420 Masehi) dan berkembang pada Dinasti Song 宋朝 (960-1279).
Wayang Potehi masuk ke Indonesia (dulu Nusantara) melalui orang-orang
Tionghoa yang masuk ke Nusantara pada sekitar abad 16 sampai 19. Data yang
sahih berupa catatan awal tentang wayang Potehi di Indonesia, berasal dari seorang
Inggris bernama Edmund Scott. Dia pergi ke Banten 2 kali, antara 1602 dan 1625.
Ia menyebutkan, pertunjukan sejenis opera, yang diselenggarakan bila jung-jung
akan berangkat ke atau bila kembali ke Tiongkok. Ia mengamati dengan teliti,
bahwa pertunjukan ini berhubungan dengan penyembahan dan bahwa biarawan-
biarawan mempersembahkan kurban, dan bersujud di tanah sebelum persiapan.
Scott menuliskan bahwa "mereka sangat menyukai sandiwara dan nyanyian, tapi
suara mereka adalah yang paling jelek yang akan didengar orang. Sandiwara atau
selingan itu mereka selenggarakan sebagai kebaktian kepada dewa-dewa mereka:
pada permulaannya, mereka lazim membakar kurban, para pendetanya berkali-kali
berlutut, satu demi satu. Sandiwara ini biasa diadakan, apabila mereka melihat jung
atau kapal berangkat dari Banten ke Tiongkok. Sandiwara ini kadang-kadang mulai
pada tengah hari dan baru berakhir keesokan paginya, biasanya di jalan terbuka, di
panggung yang didirikan untuk maksud itu.
Penjelajah-penjelajah 1-2 abad kemudian menggambarkan bahwa teater ini yang
asli dari Tiongkok, sudah mapan di masyarakat-masyarakat perantau di kota utama
pada masa itu. Sayangnya, hanya sedikit keterangan bahasa yang dipakai dalam
pertunjukan itu. Juga tidak terdapat teater boneka sarung dari Fujian Selatan, yang
dikenal dengan nama po-te-hi, yang kini masih ada di Jawa Timur dan Jawa
Tengah. Pada abad ke-18, seorang Jerman yang bernama Ernst Christoph

58
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Barchewitz (yang tinggal selama 11 tahun di Jawa) menunjukkan bahwa ketika ia


melihatnya di Batavia pertunjukan-pertunjukan ini diselenggarakan dalam bahasa
Tionghoa.
Bukan sekadar seni pertunjukan, Wayang Potehi bagi etnik Tionghoa memiliki
fungsi sosial serta ritual. Tidak berbeda dengan wayang-wayang lain di Indonesia.
Beberapa lakon yang sering dibawakan dalam Wayang Potehi adalah Si Jin Kui 薛
仁貴 (Ceng Tang 征東 dan Ceng Se 征西), Hong Kiam Chun Chiu 鋒劍春秋, Cu
Hun Cau Kok 慈雲走國, Lo Thong Sau Pak 羅通掃北 dan Pnui Si Giok 方世玉.
Setiap wayang bisa dimainkan untuk pelbagai karakter, kecuali Koan Kong 關公,
Utti Kiong 尉遲恭, dan Thia Kau Kim 程交金, yang warna mukanya tidak bisa
berubah.

Gambar 2.39 Wayang Potehi

2.3.3.3. Upacara
a. Petik Laut
Petik Laut ini diadakan dengan tujuan utama untuk menyukuri nikmat
rezeki para nelayan selama setahun yang lalu serta memohon berkah, keselamatan
dan hasil yang bermanfaat pada masa yang akan datang. Agar lebih memeriahkan
acara maka diadakan pula rangkaian acara untuk mendukung Petik Laut 2008 ini
antara lain, Khataman dan Istighotsah, Lomba Perahu Hias serta Hiburan.

59
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Keseluruhan acara dikemas sedemikian rupa juga dalam rangka menggali potensi
wisata adat di Kota Probolinggo.

Gambar 2.40 Tradisi Petik Laut

b. Larung Sesaji Bumi


Tradisi ini rutin digelar tujuh hari setelah Idul Fitri. Acara diawali dengan
arak-arakan yang dikawal sembilan orang berpakaian adat jawa sebagai simbol
Wali Songo.Nasi tumpeng yang dimasukkan dalam miniatur perahu ditandu oleh
empat orang sebagai simbol empat cantrik yang berguru kepada Sunan Kalijogo.
Nasi tumpeng dan aneka hasil laut kemudian dibawa ke atas perahu untuk dilarung
ke tengah lautan. Sebelum tumpeng dilarung, seorang sesepuh terlebih dulu
memimpin doa agar para nelayan tetap dikaruniai rezeki melimpah.

60
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.41 Tradisi Larung Sesaji

c. Miwiti
Pengertian : miwiti adalah upacara/selamatan yang dilakukan ketika akan
memanen padi. Adapun waktu pelaksaannya adalah sekitar pukul 17.00 WIB
ketika besuknya padi akan dipanen.
Bahan/alat upacara: merang; kemenyan; ancak yang berisi 12 takir masing-
masing takir berisi antara lain telor ayam mentah, rokok klobot, bahan nginang,
bubur beras merah, bubur beras putih, ampyang (serbuk dari jagung, otok, dan
kacang ijo yang dikepel), nasi 2 kepel, jajan pasar 7 macam, kaca kecil dan sisir,
bunga, gipang jagung, susur, dan kadang-kadang ada perwakilan bumbu dapur;
pisang gedang rojo atau ayu; tupat lepet; nasi dan ayam panggang. Bagi yang
punya pusaka/keris yang ada hubungannya dengan tanaman juga dibawa.
Tatacara Pelaksanaan Upacara : pelaksanaan upacara/selamatan tempatnya
di tula’an (tempat pintu masuk air di sawahnya), merang dibakar kemudian
kemenyaan ditaburkan di atas api sambil membaca do’a-do’a/mantra-mantra,
kemudian mengani/mengambil padi beserta tangkainya sebanyak 4 genggam.
Selesainya acara selamatan sebagian/separuh nasi, ayam panggang, pisang,
tupat lepet serta 4 genggam padi beserta tangkainya juga dibawa pulang. Sesampai
di rumah 4 tipat lepet beserta 4 genggam padi beserta tangkai dipasang dipojok
bagian atas lumbung padi. Sedangkan sebagian/separuhnya ditinggal di tula’an.
Biasanya langsung jadi rebutan orang yang cari rumput, orang yang lewat, atau
sengaja menunggu untuk mendapatkan.
Besuk paginya sebelum berangkat memanen padi sapu lidi/korek ditanam
terbalik di rumahnya, dengan harapan agar dijauhkan dari malapetaka terutama
turunnya air hujan.
d. Buka Sumber/Buka Sumur
Pengertian: upacara mbuka sumur adalah selamatan untuk memulai
menggali sumur dengan sarana tempe untuk menentukan lokasi sumur atau sumber
air.Bahan/alat upacara: tampah, merang, kemenyan, bunga dalam mangkok, dan
ancak. Tatacara Pelaksanaan Upacara: tempat upacaranya yaitu di lahan yang akan
didirikan rumah, kemudian mengambil posisi di pintu utama/pintu gerbang areal
61
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

rumah, semua perlengkapan upacara ditata, merang dibakar, kemenyan ditaburkan


disertai lantunan do’a, tempe diputar di atas asap yang sudah ditaburi kemenyan,
kemudian tempe digelindingkan dengan garis start dipintu gerbang rumah, ketika
tempe berhenti maka disitulah dianggap yang lebih baik untuk dibangun/digali
sumur, setelah itu bunga yang berisi air disiramkan ditempat tempe berhenti, jika
selamatan/upacaranya sore hari maka sumur mulai digali besuk paginya (bila
upacaranya pagi maka langsung digali).

e. Upacara Mendirikan Rumah


Menentukan Waktu Mendirikan Rumah: selain penetuan bulan baik dalam
mendirikan rumah juga menggunakan hitungan seperti berikut ini :
Bulan-bulan yang dianggap cocok : Bakdomulud, Ruwah, Dzulkaidah dan Besar.
Bulan-bulan ini dianggap mempunyai watak yang baik, apa yang diinginkan
mudah tercapai, rejeki ‘sempulur’, seluruh keluarga akan merasakan kebahagiaan.
Bulan-bulan yang dianggap kurang cocok : Suro, Sapar, Mulud dan Jumadilakhir.
Bulan–bulan ini dianggap mempunyai watak yang buruk. Selalu ditimpa kesakitan,
kerugian, keprihatinan lahir dan bathin, malah dapat kehilangan suami / istri. Hari
baik untuk memulai membuat rumah atau memindahkan rumah dilihat dari hari
dan pasaran. Masing-masing kemudian dijumlahkan dan akhirnya dibagi 4  dan
hasilnya  akan bersisa. Jika  Guru (sisa 1) , ratu (sisa 2) , Rogoh (sisa 3) dan
Sempoyong (sisa 4). Empat Kriteria tersebut sebagai patokan baik atau kurangnya
hari untuk memulai pekerjaan. Kriteria  Guru maka rumah tersebut sebagai
tumpuan bertanya , mempunyai wibawa, mudah sandang pangannya, jauh dari
bencana dan banyak kemujurannya. Sedangkan jika jatuh pada hitungan Ratu maka
rumah tersebut akan ditakuti banyak orang, jauh dari bencana dan banyak
rejekinya. Lalu jika jatuh perhitungan Rogoh maka rumah tersebut sering
mengalami kecurian. Dan jika jatuh pada hitungan Sempoyong maka penghuni
rumah tersebut akan mengalami sakit atau kesusahan. Untuk perhitungan ini neptu
hari adalah sebagai berikut: Ahad = 6, Senin =4, Selasa = 3, Rebo =6, Kamis =5,
Jum’at = 7, Sabtu. Sedangkan untuk neptu pasaran atau pekan adalah Kliwon=8,
Legi = 5, Paing = 9, Pon = 7 dan Wage = 4. Perhitungan neptu hari diatas tidak
sama dengan yang biasanya, sedangkan neptu pasaran sama dengan umumnya.

62
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Selain itu ada yang menghitung waktu yang berdasar hari dan weton suami-istri.
Jadi tergantung dari tokoh adat yang memberikannya.
f. Upacara Bulanan
 Selamatan Bulan Suro
Bahan/alat upacara: beras putih, kelapa/santan, gula, garam, dadar telor, semur
daging tahu tempe, bergedel kentang, dan lain-lain.
Tatacara Pelaksanaan Upacara : membuat bubur beras (jenang suro) dan
variasinya, menaruh/membagi bubur dalam mangkok atau lainnya, sebagian
ditata di meja, membakar kemenyan, membagikan ketetangga atau sanak
saudara (famili/kerabat). Selain itu yang mempunyai gaman yang bertuah ada
upacara siraman atau memandikan senjata.
 Selamatan Bulan Sapar
Bahan/alat upacara: tepung beras, gula merah, santan kelapa, bubur tepung,
jenang mutiara/jenang dari tepung kanji.
Tatacara Pelaksanaan Upacara: membuat jenang sapar beserta variasinya,
menaruh/membagi dalam mangkok atau wadah lainnya, membakar kemenyan,
membagikan ketetangga dan sanak saudara (famili/kerabat)
 Selamatan Bulan Maulud
Bahan/alat upacara: cobek yang berisi nasi beserta lauknya, tedok/talam yang
berisi nasi beserta lauknya, buah-buahan beserta bendera, sandingan
(kemaron/wadah yang gedang ayu, buah kelapa, beras, bahan nginang, bunga),
kitab berjanji, pemandu do’a/srakal, kemenyan.
Tatacara Pelaksanaan Upacara: mengundang peserta kenduri muludan (tetangga
terdekat), menyiapkan /mengeluarkan perlengkapan upacara, membakar
kemenyan membaca srakal, membaca do’a srakal, membagi makanan, pulang
atau kadang terus mengikuti kenduri ditetangga yang lain.
 Selamatan Bulan Rosul
Bahan/alat upacara: nasi beserta lauknya, rasul (nasi beserta lauknya yang
ditaruh di baki atau wadah yang lain), sandingan (gedang ayu, beras, buah
kelapa, bahan nginang, bunga), kemenyan.
Tatacara Pelaksanaan Upacara: menata perlengkapan selamatan, membakar
kemenyan, membagi ketetangga.
 Selamatan Bulan Poso (Megengan)

63
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Bahan/alat upacara: apem beserta parutan kelapanya (untuk tanggal 1


romadhon), ketan merah (untuk tanggal 27 romadhon), kemenyan.
Tatacara Pelaksanaan Upacara: selamat bulan puasa ini diawali dengan bersih-
bersih kuburan, nyekar dan do’a di kuburan, membagi/menaruh apem dalam
wadah-wadah, membakar kemenyan, membagi apem ketetangga terdekat/famili.
 Selamatan Bulan Syawal (Idul Fitri/Rioyo/Telasan)
Bahan/alat upacara: nasi, daging sapi atau ayam bumbu merah/bali, begedel,
telor rebus, sambel goreng kentang/tempe, srundeng, emie rebus bumbu kering,
ketupat, dan lepet (untuk dibagikan ketetangga), sedangkan ayam bumbu kare
atau opor untuk di makan dikeluarga, ini dilaksanakan pada tanggal 1 syawal.
Lontong dengan bungkus conthong daun pisang, daging sapi atau ayam dan
tempe tahu bumbu kare/opor, begedel, telor rebus, sambel goreng
kentang/tempe, srundeng, emie rebus bumbu kering, dan petis bumbu lengkap,
ini dilaksanakan pada tanggal 7 bulan syawal.
g. Barikan
Acara bari’an dilaksanakan setiap tanggal 16 Agustus setelah maghrib
dalam rangka tasyakuran hari kemerdekaan RI yang pelaksanaannya dilakukan
setelah maghrib di jalan-jalan kampong berisi tentang kisah-kisah jaman
perjuangan kemerdekaan dan ditutup dengan doa dilakukan minimal ditiap rt atau
gang jalan kampong.

Gambar 2.42 Bari’an

h. Ronjengan
64
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Ronjengan dalam bahasa jawa disebut juga dengan Lesung. Lesung


merupakan alat tradisional untuk mengolahan padi yang telah dipanen atau yang
disebut dengan gabah untuk menjadi beras. Fungsi alat ini adalah memisahkan
kulit gabah dari beras secara mekanik dengan cara ditumbuk. Lesung sendiri
sebenarnya hanya wadah cekung, biasanya dari kayu besar yang diberi lobang pada
bagian tengahnya dengan menggunakan tatah. Gabah yang akan diolah ditaruh di
dalam lubang tersebut. Padi atau gabah lalu ditumbuk dengan alu, yaitu semacam
tongkat tebal dari kayu, dengan cara berulang-ulang sampai beras terpisah dari
sekam. Pada perayaan panen masyarakat desa biasanya melakukan tradisi
menumbuk padi dengan lesung secara bersama-sama. Ukuran lesung yang
digunakan untuk menumbuk padi biasanya tiga meter dan ditumbuk dua sampai
tujuh orang sehingga menghasilkan suara yang enak didengar. Selain menumbuk
mereka juga sambil bernyanyi seiring dengan suara musik yang dihasilkan oleh
lesung yang serupa klotekan.

Gambar 2.43 Tradisi Ronjengan

i. Yu’kulan
Dalam tradisi arab di kota probolinggo, merupakan istilah berkumpulnya orang-
orang dalam keluarga untuk makan bersama dan bercengkrama. Selain itu tradisi
ini juga adakalanya diadakan untuk memperingati hajat, atau sekedar menjamu
tamu dengan menyuguhkan kuliner khas arab, sperti roti maryam, sambosa,

65
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

martabak, gulai kambing. Selain itu mengiringi cengkrama setelah makan gahwa/
kopi arap kerap kali disuguhkan dengan unuk, menggunakan gelas khas kecil dan
diminum tatkala masih hangat.
Besar kecilnya suguhan yang dihaturkan tergantung pada momentum apa yang
sedang dilaksanakan, bisa hanya secara informal/ bertamu, maupun kegiatan
khusus lainnya. Inti dari tradisi Yu’kulani ini adalah kehangatan dan kekerabatan
yang ingin dijalin, baik sesame keluarga maupun dengan masyarakat lainnya diluar
dari etnis arab tersebut.

j. Barongsai
Barongsai adalah tarian tradisional Cina dengan mengunakan sarung yang
menyerupai singa. Barongsai memiliki sejarah ribuan tahun. Catatan pertama
tentang tarian ini bisa ditelusuri pada masa Dinasti Chin sekitar abad ke tiga
sebelum masehi.Kesenian Barongsai mulai populer di zaman dinasti Selatan-Utara
(Nan Bei) tahun 420-589 Masehi. Kala itu pasukan dari raja Song Wen Di
kewalahan menghadapi serangan pasukan gajah raja Fan Yang dari negeri Lin Yi.
Seorang panglima perang bernama Zhong Que membuat tiruan boneka singa untuk
mengusir pasukan raja Fan itu. Ternyata upaya itu sukses hingga akhirnya tarian
barongsai melegenda.

Gambar 2.44 Tradisi Barongsai

k. Campursari
Istilah campursari dalam dunia dunia senimusik mengacu pada
percampuran jenis music, baik instrument music yang berlatar belakang alat music
tradisi jawa dengan alatmusik asing/ modern, yang menhasilkan irama khas

66
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

langgam jawa. Genre music campursari yaaang kita kenal muncul pada decade
80an, dan pada perkembangannya begitu pesat yang berakibat pula genre music
lain ikut melebur memberikan pengaruh, seperti keroncong maupun dangdut.
Kota probolinggo memiliki beberapa kolompok kesenian campursari, yang
cukup aktif dalam berkarya dan berekspresi didepan khalayak. Pada kesempatan-
kesempatan khusus yangdiadakan baik, oleh perorangan, kelompok masyarakat,
swasta, maupun kegiatan yang digelar oleh pemerintah daerah, campursari ikut
tampil dalam rangka memberikan apresiasi karya yang cukup memukau.
Tidak hanya melibatkan generasi tua sebagai kelompok masyarakat yang
nota bene menyukai jenis music langgam jawa ini, kini kelompok- kelompok
kesenian campursari di kota probolinggo juga menampilkan generasi muda untuk
ikut berkarya di dalamnya. Regenerasi dan upaya menyuguhkan tampilan kesenian
campursari agar lebih fresh karena generasi muda merupakan harapan penerus
yang nantinya akan memperpanjang eksistensi kesenian ini di kota probolinggo(.)

Gambar 2.45 Campursari

l. Ludruk
Ludruk adalah kesenian tradisional dari Jawa Timur yang didalamnya
terdapat cerita dan dialog yang dipentaskan pada suatu pergelaran diatas pentas/
panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita
perjuangan dan lain sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan
gamelan sebagai musik.

67
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.46 Tradisi Ludruk

m. Lifecycle :
 Tenongan
Upacara melamar/lamaran dari pihak laki-laki ke pihak perempuan
dengan membawa kue yang ditempatkan di tenong (rantang besar & bersusun).
Dengan tujuan memberitahu kepada masyarakat bahwasannya pihak perempuan
tersebut telah dipinang.
 Temu Manten
Rangkaian upacara temu manten di Kota probolinggo didahului dengan
upacara penyerahan sanggan dari pihak pengantin pria ke pihak mempelai
wanita. Ini adalah prosesi di mana wakil ibu dari dari mempelai pengantin pria
menyerahkan tebusan pisang sanggan kepada ibu mempelai wanita. Pisang
sanggan adalah syarat utama sebelum upacara panggih dimulai. Sanggan terdiri
atas satu tangkep pisang raja dan sirih ayu atau kinang, kembang telon, benang
lawe dan tunas kelapa.

68
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.47 Tradisi Temu Manten

 Tingkeban
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara
ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh, upacara ini
dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama
kali.Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan
tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu
yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan di sertai doa
yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan
rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.

Gambar 2.48 Tradisi Tingkeban

 Selapanan
Dalam tradisi Jawa selapanan dimaksudkan sebagai suatu upacara
syukur atas kelahiran bayi yang tepat berusia 35 hari. Misalnya, bayi lahir pada
Minggu Kliwon maka pesta selapanan tepat pada hari Minggu Kliwon. Seperti
kita ketahui bahwa di Jawa orang masih menghitung hari menurut hitungan 7

69
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

hari dalam 1 minggu dalam Kalender Masehi yang mengikuti hitungan matahari
(sapta wara: Minggu/Ahad, Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu) dan
hitungan 5 hari dalam 1 pasaran dalam Kalender Jawa yang mengikuti hitungan
bulan (pancawara : Pahing, Pon, Wage,Kliwon, Legi). Jadi, selapan = 7 x 5 =
35 hari.
Di probolinggo upacara selapanan menjadi tradisi untuk bayi yang genap
berusia 35 hari atau biasanya disebut selapan. Acara selapanan bayi
dimaksudkan untuk menyatakan rasa syukur kepada Tuhan Sang Pencipta atas
berkat keselamatan yang diberikan kepada bayi dan ibunya. Sejak acara
sepasaran sampai selapanan, sanak saudara, tetangga dan teman-teman datang
silih berganti memberikan ucapan selamat dan sesuatu hadiah atas kelahiran si
bayi. Sekarang rasa syukur, terima kasih dan kegembiraan itu diungkapkan
dengan cara berbagi dengan sanak saudara, tetangga, dan teman dalam upacara
selapanan bayi.
Selapanan perlu diperingati sebagai rasa syukur bahwa si jabang bayi
sehat walafiat. “Acaranya sendiri sederhana sekal. Mengingat yang
bersangkutan masih kecil sekali sementara kesehatan si ibu pun belum pulih
benar. Sementara jenis makanannya relatif sangat sederhana dibanding acara-
acara peringatan sejenis lainnya semisal turun tanah, tingkeban dan brojolan.
Yakni nasi putih yang diletakkan di tampah dan dilengkapi dengan gudangan
atau urap dengan bumbu kelapa putih tak pedas. Nasi urapan ini kemudian
dibagikan dalam kemasan berupa pincuk dan takir yang terbuat dari daun
pisang. Acara selapanan ini biasanya diisi pula dengan acara menggunduli
rambut si bayi. “Soalnya, rambut bayi yang baru berumur selapan itu, kan,
masih bawaan dari dalam rahim. Nah, menggunduli rambut si bayi dimaksudkan
agar rambut tadi berganti dengan rambut baru yang betul-betul bersih. Dalam
arti tidak ‘tercemar’ air ketuban dan sebagainya.

70
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.49 Selapanan

2.3.3.4. Pakaian
a. Batik
Sebagai salah satu ikon Kota Probolinggo, buah Mangga dan Anggur
menjadi identitas bagi para pengrajin batik di kota yang terkenal sebagai
Bayuangga (Bayu, Angin, Anggur dan Mangga).Sejarah tentang Batik Manggur
dimulai pada tahun 1883, yang ditandai dengan pameran khusus Batik Probolinggo
di Amsterdam Belanda dengan total 150 motif.
Batik Khas Kota Probolinggo dengan motif yang terkesan alami, diambil
dari motif-motif yang bernuansa alam seperti motif Anggur, Mangga, Bayu, dan
Angin, atau perpaduan dari unsur keempatnya, sehingga memberikan nuansa alami
dan khas bagi para penggemar kain atau pakain batik.
Batik Khas Kota Probolinggo mempunyai nuansa keunikan seperti motif
Anggur dan Mangga, karena Anggur dan Mangga ini merupakan salah satu ciri
khas Kota Probolinggo.Pembuatan corak atau motif Batik Khas Kota Probolinggo
harus menguasai tekhnik pembuatan batik secara manual atau batik tulis dengan
nuansa alami seperti unsur Bayu, Angin, Anggur dan Mangga (Bayuangga),
sehingga batik mempunyai corak khas dan berbeda dengan batik-batik yang lain.
Adapun jenis – jenis motif batik khas Kota Probolinggo sebagai berikut :
 Motif Manggur (Mangga dan Anggur)
Batik Khas Kota Probolinggo mempunyai nuansa keunikan seperti motif
Anggur dan Mangga, karena Anggur dan Mangga ini merupakan salah satu ciri
khas Kota Probolinggo,
“Batik Khas Kota Probolinggo yang asli dibuat secara tradisional atau
jenis batik tulis yang bermoif alamiah, cara pembuatannya yaitu dengan cara
71
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

menggambar batik, terus memakai malam, setelah itu diwarnai sesuai dengan
motif. Kalau mangga biasanya berwarna hijau, kalau Anggur pakai warna ungu
dan memakai water glass, dicuci rebus, kemudian dicuci memakai air hangat
dan dikeringkan.

Gambar 2.50 Motif Batik Manggur

 Motif Seribu Taman


Dikatakan motif seribu taman karena Kota Probolinggo di setiap tempat
akan selalu ada taman atau tumbuhan yang di tanam di setiap penjuru kota / di
jalan . Oleh karena itu Batik yang satu ini di beri nama batik SERIBU TAMAN
dengan keindahan kota Probolinggo sendiri dan memberikan nuansa alami bagi
para penggemarnya.

72
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.51 Motif Batik Seribu Taman

 Motif Angin
Batik khas Probolinggo juga bermotif angin karena Probolinggo
terkenal dengan julukan BAYUANGGA yang berarti (BAYU: angin, ANGGA :
anggur dan mangga). Maka  dari itu batik ini bisa di sebut sebagai batik khas
Probolinggo juga.
Untuk motif angin, biasa disebut juga motif angin gendeng. Angin
gendeng merupakan fenomena rutin dalam waktu tertentu di Probolinggo.
Musim angin kencang di kota pesisir ini biasanya ditandai saat masuk musim
penghujan.

Gambar 2.52 Motif Batik Angin

b. Rerere
Tari rerere pada mulanya adalah nama gending yang biasa digunakan saat
diadakan pertunjukan tayub/ andongan dalam pelaksanaan ritual sandur. Nuansa
irama dan lagu yang ringan didengar serta mudah untuk diisi dengan gerak tari,
sehingga gerak yang tercipta pada awalnya mengikuti pola tabuhan gendang yang
dibunyikan, sehingga pada akhirnya terbentuk tarian ini bernama rerere, yang

73
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

kental dengan nuansa budaya campuran/ pendalungan. Tari rerere probolinggo


kerapkali disuguhkan sebagai pembuka jalan didepan bersama dengan jaran
bodhag, dalam mengiringi arak-arakan kemanten sunat.

Gambar 2.53 Kesenian Rerere

c. Udeng Probolinggo
Udeng/tutup/ ikat kepala pada awal masa colonial masih kerap dipakai
orang kebanyakan di probolinggo, dan menjadi cirri tersendiri baik, dalam ukuran
strata sosial maupun pekerjaan seseorang. Dari dokumentasi foto sejarah yang
terekam, pada masa akhir abad ke 18 udeng yang dipakai kental terlihat pada
pengaruh jawa, dengan variasi ikat udeng yang bermacam. Namun demikian udeng
bentuk kuncir belakang menjulur kebawah dan ujung depan udeng berada ditengah
lipatan kain. Untuk jenis kain udeng probolinggo kebanyakan motif baik berbentuk
bunga semak berdaun kecil menyerupai semanggi.

Gambar 2.54 Udeng Probolinggo

74
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

d. Kemanten Pendalungan
Kemanten pendalungan, merupakan salah satu produk budaya
pendalungan/ campuran di Kota Probolinggo, produk budaya ini hanya bisa kita
temui di Kota Probolinggo, karena merupakan hasil kreasi budaya dari salah
satu perias manten di probolinggo yang mencoba untuk mengejawantahkan
budaya hybrid ini menjadi wajah budaya lokal, melalui sebuah prosesi
pernikahan.
Kemanten pendalungan memiliki kekhas-an yang begitu nampak pada
prosesi serta ugo rampe pernikahan yang sangat kental nuansa probolinggonya,
karena mengangkat seluruh entitas etnis yang ada, diantaranya Jawa, Madura,
Cina, Arab dan Melayu.
Mulai dari busana pengantin perempuan dan laki-laki yang meng-
ekspose baju gamis/ jubah panjang pengaruh budaya arab probolinggo, kerah
baju “shanghai” dengan warna kain merah menyala khas tionghoa/ cina,
“Ronce” melati, sanggul pengantin wanita model Karang Melok, yang
merepresentasikan adat jawa tersemat begitu selaras pada busana pengantinnya.
Hal lain yang ada dalam prosesi pendalungan adalah kirap/ arak-arak
pengantin yang tak lain juga menampilkan kesenian tari Rerere dibagian depan
rombongan, dilanjutkan dengan iring-iringan tari Jaran Bodhaq dan pasangan
pengantin, diakhiri dengan iringan Terbang Jidor ataupun Hadrah.
Iring-iringan pengantin ini biasanya dilaksanakan dari tempat pengantin
perempuan menuju tempat resepsi pernikahan, melewati jalan kampong dimana
sang mempelai tinggal, maupun mengililingi kampong sebagai siar kepada
semua orang jikalau ada sebuah pernikahan.

75
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.55 Kemanten Pendalungan

2.3.3.5. Permainan
a. Kecik
Permainan ini sama dengan permainan bekel bedanya hanya medianya saja,
bila permainan ini medianya adalah suru dan 5 buah kecik, biji asam atau biji
sawo. Cara bermainnya lemparkan kecik tersebut kemudian ambil satu persatu
menggunakan suru. Permainan ini bertujuan untuk melatih ketelitian dan
keseimbangan anak.

b. Dakon
Permainan ini dimainkan secara berpasangan dan bisa dilakukan di dalam
ruangan. Untuk memainkannya dibutuhkan sebuah alat yang terdapat 7 buah
lubang kecil saling berpasangan serta 2 buah lubang besar di setiap ujungnya
biasanya alat ini sudah tersedia disebut dakon dan juga beberapa kecik atau biji
sawo. Cara bermainnya setiap lubang kecil diisi 7 buah kecik atau biji sawo lalu
keduanya saling suit untuk menentukan siapa yang jalan duluan setelah itu
mengambil salah satu lubang yang terisi kecik kemudian isi lubang-lubang dakon
bila kecik terakhir masuk dalam lubang yang terisi kecik maka ambil isi keciknya
lalu isi lagi lubang-lubang dakon tetapi bila kecik terakhir masuk kedalam lubang
yang kosong maka dia harus berhenti dan dgantikan oleh lawan mainnya.
Permainan ini melatih ketelitian anak-anak yang memainkannya.

c. Bendan
76
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Permainan ini dimainkan diluar ruangan atau sebuah daerah terbuka dengan
menggambarkan pola kotak-kotak di tanah mirip seperti gambar 3 kotak disusun ke
atas lalu 2 kotak ke samping di atasnya 1 kotak lagi kemudian 2 kotak kesamping
terakhir ditutup gambar ½ lingkaran di atasnya. Untuk memainkan dibutuhkan 3
orang anak atau lebih, masing-masing orang membutuhkan kreweng atau pecahan
genteng sebagai gacoan. Cara bermain salah seorang anak melemparkan gacoannya
ke kotak pertama setelah itu dia melompat dengan satu kaki ke kotak-kotak yang
telah digambar tetapi kotak yang ada gacoannya tidak boleh dilewati sesampainya
di 2 kotak kesamping kedua kaki boleh diturunkan bila sampai dikotak terkahir
berbalik arah ke tempat semula lalu mengambil gacoannya. Dalam permainan ini
sang anak tidak boleh menginjak garis begitu gacoannya, bila hal itu terjadi maka
sang anak dinyatakan selesai dan dgantikan oleh teman sepermainannya.
Permainan ini untuk ketangkasan dan keseimbangan anak.

d. Gobak Sodor
Permainan ini dimainkan oleh anak laki-laki di luar ruangan atau sebuah
daerah terbuka dengan cara menggambar sebuah kotak yang cukup besar di tanah,
di dalamnya dibagi dengan beberapa garis vertical dan satu garis horizontal
ditengahnya. Banyaknya garis vertical ditentukan oleh jumlah pemain dalam satu
kelompok, misalnya dalam satu kelompok terdiri dari 3 orang maka garis vertikal
yang harus dibuat 2 buah tetapi bila 4 orang maka garis vertikalnya dibuat 3 buah
begitu seterusnya. Biasanya dimainkan 2 kelompok masing-masing kelompok
terdiri dari 3 orang atau lebih. Satu kelompok menjaga penjaga dan yang satu
kelompoknya lagi menjadi penyerang. Kelompok penjaga menjaga masing-masing
garis baik itu vertical maupun horizontal dan kelompok penyerang berusaha
melewati garis yang telah dijaga tanpa tersentuh oleh penjaganya bila seluruh
kelompok sampai berhasil melewati garis terakhir dinyatakan sebagai
pemenangnya tetapi sebaliknya bila salah satu pemainnya tersentuh dinyatakan
kalah dan kelompok penyerang berganti posisi menjadi kelompok penjaga begitu
juga sebaliknya kelompok penjaga menjadi kelompok penyerang. Permainan ini
bertujuan melatih kecermatan, kelincahan dan juga ketangkasan anak-anak yang
memainkannya.

77
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Gambar 2.56 Gobak Sodor

e. Enggrang
Permainan ini dimainkan secara individu baik itu laki-laki atau perempuan.
Untuk memainkannya dibutuhkan 2 buah bamboo yang panjangnya ± 2 meter salah
satu ujung dilubangi kira-kira 30-40 cm lalu dimasukkan bamboo yang berukuran
lebih kecil sebagai pijakan kaki. Cara bermainnya sang anak menaiki 2 buah
bamboo yang telah dibuat tersebut kemudian berjalan menggunakan bambu
tersebut. Permainan ini bertujuan melatih keseimbangan sang anak.

Gambar 2.57 Enggrang

f. Cucuan
Permainan yang dilakukan 2 kelompok yang anggotanya sama, membuat
garis tengah yang mempunyai wilayah yang sama. Hampir sama dengan permainan
bentengan akan tetapi kalau cucuan menggunakan suara cuuu.

g. Pathel Lele

78
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Permainan ini dimainkan oleh 3 atau lebih orang anak laki-laki di sebuah
area terbuka. Untuk memainkannya dibutuhkan 2 buah kayu satu kayu berukuran
panjang ± 1 meter dan satu kayunya lagiberukuran pendek ± 25 cm, kayu panjang
berfungsi sebagai pemukul sedangkan kayu pendek sebagai yang dipukul. Cara
bermainnya susun beberapa batu bata atau gali sebuah lubang untuk tempat
meletakkan kayu pendek kemudian salah satu pemain memukul kayu pendek
tersebut sedangkan yang lain bersiap menangkap hasil pukulan tersebut, jika salah
seorang berhasil menangkapnya maka dia menjadi pemukulnya tetapi bila tidak
ada yang berhasil menangkapnya maka akan dihitung jaraknya dari awal kayu
tersebut dipukul sampai kayu tersebut jatuh, siapa yang berhasil membuat jarak
paling jauh dia dinyatakan pemenangnya. Permainan ini bertujuan melatih
ketangkasan dan ketelitian anak.

h. Bekel
Permainan ini bisa dimainkan 3 atau lebih orang anak dan bisa dilakukan di
dalam ruangan. Permainan ini membutuhkan bola dan 5 buah biji bekel sebagai
medianya. Cara bermainnya dengan memantulkan bola sambil melemparkan biji-
bijian bekel yang ada ditangan kemudian mengambilnya satu persatu setelah
terambil semua lemparkan lagi biji bekelnya tetapi mengambilnya 2 buah begitu
seterusnya naik secara berkelanjutan, bila tidak berhasil dinyatakan kalah dan
diganti pemain lainnya. Permainan ini melatih ketrampilan tangan sang anak.

i. Bitingan
Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau lebih orang anak dan bisa
dilakukan di dalam ruangan. Untuk memainkannya dibutuhkan 5 buah lidi. Cara
bermainnya lidi tersebut dilemparkan kemudian satu persatu lidi dijentikkan tanpa
mengenai lidi yang lain, bila menyentuh maka dinyatakan kalah dan digantikan
dengan teman sepermainannya. Permainan ini bertujuan untuk melatih ketelitian
anak.

j. Kempyeng
Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau lebih orang anak dan bisa
dilakukan di dalam ruangan. Untuk memainkannya dibutuhkan 5 buah kempyeng

79
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

atau tutup botol bekas yang terbuat dari kaleng. Cara bermainnya lemparkan 5
buah kempyeng lalu salah satu kempyeng diambil oleh lawan mainnya dan sang
lawan juga memilih antara kempyeng mana yang harus beradu kemudian jentikkan
jari agar kedua kempyeng saling beradu, setelah berhasil dilanjutkan dengan
menyusun 5 buah kempyeng ditelapak tangan lalu lemparkan ke punggung tangan
kemudian dilempar lagi dan ditangkap denga jari, jumlah kempyeng yang
tertangkap akan menjadi sebuah poin dan siapa yang berhasil mencapai terlebih
dahulu jumlah poin yang telah disepakati sebelumnya maka dia akan menjadi
pemenangnya (biasanya antara 25-100 poin). Permainan ini bertujuan melatih
ketangkasan dan ketelitian anak.

k. Jamuran
Permainan ini dimainkan oleh 10 atau lebih orang di sebuah area terbuka.
Cara bermainnya mereka saling bergandengan membentuk sebuah lingkaran
sambil menyanyikan lagu “Jamuran-jamuran ndoge gethok, jamur opo ndoge
gethok jamur gajih gedhe-gedhe, siro mbadek opo” kemudian dijawab “Jamur
kancing” maka semua memegang kancing.

l. Omplong – Omplong Bolong


Permainan ini dimainkan oleh 3 orang atau lebih orang anak. Cara
bermainnya masing-masing anak mengepalkan di susun ke atas sambil digoyang-
goyang mereka bernyanyi “omprong-omprong bolong, adu merak adu sapi,
mecaho endoge siji, nek dak pecah tak thuthuki prok-prok pyor”

2.3.3.6. Cerita/Dongeng/Legenda
a. Legenda kali Banger
Berbicara mengenai eksistensi kali banger, tak lepas dari legenda yang
berkembang di masyarakat sejak dahulu, bahwa kali banger yang berarti berbau
busuk tersebut merupakan tempat dimana Damarwulan dalam sebuah perselisihan
dengan penguasa blambangan benama Menak Jinggo. Perselisihan tersebut
berakhir dengan terpenggalnya kepala Menak Jinggo, sehingga darahnya yang
mengalir di sebuah sungai itu membuat air sungainya menjadi berbau Banger. Pada

80
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

akhirnya sungai yang airnya berbau busuk atau istilah bahasa jawa adalah Banger/
anyir atau busuk serta merta menjadi tetenger sebuah daerah timur utara pesisir
jawa timur yang dulunya dikenal sebagai daerah “Banger” dan selanjutnya berganti
nama menjadi “Probolinggo”.
Namun sejatinya Banger, nama sebelum menjadi Probolinggo, maupun
kraksaan, baik secara kewilayahaan maupun awal mula terbentuknya struktur
pemerintahan, sangat erat sekali dengan sejarah kerajaan-kerajaan seperti
Singasari, Majapahit, Blambangan, Supit Urang, Surapati, dan khususnya peran
penting dari kerajaan Mataram.
Tertulis pula pada pupuh 314/4 kitab kakawin Nagara Kertagama yang
ditulis oleh empu prapanca, dikisahkan bahwa pada tahun 1365 M Raja Majapahit
Prabu Sri Nata Hayam Wuruk melakukan perjalanan menyusuri wilayah
kekuasaannya, tepatnya ke daerah Ujung Timur, daerah Lumajang berikut juga
ketika melintasi wilayah probolinggo, dalam lawatannya tersebut beliau singgah di
beberapa desa, seperti Hambulu Traya, Lumbang, Binor, Pajarakan, Sagara,
Gending, Borang, Baremi, Banger dan juga daerah Buluh, Gedhe, Arya,
Keboncandi, Sajabung, dan Pabayeman, dalam Buku Negara Kerta Gama, pupuh
XXXIV/4 tahun 1365 M), nama Banger tertulis dalam bahasa aslinya sebagai
berikut :
Arddälawas/nŗpati tansah añanti mäsa,
Solahnireŋ sakuwukuww atikaŋ linoyan,
Ryyankätmirän hawan i lohgaway iŋ sumandiŋ,
Boraŋ, baŋêr, baŗmi tüt / hnu ńüny ańulwan2

Nama “Banger” sebagai nama wilayah Kabupaten Probolinggo dipakai


sebagai kebanggaan nama daerah, sejak jaman Majapahit tahun 1365 hingga 1770
masa pemerintahan Bupati Jayanegara. Sehingga setidak-tidaknya selama ± 405
tahun, nama “Banger” selalu terpatri dan mengisi dokumen-dokumen perjalanan
sejarah Kabupaten Probolinggo masa lalu, hingga melegenda sampai sekarang.
Selama masa Kerajaan Majapahit, hingga jaman penjajahan kumpeni VOC,
sebelum Masa Bupati Jayanegara, semua catatan sejarah tentunya mencatatnya
sebagai nama “Banger”. Sehingga dapat disimpulkan semasa pemerintahan
Wangsa Djajalelana selama kurun waktu empat, s/d lima keturunan (1679 – 1770),

81
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

nama “Banger” sebagai kebanggaan daerah yang mempunyai sungai kecil, dengan
letaknya yang sangat strategis mengalir di tengah kota sebagai sentral perniagaan
perekonomian ketika itu menjadi daerah yang cukup diperhitungkan. Terbukti
dalam catatan sejarah dari laporan-laporan VOC penguasa daerah timur selama itu
selalu menyebutnya laporan dari “Bupati Banger“. Pada jaman Bupati Djajalelana I
yang terprediksi memerintah tahun 1679 s/d 1697, nama “ Banger “ diabadikan
untuk nama putera pertamanya yaitu “Mas Bagus Banger”.
Selain itu pada saat itu pula sering terdengar nama “Kanjeng Banger”, yang
konon berselisih dengan Panembahan Meru dari Tengger. Bukankah itu bisa
diprediksikan nama ayah dari “Mas Bagus Banger”, dan bukankah itu nama
Djajalelana I sebagai “Bupati Banger” itu sendiri. Dalam Babad Surapati bisa
diketemukan sebagai berikut :
The first of these expedition was sent out on 25 pebruary, while
Surapati was still on his way east. It consist of 9,000 men under
Prince Puger and other leaders. The regents of the east coast were
told to join the action, and Djangrana I of Surabaja ( Tjakraningrat’s
son in – law ) and Djajalelana of Banger (Prabalingga) marched
against Surapati, Surapati seemed trapped.4

Selain itu, dalam sebuah cacatan VOC, diketemukan, istilah Banger sebagai
berikut : Paresidenan iku kaperang dadi Apdeling telu : 1. Probolinggo
Banger, 2. Kareksan, dan 3. Lumajang…….hing Probolingga hutawa Banger
nagara kalebu rame
Dalam laporan Gubernur Jendral yang lain, di tuliskan : Akibat dari masih
berkeliarannya kedua saudara dari Malang, yaitu : Suro Negara, dan Jayanegara
dengan saudara misan mereka Noto Kusuma sekarang jumlah pengikut mereka
telah berkurang dengan 5 sampai 6 orang, dan bahwa baru-baru ini dari daerah
Lumajang, Banger dan Surabaya ditemukan sejumlah perempuan.
Dalam Suratnya tgl. 20 Oktober 1767 tentang laporan Gubernur Jendral PA.
Vander Para kepada Panglima tertinggi penguasa Jenderal dari kumpeni Hindia
Belanda , tentang penggunaan kata Banger dapat dilihat sebagai berikut :
Sebuah ekspidisi lagi ke Blambangan, terdiri dari beberapa prajurit Eropa,
dan 1000 orang dari Madura melalui laut, dan 200 orang Madura, serta 500 orang

82
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

dari Banger di Jawa melalui darat dari daerah Lumajang untuk dengan berjalan
melalui pantai selatan… dst … kita bisa melihat “ Banger “ merupakan sebuah
tempat kecil namun letaknya sangat baik dan menghasilkan 8 koyang beras bagi
Kumpeni,6 pikul lilin, dan pajak Tol sebanyak 300 ringgit Belanda setahunnya.
“Banger”, sebuah Kabupaten juga terkena kewajiban menyetorkan Contingenten
lam sebanyak 8 koyang beras, 6 pikul lilin dan 2 pikul kain yang sudah diolah dari
coir atau kajer Pasuruhan dan Banger sangat menderita akibat ulah kaum
pemberontak dari Blambangan.
Berdasarkan data sejarah di atas, maka nama Banger telah benar-benar
melegenda di hati semua masyarakat Kabupaten Probolinggo hingga sekarang.
Kemudian berubahnya sejak masa pemerintahan bupati Jayanegara keturunandari
kasepuhan Surabaya, nama “Banger” dirubah menjadi “Probolinggo”, asal kata
dari “Probo” artinya “Sinar”, sedangkan “Linggo” artinya “Badan” atau Tugu”
sebagai tanda peringatan. Dalam pada itu masih sejaman dengan perubahan nama
Banger menjadi Probolinggo, kita ketemukan adanya nama desa Wirolinggo,
(dalam peta) di selatan desa Pangger (Randupangger), dan Maniklinggo nama
Blambangan lama. Mungkinkah perubahan nama Banger menjadi Probolinggo,
terilhami oleh nama-nama itu, masih perlu penelitian lebih lanjut.
Situs sungai/kali “Banger” saat ini panjangnya ± 6,4 km. Hulu sungai
terdapat di DAM Air Desa Pakistaji, sedangkan muara sungai terdapat di Desa
Mangunharja, dukuh Tajungan sebelah timur DOK pelabuhan menuju ke laut
lepas. Situs Sungai Banger tidak berfungsi untuk mengairi sawah, karena tidak ada
cakupan baku sawah, sehingga berfungsi sebagai Drainase (saluran pematusan /
pembuagan air non irigasi). Bila diurutkan dari arah selatan Sungai Banger / Kali
Banger bersumber dari dua tempat, sebelah barat dari sumber air Andi, sedangkan
di sebelah timur dari sumber air bedungan Kedunggaleng, melewati bendugan
Kedungmiri, bendungan Sukun, bendungan Randu, bendungan Gladakserang. Di
kelurahan Jrebeng, dan Kanigaran sungai pecah menjadi dua (2), di sebelah barat
namanya tetap sungai Banger, sedangkan di sebelah timur bernama sungai Pancor.
Kami perkirakan kondisi fisik sungai pada saat sekarang dengan kondisi sungai
400 tahun lalu, sangat berbeda jauh, baik dalam sisi dimensi, debit air dan
kedalamannya.

83
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

b. Legenda Klenteng
Menelisik berjalannya sejarah di probolinggo, orang cina sudah ada lebih
dulu di Probolinggo dibandingkan dengan kehadiran orang Belanda. Tipikal
permukiman orang China di Probolinggo punya hubungan dekat dengan sungai
Banger dan hal ini diperkirakan dulunya orang China memasuki Probolinggo lewat
sungai ini.
Kebiasaan orang China bila sudah menetap disuatu tempat, selalu
mendirikan sebuah Klenteng, karena Klenteng bagi orang China tidak bisa dilihat
hanya sebagai tempat ibadah saja, tapi bisa disebut sebagai pusat pemukiman orang
cina/ Pecinan.
Klenteng Liong Tjwan Bio/ Longquan Miao/ Rumah Ibadah Tridharma
Sumber Naga didirikan pada tahun 1856 oleh Kapiten Probolinggo Oen Tik
Gwan/ Wen Baochang, Han Sam Goan dan Oen Tjwan Gwan (para kapten/ opsir
probolinggo). Pembangunan klenteng ini dimulai dengan mendatangkan seorang
ahli fengshui untuk memilih tempat yang tepat dan atas kesepakatan ahli fengshui
dengan pemuka masyarakat cina probolinggo itu, dipilihlah lokasi ditepi kali
Banger.
Klenteng Liong Tjwan Bio didedikasikan pada Tan Hu Tjindjin (Chenfu
zhenren)/ Kongco Banyuwangi. Di wilayah pulau Jawa hanya Klenteng
Probolinggo dan Klenteng Ho Tong Bio di Banyuwangi saja yang altar utamanya
di persembahkan kepada Tan Hu Tjinjin/ Chenfu zhenren (dewa lokal, yang tidak
dikenal di daerah lain).
Dilihat dari ciri arsitekturnya Klenteng pada umumnya selalu terdiri dari
beberapa bagian, diantaranya adalah halaman depan yang cukup luas, untuk
melaksanakan berbagai macam ritual keagamaan dan menampung berbagai
kegiatan atau perayaan lainnya. Pada atap bangunan klenteng berbentuk pelana
bertumpuk dua, dengan nok yang melengkung keatas, dan dihiasi dengan patung-
patung binatang.
Dengan dominasi warna merah menyala dan kuning atau keemasan, pada
pintu terdapat tulisan huruf cina yang berbunyi Longquan Miao. Dalam klenteng
ini terdapat beberapa patung dewa, antara lain pada altar utama dipersembahkan
pada Chenfu Shenren dan dua orang pengikutnya, altar samping kiri terdapat

84
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

Fude zhengzen dan Jialan, altar samping kanan dipersembahkan untuk Guanyin
dan Guangze zunwang.
Di samping ruang utama terdapat bangunan yang menyimpan peralatan
upacara yang sangat indah. Sampai sekarang Klenteng yang berumur lebih dari
satu setengah abad ini tetap berdiri dengan tegar, meskipun dalam perjalanan
waktu pernah terjadi beberapa tambahan dan perbaikan pada bangunannya.
Di daerah Probolinggo orang China sejak awal punya peran penting Pada
masa pemerintahan Daendels (1808-1811), tepatnya pada th. 1810, Probolinggo
dijual sebagai tanah pertikelir kepada Kapiten Han Tik Ko yang akhirnya menjadi
bupati probolinggo ke 5.
Daerah orang Cina di probolinggo terbagi menjadi 2 kawasan, pertama
adalah daerah pertokoan yang terletak disepanjang jalan Raya (dulu adalah jalan
raya pos, yang menghubungkan Probolinggo dengan Pasuruan disebelah Barat dan
kota-kota ujung Timur Jatim, sebelah Timur). Kedua adalah daerah tempat tinggal
di Chineeschevoorstraat (sekarang Jl. Dr. Sutomo) dan Jl. W.R. Supratman.
Klenteng Liong Tjwan Bio terletak tepat diujung bagian Utara dari
permukiman cina kawasan Pecinan. Tata letaknya dibuat secara sadar, yang
mungkin jarang kita jumpai di kota-kota lain di Jawa.

2.3.3.7. Makanan
a. Ketan Kratok

Gambar 2.58 Ketan Kratok

85
DOKUMEN RAKP KOTA PROBOLINGGO 2015

b. Pokak
Pengetian: pokak adalah minuman olahan yang ramuannya dari alam. Selain untuk
minuman penyegar pokak ini juga untuk obat. Bahan: air murni 10 liter, serai 2
ons, kayu manis 0,5 gr, pandan wangi 2 genggam, jahe 3 ons, jeruk purut 7 lembar,
daun salam secukupnya, gula jawa 8 ons, gula pasir 12 sendok penuh, untuk variasi
: bunga cengkih, nangka, cin cau, kelapa muda, dan lain-lain (menyesuaikan). Alat:
kompor, penggodogan, pengaduk, penyaring, botol, lebel
Cara Mengolah: bersihkan bahan / alat dari segala kotoran, lakukan irisan ,
potongan , dan ikatan sepenuhnya, panaskan air (jangan sampai mendidih),
masukan serai,kayu manis, dan jahe, panaskan air sampai mendidih (10 menit),
masukan gula jawa, panaskan adonan sampai gula hancur, masukkan gula pasir dan
panaskan (5 menit), masukkan pandan wangi , jeruk purut , dan daun salam,
panaskan adonan secukupnya (10 menit) dinginkan dan hidangkan, tambahkan
bahan variasi, seperti :
a. Cincau, kolang-kaling, kelapa muda untuk yg rasa segar
b. Merica, cengkeh, kayu manis, madu untuk yg rasa mantap

86

Anda mungkin juga menyukai