Anda di halaman 1dari 4

Benteng Duurstede

Benteng Duurstede adalah benteng peninggalan Belanda yang terdapat di daerah Saparua,
Kabupaten Maluku Tengah.
Sejak dibangun pada abad ke-17, benteng yang terletak di tepi laut ini sempat berpindah
tangan dari cengkeraman Portugis, Belanda, dan Inggris.
Pada 1817, di bawah kepemimpinan Kapitan Pattimura, rakyat Maluku menghadapi Belanda
dengan cara gerilya dan berhasil menduduki Benteng Duurstede.
Untuk memeringati peristiwa tersebut, kini kawasan Benteng Duurstede dibangun sebuah
museum dan tugu peringatan perlawanan Pattimura bersama rakyat Saparua dalam
menghadapi kolonialisme Belanda.

Sejarah

Sejak abad ke-16, Kepulauan Maluku menjadi incaran bangsa Eropa untuk menanamkan
kekuasaan dan menguasai kekayaan rempah-rempahnya. Tidak terkecuali Saparua, yang
dikenal sebagai salah satu daerah utama penghasil cengkih.

Pada 1676, bangsa Portugis yang lebih dulu sampai di nusantara, membangun sebuah benteng
di atas bukit karang untuk melindungi wilayah ini.

Namun, Saparua tetap berhasil direbut Belanda pada 1691. Oleh Nicolaas Schaghen, yang
menjabat sebagai Gubernur Ambon saat itu, benteng buatan Portugis akhirnya dibangun
kembali dan diberi nama Duurstede, yang artinya kota mahal.

Sejak saat itu, Benteng Duurstede difungsikan sebagai bangunan pertahanan dan pusat
pemerintahan VOC.
Ditinjau dari letaknya, Benteng Duurstede memegang peranan sangat penting untuk
kepentingan militer. Alhasil, benteng ini kerap dijadikan rebutan dan tercatat beberapa kali
berpindah tangan.

Pada 1796, Benteng Duurstede jatuh ke tangan Inggris yang telah mengambil alih kekuasaan
atas Pulau Saparua dari Belanda.

Pada 1803, benteng ini sempat dikembalikan kepada Belanda. Namun, peperangan pada
tahun berikutnya membuat Benteng Duurstede kembali ke pangkuan orang-orang Inggris.

Barulah pada 1816, VOC kembali berhak atas Benteng Duurstede setelah penyerahan
wilayah nusantara dari Inggris kepada Belanda.

Direbut Kapitan Pattimura

Ketika VOC mengambil alih Benteng Duurstede, pasukan lokal yang sebelumnya
dipekerjakan Inggris akan dipindahkan ke Batavia, termasuk Sersan Mayor Thomas
Matulessy atau Kapitan Pattimura.

Rencana pemindahan Kapitan Pattimura dan praktik monopoli yang kembali diberlakukan
VOC mendapat tantangan keras dari rakyat Saparua.

Pada 16 Mei 1817, rakyat Saparua yang berada di bawah pimpinan Kapitan Pattimura bangkit
untuk melawan penjajah dengan menyerbu Benteng Duurstede.

Akibat serangan ini, seluruh penghuni benteng tewas, kecuali putra residen yang bernama Jan
Lubert van den Berg.

Jatuhnya Benteng Duurstede ke tangan rakyat Saparua mampu mengobarkan semangat


perlawanan dari berbagai wilayah di Kepulauan Maluku.

Namun di saat yang sama, VOC tidak tinggal diam dan memusatkan perhatiannya untuk
merebut kembali bentengnya.

Setelah mengerahkan armada yang sangat besar, Belanda akhirnya berhasil menangkap
Kapitan Pattimura dan mendapatkan Benteng Duurstede.

Kompleks Bangunan

Kompleks bangunan Benteng Duurstede berbentuk oval dan dibangun di atas bukit karang
setinggi tujuh meter.

Benteng ini dikelilingi tembok setinggi lima meter dengan ketebalan sekitar satu meter.

Di dalam Benteng Duurstede setidaknya terdapat sembilan bangunan. Namun, saat ini hanya
tiga di antaranya yang masih utuh, sementara sisanya tinggal pondasi.

Pada bagian barat dan timur terdapat pos pengintai, sedangkan di sisi selatan terdapat
beberapa meriam yang dipakai untuk melawan musuh.
Saat ini, Benteng Duurstede difungsikan sebagai salah satu destinasi wisata bersejarah di
Pulau Saparua.

Pengunjung yang datang dapat melihat sejumlah bangunan peninggalan Belanda yang masih
utuh, seperti kantor, ruangan-ruangan staff, penjara, dan gudang.

Selain itu, di kawasan Benteng Duurstede juga dibangun sebuah museum dan tugu peringatan
perlawanan Pattimura dan rakyat Saparua dalam menghadapi kolonialisme Belanda.
TUGAS

BAHASA INDONESIA

TEKS SEJARAH

DISUSUN OLEH

NAMA : MUH. NAUFAL ROSHAN

KELAS : XII IPA 4 (B)

SMA NEGERI 1 BURU

Anda mungkin juga menyukai