Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH NOVEL SEJARAH

“Bumi Manusia "Sebuah Jendela ke Masa Lalu"


Karya Pramoedya Ananta Toer”

Disusun Oleh :

NAMA : VARISKA A.W. JAYANTI


KLS : XII IPS 2 (B)

SMA NEGERI 1 BURU


2021

KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Saya kemudahan
sehingga Saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya Saya tidak akan sanggup untuk menyelesaikan
makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada
baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan
syafa’atnya di akhirat nanti.
Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat
sehat-Nya, baik itu berupa sehar fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah Ini
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Demikian, semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Namlea, 2021

Penyusun

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................

KATA PENGANTAR......................................................................................

DAFTAR ISI....................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................

A. Latar Belakang......................................................................................

B. Rumusan Masalah.................................................................................

C. Tujuan...................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN..................................................................................

A. Novel Sejarah Bumi Manusia "Sebuah Jendela ke Masa Lalu.............

BAB III PENUTUP..........................................................................................

A. Kesimpulan...........................................................................................

B. Saran.....................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Novel sejarah adalah karya sastra yang menceritakan mengenai fakta-fakta
kejadian di masa lalu, yang berisi peristiwa bernilai sejarah. Walaupun
mengulas fakta-fakta dalam sejarah, novel sejarah juga berisi hal-hal yang
berasal dari imajinasi penulisnya.

Jadi, kaidah kebahasaan novel sejarah pun disusun sedemikian rupa agar
mengedukasi sekaligus menghibur pembacanya. Teks dalam novel sejarah pun
berbeda pengertiannya dengan teks sejarah

B. Rumusan Masalah
1. Novel Sejarah yang berjudul Bumi Manusia "Sebuah Jendela Ke Masa
Lalu Karya Pramoedya Ananta Toer

C. Tujuan
1. Untuk membahas Novel Sejarah yang berjudul Bumi Manusia "Sebuah
Jendela Ke Masa Lalu Karya Pramoedya Ananta Toer
BAB II
PEMBAHASAN

1. Novel Sejarah Bumi Manusia "Sebuah Jendela Ke Masa Lalu Karya


Pramoedya Ananta Toer

Title: Bumi Manusia (The Earth of Mankind)


Author: Pramoedya Ananta Toer
Publisher: Lentera Dipantara
Published: 2005 (first published 1975)
Pages: 535p
ISBN: 9789799731234

Namanya minke (baca: Mingke), tokoh yang digunakan oleh Pram untuk
menggambarkan Indonesia di akhir 1800 hingga awal 1900 yang oleh
sejarah kita tercatat sebagai masa awal Kebangkitan National. Diceritakan
dengan latar Surabaya dan Wonokromo serta beberapa kota lain di
Provinsi yang kita kenal sekarang dengan nama Jawa Timur. Zaman yang
digambarkan Pram dalam buku ini, mungkin sekilas pernah kita pelajari
lewat pelajaran sejarah di sekolah, namun karena metode yang saya
temukan hanyalah, mencatat buku sampai habis, maka hanya sedikit
ingatan yang tersisa dari halaman-halaman buku yang entah dimana
sekarang. Kisah Minke bermula di tahun 1898, saat itu dia adalah siswa
H.B.S, sebuah sekolah Belanda. Ia mengaku pribumi, namun semua orang
tahu, untuk masuk ke H.B.S, kalau bukan totok (orang Eropa asli) atau
Indo (campuran), pastilah si pribumi dijamin oleh sebuah kedudukan yang
cukup tinggi. Minke tak pernah mengakui jaminan itu, Ia memperkenalkan
dirinya sebagai Minke, tanpa nama keluarga, seorang pribumi.

Jauh sebelum Eropa beradab, bangsa Yahudi dan Cina telah


menggunakan nama marga. Adanya hubungan dengan bangsa-bangsa
lain yang menyebabkan Eropa tahu pentingnya nama keluarga…Kalau
pribumi tak punya nama keluarga, memang karena mereka tidak atau
belum membutuhkan, dan itu tidak berarti hina. Kalau Nederland tak
punya Prambanan dan Borobudur, jelas pada jamannya Jawa lebih maju
daripada Nederland (saya lupa catat hal-nya, bukunya sudah
dikembalikan :D)

Sebagai seorang pribumi, Minke membaca dan menulis dalam bahasa


Belanda sebanding bahkan lebih baik dari mereka yang berdarah totok.
Lalu suatu ketika, atas ajakan teman sekelasnya, Minke berkunjung ke
sebuah rumah mewah, jenis rumah yang tak pernah dimasukinya dan yang
ia yakini adalah milik orang Belanda. Kunjungannya itu mengenalkannya
pada  Annelies, seorang gadis yang digambarkan Pram menandingi
kecantikan bidadari yang turun dari kayangan. Minke pun jatuh cinta.
Seakan nasib berpihak padanya, Ibu gadis itu, yang dikenal dengan nama
Nyai Ontosoroh seperti mendukung keberadaannya di rumah itu,
mendorong Annelies untuk menemani Minke mengelilingi rumah mereka
yang berujung pada semakin terperosoknya Minke dalam kekaguman akan
kecantikan Annelies.

Sebutan Nyai, pada masa kolonial Belanda berarti gundik, simpanan orang
Eropa, tidak dinikahi secara resmi, tetapi tinggal serumah dan bahkan
melahirkan anak-anak berdarah campuran. Posisi Nyai ini dianggap lebih
beruntung dari perempuan pribumi lainnya secara ekonomi, tetapi secara
moral sangat direndahkan. Begitulah image Nyai Ontosoroh dimata orang.
Ia tinggal bersama Robert Mellena dan Annelies, anak-anak hasil
hubungannya dengan Herman Mellena. Nyai memimpin rumahnya sendiri,
karena Herman Mellena jarang pulang, Ia mempertahankan bisnisnya
dengan kepandaian ala Eropa. Nyai Ontosoroh memang berdarah Pribumi,
tetapi tutur kata, budaya, pengetahuan dan kecakapannya sebanding
dengan wanita Eropa yang terpelajar. Dalam sekali kunjungan, Nyai
Ontosoroh menilai Minke sebagai anak muda yang baik dan bisa
diandalkan, Ia pun memaksa Minke tinggal bersama mereka. Demikianlah
Minke pun masuk ke dalam lingkungan Nyai Ontosoroh dan Annelies.

Selain karena menyukai Annelies, kepribadian Nyai Ontosoroh serta


misteri keluarga Mellena adalah daya tarik lain untuk Minke menyetujui
tinggal di rumah itu. Nyai Ontosoroh adalah potret wanita yang langka
dimasa itu, memang ada banyak wanita lain yang mulai bekerja, meski
dipandang aneh oleh zaman, tetapi Nyai bukan orang yang diatur untuk
mengerjakan sesuatu tetapi dialah yang mengatur banyak orang untuk
bekerja.

“Aku sendiri masih termanggu melihat perempuan meninggalkan dapur


rumah tangga sendiri, berbaju-kerja, mencari penghidupan pada
perusahaan orang, bercampur dengan pria” (hal 44, Minke)

“Sayang orang semacam itu takkan mungkin dapat hidup ditengah


bangsanya sendiri. Dia seperti batu meteor yang melesit sendirian,
melintasi keluasan tanpa batas, entah dimana kelak bakal mendarat,
diplanit lain atau kembali ke bumi, atau hilang dalam ketakterbatasan
alam” (hal 348, Magda Peters tentang Nyai)

Seorang Pribumi seperti Minke tak punya kuasa untuk menentang


perbudakan yang katanya sudah dihapuskan, tetapi masih tampak jelas
disekitarnya. Dengan nama penanya, Max Tollenaar, Ia menyuarakan
ketidakpuasannya, menulis pemikiran-pemikirannya dalam surat kabar
berbahasa Belanda. Pram memberikan gambaran untuk pembaca tentang
kuatnya pengaruh sebuah tulisan pada masa itu. Tulisan dapat memancing
kerusuhan, membuat orang yang dikeluarkan dari sekolah kembali
memperoleh tempatnya, membuat masyarakat melihat perspektif yang
berbeda dalam sebuah drama kehidupan zaman kolonial, bahkan
mendorong banyak orang rela mati untuk membela pihak yang mereka
anggap benar. Minke yang dididik dengan cara berpikir modern
memahami kesetaraan dalam hal sosial, dimana respek diperoleh karena
seseorang layak mendapatkannya atas pemikiran yang cemerlang atau
kepribadian yang mengaggumkan, bukan karena kedudukan yang
dimilikinya. Minke mendobrak budaya menghormati orang karena label
yang menempel pada orang itu, meski label itu berbunyi Ayahanda.
Keharusan kaum pribumi untuk menerima semua perkataan orang yang
lebih tua pun tidak diterima olehnya. Respek benar-benar earn (not given)
dan hanya lewat budi pekerti yang baik, kepintaran dan kebijaksanaan hal
itu bisa diperoleh.

“Sungguh teman-teman sekolah akan menertawakan aku sekenyangnya


melihat sandiwara bagaimana manusia, biasa berjalan sepenuh kaki,
diatas telapak kaki sendiri, sekarang harus berjalan setengah kaki,
dengan bantuan dua belah tangan. Ya Allah, kau nenek moyang, kau, apa
sebab kau ciptakan adat yang menghina martabat turunanmu sendiri
begini macam” (hal. 181, Minke)

Tetapi dengan hidup di rumah Nyai pun, Minke membuka ruang kecaman
untuk dirinya sendiri, baik dari pihak pribumi maupun kompeni. Beberapa
konflik yang diangkat Pram dibuku ini, yang menimpa Minke, Nyai dan
Annelies adalah potret dari tidak jelasnya hukum yang berlaku pada masa
itu yang berujung pada perlakuan yang tidak adil untuk mereka yang
bukan totok. Bahkan Minke yang tadinya sangat mengaggumi
intelektualitas orang Belanda mencibir karena perilaku yang tidak sesuai
dengan nilai-nilai dan pemikiran modern yang mereka ajarkan di sekolah
Belanda.

Buku ini menjadi jendela saya melihat ke masa lalu, saya tumbuh ditahun
90an dan baru membaca buku ini tahun 2016, reaksi saya tentunya syok
dan geram melihat situasi masa lalu seperti itu. Lewat Bumi Manusia saya
mengenal konteks masa kolonial, potret pemuda yang menyanjung
pengetahuan diatas darah, menimba ilmu dari cara Eropa tetapi
menemukan kepincangan dalam attitude mereka, sementara dirinya sendiri
geram dengan masyarakat dan adat pribumi serta mind-set yang
mengekang terjadinya terobosan pada masa itu. Di buku ini juga, saya
bertemu dengan Max Havelar alias Eduard Douwes Dekker. Saya jadi tahu
dimana posisi buku Max Havelar dalam fiksi sejarah Indonesia, karena
Bumi Manusia memberikan landasan untuk saya memetakan sejarah dan
buku-buku historical fiction lainnya yang ingin saya baca, seperti
Multatuli dan cerita tentang Nyai Dasima.

Bagaimana kalau buku ini dijadikan bacaan wajib saja untuk anak
sekolahan? Saya jamin lebih nendang ketimbang metode belajar sejarah
dengan menghapal atau sekedar mencatat buku pelajaran.

Beberapa kata-kata Pram yang saya sukai di buku ini:

“Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena


usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri” (hal 59)

“Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam
pikiran, apalagi dalam perbuatan” (hal 77)

“Dan taka da yang lebih sulit dipahami daripada sang manusia. Itu
sebabnya tak habis-habisnya cerita dibuat dibumi ini” (hal 164)

“Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar


kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya
hewan yang pandai” (hal 313)

“Mantap tidaknya kedewasaan dan nilai tergantung pada besar-kecilnya


dan banyak-sedikitnya ujian, cobaan” (hal 392)
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pram menulis buku ini ketika Ia mendekam dalam tahanan di pulau Buru
sekitar tahun 1975, tetapi baru diterbitkan pada tahun 1980 dan menerima
sambutan luar biasa dari pembaca dalam dan luar negeri, sampai-sampai
dalam periode satu tahun (1980-1981) telah dicetak ulang sebanyak 10 kali.
Namun oleh Jaksa Agung, buku ini pun dilarang beredar dan ditarik dari
peredaran karena dianggap menyuarakan paham Marxisme-Leninisme dan
Komunisme. Tahun 2005, Tetralogi Buru dicetak kembali oleh Lentera
Dipantara dan sampai saat ini telah diterjemahkan ke dalam 33 bahasa dan
tersebar diseluruh dunia sebagai sebuah Sumbangan Indonesia untuk Dunia.  

B. Sarana
Demikian yang dapat Saya paparkan mengenai materi yang menjadi
pokok bahasan dalam makalah ini, tentunya masih banyak kekurangan dan
kelemahannya, kerena terbatasnya pengetahuan dan kurangnya rujukan atau
referensi yang ada hubungannya dengan judul makalah ini. Saya banyak
berharap para pembaca yang budiman memberikan kritik dan saran yang
membangun kepada Saya demi sempurnanya makalah ini dan penulisan
makalah di kesempatan berikutnya. Semoga makalah ini berguna bagi Saya
khususnya juga para pembaca yang budiman pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

http://althesia.blogspot.com/2016/05/review-bumi-manusia-sebuah-
jendela-ke.html

Anda mungkin juga menyukai