Anda di halaman 1dari 4

NOVEL SEJARAH

Disusun Oleh :

NAMA : SYAFIYARA J. SUDRAJAT


KLS : XII IPA 2 (B)

SMA NEGERI 1 BURU


2021
Max Havelaar

Resensi Buku

Judul                 : Max Havelaar

Pengarang        : Eduard Douwes Dekker

Penerbit           : Qanita, Jakarta

ISBN                  : 978-602-1637-45-6

Multatuli, ialah nama pena dari pria kelahiran Amsterdam pada 2 Maret 1820
yakni Eduard Douwes Dekker. Ia adalah pria berkebangsaan Belanda yang juga
pernah bekerja dalam naungan Pemerintahan Hindia Belanda sebagai asisten
residen di bumi pribumi, Indonesia. Kurang lebih selama sekitar 18 tahun,
Multatuli melihat dan merasakan bagaimana penderitaan rakyat pribumi atas
kebijakan Pemerintahan Hindia Belanda. Hatinya terenyuh akan ketidak adilan
yang dirasakan rakyat pribumi, bahkan ia sendiri menyaksikan betapa saudara
sebangsa setanah air yang meliputi pejabat adipati turut serta menindas rakyat.

Dalam perjalanan hidupnya, multatuli menggunakan sepenuhnya nilai empati dan


simpatinya terhadap masyarakat. Dalam dirinya timbul keresahan yang membuat
ia akhirnya menuliskan keresahan dalam bentuk sebuah tulisan essai, puisi, dan
semacamnya. Bahkan tak ada sedikit pun ketakutan dalam dirinya dalam
menuliskan kenyataan mengenai apa yang ia temui, termasuk di dalamnya
kekejaman bangsanya yang dianggap melanggar ketentuan Tuhan.

Tulisan-tulisan ini kemudian saat di Negeri Belanda dicoba oleh Multatuli untuk
diserahkan kepada temannya, Droogstoppel. Droogstoppel ialah seorang makelar
kopi berkebangsaan Belanda, ia termasuk orang yang berkecukupan daripada
multatuli sendiri. Maka daripadanya, Multatuli mencoba meminta bantuannya
untuk menerbitkan tulisannya. Pada awalnya Droogstoppel tidak menghendaki
tulisan itu diterbitkan, namun Multatuli bersikeras menyerahkan hasil tulisannya
dan juga membahas mengenai kopi. Dari situlah akhirnya ia membuka berkas
milik Multatuli dan menemukan tulisan mengenai kekejaman Pemerintahan
Belanda. Kemudian buku ini diterbitkan dengan bahasa Belanda untuk pertama
kali dengan judul Max Havelaar, of de koffij-veilingen der Nederlandsche
Handel-Maatschappij.

Buku ini sedikit banyaknya menyorot aktivitas di bumi pertiwi. Bahkan


pengalaman Mutatuli sendiri menggambarkan secara detail bagaimana
bermasalahnya perkebunan di daerah Banten, sebab seperti yang sudah diketahui
bahwa tanah Banten tidak cocok untuk ditanami jenis kopi. Praktek penanaman
kopi ialah akibat dari adanya sistem tanam paksa yang digalakkan oleh
Pemerintahan Belanda, mereka berlaku demikian sebab pemasukan yang
diperoleh oleh adipati sedikit daripada penyetoran tanaman pertanian biasanya.

Praktek tanam paksa semakin menyengsarakan rakyat, akibat yang ditorehkan


daripadanya ialah terjadinya kemiskinan dan kelaparan yang merajalela sebab
lahan banyak digunakan untuk menanam tanaman yang diwajibkan pemerintahan
yakni kopi. Bahkan rakyat pribumi sampai memakan donggol pisang yang
sebenarnya tidak layak makan. Semua yang terjadi ialah bentuk feodalisme yang
masih bertahta kuat di bumi pertiwi. Dalam hal ini masyarakat tidak memiliki
daya apapun bahkan hanya sekedar untuk menyuarakan haknya. Salah satunya
mengenai ternak yang juga harus diserahkan sesuai dengan arahan dan perintah
dari wilayah kekuasaan adipati.
Dari segi cover buku, sudah cocok dengan apa yang digambarkan dalam isinya.
Versi terbitan pertama masih menggunakan wajah Multatuli sebagai awalan,
namun untuk edisi cetakan di Indonesia menggunakan tokoh yang diceritakan di
dalam buku yakni Saidjah dan Adinda yang merupakan sepasang kekasih.
Mengenai isi buku, tentulah menggunakan pola bahasa yang cukup sulit sebab
merupakan buku terjemah dan juga diterjemahkan oleh seorang legendaris,
Pramoedya Ananta Toer. Selain itu, kita akan banyak bertemu dengan alur cerita
yang disuguhkan secara maju dan mundur sehingga menyulitkan untuk dipahami.

Secara garis besar, buku ini menawarkan sisi lain yang mana selain menyorot
kekejaman dan tindak kesewenang-wenangan pribumi sendiri yang dalam hal ini
dilakukan oleh pembesar adipati. Sisi itu seperti yang sudah disinggung ialah
mengenai kepatuhan masyarakat terhadap tindak tanduk kaum pembesar. Pada era
ini apabila ditarik dalam praktek kehidupan nyata maka sudah seyogianya tidak
lagi diterapkan. Multatuli menyajikan deretan kalimat berkesinambungan yang
tepat mengarah pada sasaran, tidak kurang maupun lebih dan dapat dibuktikan
secara nyata dalam sejarah yang ada. Oleh sebab itu, walaupun pernah menuai
kontroversi buku ini tetap tidak pernah surut kejayaannya.

Dalam kehidupan bermasyarakat, seseorang harus memiliki pegangan yang kuat.


Pemerintahan dan segala yang ada dalam bentuk kekuasaan tidak pernah
memegang kebenaran yang absolut, semua masih dalam keterbatasan yang secara
sadar maupun tidak masih dilakukan. Oleh sebab itu, sebagai yang berpandangan
luas maka ada baiknya masyarakat berpegang terhadap norma dan pranata sosial
yang jelas dibentuk untuk kepentingan bersama. Tidak lantas menghiraukan
kebijakan negara, namun hanya untuk patokan jika semisal kebijakan bertolak
belakang dengan kebutuhan masyarakat banyak dan hanya untuk kepentingan
perseorangan atau kelompok tertentu.

Anda mungkin juga menyukai