Oleh:
JURUSAN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
LEMBAR PENGESAHAN
Disusun oleh:
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT karena atas berkah dan rahmat -
Nya penulis dapat menyelesaikan draft proposal skripsi yang berjudul
“REKONTEKSTUALISASI POLA ORNAMEN ARSITEKTUR MASJID DI
KABUPATEN JOMBANG”, Studi Kasus : Masjid Agung Baitul Mukminin. Draft
proposal ini disusun dalam rangka memenuhi tugas Mata Kuliah Seminar Arsitektur.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Dr Lisa Dwi Wulandari, ST,.MT selaku dosen pengampu mata kuliah Seminar
Arsitektur.
2. Ibu Wulan Astrini, ST.,M.Ds selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
berbagai bimbingan dan masukan dalam penyusunan laporan ini.
3. Teman – teman peserta Seminar Arsitektur yang telah saling mendukung.
4. Serta semua pihak yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan................................................................................................................... i
Kata Pengantar .......................................................................................................................... ii
Daftar Isi ..................................................................................................................................... iii
Daftar Gambar ........................................................................................................................... iv
Daftar Tabel ............................................................................................................................... v
iii
3.5. Metode Analisa dan Sintesa ................................................................................................ 34
3.5.1. Metode analisa ........................................................................................................ 34
3.5.2. Metode sintesa ........................................................................................................ 35
Daftar Pustaka
iv
DAFTAR GAMBAR
v
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1 1
Eropa, penggunaan konstruksi kubah sudah ada sejak jaman Romawi, antara lain pada
kuil Pantheon di Roma dengan diameter 43,43 m. Selanjutnya pada masa awal Kristen
terdapat pula gereja S. Sophia dan gereja-gera kecil lainnya yang menggunakan kubah
sebagai atapnya, kemudian kubah sendiri menjadi ciri arsitektur Byzantine.
Arsitektur Islam juga memiliki minaret yang menjulang tinggi dan berfungsi
sebagai pusat soundscape ketika adzan berkumandang juga merupakan karakter budaya
lokal Arab. Disamping terkenal dengan kubah dan minaretnya arsitektur Islam terkenal
dengan ornamen yang menghiasi bagian interior dan eksterior bangunan. Ornamen-
ornamen tersebut memiliki motif floral, corak sulur geometri, kaligrafi dan muqarnas
(dekorasi sarang tawon) (Fanani 2009:110). Keberadaan ornamen dapat hampir
ditemukan pada setiap arsitektur Islam, dimana ornamen sendiri sudah menjadi karakter
visual dan bahasa rupa dalam arsitektur Islam yang spesifik. Bila dibandingkan dengan
kubah dan minaret keberadaan ornamen Islam tentunya akan menjadi sebuah identitas
tersendiri bagi arsitektur Islam yang dapat digunakan secara universal.
2
bahwa ornamen hanya digunakan sebagai hiasan saja dan untuk menambah faktor
estetika tanpa memperdulikan makna yang terkandung didalamnya. Jika ditinjau lagi hal
ini menjadi sebuah dilema disatu sisi ornamen merupakan salah satu cara pengungkapan
makna dan dapat menjadi identitas yang spesifik sehingga karya arsitektur dapat
memiliki nilai lebih di mata masyarakat namun disisi lain akan menguras banyak hal
termasuk ekonomi. Meskipun tidak berhubungan secara langsung dengan arsitektur
Islam namun hal ini menginspirasi dan ikut andil dalam perkembangan ornamen
kedepannya. Dewasa ini ornamen bukan lagi menjadi elemen yang penting. Tingkat
kreatifitas manusia semakin menurun dan tergantikan oleh kepraktisan bagaimana
sebuah arsitektur terbentuk.
Keberadaan ornamen pada sebuah bangunan akan membantu manusia untuk
memahami bahwa di dalam arsitektur tersebut terdapat sebuah makna sehingga manusia
lebih berusaha untuk menghargai, memaknai, menjaga hingga melestarikan arsitektur
tersebut. Lain halnya dengan sebuah karya arsitektur tanpa ornamen, manusia akan lebih
sulit mengungkap makna di dalam arsitektur tersebut sehingga bisa saja mendapat
perlakuan yang berbeda. Selain itu keberadaan ornamen akan membantu seseorang untuk
mencari makna didalamnya, terlebih didalam Islam dan arsitekturnya yang penuh
simbolisasi akan pemaknaan terhadap ajaran dan keagungan Allah SWT. Dalam
arsitektur Islam, ornamen banyak dijumpai pada kubah, minaret, mihrab, mimbar, dikka,
dinding, dan kolom sehingga ciri Islam akan semakin terlihat dari keindahaan
ornamennya yang terekspos. Dalam sebuah sumber, Imam Ghazali menyebutkan bahwa
Sesungguhhya Allah Maha indah dan menyenangi keindahan (Sumalyo 2000:13),
sehingga keberadaan ornamen menjadi sangat penting dalam agama dan arsitektur Islam.
3
dapat dijumpai pada beberapa Masjid Agung yang menggunakan kubah sebagai
identitas arsitektur Islaminya antara lain, Masjid Dian Al Mahri (Masjid Kubah Emas),
Masjid Agung Al Akbar Surabaya, Masjid Agung Semarang dan Masjid Agung Tuban.
Begitu pula dengan masjid dengan skala yang lebih kecil yang banyak terdapat di
tinggat desa dan kecamatan.
Kategori kedua adalah masjid yang mencoba keluar dari bayang-bayang
araboscetrism dengan tetap mengambil kubah sebagai bentuk dasar atap, namun mulai
berimprovisasi dengan elemen masjid lainnya. Masjid Istiqlal sebagai ikon islam bangsa
Indonesia masuk ke dalam kategori ini dengan tetap menggunakan kubah pada atapnya,
namun pada bagian dinding-dindingnya yang terdiri dari sirip-sirip merupakan bentuk
respon terhadap iklim dan kelokalan Indonesia, selain itu adapula Masjid Ta’awun di
Bogor. Kategori selanjutnya adalah masjid yang berusaha mendeformasi ciri utama
lokalitas masjid masa lalu. Umumnya tetap menggunakan atap tropis dan memadukan
ornamentasi geometri yang dikombinasikan dengan langgam lokal. Dalam kelompok
terdapat MasjidAl Markaz di Makasar, Masjid Agung Agung Batam, Masjid Kampus
Universitas Gajah Mada dan lain-lain
Kategori terakhir adalah masjid-masjid kecil di tingkat rakyat. Kelompok ini
merupakan kelompok terbesar dan pragmatis. Jika jamaahnya tidak memiliki cukup
dana untuk melakukan pembenahan, maka umumnya masjid-masjid ini menggunakan
atap tipologi atap tropis, namun jika memiliki dana lebih maka yang akan dilakukan
pertama kali adalah membangun kubah pada atapnya.
Diluar keempat kategori yang telah dijelaskan sebelumnya, terdapat pula
masjid-masjid kuno yang memiliki karakter lokal yang kuat antara lain Masjid Sunan
Ampel, Masjid Agung Demak, Masjid Menara Kudus, Masjid Agung Banten, dan
Masjid Mantingan. Masjid-masjid tersebut digolongkan menjadi masjid Kuno Jawa
serta mempunyai ciri-ciri antara lain penggunaan atap limasan yang bertumpuk,
kontruksi kayu soko guru, adanya serambi disekitar bangunan utama dan juga memiliki
ornamen yang terakulturasi dengan ketempatan maupun arsitektur Cina. Selain itu tidak
sedikit pula masjid dengan karakter Cina seperti pada ketiga Masjid Ceng Ho di
Surabaya, Pandaan dan Palembang. Disamping gaya arsitektur dan warna yang khas,
Masjid Ceng Ho juga memiliki ornamen yang berakulturasi pula antara Islam dan Cina
Perkembangan ornamen arsitektur Islam di Indonesia mengalami banyak
akulturasi dengan berbagai budaya. Arsitektur tradisional Indonesia yang juga memiliki
ornamen hasil budaya masyarakat setempat banyak memunculkan masjid-masjid
4
dengan ornamen campuran antara islam dan kedaerahannya seperti pada Masjid Gede
Kauman Jogjakarta yang sarat akan ornamen yang bernuansa keraton maupun joglo
dimana banyak ditemukan ukiran ornamen bercorak sulur yang juga banyak ditemui di
Keraton Yogyakarta. Selain itu Masjid Mantingan Jepara yang memiliki motif dekorasi
fauna yang menceritakan tentang kisah seperti Hanoman, Ramayana, Ramashinta dan
lainya. Hal tersebut menjelaskan adanya akulturasi dengan arsitektur Cina dimana fauna
merupakan simbol-simbol bagi etnis Cina. Adapula Masjid Cheng Ho yang juga
bercorak arsitektur Cina dengan corak ornamen yang geometris seperti pada arsitektur
Cina umumnya namun terdapat kaligrafi Islam didalamnya.
Dewasa ini perkembangan ornamen pada arsitektur Islam di Indonesia masih
terus diekplorasi seperti halnya di Masjid Al Irsyad di Bandung yang menggunakan
kaligrafi islam sebagai ornamen sekaligus menjadi bukaan pada dindingnya. Ornamen
tidak lagi hanya berkembang sebagai bagian yang menunjukkan estetika dan makna
namun juga bagaimana mengadaptasikannya sebagai elemen arsitektur yang lain dan
dapat sesuai dengan kondisi iklim dan cuaca. Kondisi lingkungan serta kreatifitas
seorang arsitek dapat membuat ornamen dalam arsitektur islam di Indonesia menjadi
semakin berkembang dan kompleks dari segi fungsinya tanpa meninggalkan fungsi
serta makna yang ada sebelumnya.
5
ditemukan elemen-elemen arsitektur Islam pada semua masjid-masjid tersebut, hanya
beberapa saja yang mempunyai desain arsitektur Islam yang benar-benar kompleks.
Masjid Agung Baitul Mukminin merupakan salah satu masjid dimana kita benar-benar
dapat melihat arsitektur Islam di Kabupaten Jombang. Masjid ini berdiri pada tahun
1893 dan dipugar pada tahun 2011 lalu. Pemugaran tersebut sebagai rencana
pemerintah dalam pengembangan arsitektur Islam di Kabupaten Jombang. Masjid ini
identik dengan masjid Jawa kuno dengan atapnya yang bertumpuk. Memiliki dua
minaret yang menjulang pada bagian atas Masjid tersebut, sera memiliki ornamen
bermotif geometris, flora dan kaligrafi, dimana dalam penerapan beberapa ornamen
geometrisnya berfungsi sebagai bukaan bangunan. Ornamen yang lain juga berupa
kaca-kaca patri dengan beberapa warna dan bermotifkan sulur. Sedangkan kaligrafi
banyak menghiasi bagian interior bangunan tersebut.
Keberadaan ornamen sendiri memang tidak mutlak adanya didalam setiap
karya arsitektur, namun pencarian makna yang terkandung didalamnya dan bagaimana
proses ornamen itu terbentuk dapat menjadi satu acuan untuk memahami makna dan
apa yang ada dibalik sebuah karya arsitektur. Selain itu adanya transformasi fungsi
ornamen yang disesuaikan dengan aspek kesetempatan membuat perubahan paradigma
bahwa ornamen yang hanya tempelan saja menjadi sebuah fungsi yang lebih spesifik
dalam penghawaan dan pencahayaan sebuah bangunan dengan tidak melepas makna
yang ingin disampaikan didalamnya. Kabupaten Jombang dengan citra islami dan
arsitektur Islamnya masih membutuhkan pengkajian ulang atau yang biasa disebut
rekontekstualisasi akan pola ornamen sebagai identitas Islam yang nantinya juga
sebagai salah satu upaya dalam pengembangan arsitektur Islam di Kabupaten Jombang.
6
1.3. Rumusan Masalah
1. Bagaimana karakteristik ornamen arsitektur Masjid Agung Baitul Mukminin
yang ada di kabupaten Jombang?
2. Bagaimana pola-pola dan yang terbentuk dari ornamen Masjid Agung Baitul
Mukminin di kabupaten Jombang?
1.5. Tujuan
1. Mengidentifikasi ragam ornamen arsitektur Masjid Agung Baitul Mukminin
yang terdapat di kabupaten Jombang.
2. Menganalisa pola-pola yang terbentuk dari ornamen arsitektur Masjid Agung
Baitul Mukminin di Kabupaten Jombang
1.6. Manfaat
1. Bagi masyarakat
Masyarakat Indonesia umumnya dapat mengerti karakteristik arsitektur
masjid secara umum terutama pada ornamen sehingga tidak terjadi
kesalahan persepsi.
Masyarakat Jombang khususnya bisa mengerti dan memahami bahwa citra
Islami Kabupaten Jombang tidak hanya sebatas gelar namun juga dalam
bidang arsitekturnya serta dapat menambah wawasan mengenai karakteristik
ornamen arsitektur masjid di Kabupaten Jombang.
2. Bagi keilmuan arsitektur
Dapat memperkaya literatur dan komparasi mengenai ornamen arsitektur
masjid yang dapat digunakan untuk menambah wawasan bagi mahasiswa
arsitektur maupun orang-orang yang berhubungan dengan keilmuan
arsitektur.
7
3. Bagi praktisi di bidang arsitektur
Sebagai salah satu acuan dan komparasi ketika mendesain, terutama dalam
kaitannya dengan ornamen, arsitektur masjid dan arsitektur Islam.
4. Bagi Pemerintah Daerah Kabupaten Jombang
Sebagai usulan menjadi salah satu pedoman karakteristik arsitektur Islam
khususnya ornamen dan arsitektur masjid, dalam pengembangan arsitektur
Islam di Kabupaten Jombang kedepannya.
8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
9
9
2. Mihrab
Mihrab merupakan ceruk atau lubang kecil yang terdapat pada dinding qibla
sebagai arah tanda kiblat. Biasanya juga berfungsi sebagai tempat imam ketika
melakukan shalat berjamaah. Mihrab merupakan salah satu unsur paling penting di
dalam sebuah masjid sehingga sebagian besar ornamen terdapat dalam mihrab. Dalam
sebuah masjid mihrab merupakan poin utama dalam arsitektur dan simbolis sebuah
bangunan religi (masjid).
3. Mimbar
Mimbar merupakan tempat imam berdiri ketika melakukan ceramah ketika shalat
Jum’at ataupun shalat lainnya. Mimbar biasanya terletak di sebelah kanan mihrab dan
terbuat dari kayu yang diukir serta memiliki tangga karena ketinggiannya untuk
memudahkan jemaah melihat dan mendengar imam ketika berceramah.
10
4. Minaret
Minaret merupakan menara tinggi yang disematkan pada atau berbatasan dengan
sebuah masjid. Minaret didesain untuk memanggil jemaah agar melaksanakan shalat
atau dapat dikatakan sebagai pusat soundscape ketika adzan berkumnadang. Minaret
juga merupakan salah satu simbol visual keberadaan Islam.
5. Sahn
Sahn merupakan ruang terbuka di dalam sebuah masjid. Biasanya terdapat kolam
air mancur untuk masyarakat, agar dapat melakukan pembersihan atau berwudlu
sebelum melakukan shalat. Air diterjemahkan sebagai pemberian dari Allah, dan air
mancur merupakan simbol dari empat sungai pada surge yang disebutkan di Al
Qur’an.
11
Gambar 2.5 Komponen Masjid
(Sumber: Sumalyo, 2000:6)
12
dasarnya merupakan hiasan untuk memperindah tempat dimana dia berada, namun jika
ditinjau lagi banyak ilmu yang dimasukkan ke dalam sebuah ornamen. Geometri, filsafat,
matematika hingga Islam itu sendiri menjadi pesan yang terkandung di dalam ornamen.
13
1. Ornamen yang berada di luar ruangan (eksterior)
Ornamen eksterior merupakan semua bentuk ornamen baik yang menempel atau
diletakkan di luar bangunan secara langsung maupun tidak langsung serta dapat
mendukung fungsi bangunan tersebut dan nilai estetisnya. Selain itu ornamen pada
eksterior mempunyai sifat yang dapat merangkum secara umum dan menyeluruh
karakter bangunan guna memberikan ciri yang khusus pada bangunan tersebut.
Ornamen pada eksterior tidak hanya yang terletak pada fasad sebuah bangunan
namun juga ornamen pada lisplank, ornamen pada pagar bangunan,ornamen pada
konsol, ornamen pada tiang bendera, dan lain sebagainya. Pada masjid bisa juga
ornamen tersebut terletak pada kubah maupun minaretnya.
2. Ornamen yang berada di dalam ruangan (interior)
Ornamen interior memiliki pengertian semua bentuk ornamen yang terletak di
dalam sebuah ruangan yang secara langsung maupun tidak langsung mendukung
fungsi serta nilai estetis ruangan tersebut serta dapat merangkum secara umum dan
menyeluruh sifatnya, guna memberikan ciri yang khusus, antara lain hal tersebut
akan terdapat pada unsur-unsur, bidang, ritme, garis, warna dan kaitannya antara satu
sama lain, yang kemudian berpadu dan membentuk satu kesatuan. Ornamen ruang
dapat digolongkan menjadi:
a. Ornamen pada dinding
Ornamen yang menyatu dengan dinding atau bahkan merupakan elemen
pembentuk dinding tersebut yang biasanya berupa relief. Relief tersebut dapat
berupa dinding yang langsung dipahat maupun relief pada batu yang ditanam di
dinding. Adapun fungsi dari relief itu adalah menampilkan nilai estetik ruangan
dapat pula menggambarkan sebuah cerita atau makna-makna. Ornamen pada
dinding dapat berfungsi sebagai pelengkap atau penghias dinding yang bersifat
temporer artinya dapat diganti sesuai keinginan.
b. Ornamen pada lantai
Di samping sebagai penghias ruang fungsi ornamen pada lantai di ornamen
juga sebagai unsur pengarah dan pembatas sebuah ruangan. Ornamen tersebut
biasanya terletak pada ruang-ruang yang mempunyai kesan kosong, misalnya
pada sudut ruangan dimana ruang tersebut kurang mempunyai nilai estetis
sehingga perlu ornamen sebagai penghias. Untuk ornamen yang berfungsi
sebagai pengarah atau pembatas ruang, misalnya pada ruang duduk dan selasar
dapat berupa ornamen pada keramik, karpet, dan lain-lain.
14
c. Ornamen pada langit-langit
Ornamen pada plafon umumnya berupa hiasan yang membentuk suatu pola
keteraturan yang berfungsi sebagai unsur estetis yang menimbulkan kesan indah
maupun kesan luas. Selain itu pada bangunan berkubah, ornamen pada bagian
dalam atau biasa disebut muqarnas dapat membantu kenyamanan akustik pada
sebuah ruang, sehingga ruang tersebut tidak bergema. Sehingga pada muqarnas
terdapat proporsi dan perhitungan yang dapat membuat akustik sebuah ruangan
lebih baik.
d. Ornamen pada konstruksi bangunan
Ornamen pada konstruksi bangunan umumnya digunakan untuk
memperindah suatu konstruksi agar tidak terlihat polosan.
15
Gambar 2.7 Motif Floral
(Sumber: Saoud, 2004:8)
2. Motif Geometri
Perkembangan lanjut dari motif floral adalah bentuk jaringan sulur geometrik
menyambung. Ide vegetatif diolah menjadi tersisa garis-garis lengkung geometrik
terjalin terus menerus membentuk pola berulang tertutup. Satu garis geometrik
sejenis saling silang-silang menyambung seakan tanpa ujung menciptakan corak
terpola (Fanani 2009:112). Achmad Fanani dalam bukunya juga menyebutkan bahwa
pola bintak sudut delapan adalah pola yang paling digemari pada motif geometri.
16
Didalam ebook Geometric Design in Islamic Art (2004:11) dan Unit 3 Geometri
Design in Islamic Art (2012:79) disebutkan motif geometri mempunyai karakter-
karakter yang khusus. Karakteristik primer pada ornamen geometris islam
mempunyai beberapa hal yaitu:
a. Pengulangan dan ilusi yang tidak terbatas (Repetition and Illusion of Infinity)
Most geometric ornamentation is based on the premise that every pattern can be
repeated and infinitely extended into space. This means that a frame can appear to be
arbitrary, simply providing a window onto a pattern that continues beyond the bounds of
that frame.
Ornamen geometri berbasis terhadap dasar pemikiran bahwa setiap pola dapat
diulang dan tidak terbatas serta dapat diperpanjang pada setiap ruangnya.
b. Simetri
Symmetry is created in Islamic geometric design through the repetition and mirroring of
one or more basic design units-usually shapes such as circles and polygon. Although the
design can be elaborated and made complex, the basic symmetrical repetition and
mirroring of these shapes creates a sense of harmony.
Sebagian besar ornamen geometri bersifat dua dimensi, tidak hanya diaplikasikan
pada permukaan yang datar, namun polanya juga jarang memiliki perbedaan latar
depan dan belakang.
Terdiri dari lingkaran, persegi dan garis lurus sebagai basis polanya. Elemen itu
dikombinasikan, diduplikasikan, dijalinkan, dan disusun berulang-ulang hingga
membentuk grid baru seperti segitiga sama sisi ataupun segi enam.
17
3. Muqarnas
Muqarnas adalah sistem proporsi, pengulangan dan penggandaan suatu bentuk
ceruk, untuk dekorasi bagian-bagian peralihan dalam arsitektur. Hiasan muqarnas
sering disebut (mocarabes) karena bentuknya seperti skalaktit, batu kapur terbentuk
selama ratusan bahkan ribuan tahun dibagian atas gua-gua, sering pula disebut
dekorasi skalaktit (Sumalyo 2000:16). Beberapa pengamat memasukkan muqarnas
(dekorasi sarang tawon atau stalaktit) sebagai unsur orisinal dekorasi Islam.
Bentuknya yang unik memberi kemungkinan pengembangan bukan hanya sebagai
elemen penghias permukaan bidang namun sekaligus berperan pada struktural
(Fanani 2009:114).
4. Kaligrafi
Kaligrafi adalah seni menulis huruf, jadi terkait langsung dengan keindahan dan
kesenangan. Lebih dari itu kaligrafi pada umumnya dan tulisan atau kata dikutip dari
Al Quran keindahan bukan dari bentuknya saja, namun juga dari makna dan isinya.
Sesuai dengan perjalanan sejarah Islam dikenal beberapa aliran kaligrafi arab, antara
lain : Mashq, Square Khufiq, Khufiq timur, Thuluth, Naskhi, Muhaqqaq, Rihani dan
Taliq (Sumalyo 2000:19).
18
2.3. Geometri dan Ornamen Arsitektur Islam
2.3.1. Pola dasar
Dalam ebook Islamic Art and Geometric Design (2004) dijelaskan beberapa pola
yang membentuk ornamen-ornamen pada arsitektur Islam. Masing-masing pola tersebut
terbentuk dari lingkaran yang diulang dan dirangkai sedemikian rupa untuk membentuk
pola-pola baru. Beberapa pola yang terbentuk antara lain:
1. Rosette (Hiasan Mawar)
Mawar membagi pusat lingkaran menjadi enam bagian yang sama dan meletakkan
poin ruang keenam lingkaran yang sama tersebut pada satu bundaran.
2. Hexagon (Segi Enam)
Untuk membuat segi enam, gunakanlah garis lurus untuk menggabungkan bundaran
yang berketan pada lingkaran utama
3. Two equilateral triangles (Dua segitiga sama sisi)
Dua segitiga sama sisi terbentuk dari penggabungan setiap titik kedua. Dua segitiga
sama sisi ini membentuk enam titik bintang.
4. Octagon (Segi delapan)
Segi delapan terbentuk dari garis lurus untuk menggabungkan titik lingkaran asli yang
berdekatan dengan empat lingkaran lainnya.
5. Four Pointed Star
Terbentuk dari satu lingkaran utama sebagai pusat dan empat lingkaran lainnya
seperti pada segi delapan. Bintang empat seperti pada bintang delapanversi dua
namun tidak semua poinnya dihubungkan.
6. Eight Pointed Star
Memiliki dua pola yang terbentuk, versi pertama dengan menggabungkan setiap titik
kedua pada lingkaran tengah, yang akan menghasilkan dua persegi yang saling
melengkapi. Versi kedua dengan menggabungkan setiap poin ketiga, maka akan
terbentuk bintang delapan lainnya.
7. Twelve Pointed Star
Terbentuk dari pola rosette dengan menghubungkan setiap titik kelima pada lingkaran
utama.
Selain pola-pola diatas disebutkan pula bahwa ornamen geometri mempunyai
bentuk-bentuk dasar yaitu lingkaran, persegi, dan garis lurus.ketiga bentuk tersebut
dikembangkan sedemikian rupa sehingga terbentuk bentukan dasar baru seperti segitiga,
19
dan berbagai macam bentuk segi banyak lainnya (Islamic Art and Geometric Design,
2004:11).
Four pointed star Eight pointed star Eight pointed star 2 Twelve pointed star
1
Gambar 2.11. Pola geometri ornamen Islam
(Sumber: Islamic Art and Geometric Design, 2004)
2.3.2. Ritme
Menurut Ching (2007:356) ritme berarti segala bentuk karakteristik pergerakan
pola atau motif yang berulang baik secara teratur maupun tidak teratur. Ritme juga
menggabungkan gagasan-gagasan dari pengulangan sebagai alat untuk
mengorganisasikan bentuk dan ruang dalam arsitektur.
Ritme atau irama yang terbentuk dalam ornamen Islam setidaknya terbagi menjadi
empat ritme dasar yang dijalin dan diulang-ulang sehingga mmbentuk sebuh ritme pola
dan menjadi karakteristik ornamen Islam. Empat ritme itu anatara lain (Islamic Art and
Geometric Design, 2004):
1. Five Overlapping Circles Grid
Terbentuk dari lima lingkaran yang di-overlapping.
2. Seven Overlapping Circles Grid
Terbentuk dari tujuh lingkaran yang di-overlapping
3. Triangle Grid
Tersusun dari segitiga sama sisi yang diulang terus menerus secara vertikal dan
horizontal.
4. Diagonal Grid
Tersusun dari persegi yang diulang terus menerus secara vertical dan horizontal.
20
Five overlapping circles grid Seven overlapping circles grid Triangle grid Diagonal grid
2.3.4. Simetri
Simetri merupakan keseimbangan penyaluran dan susunan dari bentuk-bentuk
yang sepadan dan ruang-ruang pada sisi yang berlawanan pada satu garis pembagi atau
axis (Ching, 2007:321). Dalam ornamen Islam, sudah dijelaskan bahwa simetri
21
merupakan karakteristik dalam pola geometri, namun tidak menutup kemungkinan akan
muncul pada motif-motif ornamen Islam lainnya.
Simetri terdiri dari dua tipe, simetri bilateral dan simetri radial. Simetri bilateral
mengacu terhadap keseimbangan susunan elemen yang similar pada sisi seberang garis
axis, dan hanya satu bidang saja yang bisa membagi secara keseluruhan sehingga terbagi
menjadi dua yang identik. Sedangkan simetri radial mengacu kepada keseimbangan
susunan yang terpusat, sehingga setiap elemen dapat dibagi menjadi bagian-bagian
tertentu pada beberapa sudut dengan titik pusat sebagai sentral garis axis.
2.3.5. Poporsi
1. Golden Section
Menurut Ching (2007:287) golden section juga biasa disebut golden rectangle.
dan juga sering disebut Golden ratio dijabarkan sebagai sebagai sebuah rasio yang sama
dengan atau mendekati bilangan 1.618033988749895… Golden section menghasilkan
keseimbangan antara dua bagian yang asimetri dan tidak sebangun. Selain perbandingan
1:1,6 golden section juga merupakam perbandingan antara empat persegi panjang atau
elips dimana pertandingannya adalah 3:5.
A rectangle whose sides are proportioned according to the Golden Section is known as Golden
Rectangle. If a square is contructed on it’s smaller side, the remaining portion of the original
rectangle would be smaller but similar Golden Rectangle. This operation can be repeated
indefinitely to create a gradation of squares and Golden Rectangles.
Persegi panjang yang sisi-sisinya memiliki proporsi menurut golden section disebut
golden rectangle. Jika sebuah persegi dibentuk dari sisi yang lebih kecil didalamnya ,
porsi yang tersisa adalah persegi panjang aslinya namun akan lebih kecil namun serupa
22
dengan Golden Rectangle. Operasi ini dapat diulang dengan tidak terbatas untuk
membuat gradasi dari persegi-persegi dan Golden Rectangles, seperti pada gambar 2.15.
Golden Rectangle
Golden Section
Menurut gambar 2.15 perbandingan yang terjadi dari sisi golden section dan
golden triangle adalah sebagai berikut:
AB BC CD AB + BC = CD
= = = Φ (1,6…)
BC CD DE BC + CD = DE
23
450
√2
1 450
Untuk membuat garis imajiner pada sistem proporsi akar dua, langkah pertama
yang perlu dilakukan adalah membuat lingkaran dan membuat garis tegak lurus yang
membagi lingkaran menjadi empat bagian. Garis pembagi tersebut apabila bertemu
dengan lingkaran akan terbentuk empat titik temu. Selanjutnya dibuat empat lingkaran
dengan radius yang sama dengan pusat lingkaran pada keempat titik temu tersebut.
Dari perpotongan lingkaran-lingkaran tersebut akan didapatkan titik temu yang lain
dan apabila dihubungkan akan didapatkan persegi di luar lingkaran dan garis diagonal
Selanjutnya untuk membuat garis imajiner baru dapat dihasilkan dari titik-titik
hasil perpotongan lingkaran, persegi, dan garis diagonal. Pada garisgaris imajiner
itulah dimulai sebuah pola yang selanjutnya diulang secara vertikal dan horisontal.
Pola pengulangan pada sistem proporsi ini adalah dengan mendekatkan persegi di luar
lingkaran dengan persegi di luar lingkaran berikutnya.
3. Sistem Proporsi akar 3
Pola geometri yang menggabungkan lingkaran dan segitiga disebut dengan
sistem proporsi akar tiga, karena pada pola ini digunakan rasio perbandingan setengah
alas dengan tinggi yang membagi dua segitiga sama sisi (Pramono, 2011:135).
24
300
2 √3
600 600
Untuk pembuatan garis imajiner pada sistem proporsi akar tiga, langkah
pertama yang perlu dilakukan adalah membuat lingkaran dan membuat garis lurus
yang membagi lingkaran menjadi dua bagian. Selanjutnya dibuat lingkaran dengan
pusat lingkaran pada kedua titik tersebut. Dari pertemuan kedua titik tersebut ditarik
garis, sehingga terbentuk dua segitiga sama sisi dan atau heksagonal di dalam
lingkaran.
Dari garis-garis imajiner tersebut dapat dimulai sebuah pola dan dilakukan
dengan pengulangan dengan cara mendekatkan modul-modul heksagonal. Berbeda
dengan pengulangan pada sistem proporsi akar dua yang dapat dilakukan secara linear
baik horizontal ataupun vertikal karena pada sistem proporsi akar dua memiliki
bentuk persegi yang memiliki dua diagonal yang sama, pada heksagonal tidak
memiliki diagonal yang sama.
25
2.4 Studi Penelitian Sejenis
Studi penelitian sejenis sebagai salah satu gambaran yang nantinya dapat
membantu penelitian rekontekstualisasi pola ornamen arsitektur masjid di Kabupaten
Jombang ini. Penelitian sejenis ini juga bertujuan untuk memnambah teori-teori yang
dapat membantu dalam menganalisa objek penelitian. Adapun Studi penelitian sejenis
yang digunakan adalah (1) Pola Geometri pada Seni dan Arsitektur Islam di Andalusia
oleh Andi Pramono dan (2) Golden Section pada Ragam Hias Tradisional Melayu oleh
Dwi Budiwiwaramulja. Adapun analisa studi penelitian sejenis diuraikan dalam tabel
berikut ini:
26
Tabel 2.1 Studi Penelitian Sejenis
27
Lanjutan tabel 2.1
28
BAB III
METODE PENELITIAN
29 29
4. Definisi operasional (metode)
5. Menetapkan populasi dan sampelnya (jika ada)
6. Pengumpulan data
7. Analisis data
Berdasarkan langkah-langkah dalam proses penelitian yang dilakukan akan dijelaskan
tahapan-tahapan penelitian ini pada diagram gambar 3.1 sebagai berikut:
MENENTUKAN VARIABEL
PENGUMPULAN DATA
Data Sekunder
Data Primer
Data litratur
Data kualitatif
Karakteristik ornamen arsitektur
Data Fisik Banguanan
masjid
Data perubahan ornamen yang ada
Teori pola, irama dan proporsi
ANALISA
Identifikasi ornamen
Analisis motif ornamen berdasar pada pola,
irama dan proporsi ornamen
SINTESA
31
Variabel yang selanjutnya akan dijadikan pedoman oleh peneliti, antara lain sebagai
berikut:
32
mengetahui kondisi dan suasana masjid tersebut. Adapun data yang didapat nantinya
berupa foto kondisi eksisting (eksterior dan interior) yang menunjukkan keberadaan
ornamen dan foto detail dari masing-masing ornamen tersebut. Pada tahap observasi
ini pula dilakukan pemetaan letak ornamen pada ruang-ruang dimana ornamen
tersebut berada sehingga dapat mempermudah penggolongannya.
Pada saat observasi dilakukan pula pengukuran dimensi pada ornamen Masjid
Agung Baitul Mukminin. Alat pengukur yang digunakan adalah meteran dan
penggaris. Meteran digunakan untuk mengetahui dimensi ornamen yang berada dalam
satu kesatuan baik yang berada pada badan dan kaki bangunan. Penggaris digunakan
untuk mengukur detail ataupun bagian-bagian ornamen yang lebih kecil. Sedangkan
untuk mendokumentasikan data ornamen, eksterior dan interior digunakan kamera
digital ataupun handphone.
2. Wawancara
Peneliti menggunakan penggabungan pola wawancara terstruktur dan tidak
terstruktur dimana pada pola wawancara terstruktur semua pertanyaan telah
dirumuskan sebelumnya dengan cermat, (Nasution, 2004) namun arah pembicaraan
dapat diperluas seperti pada pola wawancara tidak terstruktur. Wawancara yang
dilakukan kepada narasumber yang memiliki pengetahuan yang cukup mengenal
objek yang akan diteliti seperti imam atau pihak pengelola Masjid Agung Baitul
Mukminin. Sumber lain yang akan diwawancarai adalah arsitek ataupun konsultan
perencana bangunan tersebut, mengingat masjid ini baru saja mengalami pemugaran
pada tahun 2011 lalu. Data yang akan didapat dari hasil wawancara terhadap
narasumber terpilih antara lain:
a. Perkembangan Masjid Agung Baitul Mukminin beserta perkembangan ornamen
yang digunakan.
b. Kondisi eksisting kaitannya dengan sejarah sebagai gambaran umum Masjid
Agung Baitul Mukminin.
c. Konsep desain masjid dan juga ornamen yang digunakan.
Pada saat melakukan wawancara digunakan tape recorder ataupun handphone
sebagai alat perekam saat wawancara dan juga lembar interview yang berisi
pertanyaan-pertanyaan yang akan diajukan kepada pihak yang diinterview.
33
3.4.2. Metode pengumpulan data sekunder
Menurut Nasution data sekunder merupakan data yang bersumber dari bahan
bacaan (2004:143). Data sekunder dilakukan dengan cara mencari studi pustaka yang
berkaitan dengan permasalahan melalui berbagai sumber sebagai berikut:
1. Referensi Pustaka
Referensi pustaka merupakan data-data yang dapat diambil dari buku, jurnal
maupun penelitian terdahulu yang berkaitan dengan tema ornamen bangunan.
Data yang didapat melalui referensi pustaka antara lain mengenai sejarah Masjid
Agung Baitul Mukminin dengan berbagai perkembangannya dan juga
dokumentasi ornamen-ornamen maupun masjid tersebut yang nantinya
digunakan sebagai pelengkap data primer. Selain itu referensi pustaka juga
digunakan utnuk mendapatkan data-data tentang teori-teori yang akan digunakan
untuk mengalisa data primer. Teori-teori tersebut antara lain teori tentang sistem
proporsi, pola, motif ornamen dan lain-lain.
2. Dokumen Resmi
Dokumen resmi yang dimaksud adalah data yang berasal dari Badan
Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Jombang. Dokumen yang akan
didapat antara lain gambar kerja Masjid Agung Baitul Mukminin beserta gambar
detail ornamen yang ada pada masjid tersebut. Kegunaan data ini sebagai media
untuk mengidentifikasi dan menganalisis pola, ritme dan proporsi pada ornamen
tersebut.
3. Internet
Data dari internet dapat berupa ebook, jurnal online, makalah online dan lain-
lain. Adapun data-data yang dibutuhkan dari internet misalnya data-data tentang
motif, pola dan ritme ornamen arsitektur masjid pada umumya, sistem proporsi
yang digunakan untuk menganalisa ornamen dan data-data tentang
perkembangan Masjid Agung Baitul Mukminin.
34
manusia (Dharminto 2010:6). Penelitian dengan menggunakan metode kualitatif lebih
menekankan analisisnya pada penyimpulan deduktif dan induktif serta analisis terhadap
dinamika hubungan antar fenomena yang diamati dengan menggunakan logika ilmiah.
Pendekatan deskriptif analisis digunakan sebagai upaya penggambaran dan
penginterpretasian objek sesuai dengan kondisi eksisting. Penelitian deskriptif analisis
juga menganailsis dan menyajikan fakta secara sistematik sehingga lebih mudah untuk
dipahami dan disimpulkan (Dharminto 2010:6).
Metode analisis kualitatif digunakan sebagai metode untuk menganalisa pola,
ritme dan proporsi yang terbentuk pada ornamen pada Masjid Agung Baitul Mukminin.
Pendekatan deskriptif analisis lebih digunakan untuk mengidentifikasi dan memaparkan
motif-motif ornamen yang ada pada Masjid Agung Baitul Mukminin sehingga muncul
penggolongan ornamen yang dapat mengungkap karakteristik ornamen pada Masjid
Agung Baitul Mukminin.
35
DAFTAR PUSTAKA
Budiwiwaramulja, Dwi. 2004. Golden Section pada Ragam Hias Tradisional Melayu. Jurnal
Senirupa FBS-Unimed 1: 52-63. http://digilib.unimed.ac.id/public/UNIMED-
Journal-22096-Dwi%20Budiwiwaramulja.pdf (diakses 4 April 2013)
Ching, Francis DK. 2007. Architecture Form, Space & Order Third Edition.New Jersey:
John Wiley & Sons, Inc
Dharminto. 2010. Metode Penelitian dan Sampel Penelitian.
http://eprints.undip.ac.id/5613/1/METODE_PENELITIAN_-_dharminto.pdf
(diakses 31 Mei 2013)
Fanani, Ahmad. 2009. Arsitektur Masjid. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka
36
http://teachers.sduhsd.net/mchaker/Chakers_WebSite!!!/Unit_3_files/islamic_art_an
d_geometric_design_1.pdf (diakses 2 Mei 2013)
Unit 1 Islam and Religious Art. 2012. http ://www.metmuseum.org/learn/for-
educators/publications-for-
educators/~/media/Files/Learn/For/20Educators/Publications/20for/20Educators/Isla
mic/20Teacher/20Resource/Unit1.pdf (diakses 2 Mei 2013)
Unit 2, Arabict Script and The Art of Calligraphy. 2012. http
://www.metmuseum.org/learn/for-educators/publications-for-
educators/~/media/Files/Learn/For/20Educators/Publications/20for/20Educators/Isla
mic/20Teacher/20Resource/Unit2.pdf (diakses 2 Mei 2013)
Unit 3 Geometri Design in Islamic Art. 2012 http://www.metmuseum.org/learn/for-
educators/publications-for-
educators/~/media/Files/Learn/For/20Educators/Publications/20for/20Educators/Isla
mic/20Teacher/20Resource/Unit3.pdf (diakses 2 Mei 2013)
37