Anda di halaman 1dari 91

EDISI 14.

TAHUN 2017
MAJALAH SASTRA

SASTRA
DAN PERBATASAN
Taman
Budhi Setyawan
Syaifuddin Gani
Afrizal Malna

Telaah
Musfeptial

Cubitan
Alex R. Nainggolan

Secangkir Teh
Hasta Indrayana
Bukankah dengan demikian menjadi jelas bagi kita
bahwa menerima perbedaan pendapat dan asal-muasal Sisipan Mastera
bukanlah tanda kelemahan melainakan menunjukkan kekuatan
EDISI 14. TAHUN 2017

KH. ABDURRAHMAN WAHID (1940–2009)

ISSN 2086-3934

9 772086 393437 EDISI 14. TAHUN 2017


PUSAT
Majalah Sastra

Diterbitkan oleh
Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa

Jalan Daksinapati Barat IV,


Rawamangun, Jakarta 13220
Pos-el: majalahpusat@gmail.com
Telp. (021) 4706288, 4896558
Faksimile (021) 4750407

ISSN

Penanggung Jawab:
Prof. Dr. Dadang Sunendar, M. Hum.

Redaktur:
Dr. Hurip Danu Ismadi, M.Pd.
Dr. Ganjar Harimansyah
Prof. Dr. Budi Darma
Prof. Dr. Sapardi Djoko Damono
Putu Wijaya

Penyunting/Editor:
Ferdinandus Moses
Dwi Agus Erinita

Ilustrator
Riko Rachmat Setiawan

Penata Letak
Riko Rachmat Setiawan

Sekretariat:
Dra. Suryami, M.Pd.
Lince Siagian, S.E
Siti Sulastri
PENDAPA
SASTRA DAN PERBATASAN

Kita selalu berada di daerah perbatasan 


antara menang dan mati. Tak boleh lagi
ada kebimbangan memilih keputusan ....
(“Daerah Perbatasan”, Subagio Sastrowardoyo)

Sastra boleh dikatakan pribadi paling berbatas dengan alam—meski juga tiada batas, bahkan menyusup pada perbatasan
ragawi dengan ilahiah. Sejak zaman nenek moyang, bentuk-bentuk ritual (barangkali ketika istilah sastra belum ada atau
belum dikenal dengan sebutan sastra, hubungan paling “privasi” antara manusia dengan tanah, leluhur, dan Sang Pencipta
begitu tidak berjarak). Begitu tidak berbatas, hubungan tersebut begitu intim bagai tiada tergantikan dan tiada terbataskan.
Saking tidak berbatas, segala sesuatu yang berurusan dengan kebutuhan pangan disajikan dengan berbagai bentuk upacara
penghormatan berupa ritus-ritus penghormatan kepada tanah, leluhur, dan Sang Pencipta.

Bersyukur, Indonesia (termasuk negara di wilayah Asia Tenggara lainnya) sarat akan adat kebiasaan yang akrab disebut
tradisi lisan. Indonesia merupakan wilayah yang kaya nilai-nilai kedaerahan “di atas rata-rata” dalam soal keragaman tradisi
yang kerap dijumpai dari ujung Sumatra hingga Papua.

Bentuk tradisi lisan beragam, di antaranya ada sebatas pelisanan, tetapi dapat berkembang menjadi ragam teks sastra,
tertulis—bahkan beralih ke wahana pertunjukan. Semua itu berpijak dari semangat yang secara langsung membentuk
pergerakan dalam menumbuhkan peneguhan jati diri daerah, pengungkapan budaya daerah, serta nilai-nilai kearifan lokal
di dalamnya dengan berbasis wilayah kultural paling adiluhung (semoga boleh dikatakan begitu).

Maka, ketika alam sudah memberikan fasilitas berupa lanskap dengan segala potensi di dalamnya, kehidupan manusia yang
dengan sadar atau tidak pun dengan sendirinya memberikan bentuk, cara, sekaligus strategi penghormatan bagi potensi alam
di dalamnya. Tidak jarang kita jumpai sampai hari ini, seperti ritus menanam padi atau apa pun aktivitas di persawahan,
semangat keagrarisan Indonesia tercermin; sebuah watak positif dan masih dikonservasi keasliannya sampai kini—karena
dengan langsung situasi sastra hadir di dalamnya. Sebut saja lingko lodok di Manggarai-Flores Barat—persawahan komunal
yang masih diatur sekaligus disikapi secara adat—hingga pementasan Sandur di Jawa Timur yang berangkat dari ritus
menanam padi.

Lebih dari semua itu, sastra yang secara fisik berada sekaligus beredar di wilayah perbatasan seperti zat yang selalu saja bisa
diendus keberadaan “pemikirannya”—termasuk lintasan cakupan pertumbuhan segala gagasan dan “ideologi” pengarang
dan masyarakat di dalamnya. Tentu saja ideologi ala sastra; sarat dinamika romantik, heroik, mistik, dan segala tetek
bengeknya dalam semangat humaniora.
Setakat ini, apapun itu, selama soal geografis di bumi Indonesia ini ada, situasi sastra yang berpijak dari nilai-nilai kedaerahan
akan selalu ada. Maksudnya, semangat kedaerahan membuka peluang “mengatasi” wilayah perbatasan, baik antarprovinsi
maupun antarnegara. Meski hari ini wilayah “virtual” menyergap segala aspek kehidupan—sebagaimana kita tahu sekaligus
pahami bersama, nilai-nilai sastra bisa melintasi tapal batas itu. Tentu saja, semua situasi itu mau tidak mau kita mesti
berterima kasih atas ke-“bhineka tunggal ika”-an yang dianugerahkan pada bumi Indonesia. Bersyukurlah. (FM)

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 1


DAFTAR ISI
PENDAPA
F. Moses 1
CUBITAN
Alex R. Nainggolan 32
Bangunan Sebuah Puisi

TAMAN
Puisi-Puisi Budhi Setyawan 4
Puisi-Puisi Syaifuddin Gani 9
Drama Afrizal Malna 16
SECANGKIR TEH
Hasta Indrayan
Menulis itu Serius 80

25 TELAAH
Musfeptial
Merangkai Tradisi Lisan Wilayah Perbataasan
Indonesia dan Malaysia Di Kalimantan Barat

Subagio Sastrowardoyo

(1924-1995)

Kita selalu berada di daerah perbatasan 


antara menang dan mati. Tak boleh lagi
ada kebimbangan memilih keputusan ....
(“Daerah Perbatasan”,)

2 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUSTAKA LEMBARAN MASTERA
Erwin Wibowo
Resensi Buku
Anomie
84 Brunei Darussalam
Puisi Mahmudamit
Puisi P. Haji Shamsu bin Pengiran H. K.
Cerita Pendek Rusli Abidin Yahya
37 47

Indonesia
Puisi Komang Ira Puspitaningsi
Puisi Agus Noor
Cerita Pendek Yanusa Nugroho
48 56

PUSTAKA Malaysia
F. Moses Cerita Pendek Samsudin Ahmad
Pertaruhan Bahasa Indonesia Puisi Rosli K. Matari
dalam Puisi Puisi Basri Abdillah

86 57 66

Singapura
Esai Anuar Othman
Puisi Hartinah Ahmad
Cerita Pendek Maarof Salleh
Puisi Samsudin Said

Pramoedya Ananta Toer 67 79


(1925-2006)
Orang boleh pandai setinggi langit,
tapi selama ia tidak menulis, ia akan
hilang di dalam masyarakat dan
dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 3


TAMAN

PUISI-PUISI BUDHI SETYAWAN

Kejarlah Aku
1/ kau kerap seperti melihat bayanganku melesat
aku tahu engkau masih belum lelah singkat dan sekejap
mencariku di antara larik kata yang mengunggah detakmu makin laju
yang datang padamu untuk mengikutiku
pada tubir pergantian waktu tetapi kelokan jalan dan gugusan kabut
lalu kau acap termangu membuatku menyelinap ke belakang tabir duga
seperti menunggu keajaiban baru dan gegas merunut sembunyiku
pada harimu hingga ada jejak yang mengapung di napasmu
namun tak bisa juga kautangkap adaku
kau pun begitu yakin di tubuh kalimat tersimpan dalam hari harumu
alamat
atau kelebat yang menahan pandangannya padamu 3/
namun diam diam memanggilmu masih banyak lembar belum kaujelajah
untuk terus mengikuti labirin yang kugores bahkan pada kata kata yang bersembunyi pada andai
menjadi garis yang menyulut terang di hadapan tetapi telah turun pendar getar yang buai
pejaman matamu hingga terus mekar dan merimbun
memenuhi dan menyesak di tubuhmu
2/ namun kau tak surut menjadi henti
keingintahuanmu adalah mata air yang memancar atau pulang dengan kekalahan yang usang
mungil dan membuat cetus bunyi seperti arus nyanyi
yang kumandang di gendang telinga aku yakin kau akan terus memburuku
tentang sisa lonjak masa kecil yang tak pergi menuju keberadaanku hingga
meski hendak kautinggalkan kaulupakan keberadaanmu
dan kautanggalkan dalam arus kecamuk deru seperti kau kejar bisik jantung malam
namun ia diam diam terus mengikutimu yang mengamanatkan kehadiran
bahkan lebih setia dari bayanganmu kekasih rahasia yang terbitkan unggun cahaya
di dadamu saat kausebut namanya
aku tak jauh darimu
karena jarak adalah leleh desah yang meluncur Bekasi, 2017
dari sasar tafsirmu

4 PUSAT,EDISI
PUSAT, EDISI14/TAHUN
14/TAHUN2017
2017
TAMAN

Selamat Ulang Tahun Sunyi

e 1/
engkau seperti jarak
jeda di antara dua kata yang dibaca
para pencari rahasia
engkau tak teraba
namun mengisi tarikan pada napas
pembaca yang berjalan perlahan
dan mengembuskan pelepasan
3/
engkau mengingatkan pada renung di
relung
diam yang mengusapkan pasi
pada perayaan sepi
sasar tahun yang mengusapkan getun
dan waktu mengabarkan kisah kesiasiaan
dari ketakutan yang teramat akut
angin yang berkesiur menyusur pada petualangan rasa usia
menyusun bermacam tafsir penerimaan
4/
2/ aku barangkali lupa
engkau mengetuk ribuan pintu tapi tidak pada luka
tubuh tubuh yang teramat sibuk dan sesaat kini ingatanku dikuasai
karena diliput terka yang mengerkau desirmu
hingga menaut pada gemuruh pada gigil kelahiran yang mengoyak hiruk
pertarungan tak pernah usai maka dari anjung kesendirianku
di lingkaran lingkaran perulangan kuucapkan selamat ulang tahun
jam jam yang asing dan terburu semoga kau selalu sehat dan baik baik saja
hingga memucat membiru sunyi

Jakarta, 2017

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 5


TAMAN

Napas Kelabu

oorang orang menyeret masa lalunya terseok melintasi


batas menghindari naas yang melesat memburu seperti
panah panas. mimpi sekelumit jazirah mengalir dalam
darah, menjadi kerlip di rimbun silsilah dan sejarah.
telah banyak ilustrasi yang dikirimkan ilusi untuk
menggambarkan rumah teduh di jauh kedalaman langit,
tetapi yang murah hanya rintih mereka di sepanjang
gaung percakapan rumit. tahun tahun dikorbankan, hari
hari dikabarkan.

di teluk masih sepi dari rambatan peluk. ombak di laut


bergerak dari leleh peluh dan air mata yang telah
berabad abad berkisah namun belum terbit sahutan dari
putaran musim yang gerah. masih adakah yang
mempertanyakan hirupan dan embusan udara
pencarian, ketika gulungan badai menghamburkan
kabut ke alir munajat pengakuan, sayup sayup desir
kehadiran. seperti tak sampai sampai angan pada ranah
menyimpan rindu, hanya menderas guguran gagap dan
gagu.
mereka tergesa dengan tersengal, napas kelabu yang
tertatih menyusun cinta di masa banal.

Bekasi, 2017

6 PUSAT,
PUSAT,EDISI
EDISI14/TAHUN
14/TAHUN2017
2017
PUISITAMAN
BOY RIZA UTAMA

Ada yang Tertawa


Lalu Menangis

a aku diam saja duduk


di muka jendela
kamarku yang telah menjadi
seperti istri manja
begitu maklum dengan aroma
keringat juga nyanyian
dengkurku
lalu kuingat bacaan
humor masa kanak
meski kadang masih memaki sambil sesekali terselip
dengan anyir atau nyinyir kelucon dewasa
mulutku yang membuat sesak
kudengar ada yang menjerit menangis
kuingat perbincangan di dalam otakku
di sebuah warung seperti suara bayi kehausan
bercuaca remang minta susu
tentang sengkarut sengketa dan perang
lalu riuh dengan kelindan Jakarta, 2017
suara getas agama
ada yang terbahak memecah
di ruang kepala

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 7


TAMAN

Sejak Pagi

s sebuah pagi bangun di layar telepon genggam


tanpa kokok ayam jantan
atau kicau burung burung
ia bergegas mandi dan tak lupa gosok gigi
selalu tergesa seperti biasa
tetapi pagi harus bau wangi, katanya

pagi tak pernah menyebut hari


atau membilang akumulasi nyeri
yang ia yakini bahwa ia harus terus bekerja
menyemangati waktu yang kadang lembek dan manja
sementara dunia ini kejam, kata sebuah ruang
yang lebih sering muram

pagi tak pernah mengeluh


meski dirinya akan berpeluh
ia bergerak dengan semboyan
bahwa keadaan harus berubah agar jadi berbuah
dan ia tak pernah merasa susut nyali
karena di tubuhnya tersimpan sebutir matahari

Bekasi, 2017

Budhi Setyawan, yang akrab dipanggil ’Buset’ dilahirkan di Purworejo, Jawa Tengah pada 9 Agustus 1969.
Bekerja di Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan di Jakarta, berkegiatan di Sastra Reboan di Jakarta
dan sebagai Ketua Forum Sastra Bekasi (FSB). Tinggal di Bekasi, Jawa Barat. Beberapa tulisannya banyak dimuat
media dan antologi bersama. Buku terbarunya Sajak Sajak Sunyi (2017). Beberapa kali diundang ke acara
Temu Sastrawan Indonesia, Pertemuan Penyair Nusantara, Tifa Nusantara, Temu Sastrawan Mitra Praja Utama,
Silaturrahim Sastrawan Indonesia, Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia, dan lain-lain. webblog: www.
budhisetyawan.wordpress.com;

8 PUSAT,EDISI
PUSAT, EDISI14/TAHUN
14/TAHUN2017
2017
PUISI

PUISI-PUISI SYAIFUDDIN GANI

Sebab Makassar dan Ternate amsal laut


Dokumen Buton menggelombang
Dan Buton tak pernah tenang tiada tidur
Dalam patroli panjang labu rope labu wana1
Saat kapalmu bertaut di teluk
Engkau disambut kepala naga, agar bagimu jiwa
raga Wa Ode
Disafaatkan seribu doa-doa Kuburu engkau di Keraton Wolio, di bukit-bukit
Didendangkan keajaiban pamali batu Baadia
Engkau mematung jadi penghormatan abadi naga
Mata naga menyala, debur ombak bercahaya di Kamali
Memahat wajah Butuni, di keremangan istana Sukmamu disebut Idrus Kaimuddin sebagai
Di lembar pustaka, abjad yang linang dalam Bulan yang Tenang
pusaka Kotamu dibangunkan Amirul Tamim
Dirindukan pelaut, lalu kapal-kapal bertolak dan
Di Dermaga Murhum kita saling mencari berlabuh
Nafas menggelantung di jangkar kapal
Riwayat sekelam cincin batu aspal Di bukit Baadia, kata-kata abadi, pesan-pesan
terberkati
Kuselusuri jejakmu di aksara Wolio Digali dari meditasi khusu’ manusia Buton
Kutemukan Arung Palakka pada tahiat meriam Biar harta raib asal manusia tiada aib
Jejak Belanda dalam silang sengketa, sulang Walau manusia guyah tetapi negeri terjaga
singgasana Biar negeri papa asal pemerintah di titian adil
Sisa mesiu mengepul, mengepung Hasanuddin Tetapi biar pemerintah rubuh asal tegak tiang

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 9


PUISI SYAIFUDDIN GANI

agama 2 Semua semu nan nyata


Tetapi Wa Ode Dalam getir irisan gambus Kabanti
Di Festival Pulau Makassar, ina-ina yang Kita menggenggam nasib
rumahkan senja di matanya Menyelusuri pintu belakang kegulitaan istana
Tangisi kenangan 1969 dalam lagu kerabat yang
3
raja
hilang Penjara Kasim4 yang murung
Tepukan dan permaian tangan orang dalam Menjelma belasungkawa abadi
Di Senayan, aspal meleleh dalam diplomasi batas Mengoar di gelegak gelombang laut Buton
tapal

Catatan:
1
Ungkapan bahasa Wolio di Buton yang artinya berlabuh haluan (depan), berlabuh buritan
(belakang)yang bermakna menjaga serangan Kerajaan Gowa dan Kerajaan Ternate.

2
Falsafah orang Buton

3
Tahun 1969, Buton diklaim sebagai basis PKI oleh militer

4
Muh. Kasim adalah Bupati Buton yang meninggal “gantung diri” di penjara tahun 1969 akibat
dituduh sebagai PKI. Sebuah tuduhan yang tidak pernah dibuktikan oleh militer saat itu.

10 PUSAT,
PUSAT,EDISI
EDISI14/TAHUN
14/TAHUN2017
2017
PUISI SYAIFUDDIN GANI

Konawe, Pintu Yang Terbuka


:Untuk Firman Venayaksa

 
Di Konawe, pintu-pintu selalu terbuka
Menganga dan mengulum yang terluka
Siapa yang bertandang, disongsong aduhan gong
Oleh tangan tak nampak, oleh hati tak berjarak
 
Di Konawe, jendela-jendela selalu terjaga
Sebab di sini, masih terdengar suara tetangga
Darah dan gembira masih satu rumah
Sesiapa bernafsu ganjil, di leher kerbau, syahwatnya terjagal
 
Jika luka leleh, dicuci di arus Sungai Konaweeha
Menjelma pohon-pohon abadi di hutan Lambuya
Jika pisau hunus, menjelma air doa-doa
Menjadi ketabahan Yunus di lingkar Kalosara
Dingin api di mulut Pabitara
Tetapi jika aib terburai, kampung ditangisi sembilan sungai
Semua diam, luka jadi mendiang, berdarah dalam penyembelihan
dalam penyaliban Mosehe Wonua

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 11


PUISI SYAIFUDDIN GANI
 Kawan, engkau tertawan di sungai Nun
Engkau bidik hilir, di lensamu sungai diseberangi Hidir
Kita terpana purnama segi empat, sebuah alamat
Lensamu takluk di isyarat yang tak tampak
Di langit Konawe, negeri serupa alam hikayat
 
Wahai jika ada yang bertandang
Orang Tolaki molulo, mengekalkan kedatangan
Bergenggaman jari-jari, bersahutan mata kaki
Mata dan tubuh beradu dalam rakaat gerak
Kelenjar syahwat memuih bersama dengusan keringat
Lenguhan gulita memekat, merajam malam yang sekarat
Seumpama bumi andaikan matahari
Merayakan hari Penciptaan
 
Wahai jika ada yang pergi
Pongasih amsal kepahitan sang kekasih, kebeningannya yang tandas, mengair jadi rasa
belati
Direguk, mengabadikan kehilangan
Tapi di tiap pertemuan  dan perjamuan
Namamu disebut sebagai Oheo sebagai Anaway
Menjelma Oanggo, lagu abadi dalam darah dalam sejarah Konawe
 
Di hari penciptaan Konawe, bumi leleh
Oheo kekalkan silsilah cintanya menjadi syair pedih Pabitara
Anaway awetkan perawan dan rajah tubuhnya menjadi bandul Kalosara
Meski tubuh dan darah, memutih memerah, di anyir silsilah, di kesumat sejarah
Agar di Bumi Konawe, sirna burai barah, doa darah, selamanya
  
Kalosara: Simbol adat Suku Tolaki dalam bentuk lingkaran rotan
Pabitara: Juru bicara dalam pernikahan atau ritual adat lain
Mosehe Wonua: Ritual “mencuci” kampung
Molulo: Tarian khas Suku Tolaki
Oanggo: Sastra lisan Suku Tolaki
Pongasih: Minuman khas Suku Tolaki dari sulingan air beras

12 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUISI SYAIFUDDIN GANI

Lembah Mowewe,
Perawan Tersalib
:Untuk Jenny
 
Perjalanan itu menderukan gemamu yang ranggas
Serupa raung mesin mengebor rahim Mekongga
Wanggudu
 
Matamu pijar adalah puncak pinus
Wanggudu, ibu kota kabupaten terlahir dari belalai
Memergoki cakrawala
  buldoser
 
Aku istirah di Lembah Mowewe
Bukit-bukit remuk di julang udara
Merenungi pertemuan merah
Menakik nyawa di lembah darah
Di dermaga Kolaka  
Sambil meradang memandang nanah tanah Tetapi di rahim Asera, Ina dikutuk jadi belatung debu
Dikeruk baja dan raja Di pinggir jalan, Ama disihir jadi patung tanah
 
Dan kota belia ini, dikafani abu, didatangi penyamun batu
Hidup seumpama perahu menjala
Lalu kalah terdampar di tebing senja. Buldoser mengeja nama raja-raja, tuan tanah, tuan
O, betapa merdeka gelombang gubenur
Bergulung lalu berguling Dalam rakaat penambangan
Di dada-dada pantai Fuso mengantar mayat Bumi Kalosara
Sementara kita membilang butir pasir yang rekat Ke ritual pembakaran tanah jadi emas
Di tubuh pendosa. Gunung jadi amblas
Kau kenangkah isyarat dan tabiat
Pohon-pohon terbelalak di utara
Berkobar di deru waktu
Bukit-bukit mengoarkan air mata batu-batu
Sebagian seumpama lintah
Ditakik bara baja kiriman dari neraka
Yang lain haus darah
Lapar daging?
  Seonggok bolduser menjasad di benam hutan
Lembah Mowewe yang gaib, perawan tersalib Belalainya menjadi salib ribuan nasib
Aku memetik bunga Sorume Mengarat di tengkuk bukit menjadi monumen aib
 
Menancapkan di rambutmu menyala
Tanah jadi buih, timah memuai, janji jadi puih
Sebelum aus digerus gerigi  
Sebelum raib dirajah para raja Catatan:
  Asera: nama kampung di Konawe Utara
Aku istirah di lembah Mowewe Ina: Ibu (Bahasa Tolaki)
Di lembah matamu yang meleleh Ama: Ayah
Kalosara: simbol adat Suku Tolaki

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 13


PUISI SYAIFUDDIN GANI

Hikayat Negeri Papua


Kemarau membakar jubahnya di musim panjang Papua
Hutan-hutan leraikan nyawa lewat daun-daun gugur
Pohon ganemo menua dalam zikir dalam nujum hujan

Wangsa burung berpesta duka


Dalam pertarungan dua burung mambruk
Di tengah kersang angin dan lelehan bunga-bunga api

Dua gadis Papua kembalikan muasal panah ke pohon-pohon


Batu ke rahim gunung
Tombak ke rukun bambu
Darah ke alir tubuh
Api limbubu kembali ke tungku ke pangkuan pulau

Demi air yang raib demi sirna aib


Dua burung mambruk, ambruk
Di hutan Kowera di pohon-pohon memerah
Burung memilih jalan pedang adu
Mendustai bulu-bulu dalam hari bara
Tetapi erang dari memar lidahnya
Terdenyar sampai Dewa Kasih, pencipta nyanyian hujan

Dani dan Moni khusu memanggil roh Papua


Koteka, kata-kata, senjata
Khusu’ dalam pembakaran batu
Melupakan sejarah darah, pembantaian suku dan datu-datu

Raja Samundui, penjaga kerajaan hutan


Raja Sinemanggor, pemelihara kolam susu dan sungai-sungai
Memanah langit dalam doa-doa Honai
Oh langit yang Purba
Wahai dewa segala musim
Luruhkan hujan meleleh di hutan-hutan api Papua
Mandikan tangan, panah, dan tanah
Dari bala dari bara

14 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


Syaifuddin Gani lahir di Salubulung, Mambi, Kabupaten Polewali Mandar, Provinsi Sulawesi Barat, 13
September 1978. Tamat SD Salubulung (1993), SMP Mambi (1994), dan SMA Polewali (1997). Setamat SMA
tahun 1997 ia hijrah ke Kendari (Sulawesi Tenggara) dan masuk di Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia, FKIP,
Universitas Haluoleo, selesai tahun 2002. Tahun 1998 ia masuk dan belajar sastra dan teater di Teater Sendiri
Kendari. Di komunitas yang dibina oleh Achmad Zain inilah, ia mengalami proses bersastra dengan intens. Selain
itu, ia pernah terlibat mendirikan beberapa sanggar teater dan sastra seperti Teater Empat Raha, Komunitas
Sastra Anaway, dan Sanggar Irmanda. Bersama Teater Sendiri, telah melakukan pertunjukan di berbagai kota di
Indonesia. Mengikuti kegiatan Temu Sastra Kepulauan dan Kampung Budaya IV di Takalar-Makassar 2004, Pesta
Penyair Nusantara di Medan 2007, Kongres KSI di Kudus tahun 2008, Temu Penyair Nusantara III Tanjungpinang,
PPN di Palembang dan Jambi. Puisinya diantologikan pada buku Sendiri, Sendiri 2 , Malam Bulan Puisi, Sendiri
3, Kendari (Kendari), Ragam Jejak Sunyi Tsunami, Medan Puisi, 142 Penyair Menuju Bulan, Bunga Hati Buat
Diah Hadaning, Tanah Pilih, Wajah Deportan, Pedas Lada Pasir Kuarsa, Tua Tara No Ate, Berjalan ke Utara, Puisi
Indonesia Mutakhir, Rumpun Kita, Beternak Penyair, Percakapan Lingua Franca, Negeri Abal-Abal, Negeri Awan,
Menapak ke Arah Senja, Taman Kata di Halaman Bahasa, Karya Sastra Baru Tolaki, dan Negeri Awan. Puisinya
dimuat di Horison, Republika, Seputar Indonesia, Lampung Post, Gong, Sultra Pos, Pedoman Rakyat, Fajar Makassar,
Sundih, Radar Sulbar, Kendari Pos, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Jurnal Lembah Biru, Majalah Annida, Jurnal
Puisi Rumah Lebah, Situseni.com, Sastra Koran.com, Sundih, Annida, Majalah Imajio.com, Lombok Post, Majalah
Pusat, Suara Merdeka, dan Analisa. Sejumlah puisinya diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris oleh Annie Tucker,
dipublikasikan oleh Lontar Foundations di situs Indonesia Translations Literature. Bulan Agustus 2009, mengikuti
Program Penulisan Majelis Sastra Asia Tenggara (Mastera) bidang Esai di Cisarua, Bogor. Buku kumpulan
sajaknya Surat dari Matahari (Komodo Books, 2011) masuk dalam 5 besar Anugerah Puisi Cecep Syamsul Hari
2010—2011. Buku esainya adalah Perjalanan Cinta (Settung Publishing, 2015. Ia peneliti di Kantor Bahasa Sultra
tersebut pernah menjadi redaktur puisi di harian Kendari Pos dan kini terlibat sebagai redaktur puisi di harian
Rakyat Sultra. Kini, Om Puding, begitu ia akrab disapa, aktif mendokumentasikan karya sastra Sulawesi Tenggara
dan menuliskannya dalam berbagai tulisan. Karya sastra tersebut dapat diakses di Pustaka Kabanti di Kendari
yang ia dirikan dan kelola sejak tahun 2016. Lewat Pustaka Kabanti, ia melakukan riset, diskusi, dan bedah buku
sastra budaya Sulawesi Tenggara. Sebagai pegiat sastra dan literasi, ia giat menuliskan prosesnya di Pustaka
Kabanti Kendari

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 15


PUISI

PUISI-PUISI AFRIZAL MALNA

tekhnoteks: Ajisaka

ha na ca ra ka

da tha sa wa la
Dalam Kulit Bawang
pa dha ja ya n’ia
waktu dan bawang
dia tumbuh dari dalam
ma ga ba tha nga
mewarnainya dari dalam
bukit-bukit dan perihnya dari dalam
dua pengawal mati
berputar membuat lapisan-lapisannya
di depan gerbang bahasa
jadi daging waktu hingga kulitnya
dari dalam

tidak berjalan di atas penggaris


kapal-kapal peradaban
berlintasan seperti lampu sorot
dari luar

“apa yang kau lihat?” tanyanya


sesuatu jawa dengan mata yang pedas
batas alam benda dan mata leluhur
“masuklah dari pinggir,” katanya
terlalu banyak perhiasan luntur
dari luar

di pusat
banjir

16 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUISI AFRIZAL MALNA

Tekhnoteks:
Panembahan Senopati
matahari tinggal sepertiga dalam blangkonku
sisa panas pada kepala kura-kura
aku datang dengan rambut palsu
lima sanggul konde dan buku tentang mataram
menatap makamku sendiri
empat abad langit yang lain
sunyi tambah tebal setiap darah basahi kerisku
setiap seseorang tumbang dari tanganku
kematian begitu takut mendengar sunyi kerisku
karena aku harus jadi raja jawa
karena jawa selalu jadi yang pertama, hujan panah
dari luar
di tepi pekik kuda gagak rimang arya penangsang
letusan merapi yang mengusir pasukan pajang untukku, untuk cintamu, pembayun yang
setiap mata pejam, lintasan garis surjan emas nelongso
aku lihat keris ki bocar jatuh, nancap di lantai istana ledakan bunga kemboja di kaki singgasanaku
tapi tak pernah bisa nembus tubuhku betapa kematian takut mendengar sunyi kerisku
setiap mata pejam, lintasan jarik emas karena aku adalah air mata jawa yang tak pernah
aku lihat pistol dan pisau cukur retno jumilah menangis
menembus bantal tidurku jalan berbelok antara kalijaga dan kanjeng ratu kidul
tapi tak pernah bisa nembus tubuhku aku datang, nyekar ke makamku sendiri, empat abad
perempuan yang kini tidur sebagai permaisuriku tanah yang lain
raja yang mewarisi derita dan kesunyian jawa semua yang telah kulepas, yang tak bernyawa lagi
dari Jalan mondorakan, kemasan dan jalan karang lo datang dan hidup lagi
masih kudengar ratapan batu gilang aku kenakan rambut palsu
tempat terpisahnya kepala ki ageng mangir bau serat wedhatama di pasarean mataram
pembayun, putriku, “apakah hatimu juga menyimpan di desa kajenar, tempat kulepaskan nyawaku
keris?” aku peluk jawa – garis yang luruh dalam titiknya
melepaskan semua baju dan nama untukku
untuk kesunyian seorang jawa di luar mesjid

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 17


PUISI AFRIZAL MALNA

Koper yang Tak Bisa Ditutup


radin jambat, puteri betik hati
dan diwa sebiji nyata

saya memujanya
dia rambut ikal harumnya berwarna sirih
18 raja dan pangeran mengejarnya
tidak. dia benih ikan baung celaka
lelaki jadi cacing dalam senyumnya
dia ramping, langkahnya gemulai
nyanyian merdu di tahi lalatnya
kamarnya dipenuhi kicau burung dari kabut hutan pagi
tidak. dia benang tenun yang tak bisa dirajut
menyimpan lelaki di kandang kuda
bayi-bayi menolak rahimnya
dia memiliki mata elang dalam kabut sungai
kamar mandi menyanyikan tubuhnya
air liur harimau menetes di atas leher rusa
tidak. cintanya terus berlari
hatinya menyimpan bangkai parfum
lelaki jadi kwitansi dalam pagutannya
dia seorang bidadari yang selalu basah
doa-doa memandikan tubuhnya
mikrofon menjilati betisnya
tidak. suaranya menyimpan talang bocor
bantal-bantal berhamburan keluar jendela kamar
kuku emas “tanggai”nya birahi yang tak pernah padam
dia orang sakti lahir dari selembar saham pabrik gula
menunggangi gelombang dan batu-batu menhir
ular-ular keluar dari lubangnya
kalimatnya lebih panjang dari malam minggu
tidak. dia hari senin yang malas
semua sigar tidak muat di kepalanya
dia mencekik leher lelaki setiap 2 jam sekali
dia ...

18 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUISI AFRIZAL MALNA
kataku: “tidak”
... kakek diwa
- tidak
lelaki jadi bangkai dalam pelukannya

“carilah puteri betik hati”

bulan purnama memancar dari suara rendah burung hantu


cucu yang baik mulai mencari perempuan itu
celana sulang sepan
baju hitam kancing enam
sarung tanjung ungu sutera
slop beludru paku emas
kopiah bintang sutera biru
lelaki yang melihat perempuan
seperti ombak setelah pasir basah
keris sakti cenderik lunik
yang bisa menjaring bintang-bintang
pedang cundung kebawok
menyimpan kekuatan
enam ekor badak dua ekor gajah
sebuah perahu sakti dari untaian permata
lelaki yang memilih perempuan
seperti menyimpan mayat ibunya
di bingkai cermin

tetapi di balik perempuan itu


- puteri betik hati
perang seperti membakar semua bayangan

pertempuran di lawok tungku telu


tiang yang dasarnya dijaga naga
tubuhnya berputar menunggangi angin
7 lantai -- bumi bergoyang
sperma berhamburan
alam seperti kumpulan material yang bosan
matahari meninggalkan cahayanya
gong bergetar dalam kubah gelapnya

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 19


PUISI AFRIZAL MALNA
raungan malaikat seribu singa
yang tidak kuat muntah darah
lutut lepas lidah menjilat daging panas
lelaki yang hangus di atas bantal perempuan
mulutnya jadi bangkai kesunyian
bedil sakti meletus
pelurunya memuntahkan air sungai
jurus macan campa dikeluarkan
bersila di atas angin memanggil badai
lompatan harimau dalam tarikan napasnya
jurus sakti menunggangi kata-kata
makna mengering dalam sarung keris
wajah kekasih dengan tatapan beracun
lelaki digantung dalam kesunyiannya sendiri

lalu hening
napas tak napas lagi
angin tak angin lagi
perempuan itu dilarikan musuh
bersembunyi dalam tatapan beracun

seluruh tentara disiapkan


dari hulu ke hilir
satu ton bedil
enam puluh kodi keris dan linggis
satu truk mantel anti peluru
seluruh mahluk tak berdimensi
jin mata delapan
hulu balang neraka
iblis tanpa kepala
jin mata merah
kilat dan guntur
dikerahkan merebut kembali
perempuan dalam tatapan beracun

alam seperti selimut terbakar


gulung-melipat-menghujam
seluruh malaikat keluar

20 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUISI AFRIZAL MALNA
tubuh lawan terbelah
lutut mereka berhamburan seperti bintang-bintang
planet mars membuat pesta dansa
gempa menari bersama tsunami
bau kesepian terbakar
peperangan merebut perempuan itu

radin jambat, lelaki itu, keluar dari perahu kekutingnya


ngadidang dalam prosa penuh birahi
harum lada hitam di atas permukaan sungai
100 langkah -- udara dingin mulai berlidah
80 langkah -- dingin mulai meraba yang tak terlihat
60 langkah -- dingin menembus di luar batas pelukan
tubuh musuh ambruk dalam bayangannya sendiri
40 langkah -- dingin mulai merobek syaraf kegelapan
lelaki mulai menyeret bayangannya sendiri
20 langkah -- sebuah puisi jatuh, terbakar
di antara dua paha perempuan

5 langkah lagi -- diwa sebiji nyata keluar dari tapanya


dia melihat tubuhnya telah jadi gantungan kunci
krakatau baru saja meletus
mayat memenuhi pantai
ikan-ikan bukan ikan-ikan lagi
langit rendah -- tinggal satu meter dalam debu vulkanik

diwa sebiji nyata menggali tanah dalam pekikan gagak hitam


memasuki mayat anak-anak muda
menghembuskan bahasa ke dalam bangkai mereka
merayu jiwa mereka untuk kembali bernama
-- radin jambat

kembali 100 langkah -- seorang lelaki meninggalkan dirinya


(dalam kopernya)
sebuah sastra lisan terus menatapnya di luar aksara

Acuan: Sastra tutur Lampung: Radin Jambat

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 21


PUISI AFRIZAL MALNA

Karaeng Pattinggalloang 1644


Sebuah Nama 1965

makassar, 22 Juli 1644


tuan penguasa batavia, saya karaeng pattinggalloang
saya memesan:
- dua bola dunia untuk kutub utara dan selatan
- peta bumi untuk bahasa spanyol, portugis dan latin
- atlas seluruh peta-peta dunia
- teropong terbaik tabung logam yang ringan
- sebuah suryakanta besar dan bagus
- dua belas prisma segitiga memecah cahaya
- dan seorang penyair, joas van den vondel.*)

perdagangan multinasional dan spionase internasional


mondar-mandir di atas bau busuk rempah-rempah
serap. resap. susup. cecap -- untuk hindia belanda dan dunia modern

jakarta-amsterdam, 1965
henk sneevliet, semaoen, tan malaka, red drive proposals
aidit, ho lopis kuntul baris ... suharto
kuda-kata-kata menggelembung dan pecah dalam mikrofon
noice ... noice ... noice

22 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUISI AFRIZAL MALNA

tiba-tiba seorang lelaki mendadak jadi eksil


masuk ke dalam gudang bawah tanah
memilih gelap
melupakan bunyi dan timbre bahasa indonesia
mengepungnya seperti gerombolan di atas lubang waktu

para peneliti dan kacamata prisma mondar-mandir


di atas bau busuk kata dan makna
gusah, banting, bantai, sekap, hisap, kuras -- untuk
membengkakan mikrofon sebuah nama
kita yang saling menatap di balik bayangan spiker noise
menunggangi waktu di atas makam “menghilangkan-satu-nama”

50 tahun disini
kau telah menguasai noise itu
anak-anak mulai melepasnya -- juga anakmu
suara perih -- bau manusia
spasi terlempar
tetapi jakarta masih di batavia.

*) dikutip dari Denys Lombard: Nusa Jawa: Silang Budara. Batas-Batas


Pembaratan. Jilid 1. (Gramadia Pustaka Utama, Forum Jakarta-Paris, 2005), hal:
129.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 23


PUISI AFRIZAL MALNA

Sepasang Burung
Camar apakah masih perlu berjalan sambil membayangkan
tanah sebagai dongeng.
kita berjalan sambil istirahat, sayangku. apakah
burung-burung juga memesan istirahat di batas kita menumpang dari rumah teman ke teman
terbang. sebuah kereta bayi melintas tanpa lainnya. kebaikan mereka sama seperti kita belajar
penumpang. berhitung, megenggam kata cinta. dan gajah-gajah
tak punya lumpur lagi untuk mandi.
kita begitu adanya, membuat bayangan sambil
malu, karena kita tidak punya cahaya untuk musim gugur mulai mewarnai kata jatuh yang tak
menciptakannya. seorang mahasiswa teknik pernah jatuh. aku takut kalau kau mulai merindukan
membawa penggaris untuk mengukur hujan. hujan, sayangku. kita akan mencari sebuah toples
yang masih menyimpan siklusnya.
mengangkat kaki, mengangkat tas, bau rumah telah
menguap di batas berhenti. kuda berjalan dari web kini kita terpisah 2 cm antara hujan dan
ke web mencari toko rumput digital. suatu hari kita bayangannya. orang-orang berlalu dan berganti.
akan begini juga, sayangku. apakah kerinduan berbunyi seperti lintasan kereta,
dan bau tubuhmu berdiri saat aku berhenti.
kita mulai mematikan kamera, melihat seekor gajah
menatap para penonton di kebun binatang, seperti munich dan biara yang mendinginkan bayangan,
beruang mati karena terlalu banyak dipotret. bukit-bukit alpen dan sungai isar yang memindahkan
cahaya. semua yang tumbuh di bawah dan kita tak
terjadi kekacauan bahasa antara kamera dan kebun tahu.
binatang.
kau memotret begitu banyak rumah, agar suatu hari
di pintu kereta kita masih takut kehilangan kartu kita memilikinya. hujan turun begitu lebat, sayangku.
identitas. apakah kita masih perlu berasal dari mana. atau apakah masih terjadi kekacauan antara
persamaan dan lawan-kata.

Afrizal Malna pria kelahiran Jakarta, 7 Juni 1957 adalah sastrawan berkebangsaan Indonesia. Namanya dikenal
secara luas melalui karya-karyanya berupa puisi, cerita pendek, novel, esai sastra yang dipublikasikan di berbagai
media massa. Afrizal juga menulis teks pertunjukan teater yang dipentaskan di berbagai panggung pertunjukan
di Indonesia dan mancanegara.[1] Kekhasan karya Afrizal Malna adalah lebih mengangkat tema dunia modern
dan kehidupan urban, serta objek material dari lingkungan tersebut.[2] Korespondensi antarobjek itulah yang
menciptakan gaya puitiknya. kini aktif mengurusi program teater di Komite Teater Dewan Kesenian Jakarta. Buku-
buku terbarunya yang terbit: Kepada Apakah (2013);

24 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


TELAAH

Merangkai Tradisi Lisan


Wilayah Perbataasan Indonesia
dan Malaysia Di Kalimantan Barat

Musfeptial

S
Pendahuluan

ebagai negara gugusan kepulauan, Indonesia berbatasan langsung dengan


beberapa negara tetangga. Baik batas laut maupun batas darat. Batas laut,
Indonesia berbatas langsung dengan sepuluh negara tetangga, antara lain
dengan Kepulauan Palau, Papua Nugini, Australia, Filipina, India, Singapura,
Thailand, Vietnam, Timor Leste, dan Malaysia. Batas wilayah darat, Indonesia
berbatas langsung dengan negara Papua Nugini, Timor Leste, dan Malaysia (Republika,
Kamis 26 Agustus 2010). Dari semua batas wilayah Indonesia dengan negara tetangga
tersebut, yang masih bermasalah adalah batas wilayah Indonesia dengan Singapura,
Timor Leste, dan Malaysia.1
Dengan Singapura, walaupun batas laut belum diselesaikan, tetapi hal tersebut
tidak menimbulkan gejolak hubungan bilateral. Lain halnya dengan Timor Leste, selain
batas laut dan batas darat belum diselesaikan secara menyeluruh, penguasaan sebagian
tanah adat masyarakat Nusa Tenggara Timur oleh masyarakat Timor Leste di wilayah
perbatasan juga belum terselesaikan. Lain lagi halnya dengan Malaysia, batas wilayah
laut dan darat yang belum terselesaikan membuat hubungan negara Indonesia dengan
Malaysia mengalami “pasang surut”.

1. Mengenai perbatasan laut Indonesia dengan Malaysia sampai sekarang masih belum mengalami perkembanagan. Banyak batas wilayah laut yang belum terselesaikan
menyebabkan hal tersebut menjadi kendala tersendiri hubungan kedua negara. Begitu juga dengan batas darat yang ada di Kalimantan Barat. Data menunjukkan
banyaknya patok batas yang hilang bahkan sudah berpindah berpuluh kilometer ke wilayah Indonesia (Bakosurtanal, 15 Maret 2011)

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 25


TELAAH
Belum adanya kesepakatan se- Sumatera Barat oleh wakil Malay- dan berkembang di wilayah perba-
bagian batas laut Indonesia dengan sia di Asian Festival pada tahun tasan Indonesia dan Malaysia.
Malaysia membuat hubungan kedua 2007 dan menampilkan lagu Rasa Pemeliharaan, pendataan, dan
negara sering memanas. Penang- Sayange pada Forum Pemuda pelestarian sastra lisan wilayah
kapan lima kapal pukat nelayan Jepang- Asean di Tokyo pada tahun perbatasan sangat penting untuk
Malaysia oleh patroli Kementerian yang sama, serta masuknya Tari dilakukan.4 Selain untuk menjaga
Kelautan dan Perikanan (KKP) dan Pendet 3 dan Reog Ponorogo dalam dari kepunahan dan perubahan,
pencegatan kapal patroli KKP oleh rangkaian kegiatan pariwisata karena sastra lisan tersebut tumbuh
Polis Marin Malaysia 13 Agustus Malaysia pada tahun 2009, serta dan berkembang di wilayah perba-
2010 di perairan Tanjung Berakit, klaim atas naskah Kitab Bahrul tasan, dikhawatairkan aset budaya
Kepri, membuat hubungan kedua Lahud yang ditulis pada 1600 bangsa nonbenda tersebut tergre-
negara memanas (Pontianak Post, Masehi (naskah asli disimpan di dasi akibat perkembangan zaman.
26 Agustus 2010). Penangkapan Pesantren Sumber Anyar, Kecama- Sehingga kemudian hari, bangsa kita
dua kapal nelayan Malaysia di tan Tlanakan, Pamekasan, Madura bisa kehilangan sebagian budaya
perairan Bintan oleh patroli ga- dan naskah tersebut ditulis di Aceh nenek moyangnya. Persoalan lain
bungan Angkatan Laut, Polisi Air, oleh Syehk Abdullah Arif). yang kemudian akan muncul adalah
dan Kementerian Kelautan dan Seringnya masalah budaya juga sebagaimana yang diungkapkan
Perikanan (KKP) tanggal 7 April menjadi pemicu gesekan dalam oleh Amir dkk. (2006: 1-2) bahwa
2011 kembali memicu panasnya bidang persahabatan antar negara punah dan hilangnya sastra lisan
hubungan kedua negara (Suara seharusnya menggerakkan seluruh atau tradsi lisan sebagian suku
Karya, 11 April 2011). elemen masyarakat Indonesia bangsa akan berdampak negatif
Selain batas wilayah, bidang untuk memelihara dan melesteri- pada masyarakat tersebut, yaitu
budaya juga sering menjadi pemicu kan budaya bangsa. Pelestarian masyarakat tersebut tidak akan
terjadinya gesekkan antara dua terhadap budaya bangsa merupa- mempunyai catatan sejarah, paling
negara serumpun, Indonesia dan kan hal mendesak yang seharusnya tidak rekaman budaya leluhurnya;
Malaysia. Setidaknya ada beberapa segera dilakukan. Satu di antara mereka kehilangan kecendikiaan
kasus yang dapat disebut sebagai bagian budaya bangsa yang harus nenek moyangnya; mereka kehi-
contoh. Diantaranya, penampilan mendapat perhatian serius untuk langan estetika masa lalunya, dan
Tari Indang Sungai Garinggiang,2 dipelihara dan dilestarikan tersebut tidak kalah menakutkan adalah
tarian tradisional masyarakat adalah tradisi lisan yang tumbuh mereka tidak akan memiliki catatan

2. Tari Indang Sungai Garinggiang merupakan tari yang berakar dari sastra lisan Indang. Sastra lisan ini banyak dipengaruhi oleh Tradisi Aceh. Sastra Lisan
Indang berkembang di daerah Pariaman, Sumatera Barat (Navis, 1984: 181-182).
3. Tari Pendet pada mulanya merupakan tarian yang dilaksanakan untuk pemujaan di Pura, tempat ibadah umat Hindu, di Bali. Tujuan tari ini adalah untuk
menyambut kedatangan dewata ke bumi. Seiring perkembangan zaman tari ini sekarang tidak hanya ditampilkan pada acara keagaamaan, tapi juga
sebagai sarana hiburan. Koreografer bentuk modernnya adalah I Wayan Rindi, yang memperkenalkannya pada tahun 1967 (Yahoo.com).
4. Kadang kendala teknis membuat pendataan dan pendokumentasian tradisi lisan menjadi terbengkalai. Ketika penulis melakukan pendataan dan
pendokumentasian di daerah Jagoibabang (wilayah perbatasan yang termasuk kecamatan proritas utama dari lima kecamatan yang ada di Kalimantan
Barat) pada saat itu penulis mendapat informasi bahwa di daerah prioritas dua (kecamatan penyangga) yaitu di desa Sebukit kecamatan Siding, di sana
masih ada tradisi Nyobeng, yaitu tradisi selamatan untuk tengkorak kepala hasil ngayau (perang dengan memotong dan mengambil kepala musuh).
Tradisi ini biasa dilaksanakan pada bulan Juni setiap tahunnya.

26 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


TELAAH
sejarah. Solusi dari itu semua Gawai Batu, dan Tradisi Muja Tanah dayant tradisi ini disebut dengan
adalah kita semua harus segera me- (Dayak Iban, dusun Pareh Jagoiba- Balenggang.
mulai melakukan inventarisasi, pe- bang). Sementara itu, dari 24 Tradisi Belian dapat dilaksana-
nelitian, dan pemetaan terhadap sampai dengan 26 April 2012 di kan apabila ada seorang anggota
tradsi lisan tersebut. Kecamatan Entikong, Kabupaten suku Dayak Iban yang sakit dalam
Sanggau, diperoleh data data bahwa waktu yang cukup lama. Kelengka-
II. Tradisi Lisan Wilayah populasi masyarakat Entikong pan yang yang diperlukan pada
Perbatasan Indonesia terdiri atas Dayak Bedayuh dan Tradisi Belian sebagai berikut.
dan Malaysia di Melayu. Adapun di Entikong diper- - Tanda Belian (tugu yang terbuat
Kalimantan Barat oleh data tentang tradisi lisan, dari pohon pisang).
yaitu Tradisi Gawai Padi. Pada - Bunga tiga tangkai sebagai hia-
Berdasarkan hasil studi lapang-
bagian berikut akan diuraikan satu san tugu pohon pisang.
an yang penulis lakukan dari 20
persatu tata cara dan kelengka- - Tumpek puek (makanan yang
sampai dengan 23 April 2012 di
pan yang dipergunakan pada ritual terbuat dari pulut dan tepung
daerah Jagoibabang, Kabupetan
tradisi tersebut. beras).
Bengkayang, diperoleh data bahwa
- Padi yang sudah sangrai (dietih).
populasi masyarakat Jagoibabang
A. Tradisi Belian - Sirih.
terdiri atas masyarakat Dayak dan
- Pinang.
Melayu. Masyarakat Dayak men- Tradisi Belian merupakan satu di
- Ayam jantan (digunakan ketika
diami empat desa dan Melayu antara tradisi yang hidup dan ber-
pembacaan mantra pertama).
mendiami satu desa, sedangkan kembang pada masyarakat Dayak,
- Ayam yang sudah dimasak
satu desa lagi didiami oleh kedua khususnya Dayak Iban di Dusun
(disajikan ketika pembacaan
suku.5 Masyarakat Dayak yang Pareh, Desa Semuning Jaya Keca-
mantra kedua).
men-diami Jagoibabang terdiri dari matan Jagoibabang dan Seluas.6
- Telur ayam 3 biji.
Dayak Bedayuh dan Dayak Iban. Tradisi Belian merupakan tradisi
- Darah ayam (dalam mangkok).
Sebagai masyarakat tradisional, lisan yang dilaksanakan untuk
semua kelengkapan, kecuali
masyarakat Jagoibabang masih me- ritual pengobatan. Pada suku Dayak
ayam jantan dimasukkan dalam
megang teguh tradisi mereka, dian- yang lainnya, seperti Bekatik tradisi
wadah (paradah)
taranya Tradisi Nyopuh (Dayak pengobatan disebut dengan Besiak,
Bedayuh), Tradisi Belian, Tradisi sedangkan pada suku Dayak Kan-

5. Berdasarkan data di Kecamatan Jagoibabang, empat desa di daerah ini, yaitu Desa Jagoibabang, Sekida, Gersik, Semuning Jaya, rata-rata penduduknya
dari etnis Dayat. Sementara itu, Desa Sinar Baru didiami oleh masyarakat dari etnis Melayu, sedangkan penduduk Desa Kumba merupakan campuran
dari kedua etnis.
6. Menurut inormasi dari salah seorang informan, bernama Dirman, umur 68 tahun, bahwa masyarakat Iban yang berdomisili di daerah Pasir Putih Keca-
matan Seluas berasal dari Dusun Pareh. Mereka pindah ke Pasir Jaya sekitar pada tahun 1983 karena di Dusun Pareh ada wabah penyakit. Pad mulanya
mereka yang pindah hanya empat kepala keluarga saja.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 27


TELAAH
Kelengkapan dukun: tersebut disimpan di paradah. Sete- lemang tanpa santan, pulut
- Ikat merah di kepala. lah semua ritual selesai, barulah tupat, sirih dan pinang.
- Baju warna kuning paradah disimpan di bumbung
Semua tumpek puek (wadah) dile-
- Tongkat rumah untuk disajikan pada makluk
takkan di tangga pertama rumah
gaib. Pada tahap akhir, si manang
panjang. Ini dimaksudkan supaya
Tata Cara Pelaksanaaan kembali membaca mantra untuk
makluk halus tidak mengganggu
Tradisi Belian: menyuruh makluk gaib kembali ke
ritual. Setelah itu, barulah dilak-
Sebelum ritual dimulai, tugu tempat asalnya.
sanakan ritual Gawai Batu di
yang terbuat dari pohon pisang di-
tengah rumah yang dipimpin oleh
letakkan di tengah rumah, sedang- Pantang bagi yang sakit:
seorang manang. Pembacaan
kan orang yang sakit dibaringkan di
Dilarang makan di rumah orang mantra ini dilakukan satu malam.
sebelah kanan paradah. Setelah itu,
yang meninggal (kalau pada masa Biasanya pembacaan mantra
barulah manang (dukun) dikawal
penyembuhan ada kerabat atau diiringi oleh nyanyian dan tarian.
oleh dua orang paradi (pembantu)
tetangga yang meninggal). Besok paginya barulah diadakan
berjalan searah jarum jam menge-
- Tidak boleh puwai mansang ritual khusus untuk menutup
lilingi sesajian sambil membaca
(mengembalikan makanan Gawai Batu. Pada hari keempat
mantra dan memegang ayam
yang sudah diambil). setelah dilaksanakan ritual, baru-
jantan. Mengelilingi tugu dilakukan
lah anggota dari suku Dayak Iban
oleng si manang selama tujuh kali Setelah mamang menasihati si
yang akan pergi ke lahan pertanian
putaran. Pada saat mengelilingi sakit, barulah dilakukan pekeras,
diizinkan untuk ke ladang. Keleng-
tugu, manang berusaha memanggil artinya si sakit memberikan berupa
kapan yang mereka bawa ke lokasi
makluk gaib (jubata) untuk datang benang dan paku kepada si manang
tersebut antara lain:
membantu ritual pengobatan. supaya manang tidak mendapat
Setelah itu, barulah manang ber- bala atau bencana. - Uang logam.
jalan mengelilingi dalam rumah - Besi.
B. Tradisi Gawai Batu
sambil mengibaskan ayam yang - Telur.
Tujuan Tradisi Gawai Batu ada-
dipegangnya. Ritual selanjutnya - Peralatan pertanian.
lah untuk membersihkan parang,
adalah manang kembali ke tempat
canggul, batu pengasah, dan senjata Di sana mereka tidak serta-merta
duduk semula untuk membacakan
lainnya yang digunakan untuk boleh mengolah lahan pertanian.
mantra kedua. Sebelum pembacaan
berladang. 7
Akan tetapi mereka melaksanakan
mantra dilakukan, paradah (wadah)
Kelengkapan yang diperlukan pada lagi ritual pembacaan mantra yang
yang berisi sesajian diletakkan di
ritual ini yaitu dipimpin oleh manang. Setelah
hadapan manang. Setelah itu, ayam
pembacaan mantra selesai, uang
jantan dipotong oleh si manang. - Batu pengasah.
logam, besi, dan telur dikubur di
Darah dan tiga helai bulu ayam - Peralatan pertanian.
dalam tanah sebagai persembahan
diambil. Darah dan tiga bulu ayam - Tumpek puek yang berisi: ratih,

7. Menurut informasi bahwa tradisi ini biasanya mereka lakukan pada bulan Juni setiap tahunnya.

28 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


TELAAH
kepada penunggu lokasi tersebut. Tata Cara Pelaksanaan - Paha babi panggang.
Setelah itu, barulah mereka boleh - Ayam panggang.
Ritual ini dimulai dengan pem-
memakai parang dan cangkul yang - Hati ayam.
bacaan mantra (bebiau) oleh ketua
telah diritualkan untuk mengolah - Empedu ayam.
adat. Ketua adat menghadap ke arah
lahan pertanian. Masyarakat Dayak - Telur tiga biji.
matahari terbit ketika membaca
Iban percaya bahwa bagi anggota - Beras satu mangkuk.
mantra. Sambil membaca mantra,
masyarakat yang tidak melaksakan - Bibit padi yang akan ditanam
ketua adat memegang kedua kaki
tradisi Gawai Batu sebelum turun (bine) satu mangkok.
dan memutar ayam tersebut ber-
ke lahan pertanian akan mendapat - Beras ketan (tempegang).
lawanan arah dengan jarum jam.
bala atau kutukan. - Darah ayam.
Setelah itu, barulah ayam dipotong.
- Nasi yang dimasak dalam bambu.
C. Tradisi Muja Tanah Kepala ayam diletakkan di mbuyung
- Parang (senjata).
Tujuan tradisi ini dilaksanakan bunga, sedangkan darah ayam di-
percikakkan ke anggota yang hadir Tata Cara Pelaksanaan
untuk memohon izin kepada
pada acara Ritual Muja Tanah Setelah semua sesajian diletak-
makluk gaib sebelum membuka
dengan menggunakan tiga helai kan dalam panca dan tokoh adat
lahan untuk berladang. Tradisi ini
bulu ayam. Sementara itu, bagian serta tumenggung telah hadir
dipimpin oleh ketua adat.
ayam yang lain boleh dimasak dan dalam Panca, maka mulailah tradisi
Kelengkapan yang diperlukan pada
dimakan. Setelah semua ritual Gawai Padi. Tradisi dimulai dengan
Tradisi Muja Tanah:
dilaksanakan, barulah pada hari pembacaan mantra oleh Tumeng-
- Ayam. kelima atau ketujuh mereka boleh gung. Pembacaan mantra dilakukan
- Tumpik. membuka lahan untuk berladang. sebanyak tujuh kali. Pembacaam
- Pulut bambu. mantra juga diiringi bunyi gong
D. Tradisi Gawai Padi.
- Retih (padi yang sudah disangrai). sebanyak tujuh kali. Setelah itu,
Tradisi ini dilakukan sebelum
- Tembakau. tumenggung menaburkan beras
masyarakat menggarap lahan per-
- Daun nipah. kuning ke tokoh adat yang hadir di
tanian.8 Tempat yang dijadikan
- Daun sirih. panca. Sambil menabur beras ku-
lokasi tradisi adat ini adalah Panca.
- Pinang. ning, tumenggung juga mengibas-
Panca adalah bangunan tempat
- Gambir. ngibaskan ayam ke sesajian. Setelah
penyimpanan tengkorak kepala
- Garam. pembacaan manta selesai dilaku-
manusia pada masa lalu. Tradisi ini
Semua sesajian, selain ayam kan, semua yang hadir akan disu-
diikuti seluruh anggota masyarakat
dibungkus dengan daun. Setelah guhi minuman tuak oleh perempuan
suku Dayak Bedayuh Entikong.
itu, bungkusan tersebut diletakkan (biasanya ibu-ibu yang pandai
Setiap rumah diwajibkan membawa
di atas bambu yang sudah dibela- menari). Orang yang disuguhi
sesajian yang diletakkan pada
hujungnya (Iban: mbuyung bunga). minuman, ketika mendapat giliran
wadah (Bedayuh: tampi). Tampi
Tahap selanjutnya, mbuyung bunga minuman akan berucap trieee.
tersebut berisi:
ditancapkan ke tanah.

8. Tradisi Gawai Padi biasanya dilakukan tanggal 25 Mei setiap tahunnya. Gawai ini biasanya juga dihadiri oleh sutusan masyarak dari suku Dayak Bedayuh
Serawak, Malaysia. Sebaliknya, pada bulan Juni setiap tahunnya, masyarakat Dayak Bedayuh Entikong juga akan ke Serawak untuk menghadiri tradisi
Gawai Padi yang mereka adakan: Informasi Damianus Dinan.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 29


TELAAH
Setelah minum tuak, semua D. Tradisi Nyopuh pada waktu pengambilan madu di-
tokoh adat yang tadinya berada lakukan dengan pembacaan mantra.
Tradisi Nyopuh merupakan tra-
dalam panca turun dan berkumpul Sayang tradisi ini sekarang hampir
disi yang dilaksanakan dalam rang-
di halaman menyatu dengan warga tidak pernah dilaksanakan lagi.
ka proses pengambilan madu.10
yang untuk menghadiri pemberka- Bahkan ketika penulis melakukan
Tradisi ini serat dengan mantra.
tan benih oleh pemimpin umat. pendataan di lapangan, Pak Apui
Hampir setiap tahapan yang dila-
Setelah acara pemberkatan, semua sebagi informan harus mengingat
kukan dalam pengambilan madu
warga mengikuti acara makan lagi dengan susah payah mantra
dimulai dengan pembacaan mantra
bersama. Selanjutnya, semua warga yang akan dibacanya.
dalam bahasa Dayak Bedayuh. Tra-
yang tadi membawa sesajian
disi ini diawali dengan persiapan
kembali naik ke panca untuk meng- III. Penutup
mendirikan tangga. Pada waktu
ambil tampi mereka yang sudah
mendirkan tangga mantra yang Seiring dengan kemajuan dan
dibacakan mantra oleh tumenggung.
dibaca: perkembangan zaman, ada kecema-
Tampi tersebut kembali mereka
Asong Songoh merinting jonjang san bahwa tradisi tersebut akan
bawa pulang. Sesampai di rumah,
Kuan pungunan tunjuk buti tergredasi akibat kemajuan zaman.
bibit padi yang ada dalam tampi
Kunungutan maripan junjuang Padahal tradisi lisan tersebut me-
mereka campurkan dengan bibit
munuh tanah ngandung nilai kerifan lokal, yang
padi yang lain yang akan mereka
Ita guman sigundit puti berguna bagi masyarakat. Meng-
jadikan benih pada masa tanam
ingat hal tersebut, inventarisasi
berikutnya. Menurut Bapak Apui mantra
dan pendataan terhadap tradisi
Ada tiga pantangan yang harus ini dibaca sebagai mantra permisi
lisan wilayah perbatasan merupa-
mereka patuhi sebelum dan setelah sebelum dilaksanakan kegiatan
kan pekerjaan yang harus segera
tradisi Gawai Padi. Pertama, sebe- untuk mengambil madu. Setelah
dilakukan sehingga hasilnya dapat
lum ritual dilaksanakan, warga di- tangga berdiri maka setiap naik
dimanfaatkan untuk beberapa ke-
larang untuk membunyikan gong. tangga akan dibaca mantra untuk
perluan, diantaranya; (1) bagi mas-
Kedua, setelah ritual, warga dilarang keselamatan si pengambil madu.
yarakat perbatasan, agar mereka
untuk menggunakan parang selama Kemudian, setelah sampai di atas
dapat memahami dan menghayati
tiga hari yang dimulai dari hari pohon, ketika mau mengambil
warisan-warisan leluhur yang ter-
pelaksanaan ritual sampai dengan madu mantra yang dibaca adalah:
dapat dalam tradisi lisan, (2) seba-
tiga hari berikutnya. Ketiga, selama
Buah opak buah si gorok gai bahan pembinaan dan pengem-
tiga hari warga tidak dibenarkan
Buah butan ndk ronggah bangan kebudayaan daerah dalam
untuk mengambil tanaman yang
Sisin birek teban punyikoh rangka memperkuat budaya nasi-
memiliki miang, seperti rebung dan
Sisin itan ko mongah onal, (3) sebagai bahan pengajaran
pakis.
Makna mantra: Ini cincin yang muatan lokal di sekolah, dalam
kami bawa, tolong induk lebah rangka memperkaya bahan penga-
untuk pergi. Kelebihan tradisi ini jaran budaya (kearifan lokal) di
ialah setiap tahapan yang dilalui lembaga pendidikan
8. Menurut informadi Pak Apui, tokoh masyarakat Dayak Bedayuh, Desa Jagoibabang, bahwa Tradisi Nyopu sekarang jarang dilaksanakan, bahkan banyak
di antara warga yang tidak mengerti lagi tentang tradisi ini.

30 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


TELAAH
DAFTAR PUSTAKA

Amir, Adriyeti. 2004. Pemetaan Sastra Lisan Minangkabau. Padang:Universitas


Andalas.
Equator. 6 Februari 2011. ”WNI Perbatasan Eksodus ke Malaysia”.
Navis, A.A. 1984. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaa Minangkabau.
Jakarta: Grafitipers.
Republika.26 Agustus 2010. ”RI Percepar perundingan Perbatasan”.
Suara Karya. 11 April 2011. ”Kapal Malysia Ditangkap Diperairan RI”.
Pontianak Post. 26 Agustus 2010. ”Testimoni Tiga Petugas DKP Kepri Ditahan Polisi
Malysia: Tak Berani Malawan, Takut Todongan Senjata”.
Pontianak Post. 31 Desember 2010. Malaysia Babat habis Hutan RI.
Pontianak Post. 3 Januari 2011. ”PPLB Aruk: jalan Panjang Mengatasi Keterbelakangan
Masyarakat Perbatasan”.
Wikipedia.com. ”Batas Wilayah Kalimantan Barat”. 15 April 2011.
Word Press. com. ”Tari Pendet dan Reog Ponorogo Diklaim Malaysia”. 25 Agustus
2009.
Word Press. com. “Kini 100 Makanan Indonesia Diklaim Malaysia”. 29 September
2009.
Yahoo.com. “Kitab Kuno Karya Ulama Indonesia Diklaim Malaysia”. 10 Maret 2011.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 31


CUBITAN

Bangunan Sebuah Puisi

Alex R. Nainggolan

P
Pada mulanya adalah kata, tulis Sutardji Calzoum Bachri, suatu ketika.
Kemudian aura kata-kata itu bersusun dengan sistematis, melengkapi
setiap ruang kosong. Memadat. Mencairkan semua suara-suara yang tak
pernah selesai ditangkap oleh relung telinga. Setiap tabis. Seorang penyair,
barangkali dapat diibaratkan sebagai pemancing yang selalu membawa
umpan agar kata-kata tertangkap kailnya. Ia, mungkin hanya menunggu,
menjelajah, tidur-tiduran, kemudian berharap segera umpannya kena oleh
sambaran yang ingin menyantapnya. Maka kata-kata yang terdapat dalam
puisi, memang merupakan bauran warna, sepotong riwayat, kata-kata yang
asing, kalimat yang tak pernah selesai—untuk segera dibuka tafsirnya.
Di hadapan pembaca, puisi menjadi kalimat yang dirangkaikan kembali,
dibaca perlahan-lahan, satu per satu. Diksi demi diksi coba dicerna kembali,
menghamburkan—atau sekadar menghubungkan jejak-jejak yang pernah
terekam oleh sejarah sebelumnya.
Pun puisi selalu memiliki bentuknya sendiri. Tergantung pada individu
yang menulisnya, tidak lagi membawa komunitas yang digelutinya. Puisi
telah membuka medan yang baru, memaknai kejadian-kejadian yang baru.
Seluruh sejarah yang terangkum, barangkali hanya sekadar penjelasan-
penjelasan semu. Jika memang puisi tetap ditulis, maka memang itu
kewajibannya. Puisi bertindak sebagai the other voice—meminjam ucapan
Oktavio Paz. Si penyair sebagai pengolah kata, tentu tidak mengerti mengapa
puisi yang ditulis dapat berubah jadi seperti itu. Sebagai sebentuk aura suara,
yang bisa menyuarakan keinginan-keinginan di masa mendatang.

32 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


CUBITAN

Seseorang duduk termenung, nyawa, darah tumpah, pembunuhan asing, menonton sinetron. Pembaca
mencari sesuatu. Mencari dirinya, massal. Atau juga jerit kemiskinan sastra kita, saya pikir, tak pernah
di antara bayangan-bayangan yang ketika kita keluar dari pusat menampakkan dirinya secara utuh.
selalu menyergap dirinya, bisa saja perbelanjaan di sebuah daerah, Pembaca kita hanya segelintir
menipu puisi. Bisa saja menuliskan dengan para gelandangan yang orang, yang mungkin jumlahnya
imaji-imaji yang dipenuhi dengan bertubuh dekil, dengan kuku-kuku terus menurun sepanjang tahun.
‘kebohongan’. Tetapi setidaknya, kehitaman—yang menyodorkan Padahal, jumlah karya sastra tetap
seseorang tersebut—telah mem- mangkuk plastik, dengan mata saja ditulis. Puisi masih juga ditulis.
bacanya, melihatnya, mendengar- yang penuh harap meminta se- Ini yang membuat saya takjub;
kannya, sehingga memulai untuk keping uang logam. Bisakah puisi di tengah realitas semacam ini
menuliskannya. Pengertian ini— menerjang batas-batas semacam ternyata masih banyak orang yang
dirujuk pula oleh Goenawan itu? Dapatkan puisi menjadi menulis puisi. Bagaimana tidak?
Mohammad, “jika sesungguhnya cermin realitas, atau apa hanya Seorang yang memulai untuk
penyair adalah seseorang yang sekadar menelingkup sebatas sakit mencoba-coba menulis, dimulakan
bersedia dan memasrahkan diri- hati, frustasi, pencarian yang tak dari puisi. Ketika pertama kali
nya menjadi orang yang tak kunjung habis—yang membuat menuliskan suatu ihwal dalam
memiliki batas. Menjadi orang puisi menjadi sekadar metafora. diary-nya.
tanpa warga negara,” keidentikan Semacam kulit manusia yang busuk Lalu bagaimana hal itu
puisi akan membulat, hingga di perempatan jalan, di sebuah bisa terjadi? Seorang teman
kerap dihubungkan pada—prinsip pusat perbelanjaan? pernah berujar, wajar—jika puisi
yang dipegang teguh H.B. Jassin, Bangunan puisi, tak pernah merupakan salah satu karya
sebagai humanisme universal. tuntas—ia bisa menjelma ke segala sastra yang paling banyak ditulis.
Prinsip kemanusiaan secara me- lingkup. Di mata pembaca, kesemua Dengan kata lain, wilayah kreatif
nyeluruh yang mungkin telah itu ditangkap. Maka, sebagaimana penciptaan puisi selalu mengalami
lama menghilang dari kehidupan yang pernah dilansir Ahmadun Yosi reproduksi kata, di mana semua
manusia. Membuat begitu mudah Herfanda, sesungguhnya letak ke- parodi, keseriusan, intrik, intip-
kekerasan diciptakan, yang kerap kayaan dari bangunan puisi mengintip, pengaruh dari sajak-
membuat kita trauma, mengelus tersebut tergantung pada kekayaan sajak lain, kekesalan—segala yang
dada. Atau bisa pula, berpura-pura intelektual pembaca. Tetapi benar- bermuara pada perasaan, senan-
tak sedih, sembari melenggang ke kah kita memiliki massa pem-baca tiasa mudah diungkapkan dalam
mall-mall, tertawa dalam pesta yang kuat? Dengan rendah-nya kata-kata puisi. Bahkan, puisi
sekeras-kerasnya—melupakan tingkat baca-tulis, yang membuat yang hanya kesamaan bunyi,
apabila di belahan dunia lain telah masyarakat lebih suka mengham- hanya berupa pertautan iklim,
terjadi suatu tragedi kemanusiaan, burkan waktunya dengan tertawa atau kegilaan dalam melakukan
yang menyebabkan hilangnya keras-keras, menonton film-film penjelajahan kata-kata, sudah

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 33


CUBITAN
sedemikian banyak ditemukan. tergoda pada karya itu, sehingga membuat para penyair terkadang
Tetapi, seperti apakah puisi yang puisi-puisi yang lalu menjadi abai lebih tergoda untuk menuliskannya
baik? Benarkah puisi hanya sekadar oleh waktu. dengan cepat-cepat, sehingga tak
ucapan igau seseorang bagi para Kalau begitu perlu ada lagi perlu berkisah tentang suatu
penulis puisi untuk menjadi pembatasan dalam menulis puisi? pemandangan secara keseluruhan.
penyair? Ini pertanyaan yang Saya ingin mengatakannya “tidak”, Barangkali, jangkauan puisi yang
tidak mudah, kata-kata terkadang sebab ini hanya bermuara pada hadir akan lebih menyerupai
memang begitu terasa sombong, pengekangan kreativitas. Pada bentuk yang terkecil (mikro) dari
untuk secepat mungkin dicatatkan. mulanya adalah kata, maka langkah keseluruhan hidup ini.
Atau setidaknya, direkam dalam pencarian yang dilakukan para Benarkah puisi-puisi yang
ingatan. Tetapi, seberapa panjang penyair sesungguhnya berbeda telah tertulis dalam sejarah
ingatan manusia? Adakah sebuah pula. Penyair bisa saja—ada yang sastra merupakan sebuah karya
ingatan akan (dapat) pula bercakap membutuhkan waktu sebentar adiluhung, yang akan tetap abadi?
sesuatu dengan utuh perihal apa untuk membuat puisi—tetapi ada Akan tetap, sekali berarti, sudah
yang diingini oleh penyair. pula yang membutuhkan waktu itu mati. Atau hanya akan menunda
Dunia puisi kita, bangunannya— lama, yang memaksa diri si penyair sebuah kekalahan, sebab begitu
mungkin sudah tidak begitu rekat. untuk menyelesaikan satu buah minimnya orang-orang yang peduli
Terlampau banyak penghamburan puisi saja memerlukan bertahun- dengan kesungguhan dari kerja
kata, seperti yang kerap terjadi tahun. Yang pasti, setiap kali seseorang terhadap puisi? Akankah
pada sebuah berita. Yang justru melakukan penulisan puisi, harus puisi menjelma jadi sebuah
menyebabkan, ketika puisi selesai ada unsur perubahannya, meskipun rangkaian kata yang piatu, yang
ditulis, maka dengan sekejap sedikit. Harus, dengan catatan hanya bermain di dunianya sendiri,
dibuang kembali. Semacam tissue, tanpa harus pula menghilangkan tanpa kepedulian orang-orang?
yang tak lagi meninggalkan kesan ciri khas bentuk puisi si-penyair Dengan lebih maraknya berita
dalam hati. Begitu banyak puisi sebelumnya. tentang perang, kriminalitas, atau
yang lahir, namun tetap saja keti- Melihat peradaban global, juga ekonomi yang carut-marut ini?
ka hari-hari berganti dan kita dengan perputaran teknologi yang
menyaksikan realitas baru yang terus menyerbu kita. Juga dengan ***
didapati dari realitas keseharian, keajaiban realitas yang membuat
membuat kita lebih takjub pada kita menggelengkan kepala, sembari Seseorang masih saja di sudut.
realitas. Puisi terus saja datang, mengelus dada, beberapa puisi Di sebuah ujung dunia, merenung
menghimpit di lembar-lembar mulai mengikuti trend semacam sebentar. Menyaksikan setiap war-
budaya, terus saja direproduksi itu, dengan hadirnya puisi-puisi na yang tak lagi bisa ditandai, ber-
melalui citraan-citraan yang pernah instant. Sehingga tak perlu merasa putar dalam pandangan matanya.
hadir sebelumnya. Namun ketika harus berpusing-kepala dalam Mendengar suara-suara yang ter-
datang karya baru lagi, kita kembali menyusun bangunannya. Yang pantul, terkadang hanya menyisakan

34 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


CUBITAN
sebuah gema yang panjang. Suara-suara tertawa bangunan puisi seperti apa yang paling baik, bagi
itu. Tertawa yang serba keras itu. Suara-suara yang dirinya, juga orang-orang yang ada di sekitarnya?
tak lagi lengkap memasuki labirin telinganya. Masih Seseorang itu, masih saja sedih. Ia hanya melihat
saja dirinya berada di sudut. Terkadang, melangkah puisi yang tak lagi berbicara, hanya kata-kata yang
mondar-mandir, terkadang duduk, sesekali dirinya menjadi dingin, tak mau bicara. Ah, betapa keras
rebahan. Peluhnya menetes. Ia masih saja gamang, kepalanya kata-kata itu!

Alex R. Nainggolan

Dilahirkan di Jakarta, 16 Januari 1982. Menyelesaikan studi di FE Unila jurusan Manajemen. Tulisan berupa
cerpen, puisi, esai, tinjauan buku terpublikasi di Majalah Sastra Horison, Jurnal Puisi, Kompas, Republika, Jurnal
Nasional, Jurnal Sajak, Suara Pembaruan, Jawa Pos, Seputar Indonesia, Berita Harian Minggu (Singapura), Sabili,
Annida, Matabaca, Majalah Basis, Minggu Pagi, Koran Merapi, Indo Pos, Minggu Pagi, Bali Post, News Sabah Times
(Malaysia), Surabaya News, Radar Surabaya, Lampung Post, Sriwijaya Post, Riau Pos, Suara Karya, Bangka Pos,
Radar Surabaya, NOVA, On/Off, Majalah e Squire, Majalah Femina, www.sastradigital.com, www.angsoduo.net,
Majalah Sagang Riau, dll.

Pernah dipercaya sebagai Pemimpin Redaksi di LPM PILAR FE Unila.

Beberapa karyanya juga termuat dalam antologi Ini Sirkus Senyum...(Bumi Manusia, 2002), Elegi Gerimis Pagi
(KSI, 2002), Grafitti Imaji (YMS, 2002), Puisi Tak Pernah Pergi (KOMPAS, 2003), Muli (DKL, 2003), Dari Zefir
Sampai Puncak Fujiyama (CWI, Depdiknas, 2004), La Runduma (CWI & Menpora RI, 2005), 5,9 Skala Ritcher (KSI
& Bentang Pustaka, 2006), Negeri Cincin Api (Lesbumi NU, 2011), Akulah Musi (PPN V, Palembang 2011), Sauk
Seloko (PPN VI, Jambi 2012), Negeri Abal-Abal (Komunitas Radja Ketjil, Jakarta, 2013).

Bukunya yang telah terbit Rumah Malam di Mata Ibu (kumpulan cerpen, Penerbit Pensil 324 Jakarta, 2012), Sajak
yang Tak Selesai (kumpulan puisi, Nulis Buku, 2012), Kitab Kemungkinan (kumpulan cerpen, Nulis Buku, 2012).
Beberapa kali memenangkan lomba penulisan artikel, sajak, cerpen, karya ilmiah di antaranya: Radar Lampung
(Juara III, 2003), Majalah Sagang-Riau (Juara I, 2003), Juara III Lomba Penulisan cerpen se-SumbagSel yang
digelar ROIS FE Unila (2004), nominasi Festival Kreativitas Pemuda yang digelar CWI Jakarta(2004 & 2005).

Bekerja di Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.


Facebook: alexr.nainggolan@yahoo.co.id- Alex R. Nainggolan
Email: alex.nainggolan@tri.blackberry.com
Kini berdomisili di Taman Royal 3 Cluster Edelweiss 10 No. 16 Kel. Poris Plawad Kec. Cipondoh Kota Tangerang
Banten.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 35


LEMBARAN

MASTERA
MAJELIS SASTRA ASIA TENGGARA

Brunei Darussalam
Puisi Shukri Zain
Puisi Z. A. Brunei
Cerpen Sri Munawwarah H. A. L.

Indonesia
Esai Afrizal Malna
Puisi Didi Tri Riyadi
Cerita Pendek Eka Kurniawan
Puisi Gunawan S. Mohamad

Malaysia
Puisi Sit Zainan Ismail
Puisi Mohd. Ramly
Cerita Pendek Lee Keok Chic

36 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

Puisi

Menara Gading

Mahmudamit
(Brunei Darussalam)

sekali air bah


biasanya pantai akan berubah
biar apa pun kelak coraknya
biar apa pun bakal warnanya
namun sebuah kampus
yang menghadap Laut Cina Selatan
masih tenang dalam resah masih damai dalam gelisah
masih bermimpi dalam gundah

siswa-siswi berdebar dalam orientasi


sejuta cita-cita di dada
sejuta harapan keluarga
sejuta kebimbangan di minda;
yang dikejar sekeping kertas bernama diploma atau ijazah
yang dirindui sepasang gaun kebanggaan bernama jubah
yang dicita-citakan sekian ribu habuan gaji buat bermegah
kelak bila semuanya telah tercapai
dan segala ujian getir telah usai dan langsai
cita-cita kudus mula berantakan entah ke mana
niat murni membela bangsa dan negara mulai sirna
jadilah mereka kelak orang yang bermuka-muka

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 37


MASTERA

jika masih ada di antara kita dibaluti oleh kepura-puraan


yang mengambil kesempatan dalam keterbukaan
siapa pun yang berdiri di puncak gunung
yang bakal mewarnai bumi dan jagat maya
kelak nantinya sebuah kampus
yang menghadap Laut Cina Selatan
masih tenang dalam resah
masih damai dalam gelisah
masih bermimpi dalam gundah
kelak serasilah dengan pepatah:
seratus jung datang
kelak anjing masih bercawat ekor juga

jangan dijadikan menara gading


gelanggang ayam-ayam jantan berkokok
reban ayam-ayam betina berketuk,
tolehlah kiri dan kanan
lihatlah belakang tangan
kelak bila semua retak ditarikan
kita juga yang bakal tersipu malu
melihat wajah kita di muka cermin
detak jantung kita tidak lagi seirama
dengan cita-cita kelmarin yang telah terpeta

38 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

sebuah menara gading


menghadap Laut Cina Selatan
mulai dingin di bawah sinaran bulan
bintang-bintang bermunculan kemerlap rancak
pawana pun bergerak menurut rentak
sedang mentari esok
mengintai antara celah rimbunan harap
bakal mengelus ubun-ubun
anak-anak yang sekian lama piatin
menanti angan berbunga
menunggu mimpi menjadi nyata.

Mahmudamit

Mahmudamit ialah nama pena pengiran Haji Mahmud bin Pengiran Damit. Lahir pada
20 Mei 1942 di Labu Estet, Temburong. Menerima pendidikan formal setakat darjah VI.
Mulai menulis semenjak tahun 1961, khusus dalam bidang cerpen, sajak dan skrip langgam
suara dalam prosa lirik. Kini beliau menumpukan penulisan pada genre puisi di samping
artikel dan buku mengenai kebahasaan dan pendidikan bahasa. Karya-karya beliau terbit
dalam Daily Express, Sabah Times, Kinabalu Sunday Times, Mingguan Malaysia, Salam,
Radio Brunei, Pelita Brunei, majalah-majalah sekolah dan maktab, majalah Bahana dan
Beriga. Selain menulis, beliau pernah memimpin penerbitan majalah-majalah sekolah dan
maktab seperti Dupa, Riak, Zaman Kita, Tunas Belia dan Tunas Pendidik.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 39


MASTERA

Puisi

Bumi Menghijau Laut Membiru


Adalah Watanku

Pengiran Haji Shamsu Pengiran Haji Kadar


(Brunei Darussalam)

Bumi menghijau laut membiru


Adalah watanku
Alangkah damainya tanah warisan
Tiada ombak seganas lautan yang luas
Tiada secamar udara teknologi industri

Watanku
Meski derita dialami sudah
Meski setitik darah tumpah
Meski sekangkang kera terpisah sudah
Namun adalah warisan dari nenek moyangku
Dari bangsaku Melayu
Yang bertanah air satu
Yang bersatu bersemangat waja

Wahai khalifah Allah


Gelarmu satu amanat setinggi hasrat
Apa bicaramu tentang hak
Apa konsep cita rasamu tentang warisan

40 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Bicaralah tentang yang benar itu benar
Tentang ajaran agama Islam pilihanmu
Meski jiwamu, hatimu benar selalu
Adalah laluan petualang
Yang kerap mengganggu-gugat

Awasi olehmu kerana waspadamu


Satu kemenangan
Pun lahirnya setiap madah
Sebagai penentu hak kehidupan sejagat
Hidup mati generasi
Masa depan yang belum dijanjikan
Antara amar makruf dan nahi mungkar

Adalah tanggungjawabmu yang belum selesai


Di bumi menghijau
Di laut membiru
watanku yang satu.

Juni 1993

*Sumber: Kumpulan Puisi Ombak Menghempas Pantai, 2013

Pengiran Haji Shamsu bin Pengiran Haji Kadar dilahirkan pada 5 Disember 1942.
Mendapat pendidikan awal di Sekolah Melayu Sultan Muhammad Jamalul Alam
(SMJA), Bandar Brunei (kini Bandar Seri Begawan) sehingga tamat darjah 6 (1957).
Mula berkhidmat dengan kerajaan Brunei pada 1 Februari 1958 sebagai Guru Pelatih;
ditugaskan mengajar darjah 1 di Sekolah Melayu Sultan Muhammad jamalul Alam, Bandar
Brunei. Sehingga menjawat jawatan Penolong Guru Besar dan Guru Besar (petang) pada
tahun 1966-1967. Beliau kemudiannya memperoleh Sijil Perguruan dan Kebahasaan
dari Language Institute Pantai Valley, Kuala Lumpur pada tahun 1967; memperoleh
Advanced Diploma in Educational Studies dari Institusi Pendidikan di Unversiti Hull, United Kingdom pada tahun
1980; B.A. Pendidikan (kepujian) dari Universiti Colombia Pacific, California USA (United Kingdom) pada tahun
1982, dan memperoleh B.A. Pendidikan (kepujian) Bahasa dan Linguistik (minor), dan Kesusasteraan Melayu
(major) dari Universiti Brunei Darussalam pada tahun 1991.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 41


MASTERA

CERPEN

Paduka Tuan

Rosli Abidin Yahya


(Brunei Darussalam)

S amudera luas terbentang


tidak berpenghujung!
Samudera yang semacam tidak
dimaktubkan dalam piagam Per-
tubuhan Bangsa-Bangsa Bersatu,
amat susah untuk dipatuhi.
Ikan juga mendiam seribu
bahasa. Sekali-sekali ikan pau me-
nobros tembok samudera dan bagai
berpenghujung ini adalah kawasan “Akulah raja yang berkuasa di sa- anak panah, ia menghambur ke
di bawah takluk dan pengawasan- mudera yang tidak berpenghujung udara sebelum menjunam semula
nya. Tiada siapa yang berkuasa di ini,” cetus hati nuraninya. Tempatku ke perut laut.
sini kecuali dia dan anak buahnya. beradu adalah sebuah pulau yang “Hai, angin, siapa yang berkuasa
Tiada siapa yang boleh memasuki tidak berpenghuni kecuali aku dan di sini?”
kawasan terlarang ini tanpa mem- anak buahku. Juga makhluk Allah Bayu pun enggan bertiup deras.
bayar cukai. Tiada siapa pun yang yang lainnya seperti ular dan Cuma sekali-sekali desir semilir
selamat keluar dari zon larangan mergastua. hadir berpuput mengelus susuk
yang diisytiharkannya ini jika cukai “Hai, laut, siapa yang berkuasa tubuhnya yang berlekit peluh dan

kepala belum diselesaikan Kalau di sini?” keringat.


“Hai, anak buahku sekalian,
ada yang berani melanggar undang- Laut tidak bersuara. Cuma
siapa yang berkuasa di sini?”
undang zon terlarang ini pasti sekali-sekala riak-riak ombak
“Siapa lagi, kalau tidak Paduka
diterkam sedari jauh lagi. berlumba-lumba meniti air menuju
Tuan, kami ini hanya orang-orang
Malangnya zon tidak bebas ini pantai bagai dikejar.
suruhan!” Cetus ketua anak buah-
tidak diakui oleh Pertubuhan “Hai, ikan-ikan, siapa yang ber-
nya. Bicara itu menongkat kelopak
Bangsa-Bangsa Bersatu! Oleh kuasa di sini?”
mata Paduka Tuan dan mengusik-
kerana zon terlarang ini belum ngusik hati nuraninya agar berfikir.

42 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Tiba-tiba saja Paduka Tuan me- Betapa kepura-puraan boleh dipa- menyatukan tenaga dan suara.
ngulum senyum yang menguntum merkan di petak-petak wajah Saya tidak sehebat Paduka Tuan!”
sebelum mengukir tawa di tebing mana-kala gejolak batin tersem- Dia terhenti seketika sebelum
mulut. “Ha! Ha! Ha! Kau betul, bunyi di balik tembok duka. Ah! menyambung hujahnya manakala
kerana aku memang berkuasa di Dia cuba mengalih asahan minda jantung Paduka Tuan kembang-
sini. Tapi, tanpa pertolongan kamu yang tajam memikir ke situ. kuncup mendengar pujian itu,
semua, kuasa yang ada ditanganku Cetusan-cetusan minda sebegini “dan bukankah sejarah sudah
tidak beerti apa-apa. Aku pasti menyebabkan ketulan otaknya membuktikan, ada keturunan raja
tidak dapat mengawal samudera kembang-kecut kerana tindak balas yang memerintah sebuah negara
yang luas tidak berpenghujung saraf pemikirannya. di mana datuk moyangnya adalah
tanpa pertolongan kamu semua.” Matanya bundar menyoroti kalangan lanun-lanun yang berma-
Untuk seketika dia berhenti dan suram senja sekadar disinari harajalela di samudera! Dan sejarah
berkata kepada Serang. “Aku hairan, cahaya mentari yang ditabiri awan juga membuktikan bahawa dahulu
kau pun ternyata berwibawa dan mendung. Mata kemudian menero- kala siapa yang gagah perkasa dia
berpotensi. Apa tidakkah terniat pong teliti wajah Serang yang yang menjadi raja!”
di hatimu ingin menjadi gergasi bergunung-ganang dengan ledakan “Kau memang pandai dan waras.
samudera ini, Serang?” merah dan kuning. Sebab itu aku lantik kau menjadi
“Paduka tuan adalah orang yang “Kau sungguh pandai mengguna- Serang. Kau berhak memberi perin-
gagah dan berani, selain berjaya kan akal fikiranmu. Otakmu terlalu tah walaupun tanpa pengetahuan-
menjadi pemimpin kepada kami, bergeliga. Macam otak Nujum Pak ku,” kata Paduka Tuan sambil me-
Paduka Tuan juga berjaya menjadi Belalang. Sepatutnya kau menjadi micingkan mata.
pemimpin kepada ahli keluarga. raja memerintah negara. Sepatut- “Tapi saya tidak berpeluang
Paduka Tuan adalah seorang peng- nya kau menjadi Paduka Tuan untuk berbuat demikian kerana
hulu, juga seorang raja memimpin menggantikan aku.” Paduka Tuan sentiasa ada.”
sebuah negara dan seluruh pesisir “Memang betul tapi malangnya, “Betul juga,” bisik Paduka Tuan.

dan ceruk rantau di bawah jajahan.” aku merasakan aku tidak punya ke- Serang tidak pernah berkesempatan
untuk mempraktikkan kuasa yang
Paduka Tuan tersentak sedikit bolehan memimpin. Seorang pe-
diberi kerana Paduka Tuan belum
mendengar hujah Serang yang mimpin tidak semestinya orang
pernah mengambil cuti lagi. Tapi
singgah menerpa ke kuping telinga. yang berakal, lantas saja yang
Paduka Tuan tidak perlu cuti
Hujah itu merupakan satu peng- dipimpinnya akan menjadi kucar-
(kalaupun dia bercuti, hendak ke
hormatan yang meruntun hingga kacir kerana kepimpinan yang tidak
mana dia menuju), tidak seperti
ke batas kalbunya. Ah, kalaulah kau berteraskan akal dan fikiran yang
orang-orang di darat yang selalu
tahu, desis benaknya, betapa di se- waras. Dan jika saya menjadi Paduka mengambil cuti untuk berehat di
balik kekukuhan dan ketokohanku Tuan, pasti saya tidak berupaya tepi pantai. Manakala dia meng-
sebagai Paduka Tuan, terbenam juga kerana yang dipimpin tidak hadiri pentas senja di hujung pantai
sesuatu yang renta dan mandiri. rela dipimpin. Saya tidak pandai setiap hari!

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 43


MASTERA
Dari buritan perahu terdengar “Baiklah, kerahkan empat buah ke hadapan lagi dan kemudian ke
laungan pengawal. “Paduka Tuan! perahu untuk mengikuti. Kita me- belakang lagi. Manakala Paduka
Paduka Tuan!” Pengawal tercungap- ngejar kapal besar itu!” Tuan duduk berteleku di atas kerusi
cungap menghampiri Paduka Tuan. Serang melaungkan arahan. usang tidak jauh dari ceruk persis
Dalam mengah yang mendesak Enjin perahu dilajukan. Perahu me- seorang raja yang bersemayam
dan menyesak paru-parunya dia luncur pantas menongkah air, mem- di takhta singgahsana. Beberapa
bersuara. “Ada sebuah kapal besar belah laut. Empat buah perahu orang anak buahnya berdiri berdiri
yang masuk kawasan kita.” anak buah Paduka Tuan menyusuli menyipi di belakangnya persis
Paduka Tuan berfikir seketika. walaupun agak jau di belakang. Yang pengawal-pengawal raja di zaman
“Berapa besar?” tinggal, cuma tiga buah perahu yang kegemilangan Hang Tuah!
“Besar, Paduka Tuan. Kira-kira tidak diarahkan untuk berjuang Kapal besar membuang sauh dan
lima kali besar perahu kita.” bersama. (Oleh kerana Paduka memperlahankan deru enjin yang
Paduka Tuan mengalih layar Tuan belum mendeligasikan tugas membingitkan suasana. Kemu]
pandang kepada Serang. dan jika ada kapal yang melintasi dian seorang pemuda yang masih
“Bagaimana, Serang? Berapa zon larangan ketika Paduka Tuan muda, dalam lingkungan akhir dua
buah perahu-perahu kita yang menyusuri kapal lain, perahu- puluhan, keluar dari dalam kapal
harus mengejar kapal besar itu?” perahu yang tinggal ini tidak akan yang hampir tertutup kesemuanya.
“Selazimnya, Paduka Tuan,” berbuat apa-apa). Paduka Tuan pun mengarahkan
getus Serang sambil membetulkan Kejar-mengejar tidak mengambil anak buahnya membuang sauh.
posisi berdiri tubuhnya yang masa yang lama. Kapal yang besar “Mengapa?” Tanya pemuda itu.
sedikit miring ke kanan. “Kapal itu amat berat dan begitu lambat “Kamu telah melintasi zon
sebesar itu harus dikejar oleh lima merentas laut membelah air. Tidak larangan tidak bebas cukai,” teriak
buah perahu kita.” sepantas perahu-perahu Paduka Serang.
“Termasuk perahu kita Paduka Tuan yang kecil dan ringan. Kapal “Apa kami mesti membayar
Tuan, kerana perahu-perahu kita laut itu ibarat gajah manakala cukai?”
yang lain belum diberikan kuasa perahu-perahu kecil Paduka Tuan “Mesti. Kalau kamu sampai ke
untuk bertindak sendirian. Ini ibarat pelanduk. negeri yang dituju, barangan kamu
suatu yang harus difikirkan pada “Stop, stop!” Serang mengarah- pasti akan dicukai. Di sini kamu
masa hadapan, Paduka Tuan, iaitu kan kapal besar setelah perahu mesti membayar cukai kerana
cara-cara mendeligasikan tugas.” mereka menghampirinya sambil melintasi zon larangan.”
Minda Paduka Tuan ingin saja berdiri megah dan sombong di ceruk “Tapi ini bukan sebuah negara.
mengembara ke daerah yang baru bagai menandakan kekuatan dan Kami hanya melintasi perairan
ini, kalaulah tidak kerana desakan kekuasaan yang ada pada dirinya. bebas.”
tugas dan tanggungjawab yang Tangan diangkat tinggi-tinggi ke “Perairan bebas?” Teriak Serang
memerlukan ketetapan segera udara. Kemudian ditujahkan ke sambil menolehkan muka ke kiri
darinya. hadapan, kemudian ke belakang, dan meludah ke perdu laut.

44 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
“Perairan ini, samudera ini, “apakah ini saja sumber “Kami hanya membawa batu-
adalah kawasan kami,” sambungnya pendapatan bagi kamu? Cuba lihat batu seramik dari Itali untuk se-
sambil laut yang terbentang luas. Di sini, buah masjid yang besar akan dibina
mendepangkan tangan dan meng- di sana ada-ada saja rezeki Allah di negara sana!”
gerakkannya ke kiri ke kanan, ke yang boleh didapati selain dari Serang terdiam seketika bila
kiri lagi kemudian ke kanan untuk mengambil cukai. Cukai adalah tubuhnya digamit Paduka Tuan
memperlihatkan keluasan zon di amalan Yahudi. Cukai adalah dan kelihatan dia berbisik sesuatu
bawah penguasaan mereka. amalan orang-orang malas yang kepada Paduka Tuan. Rupa-rupanya
“Bagaimana kalau kami tidak tidak mahu mengerah tenaga untuk Paduka Tuan mahu tahu apa dia
mahu membayar cukai?” mencari rezeki yang halal.” seramik itu.
“Kami akan serang kamu...” Serang terhenti seketika. Dire- “Paduka Tuan, batu seramik dari
Serang meluaskan jangkauan nungnya selubung hitam yang itali adalah batu-batu marmar yang
tangan ke belakang, memperlihat- menghiasi puncak langit. Mega menjadi alas lantai bagi sesebuah
kan perahu-perahu yang menyusuli mendung tiba-tiba muncul dan bangunan.”
mereka. bergerak pantas melintasi perten- “Mengapa mereka perlu kepada
“Adakah kamu lanun?” Lolong tangan dalam dada memberitakan semua itu? Kita Cuma beralaskan
pemuda kapal besar itu. Kemudian akan datangnya badai. bumi dan berbumbungkan langit
beberapa orang besar-besar badan- “Apakah kamu mengatakan milik Allah. Mengapa mesti manusia
nya keluar dari dalam kapal untuk sesebuah negara yang mengambil perlukan semua itu? Mereka hanya
menemaninya. cukai dari penduduk-penduduknya membuang harta kepada sesuatu
“Mulut jangan selancang itu! pada barangan yang masuk itu yang mereka tidak perlukan. Tentu
Rosak susu kerana nila, rosak adalah sebuah negara yang malas? hart boleh disalurkan kepada insan-
bahasa kerana kata! Kami sudah Adakah kamu mengatakan setiap insan yang lebih memerlukan se-
katakan, kamilah yang berkuasa di negara yang mengamalkan sistem perti mengisi perut kosong warga-
samudera yang tidak berpenghu- sebegini adalah negara-negara warga dunia yang menderita.”
jung ini.” yang malas?” “Paduka Tuan, manusia sekarang
“Mengapa kamu mesti mengena- “Negara tidak malas tapi pemim- berada di zaman tamadun dan pe-
kan cukai terhadap kami?” pinnya yang malas. Ada negara yang radaban yang amat tinggi. Dan kita
“Adakah kamu orang-orang mempunyai industri-industrinya berada dalam situasi kembali
bodoh? Kami juga manusia. Kami sendiri dan membolehkan negara kepada asas. Kita Cuma bergantung
juga perlukan makanan seperti tersebut mendapatkan pendapatan kepada apa saja yang Allah ciptakan
insan-insan yang lainnya. Kami juga negara tanpa menghiraukan pen- manakala mereka mencipta sesuatu
pandai lapar. Lapar adalah milik dapatan yang diperolehi oleh untuk menambah keselesaan me-
semua orang, baik orang kaya, penduduknya.” reka. Mereka menokok-tambah apa
orang miskin, orang kota atau “Aku tidak punya masa untuk yang telah Allah ciptakan supaya
orang desa.” berlawan hujah denganmu. Katakan mereka lebih selesa dan bahagia.
“Tapi...” sambung pemuda yang kepada kami sekarang, apa yang Pasti sekali mereka tidak akan
jelas menjadi jurucakap kapal itu, kamu bawa?” dapat seperti kita.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 45


MASTERA
Jadi apa pendapat Paduka Tuan, “Sudah Kapten, tapi malang me- “Kapten,” bisik seorang anak
sekarang?” reka tidak dapat menolong kerana kapal. Teruskan dialog sebelum
“Kau adalah pakar perancang kawasan ini adalah perairan bebas.” bantuan yang mungkin datang.”
kepada setiap permasalahan yang “Ketiga-tiga negara?” Kapten mengangguk-angguk.
kuhadapi. Kuserahkan segala pe- “Satu negara mungkin mahu Sekonyong-konyong angin ber-
nentuan kepadamu.” membantu tapi mereka menyatakan tiup kencang, guntur dan halilintar
Serang kemudian melaung lagi. mereka tidak akan dapat menang- pukul-memukul membelah bumi
“Kami tidak perlukan batu-batu kap lanun-lanun ini. Juga mereka dan awan mendung mencurahkan
seramik. Kami juga tidak begitu me- tidak mahu menggunakan kekera- hujan yang lebat sekali. Laut kian
merlukan wang. Kami hanya mahu san kerana tidak mahu terbabit mengganas dan beralun setinggi
beras, gula dan segala keperluan dengan undang-undang hak asasi bukit.
makan. Dan kami juga perlu minyak manusia yang berada di perairan “Timbang, timbang perahu
untuk perahu-perahu kami.” antarabangsa. Pertubuhan Hak kalian,” pekik Paduka Tuan supaya
“Apakah kamu tidak dapat Asasi Manusia atau Amnesty’s Inter- anak buahnya menimbang-
menanam padi?” national akan membantah keras nimbang perahu agar perahu tidak
“Mana bisa menanam padi di seperti juga mereka membantah terpongkang bila alun menyerang
pulau tempat kami berteduh nun di kepada tahanan-tahanan politik mereka. Mereka semua membahagi
sana. Tidak ada apa-apa yang boleh yang ditahan tanpa dibicarakan di dua kumpulan yang sama banyak-
tumbuh di sana kecuali kehidupan negara-negara lain.” nya dan setiap kumpulan meluru ke
yang seirama dan sejiwa dengan “Oh, begitu sekali,” Pemuda yang kanan atau ke kiri perahu. Tubuh-
kebuasan iklim samudera.” juga kapten kapal itu melopong tubuh bergoyang-goyang dioleng
“Kami ada beras. Tapi kami juga sambil menjuih mulut dan meng- gelombang. Manakala udara dika-
perlukan beras untuk menjadi gelengkan kepala ke kiri ke kanan, busi hujan tebal dan digegar guruh
makanan kami. Perjalanan kami ke kiri lagi dan ke kanan lagi. di angkasa.
agak jauh. Jika kami berikan beras “Sewaktu ditimpa kesusahan, “Tarik sauh!” Pekik Paduka
kepada kamu, kami tentu akan sepatutnya setiap pertolongan Tuan. Alun kian tinggi menggunung
kebuluran kerana tidak dapat harus dihadiahkan tanpa mengam- bagai menggulung mereka semua-
memakan nasi.” bil kira tempat, bangsa, agama, nya. Dan perahu bertiti di atas alun
Pemuda itu kemudian berbicara darjat dan negara.” sebelum terhentak.
pada orang-orang yang berada di “Oi...!” Kedengaran lolong Serang “Ya, Allah, selamatkan kami,”
kapalnya. perahu yang menahan. “Apakah nalurinya berdoa. Dia tahu inilah
“Sudahkah kamu minta bantuan yang kamu bicarakan dan sudahkah pertama kali mereka bertemu
dari polis di negara-negara berham- kamu bersedia menyerahkan dengan ribut yang sekonyong-
piran? Walaupun ini zon perairan barang-barang keperluan yang konyong saja terus tiba. Selalunya
antarabangsa tapi tiga negara yang kami mahukan itu? Cepat, kalau mereka cepat-cepat menyusur
hampir dengan kawasan ini mung- tidak kami akan serang kamu!” pantai pulau yang mereka diami
kin dapat menolong,” bisik pemuda bila bertembung ribut di laut. Tapi...
itu pada teman-temannya. sungguh, sekali ini, ribut menerpa

46 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
tanpa amaran menyebabkan me- “Buang pelampung, cepat!” Setelah beberapa lama, laut
reka terpaksa bergelut dengan Kapten kapal mengarahkan anak kembali reda. Jalur sinar kini me-
ribut yang maha hebat menyerang buahnya bila melihat kejadian ini. nembusi tembok awan. Kapten
manakala pulau tempat berteduh Mereka cepat-cepat melontarkan mengamat-amati laut sekeliling.
terlalu jauh sekali. pelampung-pelampung kepada me- Tidak berapa jauh dia ternampak
Paduka Tuan terketar-ketar dan reka yang kini terhumban ke dalam dua tubuh berpelampung terapung-
perahunya pun terhuyung-hayang laut. Mereka cuma dapat menduga apung di air. Tubuh-tubuh itu
dipukul ribut. Perahu-perahu anak tempat tenggelamnya mereka ke- melambai-lambaikan tangan ke
buahnya juga tersendeng-sendeng. rana suasana dikabusi hujan lebat. arah mereka. Kapten mengarahkan
Hujan begitu lebat mencurah, guruh Laut terlalu bergelora dan mereka supaya tali kalat dilemparkan ke
dan kilat sabung-menyambung me- tidak dapat memastikan sama ada arah mereka. Tubuh yang terapung
nyerang samudera. Perahu-perahu pelampung tepat dicampakkan ke- itu ditarik menuju kapal. Dua tubuh
bergoncang ke kiri ke kanan, ke kiri pada mangsa-mangsa. Mereka kemudian mendaki lereng kapal
lagi kemudian ke kanan. Paduka hanya menunggu cuaca reda sebe- sebelum naik ke atas. Mereka
Tuan memekik lagi supaya anak lum mengetahui siapakah yang disambut naik ke atas. Mereka
buahnya jangan leka dan terus me- terselamat. disambut oleh kapten kapal dan
nimbang-nimbang perahu-perahu Kilat masih sabung-menyabung. para kelasinya.
supaya tidak tertelungkup. Tiba- Halilintar membelah bumi dan “Selamat datang ke kapal
tiba perahu-perahu bergoyah ken- hujan gugur mencurah-curah. Italmar,” sapa Kapten. Sebuah
cang sekali dan sekonyong-konyong Kapal besar terhuyung-hayang ke senyum terukir lebar di tubir bibir.
ada alun setinggi gunung menye- kiri ke kanan, ke kiri lagi kemudian Paduka Tuan dan Serang berge-
rungkup perahu-perahu ketika me- ke kanan semula tapi mujur kerana lampangan tercungap-cungap ke-
reka masing-masing menimbang- badannya yang tegap, berat dan letihan. Kata-kata tidak menembusi
nimbang. Alun menggulung perahu- besar, kapal tidak perlu ditimbang- pembuluh suara. Cuma kedengaran
perahu yang terhuyung-hayang timbang. Alam diselimuti kabus mengah yang mendesak dan bunyi
dan mereka semua terserkup ke tebal dan seketika mereka tidak nafas yang mendatar.
dalam lautan. tahu apakah nasib yang menimpa
lanun-lanun itu.

Allahyarham Rosli Abidin Yahya penerima anugerah berpresti, S.E.A. Write Award, Bangkok
ke-17 pada tahun 2002 bagi Negara Brunei Darussalam. Lahir pada 2 Juni 1958 di Seria. Rosli
pernah belajar di Sekolah Rendah Mohamad Alam, Seria (1964), Maktab Anthony Abell, Seria
(1967-1975), dan Pusat Tingkatan Enam, Jalan Muara (1976-1977). Melanjutkan pelajaran ke
North East London Polytechnic (sekarang (North East London University) (1978-1982). Tahun
1986 mengikuti kursus Diploma Pendidikan di Universiti Malaya, Kuala Lumpur, Malaysia.
Allahyarham Rosli meneroka hampir semua bidang penulisan seperti sajak, cerpen, drama, novel, kewartawanan,
dan beberapa siri drama yang disiarkan oleh televisyen Brunei. Di samping itu Allahyarham Rosli juga pernah
memenangi Hadiah Kreatif Bahana DBP pada tahun 1993, 1995 dan 1998 kesemuanya melalui genre cerpen.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 47


MASTERA

PUISI

Gandum-Gandum Ranum

Komang Ira Puspitaningsih


(Indonesia)

Apa jadinya
Bila gandum-gandum yang hampir ranum
di ladang
Menangis kesepian
Karena nyaring bunyi senapan mesin
Karena mayat serdadu tua itu
dilihatnya menganga

Sekotak coklat, belum dibagikan


Sebungkus rokok, masih tersegel rapi
Dan setumpuk kartu pos
yang belum sempat dibalas
“Aku belum mau mati.”

Kuambil kotak coklat itu


dan kugenggam
Dan segera leleh
Seperti sayap bidadari
yang hilang
jadi sebaris cahaya

Anganku terbang
Menggantung,
melayang

48 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Saat anak-anak kecil murung
Menyamar jadi peri kesedihan
jadi peri masa lalu
yang kehilangan bayangan

Peri kecil berwajah sedih


Bidadari mungil tak bersayap
Dan cahaya bintang yang murung
Hangus terbakar cuaca,
remuk jadi arang hitam
Seperti lelehan coklat
di tanganku

Mayat serdadu tua itu


masih menganga
“Aku letih.
Tapi istirahku belum usai
di pangkal penghabisan.”

Apa jadinya
Bila gandum-gandum yang hampir ranum
di ladang
Menangis kesepian

Tapi waktu mengingatkanku pada


sebuah tugu batu tanpa nama
Di sisi ladang gandum
kian menguning

Komang Ira Puspitaningsih, lahir di Denpasar, 31 Mei 1986. Karya-karyanya berupa


puisi dan cerpen pernah muncul di media antara lain: Bali Post, Kompas, Koran Tempo,
Jurnal Puisi, Suara Merdeka, Paradox Magazine, Jurnal Kreativa, Jurnal Sundih, dan Media
Indonesia, serta beberapa antologi pemenang lomba juga antologi bersama Beberapa kali
memenangkan lomba penulisan seperti: Margarana Award 2000, Terbaik LCP Teater Orok
2001, Purbacaraka Award 2002, Nominasi LCC Lingkaran Komunikasi Malang, Juara II
Krakatau Award 2002, Terbaik LCC Bali Post 2003, Nominasi SIH Award 2004, dan terakhir
Nominasi Krakatau Award 2006. Tinggal di Yogyakarta sejak tahun 2004 sambil studi di jurusan Bahasa dan
Sastra Indonesia, Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 49


MASTERA

PUISI

Ada yang Lebih Tabah dari


Hujan Bulan Juni
Agus Noor
(Indonesia)

Ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni, ialah Ia jugalah yang menyelusup ke paru-parumu, tanpa
ia, yang terus mencintaimu, meski kau tak pernah sekali pun pernah kau menyadari, ketika kau mendadak
menyadari, dan selalu berjaga dalam kesedihan dan tersengal oleh entah apa, dan segalanya tiba-tiba saja
kebahagiaanmu menjadi terasa lega

Ialah yang menggeletar dalam doa-doamu, tanpa Ketika senja, ia yang lebih arif dari bulan Juni, tanpa
pernah kau menyadari, dan kau pun tentram karena pernah kau menyadari, meruapkan hangat ke dalam
merasa ada yang selalu menjagamu teh yang tengah kau nikmati pelan-pelan, hingga kau
merasakan sore begitu damai dan menentramkan
Tanpa pernah kau menyadari, ia diam-diam menjelma
bayanganmu, hingga bahkan pun dalam sunyi kau tak Ia jualah yang terus duduk di sampingmu, tanpa
lagi merasa sendiri. pernah kau menyadari, menemanimu dengan sabar
memandangi cahaya senja yang perlahan memudar,
Ia, yang sungguh lebih tabah dari hujan bulan Juni, dan kau bersyukur pada segala yang sebentar
selalu berbisik lembut di telingamu, meski kau tak
Dan ketika kau tidur, ia yang lebih arif dari bulan Juni,
pernah menyadari, dan seluruh kenanganmu menjadi
tak lelah berjaga: dihapusnya debu kecemasan yang
hangat dalam ingatan
berguguran dalam mimpimu
Saat kau terisak menahan tangis, ia yang lebih bijak dari
Ada yang jauh lebih tabah dari hujan bulan Juni, lebih
bulan Juni, merasuk ke dalam dadamu yang disesaki
bijak, dan lebih arif, tetapi kau tak pernah menyadari,
duka, hingga kau semakin memahami: betapa airmata
meski selalu ada di kesedihan dan kebahagiaanmu,
mencintai orang yang paling dicintainya dengan cara
karena ia tak henti-henti mencintaimu
menjatuhkan diri
2010

50 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Agus Noor lahir 26 Juni 1968 dan dibesarkan di Kecamatan Margasari, Kabupaten
Tegal. Berlatar belakang pendidikan Jurusan Teater, Institut Seni Indonesia (ISI),
Yogyakarta. Meskipun berlatar belakang pendidikan teater, ia aktif menulis. Dia
dikenal sebagai cerpenis, penulis prosa, dan naskah panggung dengan gaya parodi
yang terkadang satir. Monolog Matinya Toekang Kritik adalah salah satu karyanya yang
menertawakan keadaan Indonesia. Naskah ini, kemudian diusung sebagai program
Sentilan Sentilun yang ditayangkan oleh stasiun televisi Metro TV.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 51


MASTERA

CERPEN

Bukit Mawar
Yanusa Nugroho
(Indonesia)

Namanya Arjuna. Laki-laki, kurus, bujangan, 45 tahun-an. Ada yang memanggilnya ”Mas Ar”, ada juga
yang memanggilnya dengan ”Kang Juna”. Siapa yang benar? Kurasa dua-duanya benar, karena Arjuna
hanya tersenyum.

Ketika ada yang penasaran mengapa dia diberi sekolah, kemudian taman kanak-kanak, ngaji bersama,
nama Arjuna, laki-laki itu hanya tersenyum ramah. sampai kelas 3 sekolah dasar. Setelah itu, kami
Lalu, biasanya, dia akan melanjutkan dengan suaranya terpisahkan oleh nasib orangtua kami. Maksudku,
yang ragu dan sedikit gemetar bahwa itu pilihan aku terpaksa pindah ke Jakarta dan dia tetap di sana.
ibunya. Ibunya hanya penjual bunga di makam. Akan tetapi, nasib pula yang mempertemukan kami di
”Apa ibu sampean penggemar wayang?” ada saja tempat ini. Aku tinggal di dekat Bogor, dan ketika aku
yang bertanya begitu. dan istri iseng-iseng mencari tanaman untuk rumah
”Saya tidak tahu. Dan saya juga tidak tertarik untuk baru kami, aku dipertemukan dengan Arjuna.
bertanya,” jawabnya seperti biasa.
Begitulah, tanpa upacara, nyaris tanpa kata, aku
Arjuna juga tidak setampan yang dibayangkan bertemu dengan Arjuna, yang masih kurus, layu dan
banyak gadis; paling tidak itu yang dialaminya wajah berbopeng luka cacar. Namun sejak itu—dua
dulu ketika masih remaja. Wajahnya berkesan layu, tahun lalu—aku sering bertandang ke kediaman
apalagi dengan rambutnya yang lurus tipis dan selalu sekaligus kebunnya.
berantakan. Belum lagi ada beberapa bopeng bekas ***
cacar semasa bocah, maka Arjuna sangat jauh dari
Arjuna dan mawar memang tak terpisahkan.
bayangan kegantengan pemuda idola.
Maksudku, Arjuna adalah sahabatku, dan siapakah
Dia sahabat sepermainanku, sejak masa belum

52 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
mawar? Bukan siapa-siapa, karena memang bukan Sepulangku dari kediaman Arjuna, aku tak bisa
manusia, tetapi tanaman. Mawar kampung. tidur. Aneh, manusia satu itu. Kuperkirakan, dia bisa
mengantungi sedikitnya dua miliar; dengan luas dan
”Kenapa?” tanyaku, suatu kali.
posisi dekat jalan raya, dan dengan uang itu dia bisa
”Apanya yang kenapa?” jawabnya sambil membuat
wadah dari sabut kelapa dan pelepah pisang untuk membeli tanah yang lebih luas…lebih daripada cukup
bibit. Tangannya sangat terampil menciptakan wadah- kalau untuk menanam mawar kampung! Gila.
wadah sederhana itu. Tapi, entah mengapa, aku diserang rasa gelisah. Ada
”Mawar. Kenapa bukan Anthurium, atau Anggrek yang begitu murni, bodoh—mungkin—dan rasa cinta
Hitam, misalnya?” yang tulus, ketika dia mempertanyakan di mana akan
”Sudah pernah dan ketika anthurium merajai menanam mawarnya. Ah, jangan-jangan aku sudah
pasaran, aku bisa beli tanah ini, seluas ini,” ujarnya tertular penyakit gila yang dideritanya. Sangat tidak
datar saja, tetap berkonsentrasi pada pekerjaannya. masuk akal. Sangat bodoh.
Kupandangi tanah seluas seribu meter persegi di tepi
jalan itu. Ada patok-patok kayu. ***
”Mereka mau membangun mal,” ucapnya dingin.
”Maksudmu?”
Beberapa bulan berlalu, aku tidak main ke rumahnya.
”Mereka memaksaku untuk menjual tanah ini dan
Mungkin karena jengkel, mungkin juga karena merasa
membangun mal di atas lahan ini.”
berhadapan dengan orang sinting, aku tidak berminat
”Hmm… kalau harganya bagus, kenapa tidak
menemuinya. Tapi, mungkin juga karena aku memang
dilepas.”
ditelan kesibukan pekerjaan. Aku harus mengawasi
”Harganya bagus. Tapi aku tidak mau melepas.”
proyek, yang kadang-kadang membuatku berhari-hari
”Kenapa?”
di luar kota. Ketika pulang pun, aku hanya bisa bertemu
Dia diam, menarik nafas dalam-dalam dan dengan kesunyian rumah dan si Min, pembantu kami,
menghembuskannya dengan sedikit kesal. ”Lantas di
karena istriku pun ditelan kesibukan kantornya, dan
mana aku menanam mawar-mawarku?”
saat itu dia di Makassar.

*** ”Dua hari yang lalu, ada orang ke rumah, nyari


bapak…” ujar Min sambil membongkar tasku.
Aku diam, mencoba menikmati kehampaan yang
tiba-tiba menganga ini. Kusimak pembicaraan Min
dan aku tahu bahwa orang itu pastilah Arjuna. Apalagi
ketika kutanyakan apakah di wajahnya ada bekas
bopeng cacar dan Min mengiyakan sambil tertawa, aku
yakin, orang itu pasti Arjuna.
”Keberatan nama Pak, Arjuna, kok, nyekingkring.”
tambahnya sambil tertawa geli sendiri.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 53


MASTERA
”Ada pesan apa?” Siang itu di proyek, yang kurasakan adalah
”Ndak ada…dia cuma bilang, ’o, ya, sudah’…terus tusukan sepi yang luar biasa. Di kantin, ketika makan
pulang.” siang, mataku tertuju pada televisi yang menyiarkan
*** peristiwa. Ah, ini membuatku kian merasa terpuruk
menjadi manusia; apa sebetulnya yang ingin kucari?
Lama setelah itu, aku masih saja belum sempat
Protes, demo, penembakan oleh aparat, korupsi, artis
menemui Arjuna. Aku mau telepon, tapi seingatku, dia
dilecehkan, wartawan dan pelajar saling jotos, guru
tak pernah memberiku nomor HP. Manusia primitif
menggampar murid, murid membunuh guru…; coba
satu ini memang istimewa sekali.
sebut satu saja yang mampu memberikan harapan
Sementara itu persoalanku sendiri dengan Andin— hidup lebih baik.
istriku—muncul lagi. Persoalan yang sebetulnya sudah
Tapi, ketika seorang penyiar menyebut satu nama—
bisa diduga dan diurai dengan mudah, tapi, sekali lagi,
sambil sedikit tersenyum, aku seperti tersengat lebah.
emosi dan tenaga kami habis disedot pekerjaan. Siang
Arjuna jadi berita. Ah, pastilah kasus tanahnya. Ah,
dan malam hanyalah soal terang dan gelap belaka.
bagaimana dia? Kusimak berita, tapi tak kulihat si
Rumah berkamar tidur dengan pendingin udara,
Arjuna. Hanya ada massa yang kulihat mendukung
bahkan bukan sebuah kesejukan di rumah kami. Kami
Arjuna—di halaman Kantor Pengadilan Negeri.
adalah dua orang yang saling bermusuhan diam-diam
***
dan menyembunyikan diri di balik laptop atau BB,
untuk saling …entahlah. Aku bahkan kehilangan semua Entah mengapa, berita tv siang itu menggangguku;
kosakata, dan anehnya dia yang dulu terkenal bawel— paling tidak, telah berubah menjadi semacam isu di
dan itu yang membuatku jatuh cinta—kini lebih bisu antara kami. Sambil makan malam bersama kolega
daripada batu. bisnis properti dan beberapa investor, percakapan
tentang Arjuna menjadi bagian dari menu malam itu.
Aku sendiri sudah tidak tahu lagi, sudah berapa jauh
Aku tentu saja harus bersama Andin, yang sejak semula
jarak kehidupan cinta kami terentang. Sejak kapan hal
harus merasa bahagia bersamaku.
itu dimulai, kurasa dia pun tak punya jawaban. Yang
ada hanyalah kami harus punya foto perkawinan yang ”Andin, coba kalau kamu punya tanah seluas itu
bahagia, senyum manis tak terkira dan handai taulan, dengan harga jual yang sangat bagus—di atas NJOP
sanak saudara, kenalan, relasi, bos menganggap kami di wilayah itu—kamu bertahan?” ucap bosku sambil
manusia bahagia yang patut dijadikan contoh. menyuapkan potongan steik ke mulutnya.
Beruntunglah Arjuna, barangkali dia tidak
Andin hanya tersenyum saja, menjawab tanpa
menemukan neraka itu di rumahnya, karena dia hanya
jawaban. Sempat kulirik senyumnya. Masih senyum
mengikatkan diri pada mawarnya.
yang dulu kukenali dan kusukai. Sesaat kemudian
pandangan kami bertemu di suatu sudut yang dulu
***
pernah kami singgahi; sudut kecil saja di kenanganku—
paling tidak.

54 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
”Kalau saya, maaf, tanah itu tidak akan saya jual…” Sejak peristiwa makan malam itu, aku jadi makin
entah mengapa, aku tiba-tiba seperti didorong oleh kehilangan kegembiraan bekerja. Semua perhatianku,
tenaga aneh, meloncat begitu saja dari mulutku. bahkan mimpiku, tersedot pada Arjuna dan mawarnya.
Meja makan seperti tersiram es. Aku tahu, tak Dan entah mengapa, di mata bosku, aku seperti duri
seorang pun boleh membantah ucapan bosku, karena dalam daging. Kusadari semuanya tanpa perasaan
dia adalah bos. apa-apa. Kuterima semua penilaian atas dedikasiku
selama ini, dari bosku, dengan jiwa kosong. Aneh juga
”Mmm…bukan itu jawaban yang aku harapkan,
rasanya, tapi itulah yang kualami. Termasuk ketika bos
apalagi dari kamu. Tapi, …mm…tolong, buat aku
menawariku posisi lain di salah satu perusahaannya
bisa memahami ’kebodohan’ yang…” dia menebar
yang lain—untuk menghilangkan ’duri’ yang ada di
pandangan kemudian tertawa, diikuti orang semeja.
’daging’-nya, aku menolak dengan halus. Aku memilih
Kulihat Andin salah tingkah.
duduk di samping Arjuna yang tenang membuat
”Mmm…(aku menelan ludah)…maksud saya, saya
wadah-wadah sederhana dari tapas kelapa dan pelepah
paham pada apa yang dilakukan Arjuna…”
pisang.
”Ooo, jadi kamu kenal juga dengan si Arjuna?” sela
***
bosku, yang melanjutkannya dengan gelak tawa.
”Mmm…ya, Pak. Dia sahabat sepermainan…” Itulah yang kulakukan. Dan ketika aku sampai
”Maaf…bilang sama Arjuna, dia boleh saja menikmati di rumah Arjuna, aku dibuat terperangah. Rupanya,
kemenangannya kali ini. Tapi itu tidak lama…” selama ini, ketika proses pengadilan berlangsung,
pihak ’pembeli’ bahkan sudah membangun bangunan,
Di perjalanan pulang, aku membisu. Andin membeku.
memang belum finishing, tapi bangunan itu sudah
Entah mengapa, aku merasa tiba-tiba menjadi ancaman
berdiri. Ya, Tuhan, sudah berapa lama aku tidak
bagi Arjuna. Entah mengapa, tiba-tiba Andin membuka
berhubungan dengan Arjuna?
pembicaraan yang membuatku merasa kian bodoh.
Bermula dari celaannya tentang mengapa aku tiba- Dan bangunan itu, oleh Arjuna sengaja tidak dihan-
tiba berkomentar tentang pertanyaan yang bahkan curkan. Orang gila satu ini memang selalu aneh-aneh.
bukan untukku, sampai sebuah hubungan antara Dia bahkan menggali tanah di sekeliling bangunan
kantorku dengan Arjuna yang selama ini sama sekali belum jadi itu dan menguruk seluruh bangunan itu
tak kusadari. hingga menjelma bukit. Bukit tanah merah yang
”Makanya, jangan asyik sendiri. Jelas sekali, siapa dikelilingi parit dalam.
pun tahu kalau kantormu itu gurita dengan sejuta
Kusaksikan orang-orang kampung yang mendukung
tentakel. Terus mau apa? Demi Arjuna dan mawarnya
tindakan Arjuna di pengadilan sibuk melakukan ini-itu.
itu, kamu mau apa?”
Kami duduk di tanah menatap ’bukit’ yang baru lahir
Aku diam. Aku hanya ingin sampai di rumah. itu.
”Apa yang akan kamu lakukan dengan bukit ini?”
***

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 55


MASTERA
”Bayangkan, Tom. Ini nanti akan jadi bukit mawar. Aku suka ini. Aku gembira ada yang bisa memutus
Seluruhnya aku tanami mawar kampung.” rantai kebekuan. Dan aku bangga, kau pun melakukan
”Seluruhnya?” dan kudengar Arjuna tertawa itu.” Ucapnya dengan wajahnya, yang—ah, kenapa jadi
bahagia. Kemudian dia menyambung bahwa parit cantik sekali?
yang lebar dan panjang mengelilingi bukit ini akan jadi ”Aku tidak melakukan apa-apa…”
lahan pemancingan, yang mengurusi nanti adalah– ”Kau keluar dari gurita raksasa, itu adalah sebuah
dia menyebutkan beberapa nama yang kuduga orang perbuatan gila, sinting, tapi benar. Dan…aku bangga
kampung situ. bahwa aku masih punya seseorang yang mau berbuat
benar.”
Sambil membayangkan di sana-sini muncul warung
”Meskipun gila?” godaku.
makan kecil, dan orang-orang makan ikan bakar, atau
”Plus sinting dan nekat,” tambahnya diikuti gelak
sekadar minum kopi, mereka menikmati ”keajaiban
tawa.
dunia”: bukit mawar. Arjuna bukan hanya membangun
keajaiban, bukan juga membangun mimpi, tetapi ***
harapan bagi orang banyak. Aku jadi kian merasa tak
Setelah dia jelaskan apa yang akan dilaku-
ada apa-apanya berhadapan dengan anak janda
kannya dengan bukit itu, dia
penjual bunga di makam ini.
pun merangkak memanjat
”Terima kasih, kamu mau datang,” bukitnya. Di tangan kanan-
ucapnya dengan senyum mawarnya. nya tergenggam sebatang
”mmm…ngajak mbak Andin, ya…” mawar. Sebuah ritual
Andin menyusulku? Dan kulihat Andin pun dimulai.
gembira, gelak tawanya lepas, seperti murai
yang berkicau di pagi hari, dia pun mengoceh dan
mengoceh. Aku terkunci dalam kebingunganku sendiri.

Yanusa Nugroho lahir di Surabaya tanggal 2 Januari 1960. Sejak kecil ia gemar membaca,
terutama cerita wayang. Masa kecilnya di Surabaya dijalani sampai tahun 1969, ketika
kesenian tradisional, seperti ludruk, ketoprak, wayang wong, dan wayang kulit, tumbuh subur
di Surabaya. Pendidikan dasarnya diawali di SD YMCA Surabaya, tetapi ia menamatkannya di
SD Methodist II Palembang (1974). Sekolah menengah pertamanya di SMP Negeri I Sidoarjo,
Jawa Timur (1977). Pendidikan SMA dilanjutkan di SMAN 43, Jakarta Selatan (1981). Setelah
lulus, ia melanjutkan kuliah di IPB, Bogor, tetapi drop out pada tahun 1983. Yanusa kemudian
pindah ke Jakarta mendaftar kuliah menjadi mahasiswa di Fakultas Sastra UI, jurusan Sastra Indonesia. Ia dapat
menamatkan kuliahnya dan diwisuda sebagai sarjana sastra pada tahun 1989.

56 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

CERPEN

Pusaka Ayahanda
Samsudin Ahmad
(Malaysia)

K
utatap lagi anugerah daripada ayahanda yang masih terbaring
di atas kedua-dua telapak tanganku. Hulu alis kepalanya di
telapak tangan kiri, manakal taju atau hujung matanya di
telapak tangan kanan. Kutatang warisan ayahanda ini dengan
penuh titipan rasa kasih dan sayang.

Dahulunya semasa ayahanda menganugerahkan pemberian ini, tidak pernah


timbul secubit rasa kasih dan sayang dalam benakku. Rasaku, anugerah ini sebagai
satu pemberian yang terlalu bersahaja. Besi lama, buat apa disimpan? Kalau
disimpan berkaratlah dia. Itulah kalimatku kepada ibu, tetapi untuk mengambil
hati ibu, aku tetap juga tersenyum. Berpura-pura menzahirkan kegembiraan.
Namun begitu, dalam hati kecilku tetap juga tertanya-tanya, mengapakah
ayahanda tidak menganugerahkan beberapa keping tanah pusaka milik ibu
kepadaku? Kenapa semua itu diberikan kepada saudaraku yang lain?

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 57


MASTERA
Rahman, adik tengahku men- bongsuku bangun, beberapa tapak dia benar-benar gembira dalam
dapat ladang getah dan kelapa dia melangkah ke depan, tepat meng- situasi begini? Atau hanya berpura-
sawit. Hashim, adikku yang bongsu hadap ke mukaku. Dengan matanya pura gembira? Atau, dia tersenyum
diberikan tanah lombong bijih dan yang agak kecil, dipicingkan, ber- gembira atas kebodohan aku?
segala lombong yang lain, hasil sinar tajam merenung ke dalam Alangkah sukarnya untuk mentafsir
peninggalan nenek moyang kami anak mataku. “Bang Deen, kau perasaan manusia.
juga. Namun begitu, aku sebagai jangan biadab berbicara! Seluruh Kemudian kulihat ibu mengang-
anaknya yang sulung, hanya dianu- keturunan kita orang timur, tidak kat kedua-dua belah tangannya me-
gerahkan dengan sebilah keris yang pernah bersikap begini di hadapan minta kami diam. “Ibu tidak boleh
mata, sarung, dan hulunya sudah ibu.” Jari telunjuknya diacukan ke berbuat apa-apa lagi. Ini adalah
sebam dimamah zaman. mukaku, seolah-olah memberikan kehendak daripada Almarhum
“Ibu, saya ingin berkata,” kataku amaran. ayahanda kamu, melalui wasiat
ketika semua keluarga berkumpul Aku menjadi agak bimbang yang dititipkan melalui peguamnya.”
atas jemputan ibu, untuk menyata- dengan sikap adikku ini. Adik Ruang tamu rumah ibu sepi. Tiada
kan wasiat ayahanda kepada kami. tengahku, Rahman hanya terdiam siapa yang berani bersuara. Masing-
“Pada pendapat dan perasaan ibu, memerhati antara kami bertiga, masing menanti ucapan ibu selan-
adakah pembahagian warisan ini sekejap direnungnya ke muka ibu, jutnya, tetapi ibu tiba-tiba juga
adil?” Semua yang hadir terdiam. sekejap kemukaku, dan kini dia terdiam. Ruang itu diserkap kehe-
Yang terdengar hanya satu keluhan merenung adik bongsu kami, ningan, bagai ada malaikat yang
nafas ibu yang dalam. ‘Apakah Hashim. Dia mengeluarkan sehelai turun. Akhirnya aku memecah ke-
makna keluhan itu?’ Keluhan yang tuala kecil dari belakang saku heningan kamar.
dilepaskan bersama-sama perasaan celana dan mengesat peluh yang “Ibu bolehkah saya melihat surat
yang terpendam. Alangkah sukar- memercik di dahi walaupun kami guaman itu?”
nya untuk mentafsir perasaan berada dalam kamar berhawa Masih ada di tangan peguam
manusia. Adakah ibu terlalu dingin. Antara kami bertiga, dia ayahanda kamu.”
gembira atau terlalu dukacita atas sahaja yang berkulit hitam, lebih Aku bungkam. Kamu semua
anugerah ini? detik hatiku cemas hitam daripada kulitku. Rambutnya menipu aku. Ayahandaku tidak
melihat reaksi ibu demikian. “Aku kerinting halus, tetapi berhidung mungkin sebegini kejam. Ini tidak
sekadar ingin tahu pemikiran dan agak mancung. Salah satu sikap lain daripada komplot kamu
perasaan ibu sahaja,” sambungku yang aku tidak suka tentangnya, berdua. Kurenung lagi muka
lagi. Aku sempat menjeling ke arah dia sering menggelabah apabila kedua-dua adikku. Adik bongsuku,
ibu yang duduk di hadapanku berhadapan dengan situasi tegang. Hashim, berkulit cerah, tanpa
sambil memeluk tubuh. Namun dalam keadaan begini, jambang dan tanpa misai seperti
Aku pun sudah lupa tarikh kulihat dia tetap tersenyum lebar. Rahman. Kelihatan muka Hashim
sebenar pertemuan itu, tetapi aku Pun amat sukar bagiku untuk menjadi lebih merah daripada
masih ingat benar, ketika adik mentafsir senyumannya. Adakah biasa. Marahkah dia kepadaku?

58 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
“Ibu akan adakan suatu majlis jika dibandingkan dengan tanah dapat dilihat. Adik-adikku yang lain
jamuan makan, untuk menguar- lombong yang diwarisi oleh adik tidak dikhabarkan langsung tentang
uarkan pembahagian harta pusaka bongsuku, Hashim yang berambut pertemuan ini. Kalau mereka tahu
ayahanda kepada semua kaum lurus dan kacak pada mata manusia, pun, tidak mengapa. Mereka tidak
keluarga kita dan sahabat handai apatah lagi pada mata seorang akan hadir kerana mereka tidak
ayahanda yang terdekat.” wanita. Kulitnya putih kuning. dijemput. Para wartawan sama ada
Semua diam. Sepi kembali Rambutnya lembut lurus bersinar. yang manis mulutnya, apatah lagi
menguasai ruang. Kalau ada benda Sebagai anak bongsu dalam keluar- yang becok dan celupar, diharamkan
jatuh, walau jarum sekali pun, pasti ga, dia sangat kami manjakan. Apa- langsung daripada menghidu per-
dapat didengar oleh semua yang apa sahaja yang dikehendakinya, temuan itu. Ertinya, esok tidak
orang yang hadir. “Para wartawan, selalu diturutkan oleh ayahanda. ada akhbar yang akan membuat
sama ada yang sebulu atau tidak Kami sering memanggil nama laporan tentang pertemuan antara
dengan kita, semuanya ibu akan timang-timangannya, “Adik Chin”. aku dengan ibu.
ibu jemput,” katanya sambil “Ayahanda tidak adil kepada “Saya tetap menyatakan bahwa
menggambarkan perasaan hati saya, ibu. Apa lebihnya adik Chin ketidakadilan ini berpunca dari-
melalui senyuman. dan adik Rahman daripada saya?” pada ibu sendiri.” Aku melihat ibu
“Bila Ibu?” Rahman adik Ibu tetap mendiamkan diri. Di yang sedang menyandar santai di
tengahku bertanya dengan spontan. jendela, aku berdiri menatap langit. sofa, tiba-tiba kepalanya tersentak
“Kamu semua tunggulah surat Tidak ada secalit awan di dada langit ke belakang apabila mendengar
jemputan daripada ibu. Ibu harap yang biru. “Ibu lihat adik Man, dia kalimatku tadi. Matanya yang di-
tidak ada antara kamu yang tidak mendapat ladang getah dan ladang palit dengan maskara menjadi bulat
dapat hadir, waima sakit sekalipun.” kelapa sawit. Adik Chin, mendapat merenungku. Aku terus menyam-
Pemikiranku memutuskan, kata- tanah lombong yang mengandungi bung kalimat. Apa-apa pemikiran
kata ibu itu amat tegas dan mengan- segala khazanah bumi yang ber- ibu aku tidak peduli. “Saya
cam. Benarkah ibu mengancamku harga. Saya? Saya hanya diberi tahu semua harta yang dimiliki
atas ketidakpuasan hatiku? Tidak sebilah keris yang sudah sebam ayahanda, adalah harta daripada
mungkin, aku kenal siapa ibuku. matanya.” Ibu tetap juga mendiam- keturunan sebelah ibu. Ibu telah
Bukankah manusia boleh berubah kan diri, seolah-olah memberikan mengubah semua kekayaan untuk
hati dalam masa yang singkat? peluang kepadaku untuk menyata- ditadbir ayahanda, saya tahu.
Celaka betul adik-adikku. kan pendapat dan meluahkan ke- Malangnya ayahanda seorang yang
Kubuka daun jendela kamar tidakpuasan hati. gelap penglihatan. Oleh itu...”
luas-luas, bagai kubuka pemikiran Pertemuan itu merupakan per- Aku terdiam apabila ibu cepat
sendiri. Angin kering bulan Desem- temuan sulit dan tertutup antara menyambung dengan suara yang
ber menerpa masuk bersama-sama aku dengan ibu, sebelum ibu meng- agak meninggi. “Lebih baik anakan-
habuk dan debu dari jalan raya. hantar surat jemputan. Manalah da Syaifuddeen tidak berbahasa
Apalah ada pada sebilah keris tahu, kalau-kalau wasiat ayahanda sedemikian terhadap ayahanda.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 59


MASTERA
Ayahanda seorang yang dihormati enam jengkal. Aku membuka balu- “Pak Pandai,” kataku. Dia meng-
dan disegani masyarakat, tetapi di tan kain itu dengan cermat dan angkat muka daripada merenung
mata anaknya...” Ibu mengangkat kuserahkan kepadanya. mata keris, lalu melihat ke mukaku.
bahu. Dia berhenti bercakap. Dia Dia memegang hulu keris itu, “Saya minta digilap kembali sarung
menutup mulutnya dengan telapak membelek-belek dan menjentik- dan hulunya, biar berkilat dan ber-
tangan kanannya. Dia tidak berani jentik sarungnya yang sudah kusam. sinar, menyilau mata.” Aku mere-
menyerkap perasaanku. Mana ada Kemudian dia mencabut mata keris nung mukanya meminta kepastian.
orang yang tahu perasaan dan itu, Shringggg...terdengar bunyi “Itu mudah saja, Nak Deen
pemikiran orang lain, kecuali me- mata keris itu dicabut daripada sendiri yang buat. Nak Deen boleh
nerka dengan hanya berdasarkan sarungnya dengan kuat. “Wah!” Dia tinggal di sini beberapa lama yang
kepada riak air muka yang tenang, berseru dan aku terdengar cicipan Nak Deen suka untuk menggilap
masakan ada buaya. Ibu kubiarkan daripada mulutnya: Cip! Cip! Cip! keris itu.”
diam melongo di situ bersama- Bagai cicak kempunan di siling Di luar bengkel Pandai Keris
sama kesimpulan yang kubuat. rumah, sambil dia menggeleng. itu, matahari panas membahang.
“Adik-adik saya mewarisi kekayaan “Seumur hidup, belum pernah Mujurlah di keliling bengkel itu
ibu dan saya mewarisi kegelapan pak cik melihat keris yang sebegini terdapat pokok rimbun sebagai
pemikiran ayahanda.” rupa. Sebilah keris yang sangat peneduh dan penyerap haba mata-
Sejak dari itu aku berjalan ke sempurna buatannya.” Aku hanya hari. “Nah, pertama sekali cuci dulu
seluruh pelosok dan daerah mencari terdiam mendengar Pandai Keris matanya dengan air ini.” Dia mele-
tukang yang pandai menggilap itu membuat penilaiannya sendiri takkan setimba kecil air di hadapan-
mata, hulu dan sarung keris. Mata terhadap pusaka anugerah dari- ku. “Guna berus ini dan bilas dengan
keris ini perlu digilap. Kalau ada pada ayahanda. kain itu. Gosok perlahan-lahan.
orang berkhabar, ada ahlinya di Dia menimang-nimang berat Ingat, itu berus tembaga, buat
utara, aku akan ke utara. Kalau ada keris itu di tangan kanannya, “Sem- dengan cermat.”
orang yang berkhabar ada ahlinya purna betul antara berat dengan Aku mencapai berus lalu
di Barat, aku akan ke Barat. Setelah ringannya.” Dengan kedua-dua belah menurut semua arahannya. Debu
puas bertanya sana sini, akhirnya tangannya, dia menggunakan ibu kecil yang melekat di permukaan
aku dipertemukan dengan seorang jari telunjuk untuk membilang lok sarung dan hulu, sejak dahulu kala
tukang yang dikenali di seluruh pada mata keris itu. “Satu, dua, tiga, telah menjadi daki yang kental.
daerah itu dengan gelaran “Pandai ... sebelas. Sebelas. Wah, hebat betul! Habuk kecil berterbangan dari
Keris”. Satu, jadi sa. Sa .. tambah .. sa, jadi berus yang kugosok lalu melekat
“Mana keris tu? Bawa pakcik sebelas. Anak di rumah ibu, pulang di jari dan seluruh tanganku.
tengok.” Aku mengeluarkan harta ke rumah satu.” Entahlah adakah Akhirnya, aku tahu air rendaman
pusaka wasiat ayahandaku yang dia benar-benar teruja atau sengaja dan basuhan mata keris itu, hasil
terbalut dengan sehelai kain kuning, hendak memuji-muji. Aku tidak daripada campuran air kelapa
selebar lima jari dan panjangnya tahu dan tidak peduli semua itu. muda, seketul arang, campuran

60 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
nasi sejuk kering, dan kulit sintuk. muka, membawa bahang panas hidup. Ni di sini.” Dia meletakkan
Lepas kugosok dan kurendam musim kemarau. Aku membelek- ibu jari kanannya, di tengah-tengah
mata keris itu, aku sendiri pun belek hulu daun peroi itu. Begitulah mata keris, di bawah sampir, hampir
sudah lupa entah berapa lama nama yang pernah kudengar dan dengan putingnya. “Di sini nadi me-
mata keris itu kugosok, akhirnya, disebut oleh almarhum ayahanda ngalir bersama-sama mata lelanya.
wah! Sinar matanya menundukkan dulu. Warnanya hitam bersinar Kau lihat ekor lipas pada sampirnya,
sesiapa sahaja yang memandang. kebiru-biruan, menyilau mata. “Nak dilarik dengan duri kepala udang.
Bercahaya dengan pancawarna Deen lihat, hulunya berbentuk jawa Lekuk dan lorek aringnya bagai
pelbagai logam. Aku termenung demam dengan tangannya kian alunan gelombang di laut. Memang
panjang. Daripada siapa Pak Pandai rapat ke rusuk kiri, kepalanya juga benar, urat pembunuh darah pem-
ini belajar? Rupa-rupanya ada ilmu sedikit miring ke kiri, menjadikan buatnya mengalir ke jari dan sebati
yang tersembunyi tetapi tidak jawa demam ini seolah-olah sedang bersama-sama mata keris ini.”
diselongkar. khusyuk bersolat, atau sedang tidur Kemudian dia mengangkat mata
Aku tidak dapat pastikan berapa nyenyak dalam lahadnya.” Daripada keris ke hadapan mukanya, sambil
lama aku berada di rumah Pandai pengetahuanku, pembuat keris ini memutar dia melihat ke sisi kiri
Keris itu. Yang pastinya, aku telah tidak memilih motif haiwan seperti dan ke sisi kanan. Kemudian pada
menjadi penggilap yang mahir pekaka dan serindit, apatah lagi mata hadapan dan mata belakang
menggilap dan menggosok hulu dan harimau atau naga. Pembuatnya keris mata melela itu. Kemudian,
sarung keris itu hingga kelihatan memilih objek manusia sedang Pandai Keris itu menggaris-garis
bersinar, berkilau-kilauan hingga kiam seperti dalam solatnya mata melela dengan belakang kuku
memukau penglihatan. ataupun dalam kuburnya. Darah, ibu jarinya. Suatu bunyi gemersik
“Kau lihat sampir dan simpai idea dan pemikiran dalam tubuh nyaring keluar dripada geseran
di lawinya, kilat bersinar bagai pembuatnya mengalir dan beralur antara besi dengan kuku. “Kau
lazuardi. Aku yakin pendongkok ini dalam urat kayu dan aring besinya, dengar Nak Deen? Bunyi yang
daripada besi kuning yang keras. sebagai simbol pernyataan sikap keluar daripada besi pamor. Tentu
Dan, penduk ini pula daripada terhadap maruah dalam kehidupan tuangan daripada campuran pel-
teras asam jawa yang benar-benar dan kematian seseorang. Itulah bagai besi untuk menyaringkan lagi
tua. “Kau kenal pokok asam?” Aku yang akau rasakan apabila melihat bisa mata melela ini.”
menggeleng walaupun aku kenal pusaka anugerah ayahanda ini. Kian Kemudian Pandai Keris mende-
benar pokok asam jawa. “Daunnya lama kurenung, semakin senada katkan mata keris itu ke telinga,
kecil, dan rantingnya liat bagai ombak jiwaku dengan lenggok lok betul-betul ditembak pada telinga
dedalu. Buahnya masam, tapi matanya. Aku semakin teruja akan kanannya. Matanya melilau ke kiri
kalau tak ada asam, mana datang anugerah ayahandaku ini. dan melilau ke kanan, seolah-
enaknya.” “Nak Deen lihat mata melela olah mengamati betul-betul bunyi
Sesekali angin kering bulan pada tubuhnya, saya nampak jalur- yang terdengar. Aku sendiri tidak
Desember menerpa menampar jalur pamor pada tubuh ini bagai pernah terfikir untuk mengukur

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 61


MASTERA
sedemikian rupa, lalu bertanya, Nampak betul gemarnya terhadap tidak menjawab, seolah-olah tidak
“Apakah yang Pak Pandai dengar?” kerja.” Aku hanya terdiam berfikir. mendengar. Aku ulang lebih kuat.
Dia tidak menjawab, hanya Tidak dapat kunafikan bahawa Adik “Pak Pandai dengar apa?”
mengangguk-anggukkan kepala. Chinku memang rajin orangnya. “Nah, kamu dengar sendiri!”
Selepas itu dia mengamati apa-apa Pun begitu juga dengan Adik Sambil menyerahkan daun peroi
yang tertanggap di lubang telinga. Rahman, kadang-kadang bumi pun kepadaku. Kuperbuat sepertinya.
Kulihat sesekali dia menjauhkan belum nampak terang dia sudah Aku pendapkan mata keris itu ke
dan menekupkan semula mata mengayun langkah ke ladang. telingaku. Mata kupejamkan rapat-
keris itu ke cuping telinganya. Apa- Waktu makan tengah hari pun dia rapat untuk mengamati betul-
kah yang dia dengar? Perasaan jarang-jarang pulang sering makan betul apakah bunyi yang terhasil.
ingin tahuku menyerbu mendadak. di ladang. Apa-apa yang ada, dia Matanya kujauhkan daripada
Kenapakah ayahanda mewasiat- tak kisah sangat, asalkan kenyang. telinga, kemudian kudekatkan
kan sebilah keris bermata sebam Sebaliknya, aku yang sering berbin- kembali.
kepadaku? Pun menjadi satu misteri cang dengan ayahanda tentang
yang masih sukar untuk kutafsirkan. kehidupan, tentang agama, tentang
Kata ibu, “Ayahandamu seorang wang, tentang kesihatan dan
yang tajama pengamatannya. Ibu pelbagai cerita nostalgia kami,
selalu mendengar ayahandamu hanya diwasiatkan dengan sebilah
sering memuji sikap adik Hashim keris? Alangkah tidak adilnya
yang seawal pagi dia sudah turun ke ayahanda.
lombong dan pulangnya bersama- “Apakah yang Pak Pandai
sama bulan yang memanjat. dengar tadi?” Dia memandangku

Samsudin Ahmad kini tinggal di Gerik, Perak. Bekas guru ini pernah memenangi
Hadiah Sastera Perdana Malaysia bagi cerpen eceran “Pusaka Ayahanda” yang tersiar
dalam Dewan Sastera Februari 2013.

62 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

PUISI

Tigris
Rosli K. Matari
(Malaysia)

I Ini Tigris,
Sejarah yang mengalir dari sini
sejak dulu, akhirnya menetes
menjadi darah, tiada titik henti.

Ke mana pun sungai sejarah ini


bercabang,
walau ke masa depan yang
panjang
pinggirnya akan melonggokkan
kerangka,
juga air mata.

Masa depan?
Jangan kautanyakan.
Selalu, jarang ada di sini
seperti bayang diseret matahari
hanya sebentar,
tidak akan kekal.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 63


MASTERA

Jangan kautanya,
mengapa?
Semaklah sejarah sejak purba,
semuanya akan menyala
membakar
atau dibakar.

Sejaka Hamurabai,
Babilon pun berkecai.

Di sini, tembok dan kota sejarah


mudah pecah.

Tinggal lagi
sama ada menjadi
api,
darah, air mata
kerangka,
atau sekali gus, semuanya.

Rosli K. Matari, antara penyair terpenting dari angkatan 80-an di Malaysia. Dilahirkan pada
5 April 1961 di Kubang Kerian, Kota Bharu, Kelantan. Memenangi Hadiah Sastera Malaysia pada
tahun 1988/1989, hadiah utama dalam Hadiah Sastera Utusan Melayu – Public Bank 1990, 1991,
1992, 1993, serta hadiah penghargaan 1995, Hadiah Sastera Perdana Malaysia 1996/1997,
hadiah penghargaan dalam Hadiah Sastera Kumpulan Utusan – Exxon Mobil 2011, Hadiah Sastera
Perdana Malaysia 2010/2011 dan Penghargaan Karyawan Kelantan 2013. Nun Bulan (2011) adalah satu-satunya
kumpulan puisi persendirian beliau yang diterbitkan sehingga kini.

64 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

PUISI

Perkebunan Budaya Melayu

Basri Abdillah
(Malaysia)

Y
Yang kukuh tumbuh
di kebun budaya
adalah pohon-pohon bahasa
dahan menunjang wacana
ranting mengimbang neraca bicara
daun melampirkan kalam aksara
perdu menjunjung jati bangsa
akar melingkar meniti wahana
menjambatani perkebunan budaya mancanegara
mengikat erat kerabat dekat serantau se-Nusantara.

Yang menguntum harum


di kebun budaya
adalah mekar wangi bunga-bunga sastera
warna beraneka merapi estetika
kelopak bijak menepis prasangka
debunga semerbak memberikan risalah benar nyata
stigma akur menerima kejujuran dicipta.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 65


MASTERA

Yang masak meranum


di kebun budaya
adalah buah ilmu tamadun bangsa
yang indah nian pada kulitnya
yang nyaman kian pada isinya
dengan aroma yang dinamika
dengan aura yang mempesona.

Yang bercambah mewah


di kebun budaya
adalah pucuk-pucuk seni bangsa
serat bersirat berabad menjadi pusaka
turun-temurun berkurun menjadi harta
kekal tekal berjejal menjadi warisan nusa.

Basri Abdillah lahir di Miri, Sarawak pada tahun 1962. Bersekolah sehingga Tingkatan 6
Atas dan lulus High School Certiicate (HSC) di Kolej Tun Datuk Patinggi Tuanku Haji Bujang, Miri.
Kemudian meneruskan pengajian Ijazah Sarjana Muda dalam jurusan drama/teater dan lulus
Kepujian Cemerlang Kelas Pertama dari Universiti Malaya, Kuala Lumpur.

66 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

ESAI

Di Antara Ini Nasi yang Kusuap


dan Air Yang Kuminum

Anuar Othman
(Singapura)

E
SEI ini akan membicarakan unsur keterpengaruhan dalam bidang
kesusasteraan bandingan dengan membandingkan dua buah
sajak, Ini Nasi yang Kusuap (Masuri S.N.) dan Air yang Kuminum
(Anwar Ridhwan).
Sajak Ini Nasi yang Kusuap ditulis oleh Allahyarham Masuri S.N. (11 Jun
1927 – 6 Disember 2005), di antara tahun 1957 dengan 1960 (Puisi-puisi
Pilhan Masuri S.N., 1989) sementara sajak Air yang Kuminum oleh Sasterawan
Negara Malaysia, Anwar Ridhwan (lahir 5 Ogos 1949) terbit dalam Dewan
Sastera, Oktober 2009). Sajak ini meraih Hadiah Sastera Perdana Malaysia
2010. Masuri S.N. dan Anwar Ridhwan menyertai International Writing
Program di University Iowa, Amerika Serikat pada 1986. Mereka berkongsi
satu unit asrama.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 67


MASTERA
Banyak tulisan/esei terhasil penting untuk menjernihkan se- Tenang berisi tunduk menatap.
daripada sajak Masuri S.N. Ada berapa jauh keaslian sesuatu karya
orang berpendapat Masuri S. N. sastera, atau seberapa jauh penga- Petikan sajak Air yang Kuminum
terpengaruh dengan sajak This ruh sesuatu karya yang satu ter- Air yang kuminum pemuas dahaga
Bread I Break karya Dylan Thomas hadap karya lainnya.. di tengah gurun kontang berwarna

(27 Oktober–9-November 1953). Beliau menambah bahawa peng- kelabu


beribu batu jauhnyadipisahkan
Sajak ini terbit pada 1937. aruh atau keterpengaruhan meru-
dataran, bukit dan pergunungan
Menurut Mana Sikana (2011) pakan satu skop yang telah diutama-
lebih seribu empat ratus
Masuri S.N. yang pada awalnya ter- kan pada kajian sastera bandingan
tahun usianya.
kenal dengan nada patriotik dan Eropah di abad pertumbuhannya.
melankolik, kemudian berubah Mereka mengkaji pengaruh-
This Bread I Break
optimistik, pertengahannya bersifat pengaruh sejarah, bahasa, budaya,
This bread I break was once the oat,
kritis, dan akhirnya terasa melo- politik dan pendidikan di kalangan This wine upon a foreign tree
dramatik. negara mereka dalam bentuk dua Plunged in its fruit;
Sementara itu Dharmawijaya hala, mempengaruhi dan dipenga- Man in the day or wind at night
(1989) beranggapan bahawa ruhi. Begitu juga pengaruh tradisi Laid the crops low, broke the
Masuri S.N. dengan sajak-sajaknya lisan terhadap tradisi tulisan grape’s joy.
tidaklah memaksa pembaca mene- masing-masing bangsa dan negara.
rima setiap pernyataan pemikiran- H.B. Jassin pula (1975) ber- Penulis sengaja memetik seba-
nya secara pasif. Tetapi (Masuri S.N.) pendapat pengaruh ialah upaya hagian sajak This Bread I Break
telah menyediakan kesempatan atau daya pada sebuah benda untuk membuktikan bahawa tiada
yang luas kepada pembaca untuk atau keadaan yang lain sama ada sastera karya yang tercipta dari-
menilai dan mentafsir kebenaran- disedari mahupun tidak disedari pada kekosongan atau vakum.

nya. Dengan kesempatan ini akan pengarang itu sendiri. Tiada karya sastera yang benar-
benar asli atau original. Unsur
menjadikan manusia lebih dapat Jika kita ingin mengetahui
keterpengaruhan memainkan pera-
mengenal serta memahami hakikat masalah bentuk dan keberkesanan
nan. Sejauh mana unsur ini terlihat
kehidupan diri dan persekitrannya pengaruh seseorang pengarang ke
pada karya ciptaan kedua-dua, ber-
secara terbuka tetapi berlandaskan atas pengarang lain, kita harus
gantung kepada pembacaan dan
kebijaksanaan dan kejujuran. melihat keperibadian pengarang itu
penghayatan sasterawan terhadap
Tokoh kesusasteraan bandingan, serta karya dari pelbagai perspektif.
karya sumber. Masuri S.N. mungkin
Sahlan Mohd. Saman (2011) menya- terpengaruh dengan sajak This
takan bahawa kajian pengaruh ter- Petikan sajak Nasi yang Kusuap Bread I Break Dylan Thomas
hadap karya sastera adalah satu Ini nasi yang kusuap sementara Anwar Ridhwan terpe-
daripada studi sastera bandingan. Pernah sekali menjadi padi harap, ngaruh dengan sajak Ini Nasi yang
Selain plagiarisme, saduran dan Melintuk dipuput angin pokoknya Kusuap Masuri S.N. Maka lahirlah
terjemahan, kajian pengaruh sangat kerap sajak Air yang Kuminum.

68 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Esei ini bukan bertujuan untuk dan pergunungan/lebih seribu kerana itulah yang kita (orang
menilai ketiga-tiga sajak ini. Taraf empat ratus tahun usianya. Timur) makan setiap hari. Anwar
nilai adalah subjektif. Ia sekadar Sudah pastinya, penerungan Ridhwan pula memilih air, bukan
ingin menunjukkan bahawa tidak- Anwar Ridhwan di dalam mencipta sebarang air. Implikasinya bukan
lah “berdosa” dalam penciptaan sajak ini, terasa lama dan men- sekadar menghilangkan dahaga
karya yang ada unsur keterpenga- dalam daripada Masuri S.N. dalam tetapi ada unsur keagamaan dan
ruhan kerana di sinlah berlakunya mencipta sajak Ini Nasi yang keinsafan.
interteks. Kusuap. Anwar Ridhwan tidak Setiap karya ini mewakili zaman-
Sajak Masuri S.N. berfokus membicarakan tentang sebarang nya dan kita sebagai pembaca
kepada nasi, makanan harian orang air, tetapi air yang telah menyela- sastra harus menerimanya seada-
Melayu/Asia. Sajak Anwar Ridhwan matkan Siti Hajar, isteri Nabi nya dan pasti yakin bahawa unsur
pula berfokus kepada air. Bagai- Ibrahim a.s. dan anaknya, Nabi keterpengaruhan berlaku di dalam
manapun, air dalam sajak Anwar Ismail a.s. penciptaan – Masuri S.N. dipenga-
Ridhwan, bukan air biasa untuk Ketiga-tiga sajak yang dibicara- ruhi oleh Dylan Thomas sementara
diminum setelah makan nasi. Air kan dalam esei ada kaitannya Anwar Ridhwan dipengaruhi oleh
dalam sajak Anwar Ridhwan ialah dengan pemakanan. Dylan Thomas Masuri S.N.
air zamzam. memilih roti kerana roti merupakan
Saya tukil sekali lagi: beribu batu makanan harian orang Barat se-
jauhnya/dipisahkan dataran, bukit mentara Masuri S.N. memilih nasi

Anuar Othman lahir di Pulau Brani, Singapura pada taun 1957. Dalam
dunia penilisan, beliau aktif menghasilkan sajak, cerpen, novel, skrip
televisyen dan radio, esei sastera, ulasan buku dan lirik lagu. Beliau telah
memenangi beberapa sayembara penulisan Singapura termasuk Pena Emas.
Setakat ini beliau telah menghasilkan lebih kurang 140 buah cerpen dan 60
buah sajak. Anuar Othman juga menggunakan nama pena Ridhwan Anuar.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 69


MASTERA

PUISI

Seekor Labah-Labah
dan Seorang Penyair
di Perpustakaan Bukit Merah

Hartina Ahmad
(Singapura)

S
Seekor labah-labah berbelang
menyulam sarang
tekun dan riang
di sebatang tiang
pada 6.32 petang
di luar perpustakaan Bukit Merah
yang sedang hujan
Sewaktu dengannya
seorang penyair mengadap komputer
selama separuh usia
mencari ilham jika dapat
mata mindanya letih mengais
jawapan paling dekat
hakikat dan makrifat
masyarakatnya sendat
teman sepersatuannya makin melarat
Labah-labah itu
terus menyulam
tanpa bimbang petang berganti malam
tanpa peduli lampu perpustakaan mahu dipadam

70 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

Penyair itu
seorang bapa
sekilas tadi hatinya membara
karyanya terbelah tiga
bangun dia berlari
dalam gerimis yang belum berhenti
meninggalkan buah hati
di perpustakaan Bukit Merah sendiri
menilai diri
apa lagi yang si labah-labah mahu
selain sebuah sarang
yang disulam bersama sayang
apa lagi yang si penyair perlu
selain sebuah karya
yang ditulis bersama cinta

Hartinah Ahmad menulis sejak hampir 35 tahun yang lalu dalam berberapa
bidang penulisan. Puisi, skrip drama tv dan radio, menulis lirik lagu dan menulis
buku.
Beliau pernah menerima Hadiah Sastera Anugerah Persuratan dalam bidang
lirik lagu Nyanyian Tanjong Sepi pada tahun 1993. Hadiah penghargaan dalam
bidang puisi Ziarah Seni pada 1997. Menerima Anugerah Persuratan Hadiah
Sastera bahagian naskah tv Antara Dua Rindu pada 2001.
Skrip drama Mengejar Mentari memenangi rancangan paling Popular dalam
Anugerah Perdana ke 13 Mediacorp. Memenangi tempat ketiga”Golden Point Award” dalam bidang puisi pada
2013. Pada 2014 menerima anugerah “Artistic Excellence Award” dari COMPASS.
Menulis buku 7 Tokoh Muzik pada 2002, buku tari Melayu Serampang 12 pada 2012, Ar-Raudhah pada 2013
dan menerbitkan buku antologi puisi Tafsiran TIga Alam yang disenarai pendek dalam Hadiah Sastera Singapura
2016.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 71


MASTERA

CERPEN

Kereta Api

Maarof Salleh
(Singapura)

INI KISAHKU jatuh cinta Ini anugerah dari langit. Tuhan tahu berbahasa Arab. Tidak seperti
dalam kereta api. Lebih tepat lagi memberi ganjaran kepada kesuka- di Kaherah yang tanpa bahasa Arab
dalam kereta api nombor 89, koc ran amat mencabar yang kuderitai aku masih boleh hidup lantaran
nombor 8, dalam perjalanan se- sepuluh jam sebelum itu. ramai orang yang boleh berbahasa
Sepuluh jam yang lalu, sebelum Inggris. Aswan tidak sama dengan
puluh jam pulang dari Aswan ke
berada dalam koc kereta api itu, aku Kaherah. Aswan hanya sebuah
Kaherah.
benar-benar berada dalam keadaan daerah terpencil di sebalik kehadi-
Engkau mungkin berasa lucu
penuh mencemaskan. Nyaris-nyaris ran Empangan Aswan yang
dengan kisahku ini. Mungkin aku
aku terkandas di Aswan. Tiada masyhur yang menjadi sumber
akan kautertawakan. Silakan. Aku
teket untuk pulang ke Kaherah. bekalan air terbesar negara itu.
tidak akan marah, tidak juga berasa
Tiada tempat penginapan. Tidak
kecil hati. Bagiku, ini kisah manis,
sebuah pengalaman cukup memba-
hagiakan. Akan kusimpan dalam
lipatan hatiku selama yang mampu.
Engkau yang tidak mengalami-
nya tidak akan tahu, apa lagi untuk
merasakan nikmat bercinta seperti
ini: jatuh cinta dalam kereta api
dengan seorang perempuan yang
tidak pernah kukenal sebelum itu.
https://pxhere.com/en/photo/1435053

72 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Semuanya berpunca dari salah Kini, tanpa teket pulang ke Kahe- Aku pastikan teket yang amat
ejen pelancongan di Kaherah, rah, apa yang harus kulakukan? berharga itu tergenggam erat di
tempat aku menempah pakej perja- Mujurlah Tuhan masih mengasi- tanganku. Itulah perantara paling
lanan pergi-pulang Kaherah dan hiku. Setelah kuceritakan masalah- berharga yang memisahkanku anta-
Aswan. Dia tidak memberiku ku kepada Ahmad, pembantu peng- ra Kaherah dengan Aswan. Dengan
cukup penjelasan. Rupanya pakej urus Oosna, dia bersetuju mem- bantuan seorang pemuda yang juga
bantu. Ahmad bersungguh-sungguh
yang kubeli itu hanya meliputi akan ke Kaherah, dan kebetulan
membantuku dengan menghu-
perjalanan ikut kapal peleseran tahu sedikit berbahasa Inggeris,
bungi langsung seorang pegawai
dari Luxor ke Aswan. Dari Kaherah aku naik kereta api nombor 89,
stesyen kereta api, kenalan baiknya.
ke Luxor aku harus berurusan mencari sendiri koc nombor 8.
Usahanya berhasil walaupun aku
sendiri naik kereta api. Itu sudah Alhamdulillah, akhirnya aku me-
terpaksa membayar lapan-puluh
kulakukan empat hari sebelum nemui tempat duduk nombor 138.
geni termasuk tigapuluh geni baya-
itu. Yang tidak aku lakukan ialah ran tambahan harga teket yang asal Dan di situlah, kira-kira lima
menempah teket kereta api bagi serta upah dan tambang pembantu minit sebelum kereta api ber-gerak
perjalanan pulang dari Aswan ke yang menguruskan urusan menda- meninggalkan stesyen Aswan, mun-
Kaherah. Itulah punca masalahnya. patkan teket. cul perempuan yang kumaksudkan.
Sepuluh jam sebelum berada Kata Ahmad, aku bernasib baik Itulah perempuan yang aku jatuh
dalam koc, aku benar-benar cemas kerana masih ada satu teket kelas cinta dengannya kemudian. Dia
apabila diberitahu teket kereta dua perjalanan jam 7.15 malam pemegang teket tempat duduk
api perjalanan ke Kaherah telah nanti ke Kaherah. Dia juga meya- bernombor 139 bersebelahan
kehabisan. Pemandu pelancong kinkanku keadaan koc kelas dua tempat dudukku, 138.
yang bertugas mengiringiku se- kereta api yang bakal kunaiki nanti Apakah itu satu kebetulan?
panjang berada di Aswan sudah tidaklah seburuk seperti yang Sepertimu, aku juga mulanya be-
mungkin aku sangkakan.
mengusahakannya, tetapi tidak ranggapan demikian. Hanya kemu-
Dan malam itu aku bersyukur
berhasil. Katanya lagi, dia hanya diannya aku percaya itu satu lagi
kerana akhirnya dapat keluar dari
ditugaskan memanduku melancong anugerah dari langit. Setelah se-
kesukaran besar yang memungkin-
tempat-tempat istimewa di Aswan puluh jam sebelum itu berada
kan aku terbiar sendirian di Aswan.
sejurus selepas kapal peleseran dalaM keadaan yang mencemaskan,
Bayangkan masalahku jika itu yang
Oosna berlabuh di situ daripada aku mula melihat sinar harapan.
berlaku: seorang pelancong yang
perjalanan yang bermula di Luxor. pertama kali berada di Aswan, tiada Teket perjalanan naik kereta api ke
Ertinya urusan kepulanganku ke kenalan, tidak tahu sepatah pun Kaherah sudah beres. Kini, di sebe-
Kaherah tidak termasuk dalam bahasa Arab dan dikelilingi sekita- lahku ada perempuan manis bakal
tugasnya. Jadual pelanconganku ran penduduk yang sifatnya lebih menjadi temanku berbual sepanjang
naik kapal peleseran selama tiga kekampungan yang jauh berbeza perjalanan, yang kemudian aku
malam, dari Luxor ke Aswan, telah- daripada yang biasa kulihat di jatuh cinta dengannya.
pun tamat pagi tadi. Kaherah.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 73


MASTERA
Sumaya, itulah namanya. Sumaya mengangguk perlahan mengangguk bersetuju atau mem-
Mulanya kusangka dia perem- tanda memberikan perhatian ke- buat celahan yang perlu.
puan Mesir. Rupa-rupanya bukan. padaku. Ketika kuceritakan peristiwa
Katanya, dia datang dari selatan “Perjalanan membuka banyak diriku nyaris-nyaris tidak dapat
Thailand, seorang berdarah campu- kemungkinan: sama ada perjalanan pulang ke Kaherah, kuperhatikan
ran dari ayah berdarah Arab-Mesir itu sering membuat kita banyak Sumaya tersenyum. Aku tidak pasti
dan ibu berketurunan Melayu-Siam. bertanya akan sesuatu yang kita apakah dia bersimpati dengan
Tidak hairan ada iras Arab Mesir tempuhi, atau pengalaman dari nasibku atau ada pengertian lain.
pada rupanya, walaupun manisnya perjalanan itu sendiri sebenarnya Mungkin juga dia kehairanan bagai-
manis Melayu. Demikian bisik menjadi satu-satunya bahan untuk mana aku seorang yang banyak
hatiku. kita membina jati diri.” pengalaman perjalanan dan datang
Sumaya memberitahu, dia da- Wah! Itu tukilan kata-kata Shirin daripada Singapura, sebuah kota
tang berkursus mendalami bahasa Hausee, pengarang genre penulisan kosmopolitan, boleh mengalami
Arab di sebuah institut bahasa Arab kembara yang aku kagumi. Aku peristiwa malang seperti itu. Aku
di Kaherah. Di Aswan, dia bercuti hafal kata-kata itu. Jelas, Sumaya cuba membaca reaksi sebenar
seminggu menginap di rumah tutor bukan sebarangan perempuan. perempuan itu.
bahasa Arabnya yang kebetulan Ternyata dia membaca buku dari Sumaya menyedarinya.
sedang menghabiskan cuti semes- genre yang sama denganku. Ada “Kesulitan dapat mengukuhkan
ternya di situ. Dia harus pulang persamaan antaraku dan dia. Aku hati, menghapus dosa, merosakkan
lebih awal ke Kaherah, manakala tambah gembira. Aku menjadi perasaan ujub dan merobohkan
tutornya perlu menghabiskan be- bersemangat untuk mengongsi perasaan sombong. Kesulitan juga
berapa hari lagi di Aswan. pengalaman perjalanan menyusur dapat mencairkan sifat lupa, mengu-
Tentulah diriku selesa mendapat Sungai Nil yang baru kuselesaikan kuhkan ingatan, menarik simpati
rakan sebahasa dalam perjalanan itu. oang lain dan mendatangkan doa
yang panjang itu. Bayangkan betapa Kami bincangkan keberuntu- orang-orang soleh.”
bosannya perjalanan itu nanti ngan Mesir mewarisi tiga tamaddun Wah! Ini pula tukilan Dr Aidh
kalau aku hanya bertemankan besar dunia. Namun, kami sama me- Al-Qarni, penulis La Tahzan, pakar
orang tempatan yang hanya tahu ngeluh kerana warisan tamaddun motivasi yang tersohor itu. Sahih,
berbahasa Arab. itu lebih dimanfaatkan para pelan- Sumaya perempuan istimewa, jerit
Kereta api bergerak. Dan kami – cong dari luar. Mereka lebih ber- hati kecilku. Mengaitkan kesulitan
aku dan Sumaya – terus berbual. tuah dapat menikmatinya, sama yang kutempoh sebagai langkah
“Saya menulis. Minat saya mera- ada untuk santai atau menambah memperbaiki beberapa kelemahan
kamkan detik-detik menarik dalam pengalaman. Manakala, warga tem- diri bukan satu rumusan main-
kehidupan masyarakat biasa yang patan pula terlalu miskin untuk main. Mesti datang daripada jiwa
saya temui sepanjang perjalanan. mampu merasa dan mengalami yang cukup faham, berfikiran
Saya berasa nikmat dapat menye- sendiri keistimewaan tersebut. positif dan sentiasa memandang ke
lam banyak ciri kemanusiaan di Nampaknya aku yang lebih hadapan.
dalamnya.” banyak bercakap. Sesekali Sumaya

74 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
Aku mula memikirkan siapakah “Saya mendalami bahasa Arab “Jangan berprasangka. Walau=-
perempuan yang telah ditakdirkan kerana ada kaitan dengan perkara pun dihantar biro, saya hanya men-
hadir dan duduk bersama di sebe- kegelisahan itu. Saya pegawai dalam jalankan tugas. Penguasaan bahasa
lahku dan yang akan menemaniku biro khas yang bertugas meninjau Arab itu hanya digunakan untuk
sepanjang perjalanan jauh itu. untuk mendapatkan maklumat lebih memahami budaya berfikir
Aku harus mengetahui lebih lebih mendalam penglibatan go- mereka. Selain tujuan itu, saya
banyak lagi tentang Sumaya. longan agama dan lulusan madrasah masih mengongsi jati diri orang
“Saudara pernah ke wilayah dalam kegelisahan sekarang.” sebangsa dan seagama saya. Saya
selatan?” Aku terkejut dengan pengakuan tetap mengongsi aspirasi mereka!”
“Oh, ini pertama kali saya ke terus-terang Sumaya. Kuperhatikan Aku tambah terkejut dengan
Aswan.” dia sendiri dapat memahami reak- kata-katanya yang bersahaja tetapi
“Bukan. Maksud saya wilayah siku yang demikian. Tetapi, dia tegas itu. Ternyata dia dapat me-
selatan di Thailand.” kulihat tenang, tidak tergesa-gesa nyelami kandungan hati kecilku.
Aku segera sedar kesilapanku mahu menjelaskan. Hanya sebuah Jawapannya cepat menghilangkan
salah memaham soalan Sumaya. senyuman menguntum dari bibir- keraguanku. Perempuan lemah
Kupohon maafnya kerana kurang nya yang lembut itu. Ah, tambah lembut itu rupanya srikandi. Aku
memberikan tumpuan. Diriku me- manis perempuan berkulit cerah semakin ingin banyak mengetahui
mang pernah ke wilayah selatan dan bertubuh langsing yang sudah tentang dirinya.
Thailand. sedia jelita itu. Hati kecilku cepat Dan kereta api meneruskan per-
“Saya pernah ke wilayah bekerja membisikkan sesuatu. jalanan. Bunyi piut gergasi malam
selatan sebagai sebahagian projek Kahwin campur kedua orangtuanya itu kian jelas memecah kesunyian
membuat tinjauan mengapa ber- telah menghasilkan seorang Sumaya malam yang semakin larut. Ada pe-
laku kegelisahan politik di sana.” yang benar-benar mempesonakan numpang dalam koc nombor 8 itu
Jawapanku itu menarik perha- – bukan sahaja aku, malah sesiapa sudahpun lena dalam kedinginan
tian Sumaya. Agaknya dia gembira sahaja yang beruntung menatap malam.
aku ikut prihatin dengan isu yang wajahnya.
dekat dengannya.
Responsnya yang demikian itu
membuat aku terus ghairah men-
ceritakan pengalamanku seminggu
di wilayah selatan. Kuterangkan
apa yang kukerjakan, siapa yang
kutemui, orang yang membantu
mengatur jadual kunjunganku dan
rumusan yang kuperolehi daripada
tinjauan singkat itu. Perempuan itu
mendengar cermat laporanku.

https://pxhere.com/en/photo/924963

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 75


MASTERA
Perbualan kami beberapa kali Sebahagian mereka orang-orang mengangkut segala yang boleh
terganggu dengan pelbagai ragam desa dalam perjalanan ke kota sama demi urusan yang hendak dikerja-
kegiatan penumpang. ada untuk bekerja atau berniaga. kan. Mereka berazam mahu keluar
Sesekali, kelindan kereta api Kesibukan itu diriuhkan lagi dengan dari kemiskinan. Itu tanda jiwa
akan muncul meminta penumpang suara teriakan dalam bahasa Arab orang yang merdeka. Mereka me-
menunjukkan teket perjalanan. yang bagiku tentunya bahasa Arab lupakan kesusahan tetapi mahu
Ketika itu kusaksikan kekecohan. pasar. Sudah tentu Sumaya lebih mengerjakan sesuatu untuk sara
Beberapa penumpang bergegas me- memahamnya. Aku pula, sekadar kehidupan. Di tempat kami sedikit
ninggalkan tempat duduk mereka. mengagak apa yang menjadi isi berlainan......”
Aku mengagak mungkin mereka teriakan itu. Mungkin hanya tegur Sumaya berhenti seketika. Dia
tidak duduk di tempat sebenar. sapa atau bertanyakan khabar atau seolah-olah membersihkan sesuatu
Mungkin mereka penumpang ha- mungkin juga kepastian mendapat dalam tenggoroknya. Dapat ku-
ram yang mencuri tumpang kerana tempat duduk yang betul. dengar suara hibanya.
teket telah kehabisan atau mereka Lucu juga melihat gelagat pe- “Bangsa saya masih jauh terke-
membeli teket dari pasar gelap. numpang dalam koc itu. Ketika per- belakang. Pekerjaan susah di sela-
Aku tidak dapat memastikannya. bualan kami mati, aku gunakan kes- tan. Nilai tradisi kami semakin
Kesibukan berlaku lagi setiap empatan itu menjeling perempuan menghilang. Mereka yang bangun
kali kereta api berhenti di stesyen- di sebelahku. Sering kulihat dia menuntut layanan saksama dituduh
stesyen sepanjang perjalanan. Ge- menguntumkan senyuman. Mesti militan, dikatakan mengancam ke-
rakan orang turun naik kereta api ada sesuatu yang mencuit hatinya. stabilan.”
membingitkan. Kesibukan berlaku Kereta api meneruskan perja- Bunyi piut kereta api semakin
di semua koc temasuk koc nombor lanan. Dan kami kembali berbual sayup-sayup kedengaran.
8. Aku dan Sumaya sering berpan- setiap kali suasana kembali tenang. Aku semakin mengerti siapa
dangan melihat gelagat penumpang “Walaupun negara ini miskin, Sumaya. Banyak keluhannya yang
masuk ke dalam koc mengangkut rakyatnya terus sibuk. Lihat saja kukongsi. Di kepalaku timbul per-
bagasi yang sarat muatan. Ada yang dalam koc ini. Masing-masing pe- soalan baru. Mengapa kesukaran
digendung, ada yang dipikul dan numpang berebut-rebut mahu sam- begini perlu ditimpakan ke atas
tidak kurang pula yang diheret. pai ke destinasi mereka. Mereka masyarakat yang seagamaku-di
selatan Thailand, di selatan
Filipina, di Pakistan, di Aghanistan,
di banyak negara muslim di Afrika?
Mengapa semua kegelisahan itu
dikaitkan dengan gerakan militan?
Ah, banyak yang harus kufikir-
kan. Dan semua itu bakal menjadi
bahan baik untuk kutulis nanti.
Malam semakin larut. Ketika
kami hampir melelapkan mata,
muncul pula seorang perempuan
tua gemuk menggendung sebuah
https://pxhere.com/en/photo/924963

76 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA
bungkusan besar. Perempuan itu kelopak matanya. Tidak kutanyakan itu contohnya. Dia mengenang jasa
berhenti di hadapan koc lalu apa-apa kepada Sumaya. Sumaya membebaskannya
mem- Hanya beberapa ketika kemu- dari ke-mungkinan ditahan. Tidak
bacakan beberapa ayat. Dia dian, dia sendiri yang menjelaskan. mampu membalas kebaikan
kemu-dian menyusur setiap Katanya, perempuan itu mengemis Sumaya dengan wang, dia
tempat duduk penumpang dan mendapatkan sedekah penumpang membalasnya dengan doa panjang.
memberikan setiap penumpang kerana perlu menanggung kehidu- Ia mengingatkanku pengalaman
sebuah bungkusan kecil. Tetapi pan keluarganya yang terlalu meninjau kehidupan sebuah keluar-
perempuan itu tidak berhenti miskin. Ayat-ayat yang dibacanya ga petani miskin di pinggir kota
ketika melintas baris tempat duduk adalah ayat-ayat Al-Quran dan Kaherah beberapa hari sebelum ke
aku dan Sumaya. Sebaliknya, dia Hadith Nabi yang mengingatkan Aswan.
langsung bergerak ke belakang. muslim supaya suka bersedekah Petani itu mulanya keberatan
Mungkin kerana kami bukan orang dan saling membantu antara satu menerimaku walaupun jurubahasa
tempatan, fikirku. Di bahagian sama lain. Kata Sumaya, dia yang mengiringiku menjelaskan
belakang koc, dia berhenti lagi berte- kepadanya maksud sebenar keda-
dan membacakan ayat-ayat yang mu perempuan itu dalam perjal- tanganku. Mungkin dirinya tidak
sama. Kemudian, sekali lagi dia anan datang ke Aswan beberapa hari pernah terfikir akan ada orang
mendatangi penumpang. Ke- yang lalu. Ketika itu perempuan itu asing sepertiku yang mahu bersila-
tika itu, setiap penumpang akan tertangkap pihak berkuasa dalam turrahim apa lagi mengambil berat
kulihat memberinya wang atau kereta api. Sumaya telah membantu ke atas nasib petani miskin seperti-
mengembalikan semula bungkusan bercakap dengan pegawai berke- nya. Pastinya dia tidak mengerti
kecil tadi. naan sehingga perempuan itu tidak mengapa tinjauan harus dibuat me-
Ketika menyusur di sisi bangku jadi ditahan. Sumaya kemudian ngenai kehidupan yang sudah turun-
139, perempuan itu tiba-tiba ber- memberinya sedikit wang. Peris- temurun. Baginya, itu rutin yang dia
henti melihat langsung ke wajah tiwa itulah yang amat diingat dan sudah ditakdirkan melaku-kannya.
Sumaya. Dia menuturkan sesuatu dihargai perempuan tua gemuk itu. Namun, sebaik saja dia mula
dan Sumaya membalasnya. Ter- “Pengemis yang tahu mengenang mengerti dan menerima maksudku,
nyata perempuan itu gembira. budi,” bisik hati kecilku. sikapnya tehadapku berubah. Laya-
Dipeluknya Sumaya, kemudian Kereta api terus bergerak. nannya cukup istimewa. Aku dijamu
tangannya diangkat ke atas gaya Malam tambah larut, perjalanan minum teh dan makan cemelan
orang berkomunikasi dengan kian jauh. Sumaya kelihatan penat
keras yang biasa dimakan petani, di
langit. dan mengantuk. Aku pula kian mele-
celah-celah hurungan lalat yang
Beberapa doa yang biasa lapkan mata. Kucuba mengimbas
banyak berterbangan di situ. Dia
kudengar diucapkannya. semula pengalaman indah sepan-
rancak memberitahu itu dan ini
Perempuan tua gemuk itu ke- jang perjalanan. Dapat kurasakan di
tanpa menyedari aku tidak tahu
mudian beredar ke koc lain. Aku sebalik kemiskinan kebendaan yang
tidak mengerti apakah misteri di ketara dialami dalam masyarakat berbahasa Arab.
sebalik pertemuan singkatnya yang kutemu, tidak kurang pula Soal berbahasa Arab itu tidak
dengan Sumaya. Sumaya sendiri nilai-nilai kebaikan yang mereka kusampaikan kepada Sumaya. Takut
kulihat amat terharu. Ada air di tunjukkan. Perempuan tua gemuk dia tersenyum bermakna, berasa

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 77


MASTERA
lucu memikirkan bagaimana orang Aku mengangguk bersetuju. Pe- mat tiba di stesyen Kaherah, kura-
sepertiku yang ingin meninjau ke- merhatian Sumaya cukup menyen- sakan cintaku terhadap Sumaya
hidupan petani Mesir tidak tahu tuh jiwa. Begitu mendalam pemer- telah sempurna bercambah. Terasa
berbahasa Arab. Kujeling wajahnya. hatian perempuan istmewa itu. Aku pilu di hati akan berpisah dengan-
Ah, sungguh manis dan jelita pe- semakin jatuh cinta kepadanya. nya. Kupercaya dia juga mengongsi
rempuan itu walaupun dalam kea- Kereta api semakin hampir perasaan yang sama. Banyak benar
daan penat dan mengantuk. Dapat masuk ke pinggiran kota Kaherah. persamaan kami. Terasa kebersa-
kukesani kekentalan jiwa perem- Warna langit menandakan malam maan itu seolah-olah telah sengaja
puan itu. mula menghilangkan diri, berganti dirancang supaya kami dapat ber-
Sumaya menyedari gelagatku waktu subuh. Aku dan Sumaya mula sama melihat dan belajar tentang
mencuri menatap wajahnya yang melihat kawasan pertanian yang manusia dan kemanusiaan sepan-
sedang melelapkan mata. Dia tidak menghijau. Para petani sudah mula jang perjalanan dalam kereta api.
marah. Seolah-olah dia mengerti berada di ladang-ladang. Bagiku, ini satu lagi anugerah dari
apa yang tersirat di hatiku. “Siapa kata petani malas?” langit. Tuhan prihatin dengan
Dihadiahkannya pula aku Kusoal diriku sendiri. Pernya- keperluan kami dan amat mengasihi
dengan sebuah senyuman segar. taan ‘petani malas’ banyak datang kami.
Malunya aku, walaupun terasa daripada masyarakat bandar di Dia mempertemukan kami
cukup bahagia. negara-negara maju sepertiku. Ru- dalam koc itu untuk mengongsi
Kereta api berhenti di sebuah panya Sumaya mendengarnya. sesuatu yang akan menjadi amat
lagi stesyen.Muncul pula pemuda Dia tersenyum lagi, diiringi kata- berharga dalam kehidupan kami.
bertubuh sasa menjaja akhbar dan katanya yang lembut. Aku jatuh cinta dengan Sumaya.
majalah. Sumaya sudah kembali “Tidak. Petani tidak malas. Orang Apakah cintaku berbalas? Aku akan
segar. Aku juga ceria. Akhbar harian miskin tidak malas. Mereka bekerja berusaha mendapatkan kepastian-
sudah terbit begitu awal. Masih ada sejak dinihari. Mereka bekerja kuat nya.
pasaran akhbar di tengah-tengah sepanjang masa. Mereka menghasil- (2688 perkataan)
kehidupan masyarakat desa yang kan makanan yang me-ngenyangkan
miskin. perut semua orang. Tetapi mereka
“Tradisi membaca Al-Quran ba- terus miskin. Mesti ada sebab lain.
nyak membantu mereka tidak buta Bukan kerana petani malas.”
huruf. Dengan membaca Al-Quran Kereta api sudah mula menguak
mereka beroleh kebolehan mem- tirai kota Kaherah.
baca. Itu kelebihan kita umat Islam.” Ketika akhirnya kereta api sela-

Maarof Salleh, lahir pada tahun 1948 di Singapura., mendapat seluruh pendidikannya di
Singapura dan memiliki ijazah MA (Pengajian Asia Tenggara) dari Universiti Nasional Singapura
(NUS), selain beberapa sijil pendidikan dan pengurusan. Maarof, bersama enam rakan sezamannya,
kini aktif bersama membantu membangunkan kegiatan sastera Melayu menerusi wadah bernama
Kumpulan Orang Bertujuh Temasik (O7T).

78 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


MASTERA

PUISI

Terdengus Nafas Sesak


di Lautan Nafas Dalam
Samsudin Said
(Singapura)

ada yang berkata minda kita semakin maju


sejak budaya fikir melorong dimensi baru
ketika nenek moyang selesa berdondang sejarah lama sebenarnya telunjuk jari ini mengalahkan desir peluru
anak cucu lantang bersuara tentang merdeka kelingking berkait mencucuk tangkai sembilu
kata mereka; lebih enak rasanya perisa asap shisha menyalak itu dan ini apakah warisan masakini
lupa sedang dinamakan tembakau nilainya sama saja berlanskap perisai kuasa beraja di hati
kata mereka; mandat itu milik siapa mahu merelakan
ada yang bersorak tentang demokrasi amanah itu bukan tanggung jawab perlu dikotakan
saat warga menghitung hilangnya bicara diri
rumpun dan akar maruah semakin goyah lalu bersahutan sang gembala menyalak serigala
dek bumi indah dipijak semakin mewah hak pertuanan bersalin baju seorang hamba
kata mereka; inilah mercu tanda peradaban bangsa kemerdekaan diri di mana takrif erti sebenarnya
aset kehidupan generasi warga dunia sekangkang kera sumbang telah hilang daerahnya
di sempadan masa suara semakin tenggelam
terdengus nafas sesak di lautan nafsu dalam.

Samsudin Said ialah Penasihat Perkumpulan Seni Singapura. Selain aktif menulis, beliau
juga seorang pelakon drama televisi dan radio. Semenjak 1980-an, beliau aktif menghasilkan
sajak, cerpen, skrip drama televisyen, radio dan pentas.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 79


SECANGKIR TEH

Menulis itu Serius

Hasta Indrayana

I
man Budhi Santosa Iman juga didongengi tentang skrip, dikirim kemajalah anak-
adalah sastrawan sepuh wayang. Ia banyak mendapatkan anak Taman Putra dan dimuat. Itu
Yogyakarta. Sastrawan pelajaran dari sang kakek. pertama kali tulisannya dimuat
yang dituakan. Banyak “Gergaji bisa habis karena apa, media massa.
orang datang kepadanya Nak?” tanya kakek. Kakeknya mengajarinya menulis
untuk menimba ilmu. Iman telah Iman kecil menjawab, “Untuk dan membaca. Beliau juga menye-
menulis banyak buku. Banyak menggergaji.” diakan buku-buku untuknya. Akan
jenis karya ditulisnya, seperti Kemudian kakeknya melurus- tetapi ada yang aneh. Kakeknya
puisi, cerpen, novelet, novel, esai, kan, “Gergaji bisa habis karena memberinya buku-buku bacaan
penelitian, peribahasa, dan lain- dikikir (dipasah).” Ia pun dijelaskan orang dewasa. Sebagai contoh buku
lain. Banyak penghargaan yang oleh kakeknyabahwa hidup manu- tentang pandangan hidup manusia.
diberikan kepadanya. dilahirkan sia itu habis untuk belajar. Oleh sebab terbiasa membaca buku-
di Magetan, Jawa Timur pada 28 Iman tidak terlalu menyukai buku dewasa, Iman jadi gemar
Maret 1948. Sewaktu kecil, ia permainan anak-anak. Sesekali dia membaca. Membaca buku anak-
sedikit bermain bersama anak- bermain layang-layang dan sepak anak menjadi hal kecil baginya.
anak seusianya. Waktu dihabiskan bola. Di kampungnya, dia tidak Iman sadar dengan pola asuh kakek-
untuk sekolah, tidur siang, ke alun- banyak bermain dengan anak- nya yang kurang pas tersebut.
alun sebentar, lalu bercengkerama anak lain karena dibatasi. Ia lebih Kebiasaan Iman membaca buku
bersama kakek. Kakek dari ibu suka banyak di rumah. Kelas 4 SD Iman pandangan hidup sejak kecil men-
menembangkan Serat Wedatama. diajari menulis. Ia pernah menulis jadikan karya-karyanya berkesan.

80 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


SECANGKIR TEH

Buku tersebut misalnya contoh- sastrawan dan seniman terkenal Menurut Iman, mereka seperti
contoh perilaku yang dijadikan juga berkunjung di rumahnya. Iman rumput. Jika ada orang menebang
nasihat dan petunjuk. Bukunya Budhi Santosa sangat dikenal di pohon dan pohonnya ambruk, rum-
berhuruf Jawa, Latin, dan Arab. lingkungan seni kebudayaan. Ia put akan rusak kejatuhan. Baginya,
Saat itu, Iaman duduk di kelas 4-6 dikenal pintar, rendah hati, dan menulis merupakan bagian hidup.

Sekolah Rakyat (SD). senang berbagi ilmu. Ia tidak pernah berpikir ingin ter-
kenal dengan menulis. Ia tak
Orang tua Iman menginginkan Masa kecil Iman dihabiskan di
pernah berpikir ingin kaya dengan
dirinya menjadi orang sukses. Pada Magetan, Jawa Timur. Setelah lulus
menulis. Menulis dijadikan senjata
zaman itu, orang tuanya ingin dia SMP, ia pindah ke Yogyakarta. Ia
untuk mengungkapkan kehidupan.
jadi pegawai. Satu hal pasti, Iman melanjutkan sekolah di SPbMA. Ia
Iman ingin berbagi dengan sesama
diharapkan menjadi orang yang memilih sekolah perkebunan ka-
tentang ilmu dan pengalamannya.
pintar. Sementara, Iman sebetulnya rena senang dengan tanaman. Menu-
Iman banyak belajar dari
tak memiliki cita-cita yang pasti. rutnya, tanaman adalah makhluk
penulis-penulis yang sudah ada.
Itu disadarinya tidak baik. Ia sadar yang jujur. Diperlakukan seperti
Buku-buku apapun dibacanya.
bahwa meremehkan permainan- apapun, tanaman akan seperti itu.
permainan anak-anak akan menye- Tidak seperti manusia dan hewan.
babkan tubuhnya bergerak. Ia Pohon adalah makhluk yang sepi.
juga tidak banyak bergaul dengan Iman senang dengan suasana sepi.
teman-temannya. Cita-cita seperti Karya-karya Iman berupa puisi,
yang dimiliki teman-temannya cerita pendek, novel, esai, dan buku
sepertinya tak ada pada dirinya. kebudayaan. Tema
yang ditulisnya

*** kebanyakan ten-


tang kehidupan
orang miskin. Ia
Iman menikah di tahun 1971 di
menulis kehidupan
Sukorejo, Kendal. Istrinya adalah
orang-orang miskin
adik kelas semasa sekolah di Seko-
karena merasa
lah Perkebunan Menengah Atas
peduli. Masyarakat
(SPbMA), Yogyakarta. Keluarganya
miskin adalah
dikaruniai empat orang anak. Iman orang-orang yang
kini menetap di Dipowintana, susah hidupnya.
Yogyakarta. Hampir setiap hari ada
orang berkunjung ke rumahnya.
Mereka bermaksud menimba ilmu
darinya. Anak-anak muda yang
ingin belajar sastra padanya. Pasa

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 81


SECANGKIR TEH

Di antara penulis yang disukai- akan mengganggunya. Iman akan Salah satu contoh bukunya ber-
nya adalah Chairil Anwar dan kesulitan menata pikiran. judul Profesi Wong Cilik. Buku
Goenawan Mohamad. Ia selalu men Iman merasa bahwa karya- tersebut menggambarkan kehidu-
jaga diri agar tetap menulis. Kreat- karyanya ditulisnya dengan sulit. pan rakyat jelata. Masyarakat
ivitas selalu dijaganya. Caranya Hal itu berhubungan dengan menata dengan berbagai jenis mata penca-
adalah dengan membaca dan me- pikiran dalam tulisan. Ia selalu harian. Misalnya tukang kebun,
nulis. Menurutnya, menjaga kreati- merasa ada yang kurang jika tulisan penjaga makam, petani, buruh, dan
vitas itu seperti ikan, ia harus selalu sudah selesai. Misalnya dalam pe- lain-lain. Iman mampu menuliskan
berada di air agar tetap hidup.
milihan kata, menata kalimat, alur, dengan baik. Semua yang ditulisnya
Iman merasa nyaman menulis
dan sebagainya. Menulis tidak se- adalah hal-hal yang dialami dan di-
saat kondisi nyaman. Yaitu kondisi
mudah yang dibayangkan ketika amatinya. Cara kerjanya mirip se-
yang tidak ada gangguan, baik
tulisan sudah jadi. Oleh karena orang peneliti. Sebelum menulis,
pikiran maupun kesehatan. Menulis
itu, jika tulisan sudah jadi, ia akan ia mengamati, mencatat, memban-
seperti ibu mau melahirkan. Menu-
memperbaikinya. Tujuannya agar dingkan, dan memaknai. Membaca
lis seperti ayam bertelur yang me-
merlukan tempat pribadi. Itu karena tulisan bagus dan nyaman dibaca. buku tersebut, banyak hikmah bisa
menulis bukan keterampilan, tetapi Iman adalah pembelajar yang diambil pembaca.
menciptakan. Baginya, menulis se- rajin. Ia juga membaca buku-buku. Di dalam buku Profesi Wong Cilik,
perti orang makan. Apabila lapar, Ia tidak menjadwal dalam mem- Iman menulis tentang para penjual
ia akan makan. Apabila tidak lapar, baca dan menulis. Khusus mem- sayur. Para penjual sayur tersebut
ia tidak akan makan. Tidak perlu baca, ia menganggap semua hal bisa adalah wanita. Setiap pukul tiga
dipaksakan. “dibaca”. Maksudnya, selain mem- pagi mereka mengayuh sepeda se-
Iman seperti kebanyakan pe- baca buku, Iman juga membaca jauh 15-20 km. Rumah mereka di
nulis lain yang mendapat ide di alam, membaca perilaku manusia, Imogiri, Bantul menuju Kota Yogya-
mana pun. Oleh karena itu, ia selalu membaca keadaan, dan membaca karta yang ditempuhnya lebih dari
membawa buku notes. Buku saku itu tanda-tanda yang tak terlihat. satu jam. Itu dilakukan para wanita
dipakainya jika tiba-tiba terlintas
Karya-karya Iman berangkat penjual sayur setiap pagi. Iman
ide di benaknya. Ia akan mencatat
dari kenyataan. Banyak hal ditulis- mengamati hal ini. Iman mencatat
hal-hal penting yang sekiranya bisa
nya berdasarkan pengamatan dan dan memikirkannya. Ia juga sesekali
ditulis. Apabila ia tidak membawa
pengalaman. Iman bisa menuliskan mewawancarai. Pertanyaan yang
notes, ia akan mengingatnya.
dengan rinci dan dekat. Itu karena ada di benaknya, mengapa mereka
Iman juga bisa terganggu saat
ada kedekatan antara dirinya de- wanita, kok bukan laki-laki? Menga-
menulis. Gangguan itu biasanya ka-
rena kegiatan rutin keseharian. Ke- ngan hal yang ditulisnya. Ia selalu pa mereka itu rakyat jelata? Melalui
giatan yang menyita waktu terka- menulis dengan hati. Perasaan di- pertanyaan-pertanyaan tersebut,
dang mengganggu pikirannya. Ada tuangkan ke dalam kata-kata yang Iman kemudian mencari informasi
hal lain yang mengganggunya, yaitu bernas. Oleh karena itu, tulisan dan menulisnya.
banyaknya ide. Ide yang menumpuk Iman enak dibaca. ***

82 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


SECANGKIR TEH

Iman Budhi Santosa dilahirkan ibu Hartiyatin ayah Sementara itu, budayawan Emha Ainun Nadjib
Iman Sukandar.Ayahnya adalah seorang pegawai mengatakan bahwa napas dan darah Iman Budhi
kereta api milik Belanda. Saat ini ia menetap di Santosa adalah sastra. Itu artinya Iman mengabdikan
Dipowinatan, Yogyakarta. Ia pernah menjadi penulis dirinya untuk kemajuan sastra Indonesia.
tetap Kolom Pringgitan, Suara Merdeka. Ia pernah juga
bekerja sebagai editor di sebuah penerbitan buku. ***
Pada bulan Agustus 2009 mendapatkan anugerah
Penggiat Sastra Jogja dari Balai Bahasa Yogyakarta. Di Karya-karyanya antara lain,
Yogyakarta, Iman Budhi Santosa termasuk sastrawan • Barong Kertapati (novel)
yang giat bersastra. Selama ini, ia telah melaksanakan
• Ranjang Tiga Bunga (novel)
tugasnya sebagai sastrawan yang ulet dan padhet. Ulet
karena banyak sudah kegiatan dan peristiwa yang • Dan Pertiwi (novelet)
dilaluinya. Padhet oleh sebab ia makin ‘berisi’ dan
• Anak Semata Wayang (puisi)
merunduk.
Dimulai menjadi salah seorang pendiri kelompok • Talipati (Kisah-kisah Bunuh Diri di Gunung Kidul)
sastra bernama Persada Studi Klub. Iman terlibat dalam
kegiatan sastra, seni, kebu-dayaan lokal dan nasional. • Profesi Wong Cilik (catatan pengamatan)

An juga pemrakarsa dan pengawas Koperasi Seniman


• Kalimantang (cerpen)
Yogyakarta (1999-2002), pemrakarsa dan penasihat
Kemah Budaya 2000 Parangtritis-Parangkusuma, pem- • Matahari-matahari Kecil (puisi)
rakarsa dan penasihat Musik Puisi 2000, 2003, 2005.
• Peribahasa Nusantara (peribahasa)
Di tahun 1995, 1997, dan 1998 tercatat sebagai Ketua
Seksi Sastra Indonesia dalam Festival Kesenian • Ziarah Tanah Jawa (puisi)
Yogyakarta.
• Suta Naya Dhadhap Waru (ensiklopedia tumbuhan)
Sampai saat ini, Iman Budhi Santosa telah menulis
lima judul buku perkebunan dan 20 judul buku sastra-
kebudayaan. Prestasi dan publikasi tak terhitung
jumlahnya. Sementara, di antara bejibun kegiatan
sastra di luar DIY yang diikutinya, tercatat, antara
lain Pertemuan Sastra Kontekstual, Solo (1984), Baca
Puisi di Universitas Kebangsaan Malaysia (1992), Baca
Puisi di Utan Kayu (1999), Baca Puisi di TIM (2004),
Khatulistiwa Literrary Award (2005), dll.
Guru Besar Fakultas Bahasa dan Sastra, Universitas
Negeri Yogyakarta, Pro. Dr. Suminto A. Sayuti menyebu-
tkan bahwa ia adalah sastrawan terkuat di Yogyakarta.

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 83


PUSTAKA

Resensi

Anomie

Erwin Wibowo

S
astra merupakan hasil karya manusia yang terwujud
melalui imajinasi dan realita yang pernah dialami
oleh pribadinya. Melalui karya sastra penulis dapat
menguangkan pengalaman pribadinya kepada pembaca.
Melalui media bahasa, karya sastra dideskripsikan untuk
dapat dipahami oleh pembaca. Novel merupakan salah
satu wujud karya sastra yang di dalamnya terdapat
berbagai pesan yang akan diangkat oleh penulis. Penulis merangkaikan
kalimat demi kalimat yang dapat mewakili imajinasinya untuk membentuk
sederetan realita yang ada dalam keseharian manusia. Cerita yang terdapat
dalam novel merupakan kisah hidup dan berbagai peristiwa kehidupan yang
dialami oleh tokoh-tokoh cerita yang juga memerankan berbagai karakter
tersendiri.

84 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUSTAKA

Rilda A. Oe. Taneko atau yang akrab dipanggil Ara Februari tahun 1989. Loncatan-loncatan cerita yang
adalah penulis asal Lampung yang saat ini tinggal di ditawarkan oleh Ara, membuat alur dalam novel ini
eropa. Perempuan lulusan S1 Sosiologi, Universitas sangat menarik, dan mendukung eksistensi tokoh-
Lampung ini telah beberapa kali menerbitkan karya tokohnya.Novel ini bercerita tentang Rosie, gadis
fiksinya seperti cerita pendek 100 Faces, 100 stories korban kerusuhan yang terjadi di dusunnya, dan di
di Newcastle-upon-tyne, dan Castle Park Stories: An adopsi oleh keluarga yang notabane adalah keluarga
Exhibition di Lancaster, Inggris. Buku-bukunya yang penguasa negeri ini. Harta yang dimiliki orang tua Rosie
sudah terbit antara lain Kereta Pagi Menuju Den Haag dan Kekuasaan yang sangat dekat dengan keluarganya,
tahun 2010. hingga perebutan harta warisan mewarnai kehidupan
Perempuan lulusan S2 Women, Gander and Rosie dalam keluarga ini. Saat Rosie menjadi mahasiswa
Development di Institute of Social Studies of Eramus di salah satu universitas di sumatera, ia menjadi aktivis
University, pada tahun 2017 telah menyelesaikan novel yang organisasinya menentang kebijakan pemerintah.
yang berjudul Amonie, Kerusuhan saat
novel yang berbuah melalukan demonstrasi
dari proses kreatifnya yang membuat beberapa
di sebuah pelatihan mahasiswa gugur,
menulis novel yang penangkapan para
difasilitasi oleh penulis akivis mahasiswa,
Inggris, Jo baker. hingga penghianatan
Anomie berasal dari terhadap jalannya
bahasa yunani A berarti reformasi, mewarnai
“tanpa”, nomos berarti perjalanan hidup Rosie.
aturan atau hukum. Yaitu Hingga pada beberapa
dimana individu sedang https://sites.google.com/site/rildataneko/bio/novel-anomie bagian dalam novel ini
merasakan keadaan yang bingung bercerita tentang Rosie kecil
dan kacau pikirannya, dan bisa melakukan tindakan dan pembantaian yang terjadi di dusunnya yang
yang tidak logika. Bisa juga disebut ketiadaan norma, menewaskan kedua orang tua kandungnya. Konflik-
setidaknya ini yang ditawarkan oleh Rilda dalam konflik yang terjadi terdapat dalam novel ini sangat
novel yang mempunyai 34 bagianyang masing-masing baik disuguhkan oleh Rilda, Konflik tokoh Rosie
bagian tersebut membutuhkan ‘energi’ untuk dapat dangan Ayah angkatnya, konflik Rosie dengan Andi,
menangkap makna disetiap ceritanya. Rosie dengan Om Jo, hingga konflik perasaan yang
Dengan gaya penceritaannya Rilda mencoba disuguhkan Rosie dengan Darma.Akhir kata sebagai
mengangkat tiga kejadian utama yang pernah ada di referensi buku karya sastra, novel Amonie ini baik
Indonesia, seperti kerusuhan tahun 1998, kerusuhan untuk dibaca, dan menjadi bahan renungan bagi
mahasiswa di Lampung, dan kerusuhan Talang sari, penikmat sastra di manapun berada.
lampung tengah, yang terjadi pada sekitar bulan

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 85


PUSTAKA

Resensi

Pertaruhan Bahasa Indonesia


dalam Puisi

F. Moses

J
ika dalam majalah Siasat, 9 Januari 1949, Rosihan Anwar menyiratkan Chairil
Anwar sebagai pelopor dengan membebaskan ikatan bahasa dan bentuk
tradisional, maka puisi seperti ambil bagian menjadikan bahasa sebagai alat
ujar yang tidak konvensional di wilayahnya. Seperti pernah Sutardji Calzoum
Bachri dengan kredonya itu; ‘membebaskan kata-kata dari makna’.
Bahasa dalam puisi merupakan sosok pengemban dua pilihan; menjadi
sebenarnya (denotasi) atau tidak sebenarnya (konotasi). Meski kedua pilihan
itu tetap saja sama-sama berprofesi sebagai bagian dari ‘rumah tangga kata’ yang
kerap dimaksimalkan ‘kedalamannya’ oleh siapa pun penulis—tentu saja atas asas
pertimbangan bentuk dan pilihan kata—dengan atau tanpa risiko; menanggung
keberhasilan atau justru sebaliknya
Bahasa Indonesia, dalam konterks tersebut, selalu bertaruh perkembangannya.
Ia menjadi bentuk dan pilihan kata yang akan selalu dimaksimalkan penggunaannya
atau boleh diabaikan ketika terjadi pergumulan satu kata menjadi banyak arti. Atau
satu arti berpotensi banyak kata. Bahkan ketika kata bermain pada konteks ‘pasangan
minimal’—istilah fonologi, seperti amin dan aman, ruang dan raung, ibu dan iba,
dan seterusnya. Dalam puisi, bahasa Indonesia juga dipertaruhkan keberhasilannya
terhadap pengonkretan hal-hal yang abstrak.

86 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUSTAKA

Apalah arti puisi bila tidak ada kedisiplinan grama- Ada 68 puisi dalam kumpulan buku ini. Puisi-
tikal, apalah makna bila puisi keluar dari logika daya puisinya terasa begitu ‘mengganggu’: bermain dengan
pikir, dan adalah nonsens berkepanjangan dalam bait- kamus, suara hati tentang yogya, pertanyaan tentang
bait puisi sebagai akibatnya. Itu sama hal menanggung keimanan, bahkan tentang jurus jitu latihan tidur se-
risiko membiarkan puisi jatuh ke jurang tidak berdaya, kalipun. Keseriusan setiap lema yang termaktub dalam
juga perlakuan pembiaran terhadap pembaca menjadi kamus besar dirasa lebih ringan dan jenaka di tangan
kian tersesat dalam medan bahasa tengah diperebut- Jokpin. Semacam pernyataan bahwa bahasa Indonesia
kannya. Maka, puisi yang baik, lebih kurang merupakan adalah hiburan paling layak untuk selalu dipahami
keberhasilannya ‘menguasai’ perbendaharaan kata- dengan penuh kebersahajaan.
kata—melebar sekaligus meramahkan ‘gang sempit’ Persoalan bahasa Indonesia sebagai persatuan dari
pembaca menjadi ‘pejalan kaki’ keragaman keterserapan ribuan
yang merasa nyaman dalam me- lema diringkas men-jadi sarat
nempuh tujuan. Bahkan pemberian jenaka, penuh bunyi, dan didaktis.
‘jalan lain’ bagi pencari solusi. Se- Saya dibesarkan oleh Bahasa
kaligus tawaran kebaruan ‘marka Indonesia// yang pintar dan
jalan’—seperti misteri ‘kata’ yang lucu walau kadang rumit// dan
justru dapat berdampak efek jena- membingungkan. Ia mengajari
ka sangat serius dan kontemplatif. saya// cara mengarang ilmu
Maka dengan membaca buku sehingga saya tahu//bahwa
puisi Joko Pinurbo (Jokpin), kita sumber segala kisah adalah
disuguhkan dengan perbendaha- kasih;//bahwa ingin berawal
raan kata-kata dalam kamus besar dari angan;//bahwa ibu tak
kita. Tapi Jokpin seperti semakin pernah kehilangan iba;//bahwa
membebaskan kata-kata menjadi segala yang baik akan berbiak;//
bentuk yang ‘paling main-main’ bahwa orang ramah tidak mudah
https://pbs.twimg.com/media/DTvMkfdVQAANIqD.jpg

sekalipun. Ketika kebebasan kata- marah;//bahwa seorang bintang


kata dari makna sudah dirasa kebablasan, ketika kata- harus tahan bating;//bahwa untuk menjadi gagah kau
kata hanyalah permainan dari bunyi ke bunyi, ketika kata- harus gigih;//bahwa terlampau paham bisa berakibat
kata menimbulkan efek keseriusan mumpuni, permainan hampa;//bahwa orang lebih takut kepada hantu//
kata-kata semakin ditunjukkan menjadi tata bahasa ketimbang kepada tuhan;//bahwa pemurung tidak
yang lebih dari sekadar bunyi dan makna dipertaruh- pernah merasa gembira,//sedangkan pemulung tidak
kannya; bahwa dengan ‘kamus bahasa yang kecil’ pelnah melasa gembila;//bahwa lidah memang pandai
jauh lebih berbahaya ketimbang ‘kamus yang besar’ berdalih;//bahwa cinta membuat dera berangsur
bila diberdayakan sekuat tenaga penalaran—apalagi reda;//bahwa orang putus asa suka memanggil asu;//
dengan kamus besar. Sebuah provokasi penyair yang bahwa amin yang terbuat dari iman menjadikankau
tidak untuk dijawab. merasa aman// (hal. 4).

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 87


PUSTAKA
Tentu berpotensi tercipta tafsiran yang lain. Seperti pada umumnya kerap kali ia kembalikan dengan
permainan bunyi dari kata-kata yang biasa mudah di- pemberian benturan-benturan kebaruan melalui tata
jumpai, bentuk penjelasan sederhana, kemudahan bahasa yang imajinatif, reflektif, dan kontemplatif.
untuk dimengerti sekaligus diimajikan. Terlebih puisi Jokpin tidak sekadar memberikan ketegasan pesan
bukan pada persoalan makna paling dituju, melainkan terpendam, kejelasan maksud puisi, dan kekritisan
kejelian melihat peluang bagi kata-kata, seolah berdaya menghadapi persoalan lingkungan, tapi juga keindahan
akrobat yang tetap saja nikmat dan tidak pelik untuk bunyi dari narasi proses pemikiran dengan logis.
dinalar. Puisi menggamit erat segala persoalan kehidupan
Sebuah kegelisahan yang dituangkan pada dominasi yang paling serius, sepele, mungkin juga yang dianggap
kata-kata paling berpeluang menimbulkan bunyi. Seti- tidak penting. Tantangan penyair tinggal bagaimana
daknya, Jokpin dengan sengaja bahwa kata-kata yang menarasikan perihal persoalan-persoalan tersebut. Hal
secara langsung sudah ‘terbebani’itu dicari, dilacak, sama seperti terpikirkan John Keats bahwa puisi suatu
serta disusun kembali menjadi satuan kekuatan usaha untuk membaca indah dari membayangkan
kejenakaan yang dipotensikan melahirkan paradoks suatu narasi proses pemikiran atau logis--dia tidak
bagi makna sebenarnya. Dan tentu saja tetap berbunyi. menyiratkan sebuah puisi yang tidak masuk akal atau
Paradoks Jokpin tuliskan pada Gantungkan cita- tidak memiliki narasi.
citamu setinggi gunung.//Gantungkan terbangmu Puisi yang bagus memang mengonkretkan hal-hal
pada sayap-sayap burung//Rajing pangkal pandai.// yang abstrak. Mengalir seperti air menemukan titik
Jatuh pangkal bangun.//Anak kucing lari-lari.//Anak pangkal manfaat bagi kehidupan—meski sekadar
hujan mencari kopi.//Hujan menghasilkan banjir.// menjadi bahan baku bagi kehidupan yang tampaknya
Hujan melahirkan pelukan-pelukan yang berbahaya.// sepele. Puisi tidak sekadar rentetan kalimat asal
Mataharimu terbit dari timur.//Matahariku terbit bunyi atau asal puitis. Lebih dari itu, persoalan
dari matamu.//Mandilah sebelum dingin tiba.// makna gramatikal dan makna konstektual patut
Cantiklah sebelum lipstik tiba.//Buanglah sampah pada diperhitungkan. Karena tentu saja, penyair terbaik tidak
tempatnya.//Buanglah benci ke tempat sampah.// mungkin menulis di ruang yang kosong—apalagi tanpa
Surga ada di telapak kaki ibu.//Kaki ibu mengandung kedalaman terpendam di dalamnya—sebagaimana
pegal-pegal kakiku.//Apa agamamu?//Agamaku air Peacock menengarai bahwa puisi memiliki ukuran
yang membersihkan pertanyaanmu// (hal. 6) begitu kolam yang dapat menyediakan kedalaman lautan
kontradiktif bagi adagium atau mitos-mitos keseharian seakan ia menyelam di kedalaman lautan dan berada di
dalam kehidupan. Kita seperti diajak untuk hidup selalu kedalaman lautan.
memaksimalkan imajinasi dengan santun—perihal Namun sekalipun dalam ‘kekosongan’, ia tetap
untuk tidak selalu mengiyakan tapi juga tidak begitu memendam seruan. Kekosongan tetap berada dalam
saja menerima keberadaan kata dalam kalimat-kalimat kedalaman sekaligus standar estetikanya tersendiri,
paling sahih sekalipun meski sudah dianggap wajar seperti ‘suwung’ yang ia narasikan dengan pendek pada
‘kebenarannya’. Membaca puisi-puisi Jokpin semacam Kepalaku rumah sakit jiwa yang kesepian//ditinggal
menjumpai kenaifan kehidupan. Setiap kalimat-kalimat penghuninya mudik liburan// (hal. 18). Betapa bahasa

88 PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017


PUSTAKA
seperti tidak perlu bersusah payah ditemukan oleh seorang penyair—bahwa keindahan pilihan kata bukanlah
kemutlakan, melainkan kejelian mencari keseharian kata-kata yang justru sering dijumpai bisa bertenaga dengan
baik. Ia membungkus pisau dengan namaMu.//Ia ingin melukai Kau dengan melukaiku.// (hal. 43)

Terkadang penyair sibuk mencari keindahan kata-kata atas nama seni merangkai kata biar lebih puitis atau
lebih berbunyi-bunyi bagi berbahasa. Padahal penguasaan bahasa justru berperan penting. Sekalipun bahasa
percakapan sekalipun, semacam dalam puisi “Yang”, “M”, “Kapan Lagi”, Hati Yogya”, “Pemeluk Agama”, atau “Sajak
Balsem untuk Gus Mus”—sebagaimana persoalan keimanan bukan melulu pada hati, tapi tentu saja bagi imaji
puisi itu sendiri. Ibumu adalah guru bahasamu.//Dan guru bahasamu mengajarkan,//di dalam kata apem ada api
yang telah dihalau hati yang adem.//”Cangkemmu adalah surgaku,” kata harimau.//Dan kata guru bahasamu, di
dalam kata asem ada asu yang telah ditangkal tangan yang kalem.// (hal.11)

PUSAT, EDISI 14/TAHUN 2017 89

Anda mungkin juga menyukai