Anda di halaman 1dari 5

1

RIWAYAT PRASASTI-PRASASTI
DI KAWASAN NGANJUK

Prasasti adalah piagam atau dokumen yang ditulis pada bahan


yang keras dan tahan lama. Nganjuk merupakan salah satu kota di
Jawa Timur yang menjadi gudang prasasti dari periode klasik.
Namun sayangnya, banyak prasasti yang ditemukan di Nganjuk
kondisinya sudah aus, sehingga sudah tidak dapat dibaca lagi.
Beruntung masih ada beberapa prasasti di Nganjuk yang masih
bisa terbaca dan isinya memberikan sumbangsih besar bagi kajian
sejarah Nusantara. Prasasti-prasasti di Nganjuk tersebut mengisi
mata rantai sejarah yang penting, karena mampu menjelaskan
berbagai peristiwa besar dalam sejarah kerajaan-kerajaan klasik di
Jawa Timur.
Prasasti yang pertama adalah
Prasasti Kinawe yang ditemukan di
Tanjung Kalang - Ngronggot yang
dikeluarkan pada tanggal 28 November
tahun 928 Masehi. Prasasti ini berisi
peresmian desa (wanua) Kinawe watek
Kadangan, dengan hak Sima sebagai
desa yang dibebaskan dari pembayaran
kepada raja.
2

Prasasti yang kedua adalah


Prasasti Hering yang ditemukan di
Kujon Manis - Warujayeng yang
dikeluarkan pada tanggal 22 Mei
tahun 934 Masehi. Prasasti ini
menceritakan kegiatan pembelian
tanah sawah di wilayah Hering oleh
Pu Danghil selaku penguasa Watek
Marganung, sehingga watek
Marganung mengalami perluasan ke utara. Peristiwa itu
disaksikan oleh Maharaja Sindok dan para pejabat kerajaan
hingga pejabat tingkat desa. Kelak Watek Marganung sebelah
selatan disebut Ganung Kidul dan Marganung sebelah utara
disebut Ganung Lor atau disebut juga Keringan yang merupakan
evolusi dari kata nama Hering.
Prasasti yang ketiga adalah
Prasasti Jayastamba atau Prasasti
Anjuk Ladang yang ditemukan di
Candirejo - Loceret yang dikeluarkan
pada tanggal 10 April tahun 937
Masehi. Prasasti ini menceritakan
tentang Raja Pu Sindok yang
memerintahkan agar tanah sawah
kakatikan di Anjukladang dijadikan
3

sima dan dipersembahkan kepada bathara di sang hyang prasada


kabhaktyan di Candi Sri Jayamerta. Prasasti ini dianggap sebagai
cikal bakal lahirnya Kota Nganjuk, sehingga kemudian dijadikan
sebagai hari jadi Kota Nganjuk. Menurut Sejarahwan Belanda, De
Casparis, Prasasti Anjuk Ladang merupakan monumen
kemenangan terhadap serangan musuh dari Malayu atau
Sriwijaya. Atas jasa masyarakat
Anjuk Ladang, maka
dianugerahkanlah status sima
swatantra (desa bebas pajak) di
Anjuk Ladang.
Prasasti yang keempat
adalah Prasasti Bandar Alim
yang ditemukan di Desa Bandar
Alim-Tanjunganom yang
dikeluarkan pada tahun 985
Masehi. Prasasti ini ditulis oleh
Kaki Manta yang berisi penghormatan kepada Dewa Lokapala.
Dewa Lokapala yang dimaksud pada prasasti ini adalah Sri
Lokapala yaitu menantu dari Pu Sindok atau suami dari
Isanatunggawijaya. Dari prasasti ini dapat diketahui bahwa
pewaris tahta Pu Sindok kemungkinan besar adalah menantunya
yaitu Sri Lokapala.
4

Prasasti yang kelima


adalah Prasasti Mataji
yang merupakan prasasti
in situ (berdiri di lokasi
aslinya) di Desa Bangle-
Lengkong yang
dikeluarkan pada tahun
1051 Masehi. Prasasti ini dikeluarkan oleh seorang raja Śrī
Mahārajyetêndrakara Wuryyawīryya Parakramā Bhakta dan Śrī
Mahārajyetêndra Paladewa. Raja tersebut memberikan anugerah
sima (desa bebas pajak) kepada penduduk desa Mataji yang selalu
membantu perang melawan musuh-musuh yang sering
mengganggu. Terdapatnya kata Panjalu menyiratkan bahwa Desa
Mataji Lengkong masih merupakan wilayah dari Kerajaan Panjalu
yang kemungkinan pada saat itu sering menjadi titik peperangan
antara Kerajaan Panjalu dengan Jenggala.
Prasasti yang keenam adalah prasasti yang baru-baru ini
ditemukan di Ngetos yang di dalamnya memuat angka tahun 1032
Saka (1110 Masehi) yaitu berada pada era Kerajaan Panjalu,
dimana di dalamnya disinggung tentang pemberian status sima
dan menyebut juga wilayah Kanuruhan. Belum bisa ditarik suatu
kesimpulan lebih jauh mengenai isi prasasti ini, karena sebagian
besar aksara sudah aus tidak terbaca lagi.
5

Prasasti yang ketujuh adalah Prasasti Berbek yang ditemukan


di halaman kontrolir Belanda di Berbek yang dikeluarkan pada
tahun 1338 Saka atau 1416 Masehi. Tidak ada keterangan pustaka
tentang prasasti ini, namun dilihat dari angka tahunnya maka
prasasti tersebut dikeluarkan pada era Kerajaan Majapahit
pimpinan Raja Wikramawardhana.
Sebenarnya masih
banyak lagi prasasti
atau batu bertulis kuno
yang ditemukan di
Nganjuk, namun
sayangnya kondisinya
sudah aus, sehingga
sudah tidak terbaca,
antara lain: dua buah koleksi prasasti di Museum Anjuk Ladang
dan prasasti berukuran 2 meter yang roboh di sebuah perkebunan
jagung di daerah Ngluyu.
Demikianlah gambaran sebaran prasasti-prasasti era klasik
yang ada di wilayah Kabupaten Nganjuk sampai dengan saat ini.

Anda mungkin juga menyukai