Anda di halaman 1dari 19

 PRAKATA

 DAFTAR ISI
 PASANG IKLAN

Contoh Karya Sastra


Kumpulan Karya Sastra Pilihan


 
 KUMPULAN CERPEN
 
 KUMPULAN DRAMA
 
 ENGLISH POEM
 
 KUMPULAN PANTUN
 
 KUMPULAN PUISI
 CERPEN
 PUISI
 PANTUN

 DRAMA
 ENGLISH POEM
 CERITA RAKYAT

 HOME / PUISI

9 Contoh Puisi Iwan Simatupang


 Jasmin Olivia  2/17/2015
Judul : 9 Contoh Puisi Iwan Simatupang

Rating : 100% based on 9759 ratings. 9676 user reviews.

Dihimpun dan Diedit Oleh Jasmin Olivia

Iwan Simatupang dan Contoh Puisinya - Siapakah Iwan SImatupang? Pastinya sobat
telah mempelajari atau mengenal nama atau biografinya di sekolah. Sekedar
menyegarkan kembali ingatan sobat, Iwan Simatupang yang dikenal sebagai sastrawan
angkatan 50-60-an, merupakan sastrawan Indonesia yang lahir pada tanggal 18 Januari
1928 di Sibolga (Sumatra Utara). Setelah beranjak dewasa, beliau melanjutkan
pendidikannya di berbagai perguruan tinggi, tapi tidak satu pun yang tamat. Beliau
pernah belajar bidang ilmu kedokteran (Surabaya), belajar antropologi dan filsafat di
Leiden dan Paris.

Jejak langkah Iwan selanjutnya adalah pernah


menjadi Guru, Wartawan dan Pengarang, yang hasil karyanya kebanyakan merupakan
karya sastra absurd, irrasional dan filosofis. Hasil karangan beliau hampir semuanya
bergenre sastra seperti Cerpen, Novel, Puisi, Drama, Esei dan kritik sastra. Beliau
wafat pada tanggal 4 Agustus 1970 di Jakarta. 

Hasil dari proses kreatif Iwan Simatupang dalam dunia sastra Indonesia antara
lainMerahnya Merah (1977), Kering (1972), Ziarah (1976), Koong, kisah tentang seekor
perkutut  (1975), Tunggu Aku dipojok Jalan Itu, Jang Tak Terpadamkan (Cerpen
1965), Perang di Taman  (Drama 1966), Tegak Lurus dengan Langit (Antologi Cerpen 1982)
dan Monolog Simpang Jalan.
Ingin mengingat kembali puisi-puisi pilihan Iwan Simatupang? Berikut kami sajikan 9
puisi pilihan Iwan SImatupang yang bis sobat baca dan pahami kedalaman arti yang
terkandung didalamnya.

Potret

Di sudut kamar seorang dara


Tergantung potret serdadu senyum:
“Tunggu! Sepulangku, bahtera kita kayuh!
Di atasnya salib: Pahlawan kasih yang
belum jua pulang.

Kini dara sudah lama tak menunggu lagi.


Langkah-langkah pelan, yang biasa datang
Menjelang tengah malam dari kebun belakang
Bawa cium dan kembang –
Takkan lagi kunjung datang.

Di sudut kamar seorang dara


Tergantung potret serdadu senyum:
“Jangan tunggu! Aku bangkai dalam bingkai!
Di atasnya salib: Pahlawan kasih yang
masih jua belum pulang.

Kini dara sudah lama dalam biara.

Ballade Kucing dan Otolet

Di jalan ada bangke


Kucing digilas otolet

Darah
Ngeong tak sudah
Selebihnya:
Langit biru
Dan manusia buru-buru

Otolet makin rame


Di tuhan punya jalan

Bangke makin rata


Di aspal panas

Penumpang gigimas
Bercanda

Di Surga
Kucing pangku supir kaya
Dan cekik
Tuhan

Gemercik Gerimis di Retak Nisan

Pada satu kemarau berkepanjangan


Di kerajaan padang hanya padang
Bersabda baginda satu hari:

Dari semua degup dan warna berlalu


Satu harus utuh selalu:
Lembut dan putih dari domba

Rakyat gembala segera gali sumur


Peras air dari lumpur
Penyiram hijau padang-padang

Tapi kemarau kian kering kian kering


Bilangan gembala kian hening kian hening
Domba kian kurus kian haus

Pada suatu hari gembala terakhir meninggal


Di sumur-sumur tak setitik air pun tinggal
Baginda dan domba hanya di padang tandus kering

Kini baginda tukar singgasana dengan seruling


Domba demi domba beliau iring
Cari hijau cari penjuru

Tapi kemarau kian kering kian kering


Bilangan gembala kian hening kian hening
Akhirnya hanya baginda yang tinggal

Di satu subuh bercuaca sangsai


Sampai baginda di satu pantai
Tanpa domba tanpa mahkota

Berakhir kini kasih dari singgasana kekeringan


Pada mula dari satu kebasahan
Sedang kemarau kian gerah, kian gerah

Di pantai ada kini nisan dari gembala bangsawan


Yang dalam menunggui kemarau berkepanjangan
- Kian retak kian retak

Akhirnya mengguntur guruh satu senja


Bawa berita dari kemarau mencerah
- gerimis sehembus hanya jatuh

Di jauhan, segumpal mendung iseng berlalu...


Apa Kata Bintang di Laut
Cerita buat Bayu Suseno, bayi Bu Tono

Jauh di pulau
ada seorang lanun
penguasa dari suatu selat
tak berbatas tak bertepi
tak bernama tak bersebut

Ia tuan tak bernobat


dari daerah tak berpunya
di mana kesunyian dan kegemuruhan
bersipongah dalam suatu kisah
tak berawal tak berakhir

Siap dekat siapa rapat


tujuh kali tiarap ditimba ruang
siapa lupa siapa alpa
nakhoda, pala dan janda-janda
kena angin pusaran
atau pitam

Ia panglima dari suatu pasukan


tak berbilang tak bernegeri
ia sekutu dari segala hantu
datu badai pengasuh pelangi

Ia berasal dari pegunungan


dari puncak mengabut selalu
- di mana jurang, tebing dan bukit
berkisah seharian dalam sepi menggelepar
tentang bayang mengejar sinar
tentang redup memagut cuaca

- di mana air terjun dari tinggi menjulang


menghempas diri dalam suatu hisak
tentang titik yang demi titik
tiada jemu cari butir perhentian

- di mana bulbul sayu berseru


menghari siamang sepi kerinduan
dan angin lautan swara-swara
di suatu swarga tiada bidari

Ah, ini semua ia telah tinggalkan


ketika ia pada suatu hari
dapati orang pantai depan pintunya
bawa kabar:
“Ibumu tiada akan pulang lagi, kawan,
ia telah dibawa pergi oleh orang-orang
datang merompak ke pekan nelayan
dan bawa segala gadis dan janda
dalam kapal layar berpanji hitam
berlambang tengkorak”

Sejak itu –
ia telah tempuh
jalan curam menungging pantai
yang ia selama ini hanya pandangi
bila ia terdiri curam atas tebing menghunjam
memagut sinar-sinar terakhir
dari mentari membenam diri
- yang ia selama ini tiada berani jalani
takut bertemu bota-bota
dari dongeng-dongeng ibunya

Sejak itu –
ia telah tinggalkan puncak kelabu
dan pergi ke laut lepas
segala selat ia telah harungi
segala teluk ia telah masuki
segala nakhoda ia telah tanya
segala nelayan ia telah sapa
tiada berita
tiada ibu

Sejak itu –
ia telah tetapkan
menjadi pencari larut
dari suatu pencarian tak berkedapatan
dalam suatu bumi tak bermentari
- menjadi pelalu sunyi
dari suatu jalan tak berkeakhiran
dalam suatu gurun tak berkelengangan

Sejak itu –
ia telah putuskan
jadi ahli waris dari
ayah tiri yang ia tak kenal
pembawa lari ibunya dari pantai
dalam kapal layar berpanji hitam
berlambang tengkorak

Jauh di pulau
ada seorang lanun
anak orang utas di pegunungan
pencari kesunyian dalam kegemuruhan
pencari kegemuruhan dalam kesunyian

Pada Kepergian Bersama Angin


buat murid-muridku di Surabaya

Irama dari bahaya dan bencana


Lagi-lagi gentayangan dari jauhan
Ah, mengapa panji tak kuangkat saja kembali
Dan
Berlari jingkat telanjang bulat ke muka
Dengan tembilang
Memupus segala jejak di belakang?

Usah duga
Mana tugu ujung segala pencarian
Hanya
: Bila pelangi cerlangi dinihari pekat
Dan asap berkepul hijau dari bintang-gerhana –
Datang, datanglah kau
Ziarahi aku dalam bayang terkulai
Dari tiang gantungan atas piala racun tercecer...

Dan aku
Akan ziarahi semua
Penziarah

Dengan senyum –
Seribu-kiamat

Merah Jambu Di Melati


Kepada Sitor Situmorang

Ada darah tiris


Dari hati atas melati
Satu satu

Ada melati tumbuh


Diciuman segara dengan gurun
Jauh jauh

Darah beku
Melati layu
Tapal sayu

Ada murai atas cactus


Ada cactus dalam hati
Ada kicau berduri

Sunyi sunyi

Pengakuan

Aku ingin memberi pengakuan:

Bulan yang gerhana esok malam


telah kutukar pagi ini
dengan wajah terlalu bersegi
pada kaca yang retak oleh
tengadah derita kepada esok

Kulecut hari berbusa merah

Jambangan di depan jendela terbuka


menyiram kesegaran pagi dengan
pengakuan:

esok adalah bulan purnama

Sungai Batanghari, 13 Agustus 1961

Requiem
Mengenang manusia perang I.H. Simandjuntak: Let., bunuh diri!

Aku tiada dapat katakan


apakah pergimu pada fajar atau senja
aku hanya tahu
kau pergi berlangit merah mencerah

Sejak kau pergi, prajurit-kematian,


kami berkesulitan menghalau gagak-gagak
ingin berhinggapan di lembah kami
dan berseru seharian dalam suatu lagu
yang bikin kami pada bergelisahan

Langit kami kini bertambah mendung


bukan oleh arakan mega yang bawa rintik-rintik
tapi oleh kawanan gagak
yang kian tutupi celah-celah terakhir
dari kebiruan langit jernih
dan kecuacaan mentari

Kawan
kami kini memikirkan
pengerahan gadis-gadis dan orang tua kami
untuk menghunus segala tombak dan keris hiasan
yang berpacakan di dinding ruang-ruang tamu kami
sebab
sejak kau pergi
pemuda-pemuda gembala dan petani kami
berlomba-lomba meninggalkan lembah
dan pergi lari ke kota
jadi penunggu taman-taman pahlawan
atau pembongkar mayat-mayat

Saksikanlah
di sini ada tantangan dari suatu kemuraman
yang ingin pudarkan segala irama dan kehijauan
dengar
di sini ada kesediaan dari nafas demi nafas
yang ingin pertahankan keluasaan jantung berdetak
dalam deretan detik demi detik
Tidak kawan
kami tiada akan mencari pelarian kami
ke dunia tempat mantera berserakan
walau kami tahu
bahwa mantera ditakuti gagak-gagak
dan akan buat langit kami
kembali cerlang

Kami benci mantera-mantera


kami benci semua yang bukan datang
dari kelenjar dan darah kami
sebab kami tahu
kekuatan yang dalam tanggapan
adalah jua kelemahan

Tidak kawan
kami akan tantang pertarungan ini
tanpa sikap dan gita kepahlawanan
sebab kami tahu
pahlawan berkehunian
bukan di bumi ini.

Kami tiada berani ramalkan


kesudahan dari pertarungan ini
kebenaran bukan lagi dalam
ramal, tenung ataupun renung

Tapi
andaikata lembah kami
menjadi lembah dari gagak-gagak
dan belulang kami mereka jadikan
bagian dari sarang-sarang mereka
ketahuilah
di sini telah rebah
manusia-manusia yang tiada akan
memikul tanda-tanda tanya lagi

Tapi
andaikata gagak dapat kami tiwaskan satu demi satu
dan haruman langit dapat kami hirup dengan luasa kembali
o, kegembiraan kami tiada akan kami unjukkan
dengan sesaat pun jatuh bertiarap di puncak bukit-bukit
kami
sambil menatap kerinduan ke udara kosong
dan membacakan mantera-mantera ...

Pun tiada akan kami kutuki


pemuda-pemuda kami yang lari ke kota
mencari kegemuruhan dalam menunggui kelengangan
sebab
kami mengibai semua mereka
yang tiada tahu dengan diri
pada kesampaian di tiap perbatasan

Inilah langkah pertama kami


kepenginjakan suatu bumi baru
di mana kami bukan lagi tapal
dari kelampauan dan keakanan
tapi
kamilah kelampauan dan keakanan!

Inilah tarikan-nafas kami yang pertama


dalam penghirupan udara di suatu jagat baru
di mana nilai-nilai ketakberhinggaan
bukan lagi terletak dalam
ramal, tenung ataupun renung
tapi:
dalam kesegaran dan keserta-mertaan!

Aku tiada dapat katakan


apakah pergimu pada fajar atau senja
aku hanya tahu
kau pergi berlangit merah mencerah,
pahlawan!

Surabaya, 29 Januari 1953

Bintang tak Bermalam


(nocturne untuk Nany Jasodiningrat)

Bertengger atas risau lembayung


Bintang tak tahu
Ke mana pijar hendak dipenjar

(Siang telah reguk segala warna


Bahkan kelam
Tak lagi bagi malam)

Dan pada pelangi


(Yang hanya di siang)
Tak ada berwakil

Warna bintang jatuh

Baca CONTOH SASTRA LENGKAP lainnya 

Shares

SASTRA PILIHAN LAIN:


10 Puisi Pilihan Penyair Sufi Jalaludin Rumi

Apa itu Puisi Lama?

20 Contoh Puisi Amir Hamzah


5 Contoh Puisi Perpisahan Terbaik

10 Puisi Pilihan Taufik Ismail

Hamid Jabbar dan Contoh Puisinya

10 Contoh Puisi Omar Khayyam


5 Contoh Puisi Hamzah Al-Fansyuri

10 Contoh Puisi Pilihan Muhammad Iqbal

10 Contoh Puisi Abdul Hadi WM


20 Contoh Puisi Acep Zamzam Noor

Namakan Saja | Puisi Pendek Al-Usman

NEXT ARTICLENext Post


PREVIOUS ARTICLEPrevious Post

Search here. Search

Google+
Facebook
Twitter
Rss Feed

CONTOH PUISI POPULER


99+ Kumpulan Contoh Puisi Pendek, Panjang, Cinta Romantis dan Bermakna
[LENGKAP]
Kumpulan Contoh-contoh Puisi Pilihan  - Puisi merupakan bentuk karya sastra dari hasil ungkapan dan
perasaan penyair dengan bahasa yang teri...

7 CONTOH SASTRA POPULER


 Wijil dan Anjing Siluman | Cerpen Angga T. Sanjaya
 Menunggu Kiamat Datang | Cerpen Zaenal Radar T
 Keranda | Cerpen D. Inu Rahman Abadi
 Mek Mencoba Menolak Memijit | Cerpen Rizqi Turama
 Lelaki yang Menunggu Kepulangan Istrinya | Cerpen Riyan Prasetio
 Manusia Setengah Duda | Cerpen Rudi Riadi

 Ikan | Cerpen Abraham Zakky Zulhazmi

SOBAT PENCINTA SASTRA


 
UPDATE RUTIN karya sastra terbaru VIA EMAIL
Delivered by FeedBurner

Masukkan Email Langganan!

Contoh Karya Sastra © 2015 - 2019


Template by Tutorial Blog
 
DISCLAIMER

Anda mungkin juga menyukai