ACEH
Daftar Kepustakaan
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia PNRI
Penulis
Teuku Dadek
Hermansyah
Editor
Arif Ramdan
Design
Irfan M Nur
Penerbit
Bappeda Aceh Barat
Meulaboh
P
uji dan syukur kita panjatkan kehadhirat Allah SWT,
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang
tak terhingga kepada kita.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada pangkuan
junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, dan
sahabatnya sekalian.
Pasca gempa-tsunami di Aceh 2004, kita kehilangan banyak
hal, termasuk sejarah dan adat budaya. Dalam ranah khazanah
intelektual dan pengetahuan, hampir semuanya ikut hanyut
dalam gelombang tersebut. Tetapi dalam duka yang panjang
masih tersimpan harapan dan semangat rehabilitasi dan
rekontruksi negeri ini.
Semangat tersebut telah mencetuskan hari lahir Kota
Meulaboh dan Kabupaten Aceh Barat, daerah yang memiliki
historis panjang dan berliku di Aceh. Karenanya, sangat perlu
disatukan kembali penggalan-penggalan sejarah, tokoh, tradisi,
adat budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya, menjadi sebuah
literatur yang dapat disaji dalam ranah bacaan publik, sehingga
dapat menjadi referensi semua lapisan pembaca, dari pelajar,
mahasiswa, peneliti, pemerintah hingga masyarakat.
Sebagai buku perdana menelusuri sejarah Meulaboh, maka
buku ini menjadi semangat awal membangun masa depan
Meulaboh yang berbasis ilmu pengetahuan melalui sumber-
sumber (khazanah) lokal tanpa menanggalkan kearifan yang
ada.
Lebih dari itu, buku ini menjadi lebih komprehensif karena
diracik dari berbagai tulisan dan bahasa : Aceh, Belanda, Inggris,
HT. Alaidinsyah
S
udah sewajarnya, kita bersyukur kepada Allah SWT atas
kesempatan dan dorongan kepada kedua penulis untuk
menyusun buku ini yang telah melimpahkan rahmat dan
karunia-Nya yang tak terhingga kepada kita.
Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada pangkuan
junjungan alam Nabi Besar Muhammad SAW, keluarga, dan
sahabatnya sekalian.
Sebuah terobosan yang sangat menarik atas prakasa terbitnya
Buku Meulaboh Dalam Lintas Sejarah Aceh ini, dengan alasan :
pertama, buku ini adalah buku yang kaya akan informasi tentang
Meulaboh khususnya dan Aceh Barat umumnya dengan sumber
yang seimbang dari berbagai literatur baik dari khasanah Aceh/
lokal maupun sumber-sumber barat dalam hal ini terutama
Belanda.
Kedua, buku ini adalah buku pertama yang membedah
Meulaboh dari awalnya sampai sekarang ini, tentunya ini akan
memberikan arah baik dari belakang maupun ke depan sebagai
identitas sejarah dan budaya Meulaboh dan Aceh Barat sehingga
akan memberikan gambaran menyeluruh apa, bagaimana dan
mengapa tentang Meulaboh dan Aceh Barat.
Ketiga, buku ini, adalah sebuah dokumen yang mengungkap
beberapa kejadian di Meulaboh yang banyak orang tidak
terinformasikan, seperti kejadian Teungku di Meukek yang
juga namanya Teungku di Rundeng yang terbunuh oleh senjata
Teuku Keujruen Muda Meulaboh, peristiwa ini mengambarkan
bahwa di Meulaboh pernah terjadi perang saudara yang sangat
besar dengan melibatkan politik adu domba Belanda.
Keempat, buku ini sebuah mozaik sejarah yang meng-
Alfian Ibrahim
P
uji syukur kepada Allah SWT. atas segala rahmat-
Nya. Shalawat dan salam kepada Rasulullah SAW atas
perjuangannya. Semoga kita selalu dalam hidayah. Amin.
Dalam perjalanan Negeri Meulaboh, kota ini mendapat
perhatian sejak awal keberadaannya. Dan dalam beberapa
momen mendapat perhatian khusus oleh pelayar luar dan dunia
internasional. Periode kesultanan, kolonial, hingga kemerdekaan,
Meulaboh menjadi tanah favorit di bagian pantai barat, setelah
lainnya mulai memudar.
Sepanjang sejarah perjalanan tersebut, terus terang, kita tidak
mendapat gambaran utuh dan belum tersaji dengan lengkap.
Pasca bencana alam gempa-tsunami dan bencana kemanusiaan
telah merenggut lebih awal dari apa yang belum kita rawat dan
jaga, apalagi yang diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Meulaboh memiliki peran penting dalam membangun
karakter bangsa ini yang sepertinya berlalu begitu saja.
Padahal banyak pengetahuan dan kearifan yang wajib kita
pelajari dan diwarisi, kita bukan hanya melawan lupa, tapi
juga memperjuangkan eksistensi warisan para indatu dengan
rekaman yang dapat dibaca dan dihayati di kemudian hari.
Meulaboh yang telah berumur lebih dari empat ratus tahun
patut diteliti eksistensinya. Dalam usianya yang tidak tergolong
muda dan telah baligh, sepatutnya kita telah menemui banyak
sumber literatur, tokoh, kearifan, dan ilmu pengetahuan berbasis
lokal (Meulaboh). Namun, dalam realitanya tidak demikian.
Peristiwa penting, tokoh-tokoh utama, tempat-tempat
bersejarah, warisan khazanah keagamaan dan keilmuan,
tenggalam seiring waktu dan bencana manusia tanpa
meninggalkan tanda-tanda kepada kita.
KATA SAMBUTAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
MEULABOH DALAM
LITERATUR KLASIK
K
epulauan Semenanjung Melayu dan Kepulauan
Nusantara merupakan wilayah yang sangat strategis
sepanjang sejarah, karena terletak antara Lautan Hindia
dan Laut Cina Selatan yang menghubungkan negeri-negeri
sebelah Timur, seperti Cina dan Jepang dengan negeri-negeri
sebelah barat (negeri di atas angin), yaitu anak benua India,
Persia, Jazirah Timur Tengah, Afrika, dan Eropa.
Kepulauan Nusantara, khususnya Aceh yang terletak di
ujung Pulau Sumatera, merupakan daerah penghasil rempah-
rempah yang amat diminati oleh pedagang-pedagang dari timur
dan barat. Sebagian besar hasil alam itu menjadi kebutuhan
primer di negeri-negeri seberang laut. Secara khusus, Aceh
dengan sadar memainkan peranan penting dalam bisnis dan
transaksi perdagangan di perairan, maka muncullah pelabuhan-
pelabuhan transito internasional sebagai tempat para pedagang
bertransaksi dan kapalnya singgah dari segenap penjuru dunia,
salah satu destinasinya adalah Meulaboh yang berada di Pantai
Barat Aceh.
Namun, sejauh peradaban itu dibangun, maka informasi
pesisir Pantai Barat Aceh begitu sedikit dan minim jika
dibandingkan kiprah pesisir pantai belahan Timur Aceh, seperti
Peureulak (Perlak), Pase, Pidie (Pidir), Lamuri, dan sebagainya.
2
Penggunaannya kata laboh, misalnya pat ji Laboh pukat? Di manakah mereka berpukat?
pakon laboh that tangui ija? Taumanyang bacut! Mengapa Anda memakai kain rendah
sekali. Tinggikanlah sedikit. bak jiplueng-plueng ka laboh di aneuk nyan, Ketika berlari-lari,
jatuhlah anak itu. Meulaboh, teulaboh : dibuang, diturunkan; meulaboh, teulaboh saoh ;
Sauh sudah di buang; teungoh ji meulaboh; mereka sedang berlabuh.Lihat Aboebakar Atjeh,
dkk, Kamus Aceh-Indonesia. Jakarta: Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan, Lembaga
Pengembangan dan Bahasa dan Kebudayaan, 1985, h. 408
3
Penelitian dilakukan oleh multi NGOs dan lembaga riset dari berbagai penjuru dunia;
Katrin Monecke, Wellesley College USA, Willi Finger, Swiss Agency For Development And
Cooperation, Switzerland David Klarer, Old Woman Creek National Estuarine Research,
Huron, Ohio, Widjo Kongko, BPPT, Coastal Dynamic Research Institute, Brian Mcadoo,
Vassar College USA, Andrew Moore, Earlham College, USA, Sam Unggul Sudrajat, United
Nations Development Program (UNDP), Indonesia Frank Karmanocky, Neil Hood,
Brian Houston, University Of Pittsburgh At Johnstown Stefan Luthi, Delft University Of
Technology, Netherlands, dan lainnya
4
Hermansyah, Naskah Tabir Gempa: Antara Mitigasi Bencana dan Kearifan Lokal di Aceh
(Kajian Terhadap Naskah-Naskah Kuno) Prosiding ADIC III Malaysia, 2012, Vol. II.
5
Catatan tersebut ditulis di sampul naskah berjudul Fath al-wahhb bi-sharh manhaj al-
Tullb karangan Ab Yahy Zakary al-Anshar al-Shfi (823-936 H/1420-1529 M).
6
Henri Chambert-Loir, Sultan, Pahlawan dan Hakim. Jakarta: KPG, 2011, h.57
7
Anthony Reid, Asal Mula Konflik Aceh: dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga Akhir
Kerajaan Aceh Abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor, 1995, h. 269
8
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII &
XVIII Jakarta: Prenada Media, 2005, 39
9
Lihat RC.Lane, The Mediterranean Spice Trade: Further Evidence of its Revival in the
Sixteenth Century, The American Historical Review, 45 (1939/40), 586. M.A.P Meilink-
Roelofsz, Asian Trade and European Influence in the Indonesian Archipelago, Den Haag:
Nijhoff, 1962, 16-8
10
Lebih lanjut tentang de Beaulieu telah diungkapkan oleh Denys Lombard, Kerajaan Aceh
Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta: KPG (Kepustakaan Populer Gramedia),
2008, h. 49-52. Dan lihat juga Bernard Dorleans, Orang Indonesia dan Orang Prancis Dari
Abad XVI Sampai dengan Abad XX. Jakarta: KPG, h. 51
Gambar 04: Pelabuhan-pelabuhan di Aceh dan Sumatra di periode ke-18 dan awal 19 M.
11
Lem Kam Hing, The Sultanate of Aceh Relations with the British 1760-1824. New York:
Oxford University Press, 1995, h. i
12
http://www.geographicus.com/P/AntiqueMap/WestSumatraPepperPorts-ashmore-1821.
diakses pada hari Senin, 21 Agustus 2013. Lihat lampiran 2 map (peta) yang digambar
tangan oleh Samuel Ashmore
15
D. Catz Rebecca, The Travel on Mendez Pinto. Chicago: Chicago University Press, 1989:
26-7
16
Lem Kam Hing, The Sultanate of Aceh Relations with the British 1760-1824. New
York:Oxford University Press, 1995
Lem Kam Hing, Achehs Relation with the British, 1760-1819. University of Malaya,
18
Gambar 05: Peta Nusantara yang dipersembahkan Sultan Aceh, Mansur Syah (1838-1870) ke
Sultan Abdlmecid di Istambul, 1849 M/ 1265 H, yang mencerminkan Aceh dan pelabuhan serta
wilayah teritorialnya berada di bawah kedaulatan Usmani.
19
Raden Hoesein Djajadiningrat, terj. Teuku Hamid, Kesultanan Aceh (Suatu Pembahasan
tentang Sejarah Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan yang terdapat dalam Karya
Melayu). Banda Aceh: Depertemen P & K dan Proyek Pengembangan Permuseuman. 1983,
h. 17
20
Joao de Barros, da Asia. Edit. 1777-78, dec.iii, jl.2 hal.239-280. Lihat juga Marsden,
Histori of Sumatera.h, 41.
21
M. Junus Djamil, Gerak Kebangkitan Aceh. Bandung: 2009, h. 147.
22
M. Junus Djamil, Gerak Kebangkitan Aceh 149
23
Raden Hoesein Djajadiningrat, terj. Teuku Hamid, Kesultanan Aceh (Suatu Pembahasan
tentang Sejarah Kesultanan Aceh11
24
Uka Tjandrasasmita, Arkeologi Islam Nusantara, Jakarta: KPG, 2009:14.
Henri Chambert-Loir, Sultan, Pahlawan dan Hakim. Jakarta: KPG, 2011, h. 67-68
25
Fernao Mendes Pinto, Prgrination, Paris: Editions de la Diffrence, 1991, h. 64, 99,
26
103, 133.
27
Jane Drakard, A Malay Frontier: Unity and Duality in a Sumatran Kingdom. Ithaca:
Cornell University Press, 1990, h.205
28
Denys Lombard, Kerajaan Aceh: Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Jakarta:
Kepustakan Populer Gramedia, 2006.
29
Tokoh ini kemudian juga [disebut] disebut Po Rahman
33
Lihat lampiran I untuk isi kandungan Sarakata
34
A. Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta Pusat: Beuna, 1983, h. 242-243
35
Surat Sultan Iskandar Muda kepada Raja Inggris, James I, tertanda tahun 1024 H (1615
M), kini disimpan di Bodlean Library, Oxford. MS Laud Or.Rolls.b.1
36
G.W.J Drewes dan L.F Brakel, The Poems of Hamzah Fansuri, Bibliotheca Indonesia 26,
KITLV, 1986: 6.
37
Data yang diungkapkan oleh Claude Guillot dan Ludvik Kalus sebenarnya telah diperoleh
sejak tahun 1934 oleh ahli epigrafi muda dari Mesir, Hassan Mohammed el-Hawary,
pegawai museum Seni Arab di Kaherah yang berhasil mengumpulkan 250 inskripsi nisan di
al-Haramain. Lihat, Claude Guillot dan Ludvik Kalus, Inskripsi Islam Tertua di Indonesia.
Jakarta: KPG, 2008, h. 71-100.
2006, h. 77
44
Lihat Tgk Anzib Lamnyong, Hikajat Potjut Muhammad. Banda Aceh: Lambaga
Kebudajaan Atjeh, 1964.
45
James Siegel, Shadow and Sound; The Historical Thought of a Sumatran People.
Chichago: The University of Chichago, 1979, h. 34.
46
Sesuai dengan transkripsi teks Hikayat Pocut Muhammad koleksi Museum Aceh dalam
bentuk manuskrip.Naskah tersebut pernah disunting oleh Drs. Ramli Harun (1981)
diterbitkan oleh Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah, Jakarta.
Sultan Alauddin Riayat Syah dikenal Sayyid Mukammil menjadi Sultan periode (1588-
47
1604). Sebagian kronik berbeda penanggalan tahun. Ia putra dari Firmansyah cucu dari
Sultan Ali Mughayat Syah, keturunan Inayat Syah, raja Darul Kamal. Lihat beberapa
sumber; Denys Lombard, Kerajaan Aceh Zaman Sultan Iskandar Muda (1607-1636). Raden
Hoesein Djajadiningrat, terj. Teuku Hamid, Kesultanan Aceh (Suatu Pembahasan tentang
Sejarah Kesultanan Aceh Berdasarkan Bahan-bahan yang terdapat dalam Karya Melayu).
Banda Aceh.
Nuruddin ar-Raniry, Bustanus Salatin fi Zikr al-Awwalin wal Akhirin (MS). Lihat kajian
48
Jelani Harun, Bustan al-Salatin; 'the garden of kings': a universal history and Adab
work from seventeenth-century, Aceh, in Indonesia and the Malay word, Vol. 32:92. Carfax
Publishing: Taylor & Francis group, 2004, h. 21-52.
49
Henry Chambert-Loir sultan Fansuri dalam Sultan, Hakim dan Pahlawan. Jakarta:
Kepustakaan Populer Gramedia, Ecole Francaise dExtreme-Orient, 2011
MEULABOH
PERIODE KOLONIAL
M
eulaboh menjadi taman idaman para kolonial
Belanda dengan menempatkannya sebagai sentral
perdagangan dan pusat pengontrolan kewenangan
di wilayah bagian Barat, yang kemudian dikenal oleh belanda
Westkust van Atjeh. Van Langen saat menjabat posisi penting di
Meulaboh telah menilik peta lengkap wilayah penghasil Lada
tersebut, bersamanya ditandai dengan regional penting daerah
penghasilan secaratopografi, geologi, hidrologi, iklim cuaca,
perbatasan wilayah, dan lainnya.
Dengan menempatkan Meulaboh sebagai pusat
pemerintahan pantai Barat, maka sentralisasi kolonial di
wilayah pantai barat selatan tertumpu ke Meulaboh. Demikian,
segala administrasi pemerintahan di Meulaboh diubah, sesuai
dengan aturan-aturan pihak penguasa. Susunan pemerintahan
di Aceh pra kemerdekaan seperti yang telah diatur pada waktu
pemerintahan Belanda merupakan sebuah keresidenan, yang
diperintah oleh seorang residen ditunjuk dari Batavia atau
melalui persetujuan dari Banda Aceh. Sistem ini, hampir ada di
seluruh wilayah Nusantara sebagai daerah jajahan kekuasaan
Kolonial Belanda.
Namun demikian, saat kami menulis (membaca) Aceh
periode kolonial, mungkin sulit untuk dapat memisahkan
Gambar: T. Tjik Meulaboh 1894 (di seputaran Jalan Merdeka sekarang). Ia juga [mungkin]
dikenal Teuku Tjik Abah Itam yang diangkat Belanda karena anak Teuku Tjik Ali semuanya
melawan Belanda.
1
Naskah Qanun al-Asyi Meukuta Alam. Lihat A. Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah
I. Jakarta: Penerbit Beuna, 1983, h. 70
2
Goerge Granville Putnam, Salem Vessels and Their Voyages: A History of the Pepper Trade
with the Islan Sumatra. Salem, Mass: The Essex Institute, 1992
3
Pada tanggal 8 April 1873 angkata bersenjata Belanda dengan enam buah kapal uap, dua
buah kapal angkata laut, lima buah kapal barkas, delapan buah kapal peronda, sebuah kapal
komando, enam buah kapal pengangkut, lima buah kapal layar berada di perairan Aceh
dengan kekuatan 168 orang opsir dan 3198 bawahan. Hari itu juga mendaratlah pasukan
Belanda di pantai Aceh di bawah komando Jenderal J.H.R. Kohler. Lihat E.B Kielstra,
Beschrijving van den Atjeh-Oorlog, Jil. I, 1883, h, 66-67
H. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Harian Waspada, 1985, II, h. 161
4
5
Hingga saat ini masih banyak interpretasi terhadap Lela Perkasa sebuah nama atau satu
jabatan dalam pemerintahan atau kesultanan, seperti posisi Qadhi Malikul Adil, namun
kuat dugaan nama Teuku Tjik Lela Perkasa adalah nama jabatan atau gelar untuk penguasa
di suatu daerah dan lazim digunakan terutama untuk PenguasaMeulaboh.
6
H. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Harian Waspada, 1985, II, h. 181
Anthony Reid, Asal Mula Konflik Aceh: dari Perebutan Pantai Timur Sumatera hingga
7
Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19. Jakarta: Yayasan Obor, 2007, h. 236
8
Lihat Peuncefote kepada admiralty [Kantor Pelayaran] 31 Januari 1884, F.O. 37/691;
Kennedy kepada Granville tanggal 19 Januari 1884, P.P 1884, Laporan atas kapal S.S Nisero
tanggal 8 November 1883.
9
H. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Harian Waspada, 1985, II, h. 192.
Menurut Mohammad Said, para sandera berada di pedalaman Aceh Barat selama kurang
lebih 3 bulan, akan tetapi menurut Abdul Karim Ms, para tahanan berada selama dua tahun.
10
K.F.V van Langen, Handleinding voor de BeoefeningAtjehsche Taal. Sravenhages.
Martinus Nijhoff, 1889: 95-170
Ramli Harun, suntingan Hikayat Ranto ngon Hikayat Teungku di Meukek. Jakarta: Dep. P
11
& K, 1983. H, 40-41. Belum ada penelitian komprehensif sosok Teungku di Meukek dan
Teungku di Rundeng, dua nama satu aktor atau berbeda.
12
C. Snouck Hurgronje, Aceh di Mata Kolonialis, terj. The Achehnese. Jakarta: Yayasan
Soko Guru, 1985, h. 127
Gambar:
Peta
Westkust
van
Atjeh
versivan
Langen
14
K.F.H. Van Langen, De Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur onder Het Sultanaat,
Gravenhage: Martinus Nijhoff, 1888:9
15
K.F.H. Van Langen, De Inrichting van het Atjehsche Staatsbestuur onder Het Sultanaat,
13
Gambar: Monumen peringatan tertembaknya Teuku Umar di dekat pesisir pantai Aceh Barat.
Tugu tersebut tertulis di sini Teukoe Umar meninggal 11 Febuari 1899 (sumber: tropen)
17
Kuburan Teuku Johan Pahlawan mantan Panglima Perang Besar Gubernemen Hindia
Belanda baru diketahui langsung tanggal 1 Nopember 1917 atau 18 tahun setelah ia
mangkat. Seorang pegawai purbakala Belanda atau Oudheidskunddigendienst, J.J. De Vink
melihat kuburan Teuku Umar setelah mendapat izin Teuku Chik Ali Akbar (Uleebalang
Kaway XVI) dan Teuku Panyang, Ulee Balang Meugo, dengan syarat kuburan tersebut tidak
diganggu/dibongkar lagi.
19
Snouck Hurgronje anak seorang pendeta, mempunyai nama kecil Christiaan, lahir 8
Pebruari 1857, di Oosterhout (Nederland) di mana dia mulai memasuki bangku sekolah
rendah, untuk kemudian masuk HBS di Breda, untuk bahasa Latin dan Yunani. Tahun 1874,
dia masuk universitas di Leiden, mula-mula jurusan teologi, kemudian sastra, bahasa Arab
dan agama Islam.
20
Lihat H. Mohammad Said, Aceh Sepanjang Abad, Medan: Harian Waspada, 1985, II,
h. 97. Juga, E. Gobee dan C. Adriaanse, Nasihat-nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa
Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda (1889-1936). Jakarta: Indonesian
Netherlands Cooperation in Islamic Studies (INIS), 1990.
21
Ibrahim Alfian, Sastra Perang: Sebuah Pembicaraan Mengenai Hikayat Perang Sabil.
Jakarta: Balai Pustaka, 1992, h. 19
22
Surat Gubernur Hens kepada Gubernur Jenderal Hindia Belanda, no. 192/82, Koetaradja
10 Agustus 1924 dalam Kernpapieren no. H 797/ 16 1 KITLV Leiden.
23
H.T . Damste , "Atjehsche Oorlogspapieren", IG (1912) , h. 788, dan Damste , "Hikajat
Prang Sabi", BKJ Jil. 84 (1928) , h, 545. Lihat juga surat controleur Seulimeum Dr. J. J. van
de Velde kepada Prof. Dr. Snouck Hurgronje, 5 Agustus 1932, UB Leiden, Cod. Or. 8134.
Hasan Saleh, Mengapa Aceh Bergolak: Bertarung untuk Kepentingan Bangsa dan
24
Bersabung untuk Kepentingan Daerah. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1992, h. 240
25
Snouck Hurgronje, Aceh di Mata Kolonialis, Jakarta: Yayasan Soko Guru, 1980, h. XXVI
MEULABOH
PERIODE KEMERDEKAAN
P
eriode ini (kemerdekaan) kita sepakat untuk memulai
sejak kemerdekaan Indonesia (17 Agustus 1945),
walaupun diakui, atas keterbatasan komunikasi di wilayah
Indonesia pada saat itu berdampak pada terlambatnya informasi
sampai ke Meulaboh, sebulan kemudian, Jumat 14 September
1945 baru diketahui proklamasi kemerdekaan Indonesia. Bukan
hanya di sini, hal yang sama itu juga terjadi di daerah lain, Calang
misalnya, mengetahui merdeka sejak tanggal 6 September 1945,
dan Banda Aceh 30 Agustus 1945, serta Bukit Tinggi pada 20
Agustus 1945 saat mengibarkan bendera merah putih.1
Walaupun demikian, semangat merdeka dan hidup mandiri
dari kolonial Belanda merupakan cita-cita yang selama itu
diidam-idamkan oleh seluruh rakyat wilayah di Indonesia,
sehingga memacu persatuan walau dalam kondisi terbatas dan
terkendala. Semangat ini jelas terlihatsebagaimana yang telah
disebut pada bab-bab sebelumnya, dan yang akan ditunjukkan
buktinya di depan- sejak perang kemerdekaan dengan Belanda
pada agresi sebelum kemerdekaan dan setelah proklamasi
Gambar: Pelopor pembentukan Barisan Pemuda Indonesia (BPI) di Meulaboh.Duduk dari kiri
ke kanan: T. Ilyas Polem, H. Dawood Dariyah, H. Daod NA, TR. Iskandar. Berdiri dari kiri ke
kanan: IH. Hasan, TM. Yatim, Amat, T. Tjut Mahmud, M. Saleh.
2
Drs. Twk Abbas Abdullah dalam buknya Detik Detik Bersejarah merebut dan menegakkan
Kemerdekaan di Pantai Barat Selatanmenyatakan bahwa rapat tersebut dilaksanakan pada
tanggal 23 Oktober 1945, sementara Tjut Yatim mengatakan bahwa tanggal diatas yang
sebenarnya.
3
Tim, Rencana Tata Kota Meulaboh, Analisa Dan Rencana. Banda Aceh: Direktorat Tata
Kota Dan Tata Daerah, 1976: 10.
Provinsi Maluku,
Provinsi Sulawesi,
Provinsi Nusa Tenggara,
4
UU Darurat (Drt) Republik Indonesia No. 24 tahun 1956
5
Wawancara dengan Tjut Yatim menyebutkan bahwa Teungku Hanafiah adalah guncho
(gunco) Meulaboh yang berlanjut sebelum kemerdekaan, namun penunjukan ini tidak resmi
dan beliau sendiri takut memegang amanah ini dan keluar Meulaboh menuju Tapak Tuan.
Foto lihat Lampiran 3. Sedangkan dalam buku Kenapa Aceh bergolak disebutkan ..Said
Abubakar ditunjuk Jepang menjadi gunco di Meulaboh... Hasan Saleh, Mengapa Aceh
Bergolak: Bertarung untuk Kepentingan Bangsa dan Bersabung untuk Kepentingan
7
Sebagai dimaksud dalam Ketetapan Gubernur Sumatera Utara Tanggal 27 Januari 1949 No.
5/Gso/ Oe/49. Undang-undang Darurat ditanda tangani oleh Soekarno sebagai Presiden RI
pada Tgl 7 Nopember 1956. Sumber: UU LN 1956/58; TLN No. 1092
8
Undang-undang RI No 4, Tentang Pembentukan Kabupaten Aceh Barat Daya, Kabupaten
Gayo Lues, Kabupaten Aceh Jaya, Kabupaten Nagan Raya, Dan Kabupaten Aceh Tamiang,
Di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Tanggal 10 April 2002, ditanda tangani oleh
Megawati Soekarnoputri sebagai Presiden RI.
9
UU 24 Tahun 1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh Dan Perubahan
Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara Tanggal 29 Nopember 1956; diundangkan
7 Desember 1956, dan masih berlaku hingga kini.
Pasal 1
(1) Daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten
1. Aceh Besar,
2. Pidie,
3. Aceh Utara,
4. Aceh Timur,
5. Aceh Tengah,
6. Aceh Barat,
7. Aceh Selatan, dan
8. Kota Besar Kutaraja
10
Peraturan Daerah Aceh Barat No. 02, Tanggal 8 Februari 1973
11
Undang-undang No. 4 Tahun 2002 ini bersamaan dengan pemekaran Aceh Selatan.
12
Drs. Twk Abbas Abdullah dalam buknya Detik Detik Bersejarah merebut dan menegakkan
Kemerdekaan di Pantai Barat Selatan mengatakan bahwa bendera pertama dikibarkan pada
tanggal 19 September, sementara T.Tjut Yatim menyatakan bahwa yang pertama bendera
berkibar adalah di Toko NV Dariyah tersebut.
13
Kementerian Penerangan RI, Keterangan dan Djawaban Pemerintah Tentang Peristiwa
Daud Beureueh. Jakarta, 1953. Lihat juga http://www.acehbooks.org/pdf/ACEH_02539.pdf
14
Kementerian Penerangan RI, Keterangan dan Djawaban Pemerintah Tentang Peristiwa
Daud Beureueh h. 9-10
15
Kementerian Penerangan RI, Keterangan dan Djawaban Pemerintah Tentang Peristiwa
Daud Beureueh h. 72
16
Majelis Permusyawaratan adalah sidang gabungan parlemen RIS dan Senat RIS
17
George Mc Turnan Kahin, Nasionalisme dan Revolusi di Indoensia. Jakarta: Pustaka Sinar
Harapan kerja sama dengan Sebelas Maret University Press, 1995, h. 579
18
Michael van Langenberg, Sumatera Timur: Mewadahi Bangsa Indonesia dalam Sebuah
Karesidenan di Sumatera Timur, dalam Audery Kahin, Pergolakan Daerah Pada Awal
Kemerdekaan. Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 1990. h. 140.
19
Pemerintah langsung dilaksanakan di wilayah-wilayah yang kemudian dikenal sebagai
Kabupaten Aceh Besar, Kewedanaan Singkil dan sebahagian besar kota-kota di daerah
pesisir, yaitu Sigli, Bireuen, Lhk Seumawe, Lhok Sukon, Idi, Langsa, Kuala Simpang,
Calang, Meulaboh dan Tapak Tuan. Sejumlah 93 Nanggro (negeri) yang berada di luar
tempat-tempat tersebut berada di bawah pimpinan Ulebalang. Lihat J. Jongejans, Land en
Volk van Atjeh Vroeger en Nu, Hollandia Drukkerij NV. Baarn, 1939, h. 276-278.
20
Lihat Teuku Ibrahim Alfian, Wajah Aceh Dalam Lintasan Sejarah, Banda Aceh: Pusat
Dokumentasi dan Informasi Aceh, 1999, h. 192.
21
Rusdi Sufi, Gerakan Nasionalisme di Aceh 1900-1942. Banda Aceh: Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional, 1998, h. 1.
Gambar: Teks Naskah Tabir Gempa, dan teks Gerhana Matahari dan Bulan yang disalin pada
tahun 1324 H (1906/07 M), koleksi Museum Negeri Aceh, Banda Aceh
23
E.B Kielstra, The Geographical Journal (1892). Lihat, Sudirman, Sejarah Maritim
Singkel
24
Lihat manuskrip (MSs) Tabir Gempa koleksi Museum Negeri Aceh, Yayasan Pendidikan
Ali Hasjmy, dan Tarmizi A Hamid.
25
http://walrus.wr.usgs.gov/tsunami/sumatraEQ/seismo.html
26
BRR berdiri pada tanggal 16 April 2005 hingga dibubarkan 17 April 2009 oleh Presiden
Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berdasarkan mandat yang tertulis dalam
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) No. 2/2005 yang dikeluarkan
oleh Presiden Republik Indonesia. Tanggal 29 April 2005 SBY menandatangani Peraturan
Presiden (Perpres) No. 34/2005 menjelaskan tentang struktur organisasi dan mekanisme
BRR yang diketuai oleh Kuntoro Mangkusubroto. Dewan Pengarah yang terdiri dari 17
orang diketuai oleh Menko Polhukam Widodo AS. Ketua Dewan Pengawas yang berjumlah
sembilan dipimpin Prof. Dr. Abdullah Ali.
27
Dengan dibubarnya BRR di Aceh dan dilanjutkan oleh BKRA dengan menyisakan banyak
tugas, pekerjaan, dan berbagai persoalan di hampir semua satuan yang tertera dari rancangan
Blueprint hingga laporan akhir tugas BRR.
28Nurul Hartini, Remaja Nangroe Aceh Darussalam Pasca Tsunami Jurnal Unair, Tahun
2011, Volume 24, Nomor 1, Hal, 45-51
31
Sumber Badan Pusat Statistik Aceh Barat, 2012
32
Sumber data dan hasil penelitian Departemen Pertambangan dan Energi Aceh Barat dan
Prov. Aceh, 2011.
34
Lihat data http://www.acehbaratkab.go.id
35
Sumber Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh Barat, 2011
Sumber Dinas Syariat Islam dan Pemberdayaan Dayah Kabupaten Aceh Barat, 2011
36
KESIMPULAN
Meulaboh
B
eberapa literatur klasik di Aceh (dalam negeri) ataupun
di luar negeri dapat diperoleh informasi bahwa Meulaboh
telah eksis sejak keberadaan Kesultanan Aceh, khususnya
periode Alauddin Riayat Syah Sayyid Mukammil (1588-1604
M). Sumber luar (asing) menampilkan banyak referensi dan
beragam dari catatan penjelajah asing di Aceh ataupun hasil
kajian akademis.
Di kawasan teluk barat Aceh disebut-sebut dalam sumber-
sumber Arab, Cina dan Eropa sebagai pusat perdagangan
penting. Tempat ini banyak dikunjungi para pedagang dari
Timur Tengah, Gujarat dan kawasan Asia tenggara. Salah satu
pelabuhannya disebut Nalaboo, sebagaimana diungkapkan Reid.
Catatan Meilink-Roelofsz menyebut tahun 1526 M sebagai
waktu pertama tercatat bagi kemunculan kapal Aceh yang
bermuatan rempah-rempah mengarungi Laut Arabia menuju
Jeddah. Dan dalam kajian R.C Lane menyebut antara tahun 1555
sampai dengan 1566, kapal-kapal Aceh melintasi Lautan India
dan berlabuh di Jeddah, walaupun harus melewati hadangan dan
jarahan Portugis di tengah lautan lepas. Dan Sultan Alauddin
Aceh Barat
Dalam beberapa dokumen diperoleh informasi bahwa UU
No. 1 Tahun 1945 yang ditetapkan pada tanggal 23 Nopember
1945 mengatur tentang kedudukan Komite Nasional Daerah,
dimana UU ini mengamanatkan bahwa sebelumnya diadakan
pemilihan umum perlu diadakan aturan buat sementara waktu
Buku
Abdul Karim Ms, Riwayat Teukoe Umar, Djohan Pahlawan,
Panglima Perang Besar di Tanah tjeh. Medan: Aneka,
1936.
Aboebakar Atjeh, dkk, Kamus Aceh-Indonesia. Jakarta:
Pusat Pembinaan Departemen Pendidikan, Lembaga
Pengembangan dan Bahasa dan Kebudayaan, 1985.
Ali Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta: Pustaka
Beuna, 1983.
Anthony Reid, Asal Mula Konflik Aceh: dari Perebutan Pantai
Timur Sumatera hingga Akhir Kerajaan Aceh Abad ke-19.
Jakarta: Yayasan Obor, 1995
_____________, Sumatera Tempo Doeloe. Jakarta, Komunitas
Bambu, 2010
_____________, The Contest for North Sumatra, Atjeh, The
Nederlands And Britain 1859-1898, London, Oxford
University Press, 1969
Arun Kumara Dagusta, Acheh In Indonesian Trade And Politics :
1600-1641, Cornell University, 1962
Azyumardi Azra, Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan
Nusantara Abad XVII & XVIII Jakarta: Prenada Media,
2005
Bernard Dorleans, Orang Indonesia dan Orang Prancis Dari
Abad XVI Sampai dengan Abad XX. Jakarta: KPG.
C. Snouck Hurgronje, Aceh di Mata Kolonialis, terj. The
Achehnese. Jakarta: Yayasan Soko Guru, 1985, h. 127
Claude Guillot dan Ludvik Kalus, Inskripsi Islam Tertua di
Indonesia.Jakarta: KPG, 2008, h. 71-100.
D. Catz Rebecca, The Travel on Mendez Pinto. Chicago:
Arsip/Jurnal/Makalah
Anonim, Naskah Tabir Gempa, (MS) Koleksi Museum Negeri
Aceh. Banda Aceh
Badan Pusat Statistik Aceh Barat, 2012
Departemen Pertambangan dan Energi Aceh Barat dan Prov.
Aceh, 2011.
Dinas Kebudayaan dan Parawisata Aceh, 2009,
Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Aceh
Barat, 2011
Dinas Syariat Islam dan Pemberdayaan Dayah Kabupaten Aceh
Barat, 2011
Hermansyah, Naskah Tabir Gempa: Antara Mitigasi Bencana
dan Kearifan Lokal di Aceh (Kajian Terhadap Naskah-
Naskah Kuno) Prosiding ADIC III Malaysia, 2012, Vol. II.
Jelani Harun, The garden of kings: a universal history and Adab
work from seventeenth-century, Aceh, in Indonesia and
the Malay word, Vol. 32:92. Carfax Publishing: Taylor &
Francis group, 2004.
JohnHarris, I, R.C. Temple (ed) The Expedition of commodore
Beualieu to the East Indies, in A Geographical Account of
Countries Round the Bay of Bengal, 1669 to 1679. 1944.
Jongejans, J. Land en Volk van Atjeh Vroeger en Nu, Hollandia
Drukkerij, N.V. Baarn, 1939
Mailr. No. 847/13. Besluit van den Directeur van Binnenlandsch
Bestuur Besluit van den Gouverneur-Generaal van
Nederlandsch-Indie van 18 September 1899 No. 25 dalam
Staatsblad van Nederlandsch-Indie No. 259
Artikel/Online
T. Dadek, Menggagas Hari Jadi Meulaboh, Harian Serambi
Indonesia, 28 April 2013
http://hukum.unsrat.ac.id/uu/uu_24_1956.pdf
http://www.acehbaratkab.go.id/
http://www.kitlv.nl/
http://www.geographicus.com/P/AntiqueMap/
WestSumatraPepperPorts-ashmore-1821.
[cap Sikeurueng]
1
A. Hasjmy, Kebudayaan Aceh dalam Sejarah. Jakarta Pusat: Beuna, 1983, h 243-244
Peta digambar oleh Samuel Ashmore pada tahun 1821.Geographicus Rare Antique Maps
- New York Gallery201 West 105th St., Ste. 42, New York, 10025, USA
Menimbang:
a. bahwa dengan berlakunya Undang-undang No.
14 tahun 1956 (Lembaran-Negara tahun 1956
No. 30) tentang pembentukan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah
Peralihan di Kabupaten-kabupaten otonom yang
ada di dalam Propinsi Sumatera Utara sekarang
ini telah diadakan persiapan-persiapan juga
untuk membentuk Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dan Dewan Pemerintah Daerah Peralihan
dimaksud untuk menggantikan dewan-dewan
perwakilan rakyat daerah lama yang masih
ada atau untuk menjalankan pemerintahan
daerah Kabupaten dimana masih saja belum
ada dewan-dewannya daerah, walaupun
hak-hak kewenangan pemerintah-pemerintah
daerah Kabupaten itu yang termasuk dalam
lapangan urusan rumah-tangganya ternyata
belum tegas diatur dalam peraturan-peraturan
pembentukannya;
b. bahwa berhubung dengan perkembangan
ketatanegaraan dan untuk melancarkan
Mendengar:
Dewan Menteri dalam rapatnya yang ke-33 pada tanggal 4
Oktober 1956;
Memutuskan:
Menetapkan:Undang-Undang Darurat Tentang Pembentukan
Daerah Otonom Kabupaten-Kabupaten dalam
lingkungan Daerah Propinsi Sumatera-Utara.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Nopember 1956.
Presiden Republik Indonesia,
SOEKARNO.
Menteri Perekonomian,
BURHANUDDIN.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 24 Nopember 1956
Menteri Kehakiman,
MOELJATNO
Menimbang :
a. bahwa berkenaan dengan hasrat Pemerintah
dalam usahanya meninjau kembali
pembentukan-pembentukan daerah-daerah
otonom Propinsi sesuai dengan keinginan dan
kehendak rakyat di daerahnya masingmasing,
memandang perlu membentuk daerah Aceh
sebagai daerah yang berhak mengatur dan
mengurus rumah-tangganya sendiri lepas dari
lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera
Utara;
b. bahwa berhubung dengan pertimbangan ad
a di atas serta untuk melancarkan jalannya
pemerintahan daerah otonom Propinsi Sumatera
Utara yang terbentuk dengan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undangundang No. 5
Memutuskan
Menetapkan: Undang-undang tentang pembentukan
daerah otonom Propinsi Aceh dan perubahan peraturan
pembentukan Propinsi Sumatera Utara.
Mencabut Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang
No. 5 tahun 1950
Disahkan di Jakarta
pada tanggal 29 Nopember 1956.
Presiden Republik Indonesia,
ttd.
SOEKARNO.
ttd.
SUNARJO
ttd.
MULJATNO
TENTANG
MEMUTUSKAN:
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
BAB II
MAKSUD DAN TUJUAN
Pasal 2
BAB III
PENETAPAN HARI JADI MEULABOH
DAN KABUPATEN ACEH BARAT
Pasal 2
Pasal 5
Pasal 6
BABV
TEMA HARI ULANG TAHUN
Pasal 7
B A B VI
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 8
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 9
Ditetapkan di Meulaboh
pada tanggal 11 Oktober 2013 M
6 Zulhijjah 1434 H
ttd.
T. ALAIDINSYAH
ttd.
BUKHARI
HERMANSYAH