PENDAHULUAN
politik dan pilihan pembangunan yang tepat oleh pemerintah untuk mewujudkan
kualitas lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran udara. Pencemaran udara yang
terjadi selain pencemaran udara di ambien (outdoor air pollution) juga pencemaran
udara dalam ruangan (indoor air pollution). Pencemaran udara di ambien terjadi
(Fardiaz,1992).
Polutan-polutan hasil kegiatan industri dapat berupa gas dan partikulat yang
berisiko terhadap kesehatan manusia yang dipengaruhi oleh intensitas dan lamanya
keterpajanan, selain itu juga dipengaruhi oleh status kesehatan penduduk yang
buangan partikulat berupa debu adalah industri meubel yang umumnya informal
khususnya terhadap kualitas udara akibat kadar debu yang tinggi dan melebihi standar
Selain itu proses produksi maupun efluen dari proses produksi meubel.
Dampak terhadap keadaan kadar debu ambien disekitar pabrik yang menyebabkan
Dalam industri meubel, bahan buangan partikulat merupakan hasil dari proses
besar, partikulat dari kayu dapat menimbulkan pemaparan pada pekerja secara
Efek kesehatan pada saluran pernapasan dapat dinilai melalui gejala penyakit
sangat erat kaitannya dengan kualitas udara yang dihirup oleh pekerja maupun
konsentrasi debu ambien. Menurut Depkes (1998) kualitas udara merupakan salah
satu indikator kesehatan lingkungan industri diukur dari kadar debu, suhu,
Debu industri yang terdapat dalam udara terbagi dua, yaitu pertama
udara, dan akan segera mengendap karena daya tarik bumi. Kedua adalah
Suspended particulate matter atau debu yang tetap berada di udara dan tidak
Debu yang berukuran antara 5-10 mikron bila terhisap akan tertahan dan
tertimbun pada saluran pernafasan bagian atas; sementara yang berukuran antara
3-5 mikron tertahan dan tertimbun pada saluran napas tengah. Partikel debu
dengan ukuran 1-3 mikron, disebut debu respirabel, merupakan yang paling
sampai alveoli (Widjaja, 1992). Debu debu juga dapat menyebabkan kerusakan paru
dan fibrosis bila terinhalasi selama bekerja dan terus menerus. Bila alveoli mengeras
berbagai jenis kayu sebagai bahan baku/utama dalam proses produksinya serta
menerapkan cara kerja yang bersifat tradisional (Depkes RI,2002). Adapun proses
pembuatan meubel pada pabrik meubel antara lain (1) pemotongan, (2)
tersebut berpotensi terhadap konsentrasi debu dan kualitas udara dalam ruangan
Di Kota Banda Aceh, industri meubel telah berkembang dengan pesat dalam
5 tahun terakhir. Sebagai industri sektor informal, kekuatan modal dan ketrampilan
yang tidak mekanis dan tidak memiliki ikatan waktu yang ketat, para pekerja menjadi
terlibat secara fisik sepenuhnya terhadap pekerjaannya, mengambil jam lembur dan
bekerja jauh lebih lama dibandingkan tenaga kerja pada sektor formal. Selain itu,
akibat dari keterbatasan modal pemilik usaha, keadaan lingkungan kerja tidak
partikulat PM 10 dan umumnya mereka bekerja tidak disediakan alat pelindung diri.
Dengan demikian, walaupun bahan buangan jumlahnya relatif rendah, namun kontak
dengan bahan tersebut relatif lebih lama, maka pekerja meubel pada sektor informal
Seperti halnya debu yang lain, pada umumnya debu kayu merupakan hasil
Karena itu, debu kayu mempunyai ukuran yang memungkinkan untuk masuk ke
dari zat organik sehingga debu kayu dapat digolongkan ke dalam debu organik.
Disamping itu, beberapa golongan kayu yang digunakan dalam industri meubel
manusia seperti kayu Johar, kayu Ebony, kayu Rengas, kayu Kasasi, sehingga debu
kayu tersebut dapat menimbulkan dermatitis kronik, konyungtivitis, asma rinitis dan
Pada industri meubel, terkadang kayu yang digunakan sebagai bahan baku
sudah mengalami pengawetan kimiawi sebelumnya, seperti pada kayu lapis. Jika
debu kayu terinhalasi oleh pekerja, maka pada zat-zat tersebut akan masuk ke dalam
paru dan dapat memberikan efek yang merugikan kesehatan, terutama jika
seperti ventilasi, suhu dan kelembaban udara. Dalam lingkungan industri, sistem
ruang produksi atau administrasi. Sebagai ruang produksi, sistem ventilasi umumnya
terbuka atau setengah terbuka, dan banyak dilengkapi dengan exhauster yang
berfungsi sebagai penyedot udara sehingga pertukaran udara menjadi lebih lancar
(Sumamur, 1995).
Kelembaban udara bergantung pada berapa banyak uap air (dalam %) yang
terkandung di udara. Saat udara dipenuhi uap air dapat dikatakan bahwa udara berada
dalam kondisi jenuh dalam arti kelembaban tinggi dan segala sesuatu menjadi basah.
pekerja berkisar antara 40% - 60%. Kelembaban sangat erat kaitannya dengan suhu
dan keduanya merupakan pemicu pertumbuhan jamur dan bakteri (Sumamur, 1995).
Aceh (2008), di Kota Banda Aceh terdapat 77 industri meubel formal yang terdiri
dari 5 industri ukiran kayu, 13 industri ketam kayu, 4 industri meubel rotan dan 55
industri perabot rumah tangga, sedangkan industri meubel yang non formal sebanyak
47 home industri terdiri dari 16 industri ukiran kayu, 10 industri meubel rotan dan 21
saluran pernapasan atas (ISPA) pada tahun 2008 sebesar 34% dan sampai November
tahun 2009 sebesar 35,4% (Profil Kesehatan Kota Banda Aceh, 2008). Berdasarkan
laporan Bapedal Kota Banda Aceh (2008), pemeriksaan kualitas udara di Kota Banda
pabrik dan daerah dengan sumber pencemar dari kenderaan, namun pemeriksaan
kualitas udara pada industri meubel skala kecil masih belum dilakukan. Keadaan ini
memberikan gambaran ada dugaan kualitas udara dalam ruangan pabrik meubel
antara masa kerja dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) dengan Kapasitas Vital
Paru (KVP). Kapasitas paru dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu umur, jenis kelamin,
meningkatkan kerentanannya terhadap efek buruk partikel debu. Selain itu ada
hubungan antara masa kerja dengan gejala penyakit saluran pernapasan. Namun
gangguan pernapasan, Keadaan ini disebabkan oleh karena variabel masa kerja tidak
secara langsung atau tidak dapat berdiri sendiri untuk mempengaruhi gangguan
mempunyai masa kerja lebih tinggi dan berhubungan dengan debu kayu,
dibandingkan kelompok pekerja yang mempunyai masa kerja lebih tinggi tetapi tidak
dan akhirnya akan mempengaruhi kapasitas paru pekerja. Menurut Yenny (2003)
terdispersi pada ruang yang lebih lembab akan bergerak secara terbatas karena
Dengan pertambahan berat molekul debu, menyebabkan debu jatuh mengikuti gaya
gravitasi bumi. Pada variabel suhu ruang kerja, didapatkan suhu ruang kerja tidak
berhubungan dengan gejala penyakit saluran pernapasan. Hasil penelitian ini sesuai
dengan penelitian Yenny (2003) bahwa suhu ruang yang panas akan mendorong
pekerja untuk berada diluar ruang seperti di bawah pohon untuk mendapatkan
suasana yang lebih segar sehingga akan mempengaruhi tingkat pajanan debu kepada
pekerja. Namun demikian secara teoritis, suhu ruang yang tinggi akan meningkatkan
gerak partikel atau debu yang terdispersi di udara karena partikel tidak terikat oleh
Pada variabel luas ruang kerja, didapatkan luas ruang kerja tidak berhubungan
dengan gejala penyakit saluran pernapasan. Hasil penelitian ini berbeda dengan
penelitian Robert et.al (1998) terhadap pekerja batu bara, dimana ruangan yang luas
dan terbuka dapat tidak menyebabkan terjadinya gangguan fungsi paru sebanyak
34%. Hubungan yang tidak bermakna kemungkinan disebabkan oleh semakin luas
ruangan, suhu ruang kerja menjadi meningkat dan menyebabkan penurunan tingkat
kelembaban, sehingga debu yang berada di udara ruang kerja mudah bergerak dan
lebih banyak terhirup oleh pekerja. Secara teori dapat dijelaskan bahwa kenaikan
suhu udara akan menurunkan tingkat kelembaban ruang, disebabkan uap air yang
terdispersi di udara mengalami penguapan sehingga partikel atau debu tidak berikatan
produksi meubel dilakukan di luar ruangan, sehingga konsentrasi debu tidak hanya
bersumber dari proses produksi tetapi juga berasal dari luar yaitu debu jalanan dan
aktivitas masyarakat lainnya, selain itu umumnya pekerja juga tidak menggunakan
APD, dan hanya sebagian kecil saja yang menggunakan APD jenis masker.
meneliti tentang pengaruh keadaan lingkungan kerja, karakteristik pekerja, dan kadar
debu kayu (PM 10 ) terhadap kapasitas vital paru pekerja pekerja di industri kecil
1.2 Permasalahan
lingkungan kerja, karakteristik pekerja dan kadar debu kayu (PM 10 ) terhadap
kapasitas vital paru pekerja di industri kecil Meubel di Kota Banda Aceh.
kerja (ventilasi, suhu dan kelembaban), karakteristik pekerja (umur, pendidikan, masa
kerja, pengetahuan, sikap dan penggunaan APD) dan kadar debu kayu (PM 10 )
terhadap kapasitas vital paru pekerja di industri kecil Meubel di Kota Banda Aceh.
ventilasi, suhu, dan kelembaban udara) terhadap kapasitas vital paru pekerja
3. Ada pengaruh antara kadar debu kayu (PM 10 ) terhadap kapasitas vital paru
pencemaran udara.
2. Sebagai masukan dan informasi bagi para pekerja industri meubel kayu