Anda di halaman 1dari 46

Suku Mongondow

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Belum Diperiksa

Suku Mongondow
Jumlah populasi

900.000 (1989) [1]


Kawasan dengan konsentrasi signifikan
Sulawesi Utara, Gorontalo
Bahasa
Mongondow, Melayu
Manado, Kaidipang,Lolak, Ponosakan, Bolango, Bintauna
Agama
Islam 95% ; Kristen 3% ; Katolik 2% ; Hindu [2]

Suku Mongondow adalah sebuah etnis di Indonesia. Dahulu suku ini memiliki kerajaan yang
bernama Bolaang Mongondow, yang kemudian pada tahun 1958 secara resmi bergabung ke dalam
Indonesia serta menjadi Kabupaten Bolaang Mongondow. Suku ini mayoritas bermukim diSulawesi
Utara dan Gorontalo.
Daftar isi

1 Etimologi

2 Sejarah
o

2.1 Awal hingga Abad 8-9

2.2 Perkembangan

2.3 Masa kerajaan

2.4 Masuknya Agama dan Pendidikan

3 Sub Suku

4 Bahasa

5 Pemekaran Daerah

6 Referensi

Etimologi
Nama Bolaang berasal dari kata "Bolango" atau "Balangon" yang berarti Laut. "Bolaang" atau
"Golaang" dapat pula berarti menjadi Terang atau Terbuka dan Tidak gelap, namun secara istilah kata
bolaang atau bolang adalah berarti perkampungan yang ada di laut sedangkan Mongondow adalah
perkampungan yang ada di hutan atau gunung. [3]

Sejarah
Awal hingga Abad 8-9
Orang-orang Suku Mongondow mempercayai bahwa nenek moyang mereka berasal dari pasangan
Gumalangit dan Tendeduata serta pasangan Tumotoiboko dan Tumotoibokat, yang tinggal di Gunung
Komasan, yang sekarang masuk ke dalam Bintauna. Masing-masing dari pasangan ini menurunkan
keturunan yang kemudian menjadi suku Mongondow. Jumlah masyarakat Suku Mongondow yang
semakin lama semakin bertambah banyak membuat penyebaran populasi mereka kian meluas, hingga
ke daerah-daerah bukan tempat asal mereka, yaitu: Tudu in Lombagin, Buntalo, Pondoli,
Ginolantungan, Tudu in Passi, Tudu in Lolayan, Tudu in Sia, Tudu in Bumbungon, Mahag, Siniow, dan
lain sebagainya. Mata pencaharian suku Mongondow pada masa itu adalah berburu hewan,
menangkap ikan, mengolah sagu dan mencari umbi di hutan. Pada umumnya mereka belum mengenal
cara bercocok tanam.[4]

Perkembangan
Pada abad 13 para Bogani (pemimpin kelompok masyarakat Mongondow yang menduduki wilayah
tertentu) bersatu membentuk satu pemerintahan kerajaan bagi suku mongondow yang bernama
Bolaang. Bolaang sendiri bermakna lautan (balangon) yang menandakan Kerajaan ini sebagai kerajaan
maritim. hasil musyawarah (bakid) dari para Bogani di sepakati mengangkat Mokodoludut sebagai raja
(Punu')Pertama kerajaan Bolaang. di zaman Raja Salmon Manoppo (1735-1764) terjadi pertentangan
yang sengit dengan pihak belanda dan berakhir raja salmon di tawan dan di buang ke Tanjung harapan
(afrika selatan). kejadian ini memicu protes dan huru hara besar yang di lakukan oleh suku mongondow
yang adalah empunya kerajaan Bolaang. akhirya belanda pun mengembalikan Raja Bolaang ini. dan
sejak itulah nama Kerajaan Bolaang di tambahkan dengan nama suku empunya kerajaan Bolaang ini
hingga menjadi Bolaang Mongondow sampai sekarang. Kerajaan Bolaang Mongondow resmi berakhir
pada tanggal 1 juli 1950 saat Paduka Raja Tuang Henny Yusuf Cornelius Manoppo mengundurkan diri
dan menyatakan bergabung dengan Negara Kesatuan Repoblik Indonesia. sekarang ini mongondow di
maknai sebagai daerah pegunungan dan Bolaang sebagai daerah Pesisir. Saat O.N Mokoagow
menjadi bupati Bolaang Mongondow (thn 1970-an)di buat Desa baru dengan nama Mongondow di
Kotamobagu hasil pemekaran dari Desa Motoboi

Masa kerajaan
Pada abad ke 13 para bogani (pemimpin kelompok masyarakat Mongondow yang menduduki wilayah
tertentu) bersatu dan mengangkat Mokodoludut seorang Bogani Molantud sebagai Raja yang pada
waktu itu raja dalam bahasa lokal adalah PUNU'.Pada abad 16 setelah kepergian Raja Mokodompit ke
Siau dalam beberapa tahun Kerajaan Bolaang Mongondow Kosong Kekuasaan apalagi pangeran Dodi
Mokoagow kandidat terkuat untuk calon Raja pengganti Mokodompit tewas terbunuh dalam suatu
insiden dengan suku alifuru di daerah pedalaman manado. Dimasa ini Pemerintahan di ambil alih oleh
seorang Bogani Mulantud yang bernama Dou', setelah Putra raja Mokodompit yang tinggal di Siau
telah dewasa, Dia dilantik sebagai raja ke 7 Kerajaan Bolaang Mongondow, Abo'(pangeran)ini bernama
Tadohe /sadohe, ibunya adalah Putri dari kerajaan Siau. di Zamannya lah sistem Pemerintahan
Kerajaan Bolaang Mongondow di tata Kembali. Pada tahun 1901, secara administrasi daerah ini
termasuk Onderafdeling Bolaang Mongondow yang didalamnya termasuk landschap Bintauna, Bolaang
Uki,Kaidipang Besar dari Afdeling Manado.

Masuknya Agama dan Pendidikan


Wanita mongondow pada tahun 1930-an

Raja Jakobus Manoppo ialah raja Bolaang Mongondow yang pertama mendapatkan pendidikan di
Hoofden School Ternate, karena ia telah dibawa oleh pedagang V.O.C. sesudah melalui persetujuan
ayahnya raja Loloda Mokoagow (datu Binagkang). Jakobus Manoppo adalah raja ke-10 yang

memerintah pada tahun 1691-1720, yang diangkat oleh V.O.C., walaupun pengangkatannya sebagai
raja tidak direstui oleh ayahnya. Jakobus Manoppo pada saat dilantik menjadi raja beragama
Roma Katolik.
Pada zaman pemerintahan raja Cornelius Manoppo, raja ke-16 (1832), agama Islam masuk
daerah Bolaang Mongondow melaluiGorontalo yang dibawa oleh Syarif Aloewi, yang kawin dengan
putri raja itu tahun 1866. Karena keluarga kerajaan sebelum raja Cornelius Manoppo memeluk
agama Islam, maka agama itu dianggap sebagai agama raja, sehingga sebagian besar
penduduk Bolaang Mongondow memeluk agama Islam juga telah turut memengaruhi perkembangan
kebudayaan dalam beberapa segi kehidupan masyarakat.

Over de Vorsten van Bolaang Mongondow 1949

Een Mongondowsh verhaaal met vertaling en aanteekeningen 1911

De voornaamwoorden in het Bolaang Mongondows

Verhaal van een mensch en een slang 1919

Spraakkunst van het Bolaang Mongondow 1930

Verloven en trouwen in Bolaang Mongondow 1931

De plechtigheid "waterscheppen" in Bolaang mongondow 1938

Bolaang Mongondowsch Woordenboek 1951;dsb.

Pada tahun 1906 melalui kerja sama dan kesepakatan dengan raja Bolaang Mongondow, W.Dunnebier
telah mengusahakan pembukaan beberapa sekolah rakyat yang dikelola oleh zending di beberapa
desa di Bolaang Mongondow dengan tiga kelas. Guru-gurunya didatangkan dari Minahasa, antara lain :

Di Nanasi, guru jeseya rondonuwu dan S. Sondakh

Di Nonapan, guru H. Werung dan A. Rembet

Di mariri lama, guru P.Assa dan Mandagi

Di Kotobangon, guru J.Pandegirot dan tumbelaka

Di Moyag, guru F.Tampemawa dan K. Palapa

Di pontodon, guru J.Ngongoloi, M.Tombokan dan W.Tandayu

Di pasi, guru Th.Kawuwung dan W. Wuisan

Di Popo Mongondow, guru S. Saroinsong dan J. Mandagi

Di Otam, guru J. Kodong dan S. supit

Di Motoboi Besar, guru S. Mamesah, A. Kuhu dan K. Angkow

Di Kopandakan, guru H. Lumanaw dan P. Kamasi

Di Poyowa Kecil, guru D. Matindas dan Gumogar

Di Pobundayan, guru Th. Masinambouw dan A. Supit.

Jumlah murid yang tertampug di sekolah-sekolah tersebut adalah 1605 orang (Sejarah Pendidikan
daerah Sulawesi Utara oleh Drs.L.Th. Manus dkk).
Pada tahun 1912 di Dumoga juga dibuka sekolah zending dengan guru Jesaya Tumurang. Pada tahun
1926 sekolah-sekolah seperti itu juga dibuka di Tabang, Tungoi, Poigar, Matali dan Lolak. Pada Tahun
1911 didirikan sebuah sekolah berbahasa Belanda di Kotamobagu, Yaitu Holland Inlandshe School
(H.I.S) dengan Kepala sekolah Adrian van der Endt.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh Zending, maka pada sekitar tahun 1926 diusahakan
pembukaan sekolah-sekolah rakyat yang dikelola oleh Balai Pendidikan dan Pengajaran Islam (BPPI)
yang berpusat di desa Moliow. Guru-gurunya didatangkan dari Yogyakarta seperti antara lain :
Mohammad Safii Wirakusumah, Sarwoko, R. Ahmad Hardjodiwirdjo, Sukirman, Sumarjo, Surjopranoto,
Muhammad Djazuli Kartawinata dan alin-lain. Juga ditambah dengan Ali Bakhmid dari Manado Usman
Hadju dari Gorontalo dan Mohammad Tahir dari Sangir Talaud (Sejarah Pendidikan Daerah Sulawesi
Utara oleh Drs.L.Th.Manus dkk. 1980).
Perkembangan pendidikan yang dikelola oleh BPPI demikian pesatnya sehingga pada tahun 1931
dibuka sebuah H.I.S berbahasa Belanda di Molinow. Untuk medidik guru-guru yang akan mengajar di
sekolah-sekolah yang dikelola oleh BPPI, maka pada tahun 1937 dibuka lagi sebuah sekolah guru,
yaitu Kweekschool di Molinow.
Disamping sekolah-sekolah yang dikelola oleh zending dan BPPI, maka usaha pihak swasta untuk
membuka sekolah terlihat antara lain : Particuliere Schakel School yang dibuka oleh A.C. Manoppo.
Kemudian sekolah seperti itu dibuka oleh A.E. Lewu, yaitu Neutrale Particuliere School yang
berlangsung sampai tahun 1941 sebelum bahas Jepang masuk Indonesia karena perang dunia ke-2.
Sebuah sekolah swasta seperti itu juga pernah dibuka oleh Sumual pada tahun 1925, namun tidak
berlanjut. Pada tahun 1937 dibuka di Kotamobagu sebuah sekolah Gubernemen, yaitu Vervolg School
(sekolah sambungan) kelas 4 dan 5 yang menampung lepasan sekolah rakyat 3 tahun, dengan kepala
sekolahnya N. Ares.
Kotamobagu sebagai ibukota kabupaten Bolaang Mongondow, sebelumnya terletak disalah satu
tempat di kaki gunung Sia dekat Popo Mongondow dengan nama Kotabaru. Karena tempat itu
dianggap kurang strategis sebagai tempat kedudukan controleur, maka diusahakan pemindahan
ibukota ke tempat yang sekarang ini, yaitu Kotamobagu, yang peresmiannya diadakan pada bulan April
1911 oleh Controleur F. Junius yang bertugas di Bolaang Mongondow tahun 1910-1915.
Kedudukan istana raja di desa Kotobangon, yang sebelumnya pada masa pemerintahan raja Riedel
Manoppo berkedudukan di desa Bolaang. Karena raja Riedel Manuel Manoppo tidak mau menerima
campur tangan pemerintah oleh Belanda, maka Belanda melantik Datu Cornelis Manoppo menjadi raja,
lalu bersama-sama denga Controleur Anthon Cornelis Veenhuizen dikawal oleh sepasukan prajurit
melalui Minahasa selatan masuk Bolaang Mongondow dan mendirikan komalig (isatana raja) di
Kotobangon pada tahun 1901.
Pada tahun 1911 didirikan seuah rumah sakit di ibukota yang baru Kotamobagu. Rakyat mulai
mengenal pengobatan modern, namun ada juga yang masih mempertahankan dan melestarikan
pengobatan tradisional melalui tumbuh-tumbuhan yang berkhasiat obat.
Dengan masuknya agama dan pendidikan, maka sistem kehidupan sosial budaya masyarakat turut
mengalami perubahan, antara lain : tentang cara pengelolaan tanah pertanian (mulai mengenal
penanaman padi di sawah), adat kebiasaan, pernikahan, kematian, pembangunan rumah, pengaturan
saran perhubungan, media komunikasi dan lain-lain sebgainya.
Sebagai informasi perlu disampaikan bahwa : rumah adat Bolaang Mongondow yang diwujudkan
dalam bentuk pavilyun Bolaang Mongondow di Taman Mini Indonesia Indah jakarta (samping bangunan

rumah adat Sulawesi Utara), yang miniaturnya diminta oleh almarhum Alex Wetik dan dibawa ke
Manado tahun 1972 dan kemudian menjadi contoh pembangunan rumah adat Bolaang Mongondow di
TMII Jakarta.
Umumnya rumah tempat tinggal di Bolaang Mongondow berbentuk rumah panggung dengan sebuah
tangga di depan dan sebuah di belakang. Dengan adanya pengaruh luar, maka bentuk rumahpun
sudah berubah. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang tidak sesuai lagi dengan perkembangan
pembangunan sekarang ini, banyak yang telah berubah. Namun budaya daerah yang masih
mengandung nilai-nilai luhur yang dapat menunjang pembangunan fisik material dan mental spiritual,
masih tetap dipelihara dan dilestarikan.
Pada saat masyarakat mulai mengenal mengenal mata uang seperti real dan doit sebagai alat penukar
bahan keperluan hidup, maka penduduk mulai menjual hasil pertanian tersebut seperti : sayur, buahbuahan dan lain-lain. Hasil pertanian tersebut diletakkan di depan rumah dekat jalan raya dan diatur
setumpuk-setumpuk dengan harga satu doit per-tumpuk. Pemilik tidak perlu menjaga bahan
dagangannya. Sore hari, pemilik akan mengambil uang harga jualannya. Bila habis terjual, maka di
tempat penjualan itu terletak uang harag bahan yang dijual dalam keadaan utuh, tidak berkurang.
Contoh seperti ini menunjukkan keluhuran budi pekerti setiap anggota masyarakat yang masih jujur,
serta menyadari bahwa setiap perbuatan jahat itu tidak dikehendaki oleh Ompu Duata (Yang Maha
Kuasa). Pada saat itu mereka belum mengenal dusta, tipu muslihat dan lain-lain sifat jahat yang dapat
mengganggu ketertiban masyarakat. Kerukunan hidup antar keluarga dan antar tetangga dimasa itu
belum tercemar oleh pengaruh luar.

Sub Suku
Suku Mongondow terdiri dari beberapa anak suku yang berdiam di wilayah Sulawesi
Utara dan Gorontalo, yaitu Bolaang Mongondow, Bolaang Uki, Kaidipang Besar, dan Bintauna.

Bahasa
Suku Mongondow dalam kehidupan keseharian menggunakan bahasa Mongondow, bahasa Bolango
dan bahasa Bintauna. Secara linguistik, bahasa-bahasa ini masuk kedalam Rumpun bahasa Filipina,
bersama dengan Bahasa Gorontalo, Bahasa Minahasa dan Bahasa Sangir. Suku Mongondow juga
menggunakan Bahasa Melayu Manado dalam komunikasi mereka dengan masyarakat Sulawesi Utara
lainnya.

Pemekaran Daerah
Karena wilayah Bolaang Mongondow memiliki luas 50,3% dari luas wilayah Sulawesi Utara sehingga
Pemerintah Kabupaten Bolaang Mongondow bersama tokoh masyarakat, tokoh adat dan agama
sepakat melakukan pemekaran wilayah dengan Dukungan Penuh Bupati Bolaang Mongondow saat itu
Ny. HJ Marlina Moha Siahaan,
Dengan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat serta Pemkab Bolaang Mongondow panitia
pemekaran berhasil meyakinkan pemerintah pusat dan DPR RI sehingga wilayahBolaang
Mongondow secara resmi mekar menjadi 5 dearah tingkat II yaitu :

Kabupaten Bolaang Mongondow

Kota Kotamobagu

Kabupaten Bolaang Mongondow Utara

Kabupaten Bolaang Mongondow Timur

Kabupaten Bolaang Mongondow Selatan

http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Mongondow

SEJARAH BOGANI DI BOLAANG MONGONDOW

A. ASAL-USUL ORANG BOLAANG MONGONDOW


Pada abad XII ketika dinasti KUBILAI KHAN runtuh di negeri Cin, suku Mongolia yang
mendiami Yunan atau Hindia Belakang, berhijrah ke Asia Selatan dan Timur.
Yang bermigrasi ke Sulawesi Utara adalah bagian dari rombongan gelombang kedua (Deutro
Melayu), ada yang ke Formosa atau Taiwan, Philipina Selatan dan ada pula yang ke Kalimantan,
Maluku, Ternate dan pulau pulau lainnya.
Dipandang dari postur tubuh, warna kulit dan kesamaan beberapa kata dalam bahasa, maka
ditemukan di pantai utara Bolaang Mongondow (Bintauna, Sangkub, Babo) adalah bagian dari
mereka yang mendarat di Philipina Selatan (Mindanau). Kesamaan beberapa kata dalam bahasa
suku antara lain adalah : Tondok (pagar), tubig (air), tagin (pisang), payoi (padi), manuk (ayam),
moinit (panas), bogat (beras), bango (kelapa) dan sebagainya.
Diantara orang-orang Mongolia yang mendarat dipantai utara yang kemudian dikukuhkan
sebagai nenek moyang atau leluhur orang Bolaang Mongondow adalah :
1. GUMALANGIT atau BUDULANGIT (turun dari langit)
: Laki laki.
2. TENDEDUATA (cantik seperti dewi)
: Wanita.
3. TUMOTOI BOKOL (berjalan diatas ombak)
: Laki laki.

4. TUMOTOI BOKAT (berjalan dipecahkan ombak)


: Wanita.
Perkembangan selanjutnya adalah sebagai berikut :
1. GUMALANGIT BUDULANGIT atau TENDEDUATA (SANGO SANGONDO) menikah,
kemudian memperoleh anak lain DUMONDOM atau DININDONG dan SAMALATITI, keduanya
wanita.
2. TUMOTOI BOKOL dan TUMOTOI BOKAT menikah dan memperoleh anak laki laki yang
diberi nama SUGEHA.
3. Setelah dewasa DUMONDOM dan SUGEHA dikawinkan (belum ditemukan keterangan tentang
keturunan anak anak mereka).
Ketiga rumah tangga tersebut di atas, terus berkembang biak dan kemudian dikukuhkan sebagai
leluhur atau nenek moyang orang Bolaang Mongondow. Pada mulanya keluarga besar ini bertempat
tinggal di hulu sungai Sangkub tidak jauh dari Bintauna dan Babo. Lambat laun populasinya
semakin besar dan sebagian dari mereka mulai mencari tempat pemukiman baru.
Penyebaran mereka ke berbagai tempat dibagi dalam :
1. Kelompok dari keturunan TUMOTOI BOKOL dan TUMOTOI BOKAT yang dipimpin oleh
Boganinya, menuju ke Babo, Pondoli (Pindol) dan sekitarnya.
2. Kelompok dari keturunan GUMALANGIT dan TENDUTUATA ke Huntuk Baludaa (Tempat
tumbuhnya pohon keramat yang dinamakan Komasaan atau Inomasa ) dan sebagian lagi menuju
ke pedalaman Bolaang Mongondow yang dikenal dengan nama Lopa in Mogutalong (banyak
ditumbuhi damar). Ketika mereka tiba dipedalaman, mereka selalu memilih tempat yang lebih
tinggi dan berbukit.
B. PENAMAAN BOLAANG MONGONDOW.
Dahulu ketika dataran passi lolayan dan Dumoga adalah sebuah danau. Kerena proses
alamiah, maka pada satu ketika gunung Pinoba Dumpea, Inontang dan Ilansikan putus. Air mengalir
ke tempat yang lebih rendah (ompuan) dan danau menjadi kering. Bekas danau tadi adalah dataran
yang sangat luas dan banyak ditumbuhi kayu damar atau talong dan karena itu dataran ini
dinamakan lopa in mogutalong dengan sungainya yang disebut tubig mogutalong atau sungai
mogutalong. Sementara itu Dumoga disebut dataran Dumoga dan sungai Dumoga-nya.
Lopa in Mogutalong dan Lopa in Dumoga inilah yang kemudian dinamakan pedalaman
Bolaang Mongondow, sebagai tujuan perpindahan keturunan GUMALANGIT dan TUMOTOI
BOKOL dari tempat asalnya Sangkub, Babo, Bintauna dan sekitarnya. Kelompok kelompok yang
hijrah ke pedalaman Bolaang Mongondow selalu mencari tempat yang lebih tinggi (beebukit) agar
terhindar dari bahaya banjir dan sebagai antisipasi serangan baik hewan buas maupun manusia
lainnya. Selain itu mereka juga selalu mencari lokasi yang terang terbuka, sehingga sinar matahari
tembus sampai ketanah dan tanaman tanaman mereka dapat subur dan memberikan hasil/buah
yang banyak.
Lokasi yang terbuka terang, ditembusi sinar matahari sampai ketanah inilah yang dinamakan
GOLAANG sebagai asal kata dari BOLAANG atau GOLAANG = BOLAANG.
Selanjutnya, kelompok kelompok penduduk yang dipimpin oleh seorang BOGANI, tidak
tinggal bersama disatu tempat saja melainkan terpisah pisah satu dengan lainnya. Untuk
mempermudah hubungan atau komunikasi antara mereka, maka dipergunakan bahasa isyarat yaitu
SUARA atau TERIAkAN KERAS yang dalam bahasa Mongondow dinamakan MOMONDOW.
Dari kata inilah diciptakan kata MONGONDOW sebagai padanan kata BOLAANG dan jadilah
nama wilayah atau daerah BOLAANG MONGONDOW.
Kesimpulan dari penjelasan diatas adalah sebagai berikut :
1. GOLAANG melahirkan kata BOLAANG, yang artinya :
a.
Tembus pandang (Transparan)

b. Pendangan tidak terhalang (horizon)


c. Tembus sinar matahari
d. Tembus cahaya terang
Makna falsafahnya adalah :
Melakukan atau mengerjakan sesuatu untuk kepentingan orang banyak (rakyat), harus berterus
terang, jelas dan terbuka (Transparan).
2. MOMONDOW melahirkan MONGONDOW, yang artinya :
a. Bersuara keras atau berteriak dengan alasan atau sebab dan tujuan tertentu.
b. Cara berkumunikasi melalui suara keras atau berteriak.
Makna falsafahnya adalah :
untuk dapat berkomunikasi, orang harus berbicara atau mengeluarkan pendapat secara jelas, dapat
dimengerti, dipahami dan diterima orang lain (Orang banyak).
C. SEBUTAN TOTABUAN
Setiap kelompok penduduk yang hijrah ke pedalaman Bolaang Mongondow selalu mencari
lokasi/tempat yang golaang, terang tembus sinar matahari. Pada mulanya makanan mereka
sehari hari adalah bekal dari tempat asal ditambah dengan makanan lainnya yang diperoleh di
perjalanan. Ditempat yang baru mereka membuka kebun, kemudian bercocok tanam (ladang) dan
berburu hewan hutan seperti anoa (banteng), babi rusa, kijang dan sebagainya.
Untuk mengawetkan hasil buruan, mereka membuat tempat pengasapan dan pengeringan
dengan menggunakan panas api yang dinamakan totaboyan. Ketika mereka atau sebagian dari
mereka berpindah tempat, totaboyan inilah, sebutan TOTABUAN diangkat dan dikukuhkan, yang
artinya TEMPAT PEMUKIMAN BARU
Adapun contoh contoh Totabuan, antara lain:
1. Ketika Penduduk Masih Jarang.
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.

Nama Totabuan
Tudu In Tangat
Tudu
In
Punsion
Molotong
Tudu In Passi
Tudu In Bakid
Tudu In Bilalang
Tudu In Polian
Tudu In Babo
Tudu In Bumbungon
Dumoga Moloben
Tudu In Bunong
Lopa In Lambung
Katabunan

Dipimpin Oleh (Bogani)


LINGKIT dan BUDIA (Suami-isteri)
SIMBONAN
DAMALUWO dan PONGAYOW
BINONGKUYU
DONDO
DAMOSISING, BOLOKOSI, MOGIDAG,
RONDONGBEKIKI,
BINGKILOI,
dan
BULUMONDOW
DAMONEGANG
MANNGOPA KILAT dan SALAMATITI
(suami-isteri)KUENO KUENO dan OBAYOW
(suami-isteri)
DUGIAN
INDE DOU ; dengan nama asli : LINDAYAG
atau RATU YOYOTAN

2. Ketika Penduduk Semakin Bertambah

Penduduk yang berdiam di pedalaman semakin bertambah dan karena itu banyak diantara
mereka pergi ke tempat lain yang dapat menjanjikan kehidupan yang lebih baik. Ada yang ketepi
panta untuk modapung (memasak garam dari air laut), memoba (membuat kapur sirih dari kulit
lokan), menangkap ikan, kemudian diawetkan dan dibawa kepedalaman. Membuka pemukiman
baru dan sebagainya.
Dikenal beberapa Totabuan penduduk pedalaman, antara lain :
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

a.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
b.

Nama Totabuan
NUANGAN
MOLOBOG
MOTONGKAD
BUYAT
TOMBOLIKAT
TOLOG dan KOTABUNAN
NONAPAN
POIGAR
MOTANDOI
MATABULU dan ALET
TOBAYAGAN
PINOLOSIAN
AYONG BABO
TAPAAOG

Berasal Dari Desa


Poyowa Besar dan Kobo Kecil
Kobo Besar
Moyag
Kopandakan
Biga
Molinow
Otam
Passi
Pobundayan
Motoboi Besar
Tabang
Poyowa Kecil
Mongondow
Poyowa Besar

D. JABATAN BOGANI
Setiap kelompok penduduk yang mendiami tempat tertentu (totabuan), memilih dan
mensepekati seorang diantara mereka yang menjadi kepala atau pemimpinnya, dengan syarat
syarat :
Memiliki fisik dan bentuk tubuh yang kuat, sehat dan tangguh.
Berjiwa dan bersemangat patriot, pendekar yang gagah berani.
Cerdas dan terampil serta bertanggung jawab.
Jujur dan berakhlak terpuji.
Arif dan bijaksana.
Rela berkorban untuk kepentingan kelompoknya atau orang lain.
Peteladan yang baik.
Mencintai anggota dan wilayah kekuasaan kelompoknya.
Dengan demikian tidak semua orang dapat dipilih menjadi seorang Bogani, kecuali mereka
yang memenuhi persyaratan sebagaimana disebutkan diatas. Beberapa orang leluhur yang pernah
menjabat sebagai Bogani di Bolaang Mongondow antara lain :
PASSI dan SEKITARNYA
LINGKIT dan BUDIA (suami isteri)
SIMBONAN
DAMALUWO
PONGAYOW
DONDO
BINONGKUYU
LOLAYAN (POLIAN)

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

MOGIDAG
KOROMPOYAN
DAMOSISING
BOLOKOSI
RONDOGBEKIKI
BINGKILO
BULUMONDOW

c.
a.
b.
d.
a.
b.
e.
a.
b.

DUMOGA BUMBUNGON
MANGGOPA KILAT dan SALAMATITI (suami isteri)
KUENO dan OBAYOW (AMALI dan INALI) sebagai suami isteri
BABO SANGKUB dan SEKITARNYA
DAMONEGANG di Sinumolataan
GUMAUNG di Ginolantungan
MOOAT KOTABUNAN
DUGIAN di Mooat dan Bunong (Togid)
INDE DUO (wanita) di Kotabunan Lopa In Lambung
E. KEORGANISASI PENDUDUK

1.
a.
b.
c.
d.
2.
a.
b.

Kehidupan penduduk Bolaang Mongondow pada masa dahulu, terogansir dalam kelompok
kelompok yang dipimpin oleh seorang BOGANI. Antara kelompok hidup terpisah, menyebar
dimana mana, ada yang diperbukitan dan didataran rendah serta banyak juga ditepi pantai utara
dan selatan Bolaang Mongondow. Perasaan ikatan kekeluargaan melekat erat pada setiap orang
karena mereka berasal dari keluarga- keluarga yang sebelumnya tinggal dan hidup bersama di satu
tempat. Karena itu saling berkomunikasi antara sesama kelompok.
Bahkan tidak jarang mereka melaksanakan kenduri besar secara bersama sama dengan
maksud untuk mempererat hubungan kekeluargaan dan kerjasama antara sesama Bogani bersama
anggota kelompoknya. Biasanya dalam kenduri besar seperti ini dilakukan musyawarah untuk
membahas keinginan dan kepentingan bersama. Pada kondisi seperti ini dapatlah dikatakan bahwa
sistem demokrasi sudah ada pada komunitas suku Bolaang Mongondow yang bersendikan adat dan
budaya yang dihormati dan diyakini oleh penduduk secara keseluruhan baik pemimpin maupun
anggota kelompoknya diwilayah Bolaang Mongondow.
Interaksi antara kelompok ini dari masa ke masa terus berubah seirama dengan kemajuan dan
perkembangan kehidupan yang dimotori oleh peran dan fungsi organisasi serta kelompok penduduk
melalui tahapan atau tingkatan tingkatan :
TINGKAT KESATU
Adalah tingkat kepemimpinan dan kekuasaan bogani
Penduduk teroganisir dalam kelompok kelompok yang berbeda totabuannya.
Tiap kelompok dikepalai oleh seorang BOGANI
Sistem interaksi sosialnya diatur dalam norma norma kehidupan bersama yang tertata baik berupa
adat dan budaya yang harus dipatuhi, ditaati dan dilaksanakan
TINGKAT KEDUA
Adalah tingkat kekusaaan dan kepimpinan atau Punu.
Para Bogani atas nama kelompoknya berhimpun dan membentuk satu komunitas besar, yang
kelak disebut kerajaan, yang dipimpin oleh seorang PUNU MOLANTUD atau PIMPINAN
TERTINGGI, komunitas besar inilah yang kelak menjadi Kerajaan Bolaang Mongondow. Gelar
PUNU MOLANTUD yang mulai dipakai ketika MOKODOLUDUT disepakati dan memangku

3.

a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

jabatan tersebut pada tahun 1400 1460, sampai Punu ketujuh gelar ini kemudian berkembang
menjadi MODATU atau MODODATU (yang berhak menjadi raja).
TINGKAT KETIGA
Pada tingkat ketiga ini, pemimpin tertinggi di kerajaan Bolaang Mongondow dinobatkan dengan
gelar Raja atau Datu yang dimulai ketika TADOHE atau ABO SADOHE sebagai Punu ketujuh
mengadakan musyawarah dengan seluruh Bogani bertempat di Tudu In Bakid. Salah satu butir
kesepakatan dalam musyawarah tersebut adalah rakyat yang diwakili PALOKO berjanji setia
kepada pemimpinnya (Raja) dan sebaliknya pemerintah (Raja) yang diwakili oleh KINALANG
atau DAMOPOLII berjanji untuk memperhatikan dan mengurus kepentingan dan kesejahteraan
rakyatnya.
Isi perjanjian PALOKO KINALANG disahkan melalui sumpah dan ikrar bersama para pemimpin,
Bogani dan rakyat dengan sanksi : BARANG SIAPA YANG TIDAK MEMATUHI PERJANJIAN
RAKYAT DAN PEMERINTAH, maka :
BUTUNGON (Kena Kutuk)
MORONDI NA BUING (Hitam Seperi Arang)
DUMARAG NA KOLAWAG (Kuning Seperti Kunyit)
MOYUYOU NA SIMUTON (Mencair Seperti Garam)
TUMONOP NA LANAG (Diserap Tanah Seperti Air Hujan)
KIMBUTON IN TOLOG (Ditelan Oleh Arus Air)
DOROTON IN MOTOYANOI (Ditindas Oleh Roh Dewata)
Demikian itulah perkembangan organisasi penduduk Bolaang Mongondow melalui tingkatan
tingkatan yang kemudian menjadi kerajaan dengan LOLODA MOKOAGOW atau DATU
BINANGKANG yang dinobatkan menjadi pemimpin tertinggi , menggantikan ayahnya PUNU
TADOHE.
F. MOKODOLUDUT, BAUNIA DAN KETURUNAN MEREKA
Kelahiran Mokodulut
Sampai sekarang, baik cerita lisan maupun tulisan dalam sejarah Bolaang Mongondow
diketahui riwayat bahwa MOKODOLUDUT terlahir dari Sebutir telur yang dierami oleh seekor
burung duduk. Dua orang tokoh utama dalam riwayat ini adalah Bogani suami isteri yakni
KUENO dan OBAYOW. Keduanya memiliki seorang anak yang diberi nama DAMOLI. Dan
karena itu bapaknya KUENO disapa dengan AMALI (Ama I Li) dan ibunya OBAYOW disapa
dengan INALI (Ina I Li). Pada suatu waktu, KUENO dan isterinya OBAYOW bersama sama
dengan beberapa orang anggota kelompoknya pergi mencari ikan disungai Tumpah (Tumpa) dan
Tabagomamang anak sungai (Ongkag) Dumoga, dengan menggunakan bobolit yaitu alat
penangkap ikan yang dibuat dari anyaman bambu dan dibentangkan ditengah sungai. Sesudah
dipasang mereka berjalan ke hulu, kemudian kembali menyusur sungai menuju ke muara.
Sesampainya di tempat pemasangan boblit mereka melihat tumpukkan ranting dan daun daun
kayu di atas bobolit. Ketika didekati mereka terkejut melihat seekor burung duduk terbang dari
bobolit dan saat yang bersamaan mereka melihat sebutir telur yang agak besar ditengah tengah
tumpukkan ranting dan daun daun kayu tadi.
Telur tadi di ambil dan dibawa KUENO dan OBAYOW. Kemudian diletakkan di dalam
kompe (bakul) yang ada dipendaringan dapur mereka. Mereka bermaksud telur itu akan dimasak
sebagai lauk. Namun dari hari ke hari selalu saja lupa. Pada hari ke tujuh sejak di temukan , telur itu
pun pecah mengeluarkan bunyi keras hingga terdengar dimana mana. Bunyi keras itu diikuti
dengan hujan keras, angin dan petir yang dahsyat. Mendengar bunyi tersebut penduduk berlarian ke
rumah KUENO dan OBAYOW sebagai sumber dari bunyi yang mereka dengar. Mereka ingin
mengetahui apa sebenarnya yang telah tejadi. Ternyata ditengah tengah pecahan telur tersebut
ditemukan seorang bayi laki laki, KUENO dan OBAYOW merasa senang sekali. Menanggapi
peristiwa itu, para Bogani sepakat bahwa kelahiran seperti itu tidak dapat diterima dengan akal

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

sehat melainkan suatu keajaiban. Sebenarnya bayi yang baru dilahirkan, ditemukan KUENO dan
OBAYOW masih terbungkus dengan selaput bayi (ari-ari) yang oleh ibunya dihanyutkan kemudian
para Bogani dan penduduk yang hadir ditempat kejadian sepakat memberi nama kepada bayi
tersebut dengan MOKODOLUDUT.
Bayi MOkODOLUDUT diambil, dirawat serta dipelihara oleh KUENO dan OBAYOW.
Kemudian untuk menyusuinya, ditunjuk tiga (3) orang ibu yakni : DODINA, SIPONGGA dan
NOPA. Adapun perkembangan bayi MOKODOLUDUT dari hari ke hari adalah sebagai berikut :
MINGGU PERTAMA.
Hari Pertama
: Keluar dari pecahan telur
Hari Kedua
: Membuat gerakan kecil- kecil
Hari Ketiga
: Sudah dapat duduk
Hari Keempat
: sudah dapat berdiri
Hari Kelima
: sudah dapat melangkah
Hari Keenam
: sudah dapat berjalan
Hari Ketujuh
: sudah mulai sakit

2. MINGGU KEDUA
Memasuki hari ketiga belas (13) sejak telur bayi ditemukan MOKODOLUDUT mulai sakit,
sehingga kedua orang tua pengasuhnya cemas dan gelisah, karena tidak mngetahui jenis penyakit
yang diderita oleh anak asuhnya. Jalan yang ditempuh adalah mencari orang yang mempu
mendeteksi jenis penyakit yang dalam bahasa Mongondow disebut MODODEANGOW. Hasil
deteksi adalah bayi MOKODOLUDUT mongula, yang artinya meminta dilakukan sesuatu diluar
dari biasanya. Maksudnya adalah pengobatan penyakit harus dilakukan dengan cara tertentu
berdasarkan petunjuk dari MODODEANGOW.
Secara garis besar cara pengobatan adalah sebagai berikut :
a. Dimandikan dengan cara tertentu
b. Air diambil disungai dengan cara tertentu
c. Diberikan makanan tertentu yang dimasak dengan cara tertentu pula
d. Dilakukan upacara MONAYUK DAN MOGAIMBU dengan menyanyikan lagu lagu tertentu
selama tujuh hari (7) hari/malam
Setelah kegiatan pengobatan selesai, maka bayi MOKODOLUDUT sembuh kemudian tumbuh
dengan sehat sampai dewasa.
3. PROSES PENGOBATAN BAYI MOKODOLUDUT
a.
b.

c.
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Memasuki hari ketujuh (7), sejak pecahnya kulit atau selaput bayi, MOKODOLUDUT jatuh sakit
dengan penyakit yang tidak di ketahui jenisnya.
Pada suatu hari, ketika bayi MOKODOLUDUT berada dibuaian ibunya merasa ngantuk dan
tertidur. Tiba tiba ibu angkatnya kaget dan terbangun melihat seekor BURUNG DUDUK
sedang berada dibuaian mengerami bayi asuhnya.
Ketika melihat itu ibu asuh MOKODOLUDUT terbangun, maka burung duduk tersebut terbang
dan singgah hinggap secara berturut turut secara berturut turut pada :
Pohon NUNUK
Pohon DUMOLAT atau DUMALAT
Pohon ATUL
Pohon MOYONGGOSIAN
Pohon LOMBOIT
Pohon KOLINTAMA

d. Kedatangan burung duduk, kemudian hinggap mengerami bayi terjadi berulang kali, dan selama
itu bayi menjadi sehat
e. Tetapi ketika burung duduk tidak langsung kebuaianm hanya hinggap di tujuh pohon pada butir c.
secara berurutan kemudian bertengger di bunbungan rumah, maka kesehatan bayi pun memburuk
lagi. AMALI dan INALI memberitahukan keadaan bayi itu pada para Bogani. Para Bogani berusaha
untuk mencari pengobatan setelah terlebih dahulu meminta pertolongan dari para ahli TENING
atau MODODEANGOW.
f. MODODEANGOW memberikan petunjuk pengobatan sebagai berikut :
1. Pengobatan dilakukan melalui berurutan dari beberapa kegiatan dengan perlengkapan, tempat, cara
dan waktu melakukan serta tata cara melakukan serta tata cara lainnya.
2. Kemudian, kalau burung duduk datang lagi, maka perhatikan kala hinggap pada tujuh pohon (7)
pohon biasa, maka tiap pohon ambil satu (1) cabang disimpan dirumah.
3. Pada hari berikutnya AMALI dan INALI secara bersama mimpi mengenai ihwal yang sama pula,
yakni :
KAMU BERDUA HARUS ADAKAN PENGOBATAN ANAK INI DIIKUTI DENGAN
PETUNJUK TENTANG BAHAN OBAT DAN CARA PENGOBATAN.
g. Bahan Obat
Bahan bahan obat sesuai petunjuk dalam mimpi AMALI dan INALI adalah sebagai berikut :
1. Tebang tujuh (7) pohon sagu dan ambil sarinya (koito)
2. Potong tujuh bambu hijau (patung) masing- masing satu ruas.
3. Satu ruas bambu diisi dengan sari sagu (koito). Yang diambil dari tiap tiap pohon (satu ruas dari
satu pohon sagu)
4. Ambil tujuh (7) potong bambu kuning (patung bulawan). Bersama sama dengan daunnya,
kemudian ditempatkan ditengah tengah rumah.
5. Tujuh (7) cabang kayu cabang kayu yang sudah ada dirumah dibelah menjadi beberapa bagian
(belah) sebagai persiapan memasak sagu (kayu bakar) yang akan dimakan oleh anak atau bayi
MOKODOLUDUT.
6. Ambil bambu hijau dan bambu kuning (aog) masing masing tujuh (7) potong dengan panjang satu
ruas (tongolondu)
7. Ketujuh bambu tersebut pada butir enam (6), diikatkan dengan bambu kuning berdaun yang telah
ditempatkan terlebih dahulu dirumah.
8. Buat tujuh (7) alat timba dari daun woka (tubu) untuk dipakai mengambil/menimba air.
9. Sebelum mengambil air, bakul kecil tempat meletakkan telur diangkat kemudian diisi dengan buah
kapas dan diletakkan bersama sama dengan timba air (dari woka) didekat himpunan bambu yang
telah ada ditengah rumah.
h. Cara Mengambil Obat
1. Waktu memotong ketujuh cabang kayu, sagu, bambu hijau dan kuning serta woka dilakukan
dengan cara :
a. Melakukan tujuh kali gerakan seolah olah akan melakukan pemotongan
b. Pada gerakan kedelapan baru dilakukan pemotongan langsung atau yang sebenarnya.
2. Demikian juga membelah tujuh cabang kayu menjadi beberapa belah (bagian) dilakukan seperti
pada butir (1), yaitu ketujuh gerakan, kemudian menjadi satu gerakan (langsung).
i. Mengambil Air
1. Air diambil dari sungai UMPOPO dikaki bukit Bumbungon Dumoga
2. Pengambil air terdiri dari delapan (8) orang, tujuh orang pembawa woka dan satu (1) orang
pembawa bambu
3. Untuk mengambil air diperlukan tujuh (7) timba dari woka dan tujuh (7) potong bambu hijau.
4. Bambu kuning yang sudah disediakan diisi air.

5. Setiap kali mengambil air tujuh (7) bambu dipertukarkan maksudnya bambu yang sudah berisi
ditinggalkan dan bambu yang masih kosong dibawah.
6. Kedelapan orang pengambil air berjalan beriringan, tidak boleh berjajar dengan ketentuan
pembawa bambu air selalu didepan.
7. Sebelum berangkat mengambil air, kedelapan orang tersebut berkeliling tujuh (7) kali disekitar
bakul tadi smbil bernyanyi (Aimbu)
8. Pengambilan air dilakukan pada pagi hari satu kali dan sore hari satu kali.
9. Bambu bambu yang sudah berisi air harus diletakkan semuanya ditempat semula.
Catatan : air tersebut dipersiapkan untuk pengobatan bayi MOKODOLUDUT.
j.
k. Cara Pengobatan
1. Anak bayi dimandikan dengan air dari sungai UMPOPO
2. Sesudah dimandikan diberi makan dengan sagu yang telah dimasak dengan menggunakan tujuh (7)
jenis kayu (perhatikan butir g.(5)).
3. Air minumnya diambil dari bambu kuning yang sudah disediakan.
4. Setiap malam, selama tujuh malam selalu dinyanyikan lagu AIMBU (Mogaimbu)
5. Sesudah pengobatan berjalan tujuh (7) hari/malam, maka dilakukan acara khusus sebagai tanda
bahwa pengobatan telah selesai.
6. Acara khusus tersebut adalah tari tarian yang terdiri dari
a. TAYOK atau MONAYOK
Adalah tarian gerakan gerakan yang memperagakan cara cara mempersiapkan peralatan dan cara
pengambilan air.
b. RIMANG dan KOLONG
Adalah tarian yang memperagakan cara pengaturan air yang meliputi pengambilan, penyimpanan
dan penggunanya.
l. Tujuan Pengobatan
Berpedoman pada adat dan budaya Bolaang Mongondow (dahulu), tujuan pengobatan seperti
dituturkan diatas adalah untuk :
1. Mengusir dan menekan kekuatan gaib yang dapat merugikan
2. Sesudah itu diarahkan pada keselamatan dan kesejahteraan rakyat
Demikian prosesi pengobatan kepada si anak bayi MOKODOLUDUT berdasarkan petunjuk yang
diperoleh melalui mimpi kedua Bogani (suami isteri), AMALi dan INALI, yang hasilnya
membawa kesembuhan bagi MOKODOLUDUT sendiri hingga bertumbuh sehat sampai dewasa.
Kelahiran Baunia
Sebagaimana kelahiran MOKODOLUDUT penuh mitos, maka kelahiran BAUNIA demikian juga
yang pada gilirannya terlahir dari bambu kuning dengan kronologis riwayat sebagai berikut :
1. Salah satu peralatan yang dipakai dalam pengobatan bayi MOKODOLUDUT adalah tujuh (7) ruas
bambu kuning yang diambil dengan daunnya
2. Bambu bambu kuning tersebut diletakkkan ditengah tengah tujuh bambu biasa pengambil air
yang ditempatkan dirumah KUENO dan OBAYOW
3. Satu bambu kuning yang dengan daunnya dari hari ke hari semakin membengkak, yang membuat
KUENO sekeluarga dan para tetangga serta orang- orang yang datang melihatnya menjadi heran.
4. Pada hari ke empat belas (14) atau tujuh (7) hari bayi MOKODOLUDUT jatuh sakit, bambu
kuning telah membongkak itu pecah.
5. Pada pecahan bambu ditemukan seorang bayi perempuan yang sangat cantik.
6. Bayi perempuan tersebut dirawat oleh KUENO dan OBAYOW
7. Atas kesepakatan bersama, bayi perempuan tersebut diberi nama BAUNIA, yang artinya BAMBU
KUNING.
8. Dalam perawartan bayi tersebut pun sakit seperti sakitnya MOKODOLUDUT

9. Bayi BAUNIA diobati seperti pengobatan pada MOKODOLUDUT


10. Setelah diobati, BAUNIA menjadi sembuh dan tumbuh sehat
Perkawinan dan Keturunan
1. MOKODOLUDUT dan BAUNIA dirawat dan diasuh oleh KUENO dan OBAYOUW secara
bersama sama dirumah mereka
2. Setelah keduanya menginjak dewasa, timbul keinginan orang tua asuh mereka untuk menikahkanya
3. Untuk mencapai keinginan tersebut, KUENO dan OBAYOW memusyawarahkannya dengan para
BOGANI
4. Musyawarah menghasilkan persetujuan dan kesepakatan untuk menikahkan keduanya
5. Dari perkawinan tersebut, MOKODOLUDUT dan BAUNIA dikaruniai lima (5) orang anak yakni :
a. GOLONGGOM
: Laki laki
b. GINUPIT
: Laki laki
c. PENDADAT
: Laki laki
d. GINSA PONDO
: Wanita (hijrah ke Minahasa)
e. YAYUBANGKAI
: Laki laki

Mokodoludut Sebagai Punu Pertama


1. Demokrasi sudah diterapkan dalam sistem organisasi dan kepemimpinan dalam kelompok oleh para
Bogani, yang difungsikan melalui wadah musyawarah untuk mendapatkan kesepakatan bersama,
terutama dalam hal hal :
a. Pemilihan kepala kelompok (Bogani)
b. Memecahkan dan menyelesaikan masalah kelompok
c. Membuat rencana kegiatan untuk kepentingan kelompok
d. Membuat peraturan (hukum) adat
2. Ketika MOKODOLUDUT dilahirkan pada abad XIV, sistem demokrasi sudah berlaku dalam
kehidupan penduduk dibarengi dengan masuknya pengaruh adat budaya Spanyol, Portugis,
Hindia (Hindu), Tiongkok dan dibawa oleh para pedagang atau saudagar saudagar dari Timur
Tengah
3. Semakin dewasanya MOKODOLUDUT mengundang perhatian dan keinginan para Bogani untuk
untuk mengangkatnya menjadi PUNU MOLANTUD atau pemimpin teringgi yang dapat disamakan
dengan raja (Datu)
4. Para Bogani diseluruh pelosok wilayah Bolaang Mongondow berkumpul dan bermusyawarah yang
menghasilkan kesepakatan bersama sebagai berikut :
a. Menyetujui pengangkatan MOKODOLUDUT sebagai PUNU MOLANTUD
b. Menyetujui BAUNIA sebagai permaisuri PUNU MOLANTUD
5. Upacara penobatan dilakukan dalam satu kenduri besar yang meriah bertempat di Bulud In
Mokontangan yang diisi dengan berbagai acara kesenian. Bulud In Mokontangan artinya bunyi
kesenian dapat terdengar di gunung itu.
6. Setelah MOKODOLUDUT dinobatkan sebagai PUNU MOLANTUD Bolaan Mongondow, maka
para Bogani yang didukung oleh rakyat sepakat untuk membangun istana kerajaan bertempat
didekat sungai Tumpah (Tumpa), tepatnya dilokasi batu besar sebagai tempat ditemukannya telur
burung duduk (legenda) atau bayi manusia yang terbungkus ari ari, oleh KUENO dan OBAYOW
bersama anggota kelompoknya
7. MOKODOLUDUT memegang jabatan PUNU MOLANTUD selama enam puluh (60) tahun atau
1400 1460.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
a.
b.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
c.
9.
a.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
b.
c.
d.
e.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kelahiran Adat Dan Budaya


Setelah kelahiran MOKODOLUDUT, para Bogani membuat kesepakatan kesepakatan, yang
kelak di kukuhkan sebagai adat dan budaya di Bolaang Mongondow sebagai berikut :
Bayi atau anak yang baru lahir diberi nama MOKODOLUDUT
Mengakui anak tersebut sebagai PUNU atau TUANG di wilayah Bolaang Mongondow
Keturunan MOKODOLUDUT dari generasi ke generasi selanjutnya diberi hak MENJADI RAJA
Anak laki laki dari Raja diberi gelar ABO
Anak perempuan dari Raja diberi gelar BUA
Keturunan yan tidak menjadi raja termasuk dalam golongan KOHONGIAN
Anak laki laki dari golongan KOHONGIAN juga diberi gelar ABO dan perempuan diberi gelar
BAI atau KAKIA
Para Bogani menyepakati dan menetapkan TATANAN KEHIDUPAN BERMASYARAKAT DAN
BERPEMERINTAHAN, dalam bentuk peraturan peraturan sebagai berikut :
Semua keturunan dari generasi ke generasi harus patuh pada keturunanya dan menghormati serta
mengikuti perintahnya
Barang siapa yang melanggar peraturan tersebut, maka dia akan menerima sanksi berupa :
BUTUNGON (Kena Kutuk)
MORONDI NA BUING (Hitam Seperi Arang)
DUMARAG NA KOLAWAG (Kuning Seperti Kunyit)
MOYUYOU NA SIMUTON (Mencair Seperti Garam)
TUMONOP NA LANAG (Diserap Tanah Seperti Air Hujan)
KIMBUTON IN TOLOG (Ditelan Oleh Arus Air)
DOROTN IN MOTOYANOI (Ditindas Oleh Roh Dewata)
Peraturan tersebut ditetapkan dan disahkan melalui :
IKRAR BERSAMA ATAU SUMPAH para Bogani.
Kemudian pada masa TADOHE sebagai PUNU MOLANTUD, peraturan peraturan yang telah
ada pada masa PUNU MOKODOLUDUT ditambah lagi dengan :
Orang orang Bolaang Mongondow dikelompokkan dalam enam (6) golongan atau tingkat yakni :
Tingkat Pertama
: Mododatu atau Raja Raja
Tingat Kedua
: Kohongian
Tingkat Ketiga
: Simpal
Tingkat Keempat
: Nonow
Tingkat Kelima
: Tahig
Tingkat Keenam
: Yobuat
Pengangkatan raja dipilih oleh rakyat, laki laki dan berasal dari keturunan raja.
Jika raja mengadakan perjalanan, harus dipikul diatas tandu
Apabila ada orang yang berhasil menangkap ikan atau berburu hewan maka ikan atau hewan yang
terbesar dan terbaik diperuntukkan untuk raja.
Dan peraturan lainnya, seperti :
Hasil kebun dan buah buahan
Pengawalan bila raja berpergian
Penjemputan bila raja kembali dari perjalanan oleh barisan kehormatan menggunakan TOMBAK
TUNGKUDON.
Tentang perkawinan
Tentang orang meninggal
Hukuman kepada orang yan berbuat tidak senonoh
Dan peraturan lainnya.

1.

2.
a.
b.
c.
3.

4.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.

h.
i.
j.
k.
l.
m.
n.
1.

a.
b.
2.

3.

G. PERKEMBANGAN ANAK DAN KETURUNAN MOKODOLUDUT


a. Yayubangkai
Perkawinan
Beliau menikah dengan puteri Buntalo, pantai utara Bolaang Mongondow yang bernama BUA
SILAGONDO. Puteri ini sangat pandai dan terampil menenun.
Keturunan (Anak)
Dari perkawinan tersebut, dikaruniai tiga (3) orang anak :
KINALANG atau DAMOPOLII (laki laki)
MOKOAPA (laki laki)
PINOMUKU (Wanita)
Tempat Tinggal
Ketika menjadi PUNU MOLANTUD kedua menggantikan ayahnya mereka pindah dari
Bumbungon ke gunung Babo di Buntalo karena isterinya berasal dari sana.
Kisah Gunung Gogabola
Gunung Gogabola adalah tempat BUA SILAGONDO menenun
Pada suatu ketika, secara tidak sengaja anak perempuannya PINOMUKU menyentuh tenunan yang
sedang ditekununiya
Ibunya, BUA SILAGONDO marah lalu memukul kepala anaknya dengan kayu, hingga luka
Puteri PINOMUKU melarikan diri ke hutan bergabung dengan penduduk lainnya dan tidak pernah
kembali kerumahnya.
Ketika pergi berburu MOKOAPA bertemu dengan gadis yang cantik yakni PINOMUKU.
Merekasudah tidak saling mengenal karena sudah lama berpisah
Kuduanya saling jatuh cinta, lalu menikah karena sudah memenuhi persyaratan terutama laki laki.
Sesudah beberapa tahun berumah tangga, keduanya bersepakat untuk berkunjung kerumah orang
tua, YAYUNGKUBI dan SILAGONDO, sementara itu kedua orang tua sudah tidak mengenal lagi
PINOMUKU (yang sebenarnya anak mereka)
Ketika sedang mencari kutu dirambut menantunya, BUA SILAGONDO kaget meilhat bekas luka
di kepala PINOMUKU.
PINOMUKU menceritakan hal-ihwal luka itu, lalu BUA SILAGONDO teringat dan mengetahui
dengan pasti bahwa menantunya PINOMUKU adalah anak kandungnya sendiri
Perkawinan antara MOKOAPA dengan PINOMUKU (kakak beradik) satu ayah dan ibu menjadi
masalah yang dapat menimbulkan musibah dengan konsekwensi konsekwensi berat.
Terjadilah peristiwa berupa bencana yang sangat dahsyat, alam menjadi gelap diikuti angin keras,
hujan yang deras dengan petir sambung menyambung selama empat puluh hari/malam.
Gunung Gogabola tempat BUA SILAGONDO menenun dihantam ombak dan pecah menjadi dua,
sebagian masih nampak bila dlihat dari desa Maelang.
Musibah bencana alam yang sangat dahsyat terjadi sebagai akibat dari pelanggaran adat istiadat
Sebagai hukuman MOKOAPA dan PINOMUKU dibuang kelaut.
b. Kinalang atau Damopolii
Perkawinan Pertama
Menikah dengan puteri gunung Sinumolantaan dekat Buntalo, yang bernama TENDEDUAYO dan
memperoleh dua orang anak :
BUSISI atau BUTITI (laki laki)
PONAMON (laki laki)
Perkawinan Kedua
Menikah dengan gadis dari desa Tonsea di Minahasa Utara yang benama TETEON; tidak diperoleh
keterangan mengenai perolehan anak atau keturunan.
Perkawinan Ketiga

4.
a.

b.

1.

2.

3.

1.
2.
3.
a.
b.
c.
d.
1.

2.

1.

2.

Menikah dengan gadis cantik Ranoyapo Amurang yang bernama WULAN UWE RANDEN, ada
keterangan lain yang menyebut nama gadis ini dengan RINTEK WAANG. Tidak diperoleh
keterangan mengenai perolehan anak.
Kisah Petualangan di Minahasa
Sebagai Panglima Perang bagi suku suku yang berdiam di dataran tinggi pedalaman Bolaang
Mongondow, beliau gemar ke Minahasa. Keberanian dan keperkasaanya membawa beliau cukup
dikenal dengan nama RAMOPOLII, seorang tokoh pembauran antara suku Minahasa dan Bolaang
Mongondow.
Ketertarikannya kemudian menikahi puteri Ranoyapo Amurang Minahasa Selatan yang bernama
WULAN UWE RANDEN, telah menimbulkan konsekwensi tentang perbatasan wilayah Bolaang
Mongondow dengan Minahasa sebagai berikut :
Tanah atau wilayah antara sungai Poigar dan Ranoyapo dijadikan mas kawin, atau dalam bahasa
Mongondow pinonali oleh KINALANG atau DAMOPOLII kepada WULAN UWE RANDEN.
Menurut catatan sejarah perbatasan ini dikukuhkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tahun
1907.
Sebelum pristiwa tersebut batas wilayah Bolaang Mongondow dengan Minahasa mulai dari
Ranoyapo Kapitu lurus nenuju Motoling, Pontak,, Tompaso Baru. Mokobang Modoinding terus
ke Buyat yang perbatasan dengan Ratatotok.
Sebagai bukti di Minahasa selatan banyak tempat yang diberi nama dengan bahasa Bolaang
Mongondow seperti : danau Iloloi, danau Mokobang, sungai Moyondog, sungai Molinow, desa
Toraot, gunung Tagoi, pantai Moinit, dan sebagainya.

c. Busisi Atau Butiti


Perkawinan
BUSISI ATAU BUTITI anak pertama dari KINALANG atau DAMOPOLII dan TENDEDUAYO,
menikah dengan LIMBATONDO seorang puteri dari Ginolangtungan dekat Buntalo.
Keturunan (Anak)
Dari perkawinan tersebut diperoleh empat (4) orang anak :
BUNU
SAKADUMAKUL
MAKALUNGSENGE
MAKALALO
d. Makalalo
Perkawinan
MAKALALO, putera keempat dari BUSISI atau BUTITI dan LIMBATONDO, menikah dengan
seorang puteri dari Mandolang, dekat Minahasa yang bernama GANTANG GANTING, dan ada
pula yang menamakannya GANTI GANTIA.
Keturunan (Anak)
Didapat data atau keterangan bahwa dari perkawinan tersebut diperoleh anak yang bernama
MOKODOMPIT; sementara itu kehidupannya tidak banyak diketahui.
e. Mokodompit
Perkawinan Pertama
MOKODOMPIT menikah dengan MONGGEJADI atau MONGIJADI puteri dari pulau Lembeh
dekat pelabuhan Bitung dan dari perkawinan ini diperoleh anak yang bernama MOKOAGOW.
Perkawinan Kedua

1.

2.
3.

4.
a.
b.
c.
d.

e.
f.
g.

h.

i.
j.
k.
l.
m.
n.
o.
p.
q.

MOKODOMPIT jatuh cinta dan menikah lagi dengan seorang gadis kebanyakan yang bernama
GOGUNE. Perkawinan tersebut sering disindir sindir oleh para Bogani dan karena itu beliau
membawa GOGUNE ke Sangir Siau. Disini diperoleh anak laki laki yang diberi nama TADO
yang kelak disapa TADOHE atau ABO SADOHE. Ketika berumur 20 tahun TADOHE dengan
beberapa orang temannya kembali melalui pantai selatan Bolaang Mongondow dengan menumpang
perahu Kabolit dan mendarat di pantai Togid dekat Kotabunan.
f. Mokoagow
Perkawinan
MOKOAGOW putera MOKODOMPIT dengan MENGGEJADI atau MONGIJADI, menikah
dengan puteri bangsawan yang bernama BUA DONGANKILAT (S).
Keturunan (anak).
Tidak ada data atau keterangan tentang keturunan anak beliau
Jabatan Dalam Kerajaan
Karena kegemaran dan kepetualangannya, maka beliau selama hidupnya tidak pernah menjabat
sebagai PUNU MOLANTUD Bolaang Mongondow.
Kisah Kehidupan
Sejak kecil MOKOAGOW dikenal sebagai seorang pemberani
Kegemarannya adalah menyabung ayam
Karena keberanian dan kegemaran tersebut MOKOAGOW sering bertualang ke Minahasa dengan
tujuan menyabung ayam.
Ketika berada di Mandolang (Minahasa), beliau mendengar bahwa di Maadon ada pertandingan
sabung ayam. Beliau dan para pengawalnya berangkat ke Maadon dan disana beliau melihat wanita
cantik yang bernama PINGKAN isterinya MATINDAS
MOKOAGOW senang dan tertarik kepada PINGKAN, isteri MATINDAS. Menyadari hal ini
PINGKAN berusaha menghindar dari bahkan menghilang dari Maadon.
Selesai pertandingan sabung ayam di Maadon, MOKOAGOW dan para pengawalnya berangkat ke
Kema.
Beberapa orang pengawal MOKOAGOW berusaha mencari informasi tentang tempat sabung ayam
baru. Ketika mereka berangkat MOKOAGOW berpesan, bila melihat PINGKAN segera
memberitahukan kepadanya.
Dalam perjalanan pencarian informasi tersebut, para pengawal dapat mengetahui bahwa PINGKAN
sudah kembali ke Maadon. Mereka pun kembali ke Kema untuk memberitahukan kepada
MOKOAGOW
Berdasarkan pemberitahuan para pengawal, MOKOAGOW langsung berangkat ke Maadon
bersama para pengawalnya, dengan maksud akan menemui PINGKAN.
Ketika PINGKANmelihat MOKOAGOW, diapun berkata kepada suaminya agar menyelamatkan
diri dan tidak perlu kuatir sebab dia (PINGKAN) akan dapat menjaga diri.
MATINDAS suaminya PINGKAN menyelamatkan diri melalui pintu belakang, sementara itu
PINGKAN bersama anak buah suaminya mengatur strategi pelayanan kepada MOKOAGOW.
PINGKAN turun dari rumahnya dan menemui MOKOAGOW.
PINGKAN menerima dengan baik kedatangan MOKOAGOW dan berpura pura menyetujui
permintaan dan keinginan MOKOAGOW kepadanya.
Untuk penerimaan tersebut, lalu diadakan pesta minum minuman keras (arak)
Ketika MOKOAGOW sedang mabuk berat, pengawal atau anak buah MATINDAS membunuhnya.
Terbunuhnya MOKOAGOW ini sangat memalukan para pengawalnya dengan kejadian itu tamatlah
riwayat MOKOAGOW putera MOKODOMPIT.
Tidak ditemukan data atau keterangan mengenai makamnya MOKOAGOW, kecuali sebuah
kemungkinan bahwa marga MOKOAGOW atau AGOW di minahasa diangkat dari nama
MOKOAGOW.

h. Tadohe
1. Perkawinan
2. TADOHE putera MOKODOMPIT dan GOGUNE menikah dengan KEABA atau KIJABA dari desa
Genggulang.
3. Dari perkawinan tersebut diperoleh anak laki laki yang diberi nama LOLODA MOKOAGOW.
g. Loloda Mokoagow
1. Perkawinan
a. Perkawinan Pertama
LOLODA MOKOAGOW, putera TADOHE dan KEABE atau KIJABA ini menikah dengan
keturunan bangsawan dari Bolaang, yang bernama BUA LANGAAN. Dari perkawinan ini
diperoleh anak laki laki yang bernama MAKALUNSENGE.
b. Perkawinan Kedua
Menikah dengan wanita biasa di Amurang Minahasa Selatan yang bernama MALO. Dari
perkawinan ini diperoleh anak laki laki bernama MANOPPO.
2. Perkembangan Keturunan LOLODA MOKOAGOW.
a. Dari perkawinan pertama, dengan anak laki laki MAKALUNSENGE belum ditemukan data atau
keterangan.
b. Dari perkawinan kedua dengan anak laki laki MANOPPO perkembangbikannya masih berjalan
terus menerus sampai sekarang, karena keturunan dari raja ke raja sudah membaur dengan
masyarakat biasa (bukan bangsawan).

BAB II
PEMERINTAHAN PUNU DI BOLAANG MONGONDOW
Manusia penghuni dataran tinggi dan rendah, yang kelak disebut wilayah Bolaang
Mongondow pada mulanya mirip kehidupan komunitas hewan yakni terbagi dalam kelompok

1.
2.

3.
a.
b.
c.
d.

A.

kelompok. Kelompok kelompok tersebut mendiami pemukiman (totabuan) tertentu dan tiap
kelompok dikepalai oleh seorang Bogani atau kepala kelompok. Organisasi perhimpunan manusia
yang boleh dikatakan sebagai Kerukunan Keluarga (seperti bentuk Rukun Tetangga sekarang)
berlaku sampai dengan abad XIII
Setelah kelahiran MOKODOLUDUT dan BAUNIA, sekaligus telah dapat menghadirkan
tatanan kehidupan berpemerintahan dan bermasyarakat yang dikemas dalam kodipikasi adat dan
Budaya, maka didapatlah perkembangan organisasi penduduk dan kepemimpinannya sebagai
berikut :
Sistem kelompok dengan kepemimpinan Bogani tetap dipertahankan.
Setingkat diatas kepemimpinan Bogani ada kepemimpinan tertinggi yang disebut PUNU
MOLANTUD, PUNU BULAWAN dan dapat juga disebut PUNU MODEONG atau TULE
MOLANTUD.
Demokrasi berdasarkan azas kekeluargaan dan gotong royong menjadi motor jalannya organisasi
dan kepemimpinan dalam hal ini :
Pemilihan Pemimpin (PUNU atau BOGANI)
Pemecahan dan penyelesain masalah yang menyangkut kepentingan umum masyarakat.
Pembahasan dan penetapan rencana kegiatan organisasi dan kepemimpinan untuk memenuhi
aspirasi dan atau merealisir kebutuhan menuju kesejahteraan rakyat.
Pembuatan pertaturan untuk kepentingan bersama.
Sistem organisasi dan kepemimpinan PUNU di wlayah Bolaang Mongondow dimulai setelah
MOKODOLUDUT dipersiapkan kemudian dinobatkan pada tahun 1400 dengan terlebih dahulu
para Bogani memusyawarahkan kemudian mensahkan peraturan adat dan budaya yang berlaku
diseluruh wilayah Bolaang Mongondow.
Adapun tugas dan kewajiban seorang PUNU adalah mengatur perikehidupan seluruh penduduk di
wilayah Bolaang Mongondow secara jujur, arif dan bijaksana serta bertanggung jawab.
Sistem organisasi dan pemerintahan kepunuan di Bolaang Mongondow berakhir pada masa
TADOHE sebagai PUNU pada tahun 1620 1653 atau berlaku selama kurang lebih 253 tahun
(1400 1653). Sesudah itu sistem organisasi pemerintahan dan kepemimpinan di Bolaang
Mongondow berubah menjadi sistem pemerintahan dan kepemimpinan di Bolaang Mongondow
berubah menjadi sistem pemerintahan kerajaan dengan raja atau datu sebagai pemimpin
tertingginya.
Pejabat Pejabat Punu Di Bolaang Mongondow
NOMOR
1
2
3
4
5
6
7

NAMA PUNU
MOKODOLUDUT
YAYUBANGKAI
DAMOPOLII
BUSISI
MAKALALO
MOKODOMPIT
TADOHE

PEJABAT
KE
I
II
III
IV
V
VI
VII

MASA
JABATAN
1400 1460
1460 1480
1480 1510
1510 1540
1540 1560
1560 1600
1600 1653

LAMANYA
60 Tahun
20 Tahun
30 Tahun
30 Tahun
20 Tahun
40 Tahun
53 Tahun

Catatan Penting
1. Seharusnya yang menjadi PUNU ke VII adalah MOKOAGOW, putera MOKODOMPIT pada
perkawinan pertama, namun ini tidak bisa terlaksana karena belia lebih banyak berkelana ke
Minahasa menuruti kegemarannya.

2. TADOHE yang dikenal dengan sapaan ABO SADOHE, putera MOKODOMPIT akhirnya
dinobatkan menjadi PUNU VII sebagai pemimpin tertinggi dengan jabatan/gelar PUNU atau TULE
MOLANTUD.
3. Berakhirnya jabatan/gelar PUNU MOLANTUD pada masa TADOHE berarti wilayah Bolaang
Mongondow tengah dipersiapkan menjadi satu kerajaan. Hal ini terbukti bahwa TADOHE sudah
diangkat sebagai PEJABAT RAJA BOLAANG MONGONDOW dalam satu kenduri besar
dirumah INDE DOU yang berlokasi di Tudu In Dayou (keterangan ini dapat ditemukan dalam buku
Mengenai Raja Raja Bolaang Mongondow, Halaman 20)
4. Untuk merealisir rencana perubahan menjadi kerajaan dengan Datu atau Raja sebagai kepala atau
pemimpinnya, maka PUNU TADOHE atau ABO SADOHE dirumah kediamannya di Tudu In
Bakid mengadakan kenduri besar atau pertemuan yang dihadiri oleh para Bogani dan rakyat. Dalam
pertemuan atau musyawarah tersebut peraturan adat dan budaya Bolaang Mongondow yang sudah
ada sejak Punu MOKODOLUDUT dilengkapi dan dijadikan pedoman pelaksanaan pemerintahan
dan hubungan interaksi kemasyarakatan. Peraturan peraturan tersebut dikodipikasikan dalam apa
yang dinamakan PERJANJIAN PALOKO DAN KINALANG yang disahkan melalui sumpah dan
ikrar bersama.
5. Ketika tiba waktunya, Punu TADOHE atau ABO SADOHE digantikan oleh puteranya LOLODA
MOKOAGOW. Yang dipilih dan dinobatkan berdasarkan peraturan adat budaya yang telah
ditetapkan dalam perjanjian Paloko dan Kinalang dengan jabatan atau gelar DATU
BINANGKANG, yang maknanya adalah :
a. DATU artinya RAJA
b. BINANGKANG = Binangkong artinya dinobatkan berdasarkan peraturan adat.
c. BINANGKANG : Kinobangkal = Bangkal artinya yang disegani.
6. Dengan demikian maka pemerintahan LOLODA MOKOAGOW sebagai DATU atau RAJA
Bolaang Mongondow adalah masa transisi dari sistem kepunuan ke sistem kerajaan.
B. Pejanjian Paloko Kinalang
NAMA PALOKO DAN KINALANG
1. PALOKO
Paloko adalah tokoh masyarakat Bolaang Mongondow yang cukup dikenal sejak abad XV :
a. PALOKO berasal dari rakyat biasa (orang kebanyakan) yang ditemukan oleh TADOHE dalam
perjalanan pulang ke Togid dari Bonunggalan (Otam dan Wangga) sekarang.
b. TADOHE bertemu denganya ketika PALOKO sedang mencari ikan (monikip) disungai
Kinotobangan (Kotobangon sekarang)
c. PALOKO adalah orang pertama yang menyapa atau memanggil TADOHE dengan ABO
SADOHE.
d. Setelah melalui proses panjang dalam upaya PALOKO untuk berkenalan dengan TADOHE dengan
berbagai pengorbanan termasuk menarikan Tari Bondit dihadapan TADOHE dan berbagai siasat
lainnya, akhirnya PALOKO dapat membujuk TADOHE dan keduanyapun bersahabat.
e. Sambil berjalan keduanya melakukan pembicaraan pembicaraan yang serius antara lain :
TADOHE boleh mengawini cucunya PALOKO tanpa mas kawin atau monali dan apabila akan
menceraikannya tidak apa apa serta tidak mengeluarkan biaya (momogoi).
f. Karena sudah lelah, keduanya beristirahat di Bambean (tidak jauh dari danau mooat), mereka
berdua membuat kesepakatan kesepakatan
g. Selanjutnya mereka berdua bersama sama menuju Togid untuk menemui INDE DOU sebagai ibu
angkatnya TADOHE.

h. Pada kenduri besar yang diselanggarakan oleh INDE DOU ditempat tinggalnya di Tudu In Dayou,
terjadilah suatu peristwa penting yakni diangkatnya TADOHE atau ABO SADOHE sebagai
PEJABAT RAJA BOLAANG MONGONDOW.
i. Selanjutnya dalam konteks PERJANJIAN PALOKO DAN KINALANG, PALOKO dikukuhkan
sebagai wakil rakyat dalam musyawarah di Tudu In Bakid tersebut.
2. KINALANG
a.
b.
c.
d.
e.

KINALANG atau DAMOPOLII adalah cucu pertama dari PUNU MOLANTUD kesatu yakni
MOKODOLUDUT.
KINALANG atau anak pertama dari PUNU MOLANTUD kedua yakni YAYUBANGKAI.
Jadi KINALANG adalah anak laki laki keturunan bangsawan dengan hak menjadi PUNU
MOLANTUD sesuai peraturan adat.
KINALANG dinobatkan sebagai PUNU MOLANTUD ketiga yang dalam catatan sejarah
pemerintah tahun 1480 1510.
KINALANG dalam konteks PERJANJIAN PALOKO DAN KINALANG dikukuhkan sebagai
wakil pemerintah.
PERJANJIAN

Perjanjian PALOKO dan KINALANG adalah Pernyataan yang diucapkan dengan sumpah
(ikrar bersama), dalam wadah permusyawaratan perwakilan yang berisi pengakuan dan pengesahan
peraturan peraturan (hukum) adat istiadat dan budaya hidup bermasyarakat dan berpemerintahan
di wilayah pemerintahan Bolaang Mongondow pada masa sebelum Republik Indonesia merdeka.
Musyawarah tersebut melahirkan perjanjian dilaksanakan di tempat tinggal PUNU TADOHE
yakni Tudu In Bakid, utara desa pontodon. Musyawarah di Tudu In Bakid dihadiri oleh para
Bogani bersama rakyat benyak adalah ujung dari semua upaya melengkapi dan menyempurnakan
peraturan peraturan (hukum) adat budaya yang telah dibuat dan disahkan dimasa awal
pemerintahan PUNU MOKODOLUDUT (1400 1460).
Sebagai langkah persiapan menuju kepada Bolaang Mongondow sebagai Kerajaan yang
dipimpin oleh seorang Raja, maka dalam satu kenduri besar di tempat tinggal INDE DOU di Tudu
IN Dayou, para Bogani dan rakyat sepakat penunjukkan TADOHE atau ABO SADOHE sebagai
PEJABAT RAJA. Sesudah itu jabatan atau gelar sebagai pemimpin tertinggi di kerajaan Bolaang
Mongondow adalah DATU atau RAJA.
PENDIDIKAN DEMOKRASI POLITIK
1. Melalui musyawarah, rakyat memilih Bogani yang akan memimpin kelompoknya, kemudian para
Bogani memilih pemimpin tertingginya melalui wadah musyawarah (demokrasi).
2. Dalam musyawarah setiap orang baik rakyat maupun para Bogani dapat dengan bebas menyalurkan
aspirasinya.
3. Pemilihan dan pengangkatan pemimpin, pembuatan peraturan peraturan, pemecahan dan
penyelesaian masalah, cara menghadapi tantangan/kendala, penentuan kegiatan untuk kepentingan
dan kesejahteraan bersama ditetapkan dan disahkan melalui musyawarah.
C. Perjanjian Paloko Kinalang : Konstitusi Kerajaan Bolaang Mongondow
1. Aspek Kewajiban dan Sanksi.
a. Seluruh rakyat berjanji untuk setia dan patuh (loyal) serta selalu siap mendukung dan membantu
pemerintah.

b. Pemerintah berjanji untuk memperdulikan, memperhatikan dan mengurus kepentingan serta


kesejahteraan rakyat.
c. Barang siapa melanggar baik rakyat maupun pemerintah dikenakan sanksi :
1. Sanksi sesuai peraturan adat (hukum).
2. Kena kutukan (Butungon)
2. Aspek Konstusi
a. Rakyat diwakili oleh para Bogani (demokrasi perwakilan) dengan PALOKO sebagai tokoh utama
atau ketua Golongan Rakyat sekaligus Juru Bicara dalam sidang permusyawaratan.
b. Golongan Pemerintah yang berkuasa diwakili oleh tokoh bangsawan, yang pernah menjabat
dalam kepunuan
c. Agenda atau pokok pokok masalah yang akan dibicarakan dalam sidang musyawarah telah
dipersiapkan terlebih dahulu oleh pemerintahan yang sedang berkuasa.
d. Hasil hasil musyawarah disepakati, ditetapkan dan disahkan melalui sumpah atau ikrar bersama
(itum itum), kemudian berlaku sebagai Undang undang dalam menjalankan roda
pemerintahan.
3. Realisasi Dalam Pemerintahan.
Ketika LOLODA MOKOAGOW dengan gelar DATU BINANGKANG memegang tampuk
pemerintahan kerajaan Bolaang Mongondow beliau menjalankan peraturan dalam Undang undang
tersebut dengan konsekwen dan penuh tanggung jawab.
BAB III
LOLODA MOKOAGOW
Keterangan mengenai Loloda Mokoagow sangat beragam, namun demikian, setidaknya ada
beberapa informasi sejarah yang dapat di jelaskan sebagai berikut :
MOKODOMPIT, putera MAKALOLO yang menjabat Punu ke-enam, dua kali kawin :
1. Perkawinan kesatu dengan putri pulau Lembeh dekat pelabuhan Bitung yang bernama
MONGGEJADI atau MONGIJADI, memperoleh anak laki-laki bernama MOKOAGOW, yang
kawin dengan keturunan bangsa DONGANKILAT (S).
2. Pada perkawinan kedua dengan GOGUNE, hijrah ke Sangir memperoleh anak laki-laki bernama
TADO, kelak dipanggil sebagai TADOHE atau ABO SADOHE.
TADOHE, putera MOKODOMPIT, yang menjadi Punu ke Tujuh, menikah dengan puteri
Genggulang yang bernama KEABA atau KIJABA. Dari perkawinan ini dipeoleh anak laki-laki
yang bernama LOLODA MOKOAGOW.
Dari keterangan diatas, jelas bahwa :
1. MOKOAGOW itu sendiri adalah saudara tiri ayahnya LOLODA MOKOAGOW, datu ayah lain
Ibu.
2. LOLODA MOKOAGOW adalah putera TADOHE dan KEABA (KIJABA)
LOLODA MOKOAGOW dipersiapkan oleh ayah dan keluarga kerajaan untuk
menggantikannya dengan berpedoman pada peraturan-peraturan hukum adat, yang telah ditetapkan
dalam perjanjian PALOKO-KINALANG. Salah satu ketentuan penting adalah pimpinan kerajaan
(Punu), diganti dengan Raja atau Datu. Loloda Mokoagow menjabat DATU BOLAANG
MONGONDOW dengan gelar DATU BINANGKANG tahun 1653-1693 (40 tahun). Ada buku
yang menulisnya 1650-1690.
Datu artinya Raja, sedangkan BINANGKANG artinya yang disegani (Binangkal) dan raja yang
dinobatkan berdasarkan peraturan (hukum) adat atau Binangkong. Datu Binangkang memiliki tipe
kepemimpinan yang berani, cerdas, terampil, tegas lagi perkasa, arif dan bijaksana serta mencintai
rakyat dan wilayah kekuasaan dan pemerintahannya. Ketika menjadi Raja Bolaang Mongondow,
maka beliau memiliki wilayah kekuasaan sampai Ratahan, Kema, Likupang bahkan Manado dan
sekitarnya; dan karena itu oleh orang Eropa terutama Belanda menjulukinya RAJA MANADO.
Dalam perkawinan kesatu dengan BUA LANGAAN dari Bolaang DATU BINANGKANG

memperoleh anak laki-laki yang diberi nama/dinamakan MAKALUNGSENGE. Anak ini tidak
bersekolah karena sangat disayangi oleh kedua orang tuanya.
Sementara itu dalam perkawinan kedua dengan puteri Minahasa asal Amurang, DATU
BINANGKANG juga memperoleh anak laki-laki yang diberi nama MANOPPO. Anak ini Diambil
dan disekolahkan oleh Belanda diHOUFDEN SCHOOL, kemudian di baptis masuk agama Katolik
dengan nama YACOBUS MANOPPO. Dari sinilah permulaan banyak orang Mongondow yang
menganut agama Katolik pada waktu itu. Yacobus Manoppo,memang dipersiapkan oleh penjajah
Belanda untuk menggantikan kedudukan ayahnya. Rencana ini terlaksana pada tanggal 03 Oktober
1694, kekuasaan DATU BINANGKANG sebagai Raja Bolaang Mongondow diambil alih secara
paksa oleh anaknya YACOBUS MANOPPO yang didukung oleh tujuh (7) orang pembesar dari
Manado dan dikawal oleh 24 (dua puluh empat) orang serdadu kompeni Belanda. Datu
Binangkang yang sangat kecewa atas kejadian ini, karena beliau menginginkan agar anaknya
MAKALUNGSENGE yang kelak dapat menggantikannya sebagai raja.
Ketika beliau pergi meninggalkan istana kerajaan Bolaang menuju MOTINGKE di
BOLAANG ITANG, kemudian ke Tambalata. Ketika masih hidup beliau berpesan : APABILA
TELAH MATI, AGAR DIBAWAH DAN DIMAKAMKAN DI RIGI. Lokasi ini dikenal oleh
orang Poyowa Besar juga bernama Tontoluong yang terletak diperkebunan antara kelurahan
Poyowa Besar dan Matali. Dan memang benar bahwa makam DATU BINANGKANG ada ditempat
tersebut.
Lokasi makam dimaksud sekarang ini diberi pagar keliling, dirawat, dipelihara dan dibawah
tanggung jawab keluarga besar penyusun di kelurahan Poyowa Besar I dan II, Kecamatan
Kotamobagu Selatan Kotamobagu Bolaang Mongondow.
A. KEHADIRAN LOLODA MOKOAGOW
Dibawah ini disajikan asal usul LOLODA MOKOAGOW dalam bentuk silsilah singkat
sebagai berikut :
1. Salah seorang anak MOKODOLUDUT dan BAUNIA (mereka lima orang) adalah :
YAYUBANGKAI yang menikah dengan puteri Bantalo-Labuan Uki yang bernama SILAGONDO.
2. Salah seorang anak dari YAYUBANGKAI dan SILAGONDO adalah KINALANG atau
DAMOPOLII yang menikah dengan TENDEDUAYO yang berasal dari Sinumolantaan dekat
Buntalo.
3. Salah seorang anak dari KINALANG atau DAMOPOLII dengan TENDEDUAYO adalah BUSISI
atau BUTITI yang menikah dengan puteri dari Gonolantungan dekat Buntalo yang bernama
LIMBATONDO.
4. Salah seorang anak dari BUSISI atau BUTITI dengan LIMBATONDO adalah MAKALOLO yang
menikah dengan GANTING-GANTING puteri dari Mandolang dekat Tateli Minahasa.
5. Salah seorang dari anak MAKALALO dan GANTING-GANTING adalah MOKODOMPIT,
menikah dua kali yakni :
a. Dengan MONGENJADI atau MONGIJADI seorang puteri dari pulau Lembeh dekat Bitung dan
memperoleh anak yang diberi nama MOKOA, kelak dipanggil KOKOAGOW.
b. Kawin dengan GOGUNE, hijrah ke Sangir-Siaw, dan memperoleh anak laki-laki yang diberi nama
TADO, kelak dipanggil TADOHE.
6. TADOHE menikah dengan KEABA atau KIJABA dari Genggulang dan memperoleh anak laki-laki
yang diberi nama LOLODA ditambah MOKOAGOW atau lengkapnya LOLODA MOKOAGOW.
Pemberian Nama (Penamaan)
Pada saat dilahirkan, armada TADOHE dapat mengalahkan pasukan dari desa LOLODA di
Ternate, diperairan laut pantai selatan Bolaang Mongondow. Pasukan TDOHE berhasil merampas
semua harta benda yang ada dalam kapal atau perahu-perahu orang Loloda.
Kejadian ini dihubungkan dengan kelahiran anak laki-laki Raja TADOHE dan karena itu diberi
nama LOLODA MOKOAGOW, LOLODA artinya nama desa diternate (tempat asal pasukan yang

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

dikalahkan), dan MOKOAGOW artinya dapat marampas (harta benda milik pasukan Ternate dari
desa Loloda).
Karakter atau Kepribadian
LOLODA MOKOAGOW sangat disegani baik lawan maupun kawan, karena karakter atau
kepribadiannya yang terjelma dalam kata-kata dan perbuatan dengan ciri-ciri sebagai berikut :
Berotak tajam, cerdas dan terampil.
Taat dan patuh pada peraturan (hukum) adat yang telah ditetapkan oleh pendahulunya.
Teguh pada pendirian dan tidak mudah menyerah.
Berani dan tidak takut menghadapi resiko apapun.
Jujur, rajin dan loyal serta bertanggung jawab.
Mamiliki rasa cinta dan tanggung jawab yang besar terhadap rakyat dan kekuasaannya.
Ahli strategi dan taktik dalam bidang perdagangan, politik, dan peperangan demi kesejahteraan dan
harga diri rakyat serta wilayah kekuasaannya.
B. PERKAWINAN DAN KETURUNAN
Rupanya perkawinan anak-anak Punu dan atau Raja dimasa kerajaan Bolaang Mongondow
selalu diilhami oleh peraturan (hukum) adat dengan maksud demi kelanjutan kepemimpinan dalam
kerajaan (raja) salah satu ketentuan dalam peraturan (hukum) adat tersebut adalah yang dapat atau
berhak diangkat menjadi raja adalah anak laki-laki dari raja atau lengkapnya harus keturunan
bangsawan. Kalau tidak dipatuhi, maka kelak dikemudian hari akan terjadi masalah.
Perkawinan Kesatu
Kawin dengan seorang wanita keturunan bangsawan atau raja yang bernama BUALANGAAN,
bertempat tinggal di Bolaang. Dari perkawinan ini diperoleh anak laki-laki yang oleh keluarga
kerajaan diberi nama MAKALUNGSENGE. Anak ini sangat disayangi oleh kedua orang tua dan
keluarga, sehingga tetap tinggal di rumah dan karena itu tidak bersekolah. Dalam perkembangan
selanjutnya dan sesuai peraturan (hukum) adat anak inilah yang berhak naik tahta menggantikan
ayahnya sebagai raja kerajaan Bolaang Mongondow.
Perkawinan Kedua
Dalam perjalanan atau kunjungannya kedaerah atau wilayah kekuasaanya di Minahasa seperti
Belang, Ratahan, Likupang, Kema, Manado dan sekitarnya, maka beliau memperistrikan lagi
seorang wanita di Amurang yang bernama MALO. Dari perkawinan ini diperoleh anak laki-laki
yang diberi/ dengan nama MANOPPO, kelak dikenal dengan YACOBUS MANOPPO karena
dibaptis masuk agama katolik. Dengan anak inilah akhirnya menimbulkan dan membawa masalah
besar yang menyebabkan LOLODA MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG menjadi marah,
kecewa kemudian pergi meninggalkan istana kerajaan di Bolaang.
C. JABATAN DALAM KERAJAAN
Sebelum beliau naik tahta sebagai raja atau DATU, maka kerajaan Bolaang Mongondow
dipimpin oleh ayahnya TADOHE dengan jabatan PUNU belum RAJA atau DATU. Menurut riwayat
TADOHE dinobatkan menjadi PUNU pada suatu kenduri besar di kediaman INDE DOU Tudu in
Dayou.
Selama pemerintahan PUNU TADOHE, tahun 1620-1653, belum ada campur tangn pihak luar
terhadap pemerintahan kerajaan atau pemerintahan otonom yang diatur oleh raja dan rakyatnya
sendiri.
Peristiwa penting yang terjadi dimasa kerajaan pemerintahan TADOHE adalah lahirnya
PERJANJIAN PALOKO-KINALANG melalui musyawarah seluruh Bogani dan rakyat bertempat
di Tudu in bakid (sebelah utara Pontodon). Salah satu kesepakatan penting dalam musyawarah
tersebut adalah penyempurnaan dan pengesahan peraturan-peraturan (hukum) adat serta lembagalembaga dalam masyarakat. Pengesahan dilakukan melalui ikrar dan sumpah yang mengikat semua
pihak. Siapa yang melanggarnya terkena kutukan atau BUTUNGON.

1.
2.
3.

4.

5.

6.

7.
a.
b.

8.

Kesepakatan lain yang tidak kalah pentingnya adalah : RAJA HARUS LAKI-LAKI DAN
BERASAL DARI KETURUNAN BANGSAWAN KERAJAAN. Peraturan ini diterapkan
sepenuhnya ketika LOLODA MOKOAGOW dinobatkan menjadi DATU atau RAJA menggantikan
ayahnya.
D. LOLODA MOKOAGOW SEBAGAI DATU BINANGKANG
Beliau dipilih dan dinobatkan menjadi RAJA berdasarkan peraturan (hukum) adat yang telah
ditetapkan dalam perjanjian PALOKO-KINALANG. Beliau adalah raja pertama dengan nama
DATU BINANGKANG yang artinya raja yang diangkat berdasarkan peraturan (hukum) adat dan
disegani oleh siapa saja. Beliau memangku jabatan DATU sejak tahun 1653-1693 dan memiliki
kekuasaan atas penduduk sampai di Minahasa seperti di Ratahan, Belang, Likupang, Kema, manado
dan sekitarnya.
Hal penting yang perlu diingat adalah bahwa beliau DATU kerajaan Bolaang Mongondow
dengan hak otonom penuh, belum dipengaruhi oleh pemerintah kolonial Belanda. Sesudah beliau,
maka raja-raja Bolaang Mongondow harus menandatangani kontrak dengan pemerintah Hindia
Belanda, walaupun raja itu sendiri tidak menyukai adanya kekuasaan asing (Belanda) di Bolaang
Mongondow.
E. DATU BINANGKANG SEBAGAI RAJA MANADO
Orang-orang Eropa, terutama pemerintah Hindia Belanda, menyebut DATU BINANGKANG
sebagai Raja Manado, berdasarkan prestasi dan reputasinya sebagai raja yang disegani :
Dua orang Belanda yang bernama WILKEN dan SCHWARZ, mengatakan bahwa beliau dipilih
menjadi raja oleh penduduk Bolaang Mongondow dan Minahasa.
Pernah menguasai wilayah Bonton di Gorontalo.
Persahabatan dengan Sultan Ternate, didasarkan pada hubungan kekeluargaan, karena sama-sama
meyakini bahwa orang Ternate dan Bolaang Mongondow berasal dari satu keturunan. Persahabatan
ini menjadi akrab lagi ketika perang tanding antara pendukung DATU BINANGKANG dan
SULTAN TERNATE yang dimenangkan oleh pengikut/pendukung DATU BINANGKANG.
Gubernur Belanda, ROBERTUS PADTBRUGGE berkata orang Bantik di pantai Manado dan
sekitarnya, Panosakan,Tonsawang, dan ratahan berhubungan langsung dan bertakluk kepada Raja
Bulan (Bolaang), maksudnya DATU BINANGKANG.
Pada tahun 1660 beliau membuka hubungan dagang dengan Spanyol dan hasilnya masuklah
barang-barang seperti piring, kain turia yang berbunga halus, pakaian dari kapas, peralatan dari besi
untuk barisan pengawal kehormatan kerajaan, topi beserta perisai dari tembaga dan sebagainya.
Pada tahun 1664 bekerja sama dengan Raja Makassar, Sultan Ternate (KEITJIL SIBORI), dalam
bingkai SEGI TIGA, untuk melawan kekuasaan Komponi Belanda, namun gagal karena pada
tahun 1667 Makassar dikalahkan oleh Komponi yang ditutup dengan KONTRAK JONGAYA.
Tahun 1665, ANTONY VAN VOORST, sebagai petugas tinggi komponi Belanda di ternate, datang
berkunjung ke Manado dan memerintahkan kepada DATU BINANGKANG untuk :
Menanam padi dengan baik.
Mengganti benteng di Manado dari bahan kayu dengan beton.
Beliau tidak melaksanakannya, dan justru bersekutu dengan kerajaan Makassar yang menjadi seteru
Komponi Belanda pada waktu itu.
Tahun 1668 Presiden de JONGH dari Ternate datang ke Manado dengan tujuan memberantas
kerusuhan. Waktu itu DATU BINANGKANG berada di Amurang. Sultan Ternate MANDARSAHA
yang tiba di manado tanggal 28 Agustus 1668 meminta kepada DATU BINANGKANG untuk
datang. Beliau tidak ke Manado, melainkan langsung menunggunya di pulau Bangka (sebelah utara
Minahasa). Dalam pertemuan di pulau bangka, DATU BINANGKANG diminta datang ke Ternate
untuk menandatangani Perjanjian perdamaian. Beliau tidak mau hadir memenuhi permintaan
tersebut, apalagi untuk membuat dan menandatangani perjanjian perdamaian dengan musuh atau

9.

10.
11.

12.
a.
b.
13.

14.
15.
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.

1.
2.
a.
b.

seterunya Komponi Belanda. Dengan demikian beliau semakin tidak disenamgi olek Komponi
Belanda dan karena itu selalu dicari jalan untuk menjatuhkannya.
Tanggal 1 januari 1679, Gubernur ROBERTS PADTBRUGGE membuat perjanjian dengan kepalakepala desa di wilayah Manadi dan sekitarnya yang berisi kekuasaan Raja Manado DATU
BINANGKANG dihapus secara sepihak
Tahun 1680 Sultan Ternate KEITJIL SIBORI berontak.
Tahun 1681 DATU BINANGKANG menyerang Manado-Minahasa. Atas penyerangan tersebut
Komponi Belanda marah lalu gubernur ROBERTS PADTBRUGGE mengirim oranh-orangnya ke
Bolaang Mongondow dengan menumpang kapal MIDLLEBURG. Solimandungan
dibumihanguskan (dibakar) oleh pasukan Komponi Belanda.
Tanggal 31 Agustus 1682, gubernur ROBERTS PADTBRUGGE, berkata bahwa LOLODA
MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG :
Ia adalah HANTU yang banyak membawa gangguan pada Komponi Belanda, kotor, dekil, keras
kepala dan tidak dapat dipercaya.
Dua orang Belanda yang ikut bersamanya dari Bolaang Mongondow, oleh raja dan pengawalnya
ditelantarkan secara pengecut di tengah jalan.
Tanggal 11 Februari 6183, gubernur ROBERTS PADTBRUGGE, dalam satu rapat besar menegur
kepala kepala desa yang dengan diam-diam mengantarkan upeti kepada Raja DATU
BINANGKANG.
Tahun 6189, strategi pengmbilalihan kekuasaan DATU BINANGKANG sebagai Raja Kerajaan
Bolaang Mongondow dimulai atas prakarsa dan disponsori oleh pemerintah Hindia Belanda.
Prestasi penting yang perlu diperhatikan ketika DATU BINANGKANG berkuasa Raja BOLAANG
MONGONDOW, adalah pembagian tugas dalam pemerintahan kerajaan sebagai berikut :
DATU artinta Raja (pemimpin tertinggi).
JOGUGU adalah Pembantu Raja (Sekretaris atau Perdana Menteri).
MARSAOLE adalah Pembantu Raja (sama dengan JOGUGU).
PENGHULU (Kepala Kecamatan=Camat).
KAPITA RAJA adalah Pembantu Raja ditinggkat Onder Distrik.
MAYOR KADATO adalah Kepala Onder Distrik.
KAPITA LAUT sama dengan Laksamana.
SANGADI adalah Kepala Desa
PENGAMBILALIHAN KEKUASAAN RAJA
Orang dan pemerintah Hindia Belanda sangat membenci bhkan memusuhi DATU
BINANGKANG, dan karena itu mereka terus berusaha menjatuhkannya dengan betbagai cara.
Salah satu cara yang ditempuh oleh Belanda adalah menciptakan pertentangn dari dalam
kerajaan. MANOPPO, putera dari perkawinannya dengan MALO di Amurang diambil dan
disekolahkan di Houfden School Bantik Malalayang. MANOPPO dibaptis masuk agama Katolik
dan namanyapu ditambah didepan (nama kecil) manjadi YACOBUS MANOPPO.
Proses penagmbilalihan kekuasaan oleh YACOBUS MANOPPO dari tangan ayahnya DATU
BINANGKANG adalah sebagai berikut :
MANOPPO disekolahkan, dibina (dipersiapkan) oleh belanda untuk menggantikan ayahnya,
dibaptis ke agama Katolik dan diberi nama YACOBUS MANOPPO.
Pada tahun 1689 pemerintah Belanda dari Manado mengutus tujuh orang pembesar menemui
DATU BINANGKANG, untuk menyampaikan dua hal :
Nasihat.
Karena sudah lanjut usia sebaiknya mengundurkan diri dari pemerintahan.
Pertanyaan.
Siapa diantara anak-anaknya yang lebih disukai sebagai pengganti
Dua hal tersebut dujawab singkat oleh DATU BINANGKANG sebagai berikut :

3.

a.
b.
4.
5.
a.
b.

c.
d.
6.

7.
8.

9.

SESUDAH TUJUH (7) HARI BARU ADA JAWABANNYA, KARENA PERLU DIADAKAN
PEREMBUKAN DENGAN KEPALA-KEPALA BAWAHNNYA DARI MONGONDOW DAN
MINAHASA.
Masa menunggu jawaban selama tujuh (7) hari dipergunakan sebaik-baiknya oleh pembesarpembesar di Manado dan YACOBUS MANOPPO yang didukung oleh pemerintah Hindia Belanda
untuk :
Mematangkan rencana pengambil alihan kekuasaan raja.
YACOBUS MANOPPO sendiri mempersiapkan diri dengan pakaian kebesaran kerajaan dan tandatanda kepangkatan.
Sementara itu kapal milik Belanda Midlleburg tetap dilabuhkan di Bolaang untuk suatu tujuan.
Pada malam ke-enam (6), sehari sebelum masa waktu pemberian jawaban oleh DATU
BINANGKANG, YACOBUS MANOPPO bersama keluarga dan pengikut-pengikutnya :
Naik ke kapal Midlleburg dengan membawa Surat Pernyataan, bahwa ia telah dipilih sebagai
raja.
tujuh (7) orang pembesar-pembesar sebagai utusan pemerintah Hindia Belanda yang dikawal oleh
24 (dua pulu empat) orang serdadu Komponi mengikuti YACOBUS MANOPPO naik ke
kapal Midlleburg.
YACOBUS MANOPPO barsama rombongannya turun dari kapal dan kembali ke darat. Tidak ada
keterangan mengenai apa yang dilakukan diatas kapal.
Seasmpainya didarat pelantikan atau penobatan sebagai Raja Kerajaan BOLAANG
MONGONDOW dilaksanakan.
Penobatan menjadi raja, dilakukan pada tanggal 03 Oktober 1694, 12 (dua belas) hari sesudah
penanda tanganan perjanjian perbatasan wilayah Bolaang Mongondow dengan Minahasa
yangdilakukan YACOBUS MANOPPO dan kepala-kepala di Manado pada tanggal 31 september
1694.
Ahirnya pada tanggal 20 Mei 1695 YACOBUS MANOPPO menandatangani kontrak pemerintahan
dengan Komponi Belanda dan berahir pada tanggal 31 Desember 1731.
Untuk dicatat bahwa YACOBUS MANOPPO adalah Raja Kerajaan Bolaang Mongondow yang
pertama kali menandatangani kontrak pemerintahan dengan penjajah Belanda, kemidian diikuti oleh
raja-raja pengganti turun-temurun, sampai Indonesia merdeka.
Pengambil alihan kekuasaan raja melalui tipu muslihat dan pemaksaan sangat melukai hati DATU
BINANGKANG. Beliau marah, lagi kecewa kemudian pergi meninggalkan istana kerajaan di
Bolaang, dengan kata-kata kutuka atau odi-odi ynag akan dipaparkan pada bab berikutnya.

F. KEHIDUPAN DIMASA TUA


DATU BINANGKANG adalah seorang pribadi yang sangat patuh, taat dan menghormati
peraturan-peraturan yang telah disepakati dan ditetapkan dalam hukun adat. Sejak masa
MOKODOLUDUT dan disempurnakan lagi dalam perjanjian PALOKO-KINALANG , bahwa yang
berhak menjadi raja di kerajaan Bolaang Mongondow adalahANAK LAKI-LAKI KETURUNAN
RAJA ATAU BANGSAWAN.
Berdasarkan kepatuhan, ketaatan pada peraturan dalam hukum adat kerajaan Bolaang
Mongondow tersebut maka DATU BINANGKANG telah mempersiapkan anaknya
MAKALUNGSENGE dari isterinya BUA LANGAAN dengan alasan :
a. DATU BINANGKANG sendiri, adalah raja Bolaang Mongondow yang digantikannya.
b. Ibunya MAKALUNGSENGE , BUA LANGAAN adalah keturunan bangsawan di Bolaang.
Rencana untuk menggantikan MAKALUNGSENGE untuk menggantikannya sebagai raja gagal
karena digagalkan oleh anaknya di Amurang (Minahasa) YACOBUS MANOPPO yang
dipersiapkan, didukung dan dibantu sepenuhnya oleh pemerintah penjajah Belanda. Penggantiannya

sebagai raja oleh anaknya sendiri, dilakukan secara paksa melalui tipu muslihat yang
direncanakan oleh Belanda, sesungguhnya telah merampas hak dan martabat pemerintah dan rakyat
kerajaan Bolaang Mongondow. Atas peristiwa ini beliau marah besar dan kecewa(simontol).
KISAH KUTUKAN ATAU ODI-ODI
Karena kecewa, beliau meninggalkan istana dan pergi membenamkan diri disungai Lombagin
(Inobonto sekarang). Tidak ada siapapun mengetahui hal ini dan sesudah 3 hari/malam ada yang
menulis 9 hari/malam beliau ditemukan orang.
Konon (riwayatnya), ketika ditemukan, setengah dari badannya (kaki sampai ke pinggang) sudah
bersisik seperti kulit Buaya. Beliau dibawah dan diobati oleh BOLIAN (ahli pengobatan), dan
sembuh kembali seperti semula.Setelah sembuh beliau dibujuk oleh pengikut-pengikutnya supaya
kembali ke istana. Dengan ucapan bagaimanapun juga YACOBUS MANOPPO adalah anaknya
sendiri, makanya Bogani-bogani yang dipimpin oleh TUMOMPA, dapat membujuknya dan
beliau kembali ke istana. Setelah berada di istana, beliau menghadapi kenyataan bahwa anaknya
YACOBUS MANOPPO, benar-benar sudah menjadi raja. Beliau sangat tidak senang, dan atas
ketidaksenangan ini ditengah-tengah orang banyak yang sedang berkumpul di istana, beliau
mengucapkan kata sumpah atau odi-odi).
Adapun kata-kata sumpah atau odi-odi yangdiucapkan oleh DATU BINANGKANG adalah
sebagai berikut :
KARENA MAKALUNGSENGE PUTERANYA DARI BUA (BANGSAWAN) TIDAK
MENGGANTIKANNYA SEBAGAI RAJA, MAKA DI BOLAANG MONGONDOW DALAM
WILAYAH MANOPPO, AKAN SELALU DILANDA PERPECAHAN SAMPAI SELAMALAMANYA.
MENINGGALKAN ISTANA KERAJAAN
Sesudah mengucapkan sumpah-kutukan (odi-odi), beliau meninggalkan istana, pergi
mengasingkan diri atas kemauan sendiri (bukan diasingkan oleh pemerintah penjajah Belanda).
Keterangan yang dapat diperoleh adalah beliau ke pantai utara Bolaang Mongondow yakni :
a. Ke Motingke Bolang Itang.
b. Kemidian pindah ke Tambalata.
Belum ditemukan keterangan mengenai aktipitas beliau selama ditempat pengasingan diri. Pesan
atau amanat beliau ketika masih hidup adalah APABILA SUDAH MENINGGAL DUNIA
SUPAYA DIBAWAH DAN DIMAKAMKAN DI RIGI. RIGI adalah satu tempat ditengahtengah perkebunan kelapa diantara kelirahan Matali dan Poyowa Besar.
DUA PESAN PENTING
1. Siapapun kelak yang menjadi pemimpin di wilayah Bolaang Mongondow, harus memiliki
kecerdasan, keberanian, kependirian teguh, jujur dan tetap menjaga harga diri sebagai
manusia, demi kesejahteraan rakyat dan wilayah Bolaang Mongondow.
2. Wahai cucu dan keturunanku, apapbila kamu telah mampu, maka bangunlah sebuah gedung
17 (tujuh belas) tingkat ditengah-tengah kota (Kotamobagu), yang aku beri nama GEDUNG
DOA.
AGAMA DAN KEPERCAYAAN
Orang Eropa (Spanyol, Portugis Dan Belanda) dating ke Indonesia, disamping berdagang dan
menjajah juga sebagai misi penyebar agama Kristen yang mereka anut. Ketika LOLODA
MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG memerintah orang Spanyol dan Portugis
menghadiahkan bibit padi, kelapa dan jagung, sejalan dengan usahanya membeli hasil bumi dan
menjual barang-barang jadi dari negerinya seperti kain, peralatan dapur/rumah tangga dan
sebagainya. Dalam situasi dan kondisi seperti ini Raja LOLODA MOKOAGOW ikut agama
Kristen Katolik, tetapi rakyat kebanyakan tidak mengikutinya.

1.

2.
3.
4.
5.

a.

b.

c.

Walaupun sudah menganut agama Kristen Katolik, namun beliau tidak menjalankan agama
tersebut dalam kehidupannya sehari-hari, karena raja dan rakyat pada waktu itu masih meletakkan
kepercayaan mereka pada makhluk dan alam (animism dan dinamisme). Ketika beliau bersahabat
dengan raja Makassar dan Sultan Ternate (KEITJIL SIBOR dan MANDARSAHA), untuk melewan
penjajah Belanda, beliau tertarik dengan ajaran agama Islam dan menyatakan untuk menganutnya
atau memeluknya. Walaupun demikian beliau belum mengembangkan ajaran Islam kepada
keluarganya dan pembantu-pembantunya diistana kerajaan, karena beliau sendiri baru menyatakan
masuk Islam, tetapi belum menjalankan syariat-syariatnya dengan sebenarnya. Jadi ketika
pemerintahanya belum ada orang Bolaang Mongondow yang masuk memeluk agama Islam.
Ajaran agama Islam mulai berkembang di Bolaang Mongondow pada masa pemerintaha raja
JACOBUS MANUEL MANOPPO, (1833) ketika beliau sendiri masuk Isl;am setelah menikahi
putri seorang imam Islam dari Mazhab SafiI yang bernama TUEKO dan puterinya bernama
KILINGO. Sejak itulah rakyat ikut masuk agama Islam yang berpusat di Lipung Simboy Tagadan
(kelurahan Motoboy Kecil sekarang). Yang perlu dicatat dan diingat adalah : LOLODA
MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG sudah berniat dan menyatakan masuk Islam sebelu
wafat, walaupun belum menjalankan syariatnya.
LOKASI MAKAM
Ketika DATU BINANGKANG masih hidup dipengasingan diri, beliau berpesan : apabila
sudah meninggal agar dibawah dan dimakamkan di RIGI, dengan penjelasan sebagai berikut :
Berdasarkan bukti materil yang ada (artifact), memang benar bahwa di RIGI terdapat tiga (3)
makam yakni : DATU BINANGKANG atau LOLODA MOKOAGOW, MOGEDAG (MOGIDAG)
dan BUA SILAGONDO (istri YAYUBANGKAI).
RIGI terletak ditengah-tengah perkebunan kelapa milik Bapak G.MAKALALAG (LAKI ARI)
penduduk Matali. Kebuntersebut berada diantara kelurahan Matali dan Poyowa Besar.
Lokasi tersebut oleh orang-orang Poyowa Besar dikenal juga dengan nama TONTOLUONG.
Tepatnya lokasi makam terletak ditepi sungai kecil yang bernama kali Poyowa, yang membatasi
kelurahan Kobo Kecil, Motoboy Besar dan Poyowa Besar.
Kelurahan Poyowa Besar dan Matali termasuk dalam wilayah Kotamobagu ibu kota kabupaten
Bolaang Mongondow propinsi Sulawesi Utara.
IDENTITAS MAKAM
Pendeta W.
DUNNEBIER dalam
bukunya, Mengenal
Raja-Raja
Bolaang
Mongondow, halaman 38 terdapat keterangan sebagai berikut :
bahwa oleh orang Minahasa atas perintah Raja YACOBUA MANOPPO, telah
mengumpulkan kapur dan batu untuk pembuatan raja LOLODA MOKOAGOW yang di metsel
oleh mereka. Kesaksian, CHAEROEL MAKALALAG, ketika mengikuti upacara MONOI
MAMA KO I KOYOG oleh orang-orang tua Poyowa Besar tahun 1952 dan tahun-tahun
berikutnya, memang makam tersebut di metsel (dibeton). Ketika makam tersebut dahulu (masih
asli), berukuran standar, hanya lebih panjang dan lebar dari ukuran makam-makam sekarang.
Dengan menghadap ke utara, ketiga makam tersebut dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
Makam pertama.
Pada pinggir pagar / pojok Utara, agak ke barat dengan ukuran sekitar 3,00x1,5 meter, adalah
makam Raja LOLODA MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG.
Makam kedua
Disebelah timur makam pertama, agak ke tengah, dengan ukuran sekitar 2,00 x 1,25 meter adalah
makam seorang bogani terkenal yakni MOGEDAG atau MOGIDAG.
Makam ketiga

a.
b.
c.
d.
e.

Disebelah selatan makam kedua, yang terdapat sebatang pohon langsat tua, dengan ukuran sekitar
2,00x1,25 meter adalah makam BUA SILAGONDO, istrinya YAYUBANGKAI, anaknya
MOKODOLUDUT yang menjabat PUNU kedua, menggantikan ayahnya.
Sekarang ini, kondisi makam tidak lagi seperti dahulu, sudah rusak / batu-batu berantakan,
karena pada tahun 1980 telah digali / dirusak oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab
dengan tujuan mencari barang-barang antik, peninggalan zaman dahulu yang cukup mahal
harganya. Dikandung maksud kelak bila sudah ada kesempatan, makam tersebut akan
dikembalikan seperti bentuk semula.
PEMILIKAN TANAH (LOKASI) MAKAM.
Pada tanggal 31 maret, atas inisiatif Bapak CH.MAKALALAG dan mendapat dukungan penuh
dari bapak I. D. DAUMPUNG (Laki Liana), R. P. PAPUTUNGAN (Laki Diksi), L. D.
DAUMPUNG (Laki Nana), Alm. A. MOKODOMPIT (Laki Gunawan), H. ANDU (Papa Epi), dan
M. BANGOL (Laki Cheni) serta H. T. M. MAKALALAG (Laki Diah), telah disepakati untuk
memebebaskan tanah sesuai keperluan.
Pada tanggal 05 april 2003 (05.04.2003), telah diperoleh kesepakatan dengan pemilik tanah,
Bapak G. MAKALALAG (Laki Ari) kelurahan Matali, sebagai berikut :
Pemilik menyerahkan tanah dengan HIBAH BERSEDEKAH.
Ukuran tanah yang dihibahkan adalah 16x9 meter atau 144 m.; ketiga makam berada di tengahtengah.
Pemilik tanah menerima uang sedekah, sebesar Rp. 700.000.,- (tujuh ratus ribu rupiah), tidak
termasuk pohon kelapa di dalam tanah (lokasi).
Dua batang pohon kelapa ditengah lokasi Makam disedekahi Rp. 100.000., (seratus ribu rupiah),
kepada pemiliknya, SAIM kelurahan Matali.
SURAT HIBAH ditandatangani oleh pemberi Hibah yakni Bapak G. MAKALALAG dan Istrinya
Ibu DJANIMA MADUNDO, sementara itu penerima hibah oleh bapak CH. MAKALALAG,
dengan tiga orang saksi yakni H. T. M. MAKALALAG, R. P. PAPUTUNGAN, dan LD.
DAUMPUNG.
Dengan demikian sejak tanggal penghibahan, yakni 05 april 2003 kepemilikan tanah lokasi
makam, sudah berada di tangan Bapak CHAEROEL MAKALALAG, Poyowa Besar Dua,
Kecamatan Kotamobagu Selatan, Bolaang Mongondow. Dikandung maksud untuk mendirikan satu
Yayasan yang kelak dapat menerima hibah dari Bapak CHAEROEL MAKALALAG untuk
selanjutnya mengurus dan memelihara makam yang bernilai sejarah tersebut.

BAB III
BEBERAPA KUTIPAN PERATURAN (HUKUM) ADAT DI BOLMONG
PADA ZAMAN PUNU DAN RAJA-RAJA
Setiap kelompok atau organisasi mempunyai peraturan yang mengatur tata tertib dan
hubungan baik sesame anggota maupun anggota dengan pimpinannya. Peraturan tersebut ada yang
tertulis dalam bentuk Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga. Dalam kehidupan yang
modern ini dapat disamakan dengan Undang-Undang dan peraturan pelaksanaan. Kemudian yang
tidak tertulis dinamakan peraturan adat-istiadat. Dapat juga disebut konvensi atau etika. Walaupun
tidak tertulis namun tetap dihormati, dipatuhi, dilaksanakan dan berlaku mengikat antara
sesama anggota dan pimpinannya.
Pada masa prasejarah, masyarakat Bolaang Mongondow yang hidup berkelompokkelompok dan tersebar diberbagai tempat, juga telah memiliki peraturan adat-istiadat yang dibuat,

disepakati dan disahkan melalui ikrar dan sumpah bersama. Peraturan tersebut tidak dibuat tertulis
karena pada waktu itu belum ada penduduk yang dapat membaca dan menulis.
Kedatangan orang-orang seperti Portugis, Spanyol, Belanda, India, Tiongkok dan saudagar
Gujarat dari Timur Tengah telah dapat mempengaruhi masyarakat kearah dapat membaca dan
menilis. Tidak itu saja, tetapi adat-istiadatpun tidak terlepas dari pengaruh budaya dan agama yang
dibawah serta oleh opera pendatang tersebut diatas.
Kehadiran orang-orang yang dapat membaca dan menulis, telah dapat menjadikan peraturanperatura (hokum) adat yang serba tidak tertulis dibuat menjadi tertulis. Sebagai pendahulu adalah
tul8isan orang-orang belanda yang tinggal lama di Indonesia hususnya di Bolaang Mongondow
seperti W. DUNNEBIER dan suku-suku lain yang sudah terlebih dahulu dapat menilis dan
membaca.
Berdasarkan perkembangan dan dinamika kehidupan masyarakat yang selalu berubah, maka penulis
membagi kutipan-kutipan peraturan (hokum) adat atau adat istiadat suku bangsa Bolaang
Mongondow dalam tiga (3) masa yakni :
A. MASA KEPUNUAN MOKODOLODUT
Masa ini adalah peletakan dasar-dasar atau pondasi tempat bertumbuhnya peraturan-peraturan
(hokum) adat yang lahir kemudian. Semua penduduk dan pimpinannya sudah memiliki peraturan
yang berlaku bagi mereka.
B. MASA PEMERINTAHAN TADOHE atau ABO SADOHE
Masa ini adalah persiapan dari pemerintahan kepunuan ke pemerintahan kerajaan dengan Datu atau
Raja sebagai kepala pemerintahannya.
Atas prakarsa TADOHE yang dibantu oleh para Bogani dengan tokoh-tokoh masyarakat disusunlah
kodipikasi peraturan (hukum) adat di Bolaang Mongondow dalam satu paket yang bersejarah yakni
PERJANJIAN PALOKO DAN KINALANG.
C. MASA PEMERINTAHAN DATU CORNELIS MANOPPO
MASA PEMERINTAHAN DATU CORNELIS MANOPPO adalah Raja Kerajaan Bolaang
Mongondow yang ke XVI. Selama pemerintahan raja-raja sebelunya sudah tentu tidak sedikit
perubahan-perubahan berupa penambahan atau pengurangan peraturan yang berlaku sebagai
undang-undang kerajaan. Peraturan-peraturan (hokum) adat yanglahir dimasa pemerintahan MASA
PEMERINTAHAN DATU CORNELIS MANOPPO yang hingga saat ini masih terasa perannya
adalah sebagai berikut :
1. Perihal Perkawinan
2. Perihal Monualing
3. Perihal Mokoboyot
4. Perihal Perkawinan Dua Anak Berasaudara
5. Perihal Kedukaan atau Kematian
6. Perihal Pembagian Harta Benda Peninggalan (Budel)
7. Perihal Pernyataan Tanda Hormat
Peraturan (hukum) adat tersebut masih berlaku di Bolaang Mongondow dimasa pemerintahan dua
raja sesudahnya yakni LOURENS CORNELIS MANOPPO dan anaknya HENNY YUSUF
CORNELIS MANOPPO. Sesudah itu secara berangsur hilang ditelan masa kemerdekaan Republik
Indonesia tahun 1945 disusul dengan pergolakan dan pemberontakan PRRI dan PERMESTA yang
telah menghancurkan semua harta peninggalan baik materi maupun adat dan budaya.
DARI MASA KE MASA
A. MASA KEPUNUAN MOKODOLODUT

Sampai buku ini disusun, penulis belum menemukan catatan atau keterangan tertulis mengenai
peraturan adat dan budaya dimasa sebelum kelahiran MOKODOLODUT. Mungkin saja ada baik
yang ditulis oleh orang-orang Belanda yang ikut datang menjajah kepulauan Indonesia maupun
yang ditulis oleh orang-orang Indonesia sendiri, sedah sangat sulit ditemukan dan tidak tahu harus
dicari dimana. Walaupun demikian, pantaslah bersukur kepada Allah Tuhan Yang Maha Esa atas
keberhasilan menemukan beberapa kutipan tentang Adat dan Budaya yang berlaku di Bolaang
Mongondow, dimulai dengan masa kepemimpinan MOKODOLODUT.
Setelah peristiwa kelahiran MOKODOLODUT dan ketegangan sudah meredah, maka kepala
para kelompok (Bogani) membuat kesepakatan sebagai berikut :
1. Bayi atau anak yang lahir dari sebutir telur tersebut diberi nama MOKODOLODUT.
2. Mengakui anak tersebut sebagai PUNU (TUANG) di wilayah Bolaang Mongondow.
3. Keturunan MOKODOLODUT dari generasi ke generasi selanjutnya diberi hak MENJADI
RAJA.
4. Anak laki-laki dari Raja diberi gelar ABO.
5. Anak perempuan dari Raja diberi gelar BUA.
6. Keturunan yang tidak menjadi Raja termasuk dalam golongan KOHONGIAN
7. Anak laki-laki dari golongan KOHONGIAN, juga diberi gelar ABO
8. Anak perempuan dari golongan KOHONGIAN diberi gelar BAI atau BAKIA.
9. Para bogani mensepakati dan menetapkan peraturan kehidupan berkeluarga bermasyarakat dan
berpemerintahan sebagai berikut :
a. Semua keturunan dari generasi ke generasi harus patuh pada keturunannya dan menghormati serta
mengikuti perintahnya.
b. Barang siapa yang melanggar peraturan tersebut maka yang bersangkutan akan menerima sangsi
yakni BUTUNGON (Kena Kutuk), yang berakibat :
(1). MORONDI NA BUING (Hitam Seperti Arang).
(2). DUMARAG NA KOLAWAG (Kuning Seperti Kunyit)
(3). MOYUYOW NA SIMUTON (Mencair Seperti Garam)
(4). TUMONOP NA LANAG (Diserap Tanah Seperti Garam)
(5). KIMBUTON IN TOLOG (Ditelan oleh Arus Air)
(6). DOROTON I MOTOYANOI (Ditindas oleh Roh Dewata)
c. Peraturan tersebut diatas ditetapkan dan disahkan melalui ikrar dan sumpah bersama oleh para
Bogani dengan bahasa upacara yakni ITU-ITUM.
Itulah beberapa ketentuan dalam peraturan adat-istiadat pada mulanya yang dalam
perkembangan selanjutnya tetap menjadi dasar utama dalam penyusunan peraturan-peraturan
(hukum) adat yang berlaku bagi suku bangsa Bolaang Mongondow. Peraturan adat-istiadat tersebut
dari waktu ke waktu mengalami perubahan sebagai akibat dari pengaruh budaya dan agama yang
dibawah masuk oleh orang-orang Spanyol dan Portugis (agama Kristen Katolik), Belanda dan
Inggris (agama Kristen Protestan), Asia Tengah/Hindustan (agama Hindu), Tiongkok (agama
Budha) dan tidak kalah pentingnya saudagar Gujarat dan Suku bangsa Bugis Makassar (agama
Islam).
Perubahan yang lebih bersifat penyusunan berjalan secara perlahan atau sedikit demi sedikit,
namun jelas. Demikian, adat istiadat (budaya hidup) yang ditetapkan bersama dimasa
MOKODOLODUT mengalami penyesuaian-penyesuaian sejalan dengan pergantian Punu Molantud
dan datu atau Raja-Raja, seperti TADOHE dengan perjanjian Paliko dan Kinalangnya serta masa
pemerintahan Raja ke XVI, yakni DATU CORNELIS MANOPPO yang memerintah tahun 1905
sampai 1927.
B. MASA PEMERINTAHAN TADOHE atau ABO SADOHE

1.
2.
3.

1.
2.

1.
a.
b.
c.
d.
e.
f.

Tudu In Bakid dikenal sebagai tempat tinggal PUNU TADOHE juga sebagai tempat
pelaksanaan pertemuan atau musyawarah besar yang dihadiri oleh para Bogani, pemuka-pemuka
adat, tokoh-tokoh masyarakat banyak. Dahulu pertemuan atau musyawarah seperti itu dikenal oleh
masyarakat umum sebagai kenduri (pesta) besar menjelang musyawarah dilaksanakan. TADOHE
terlebih dahulu mempersiapkan rancangan peraturan-peraturan (hukum) dan lembaga adat yang
diperlukan oleh sebuah kerajaan. Unutk keperluan tersebut PUNU TADOHE mengumpulkan para
Bogani, pemuka, tokoh-tokoh masyarakat dan rakyat yang pada mulanya direncanakan di
DINDINGON Lolayan, namun tidak jadi karena orang Passi keberatan dengan alasan jauh dari
mereka. Keputusan yang diambil oleh PUNU TADOHE adalah musyawarah dilaksanakan ditempat
tinggalnya Tudu In Bakid (puncak gunung musyawarah)., dengan garis besar susunan acara
musyawarah dimaksud adalah sebagai berikut :
Penyampaian, pembahasan dan penetapan peraturan-peraturan (hukum) yang telah dipersiapkan
sebelumnya.
Pengesahan dan pengukuhan peraturan-peraturan (hukum) lembaga-lembaga adat dan
pemerintahan melalui sumpah dan ikrar bersama dengan pengucapan ITU-ITUM.
Kenduri atau pesta besar seperti biasanya yaitu makan-minum bersama.
Dalam musyawarah tersebut rakyat diwakili oleh PALOKO sebagai tokoh masyarakat dan
pemuka adat serta pihak pemerintah diwakili oleh KINALANG sebagaimantan PUNU ke-III.
Seluruh kesepakatan dikodofikasikan dalam satu dokumen resmi yang disebut PERJANJIAN
PALOKO DAN KINALANG dengan keterangan sebagai berikut :
Rakyat berjanji untuk taat, patuh, loyal dan mendukung serta membantu pihak pemerintah.
Sementara itu pemerintah berjanji untuk mempedulikan, memperhatikan, mengurus dan
menyelenggarakan kepentingan serta kesejahteraan rakyat.
Selanjutnya peraturan-peraturan (hukum) yang telah disahkan atau dikukuhkan dalam perjanjian
PALOKO-KINALANG dapat dikemukakan beberapa kutipan sebagai berikut :
PEMBAGIAN GOLONGAN MASYARAKAT
Masyarakat dibagi dalam enam (6) golongan sebagai berikut :
Golongan Kesatu
: Mododatu (Raja dan Bangsawan)
Golongan Kedua
: Kohongian
Golongan Ketiga
: Simpal
Golongan Keempat : Nonow
Golongan Kelima
: Tahig
Golongan Keenam
: Yobuat

2. PENGGANTIAN DAN PENGANGKATAN RAJA


a. Raja dipilih dari keturunan Raja-Bangsawan dan harus berkelamin laki-laki.
b. Upacara turun tachta dilakukan oleh pemuka-pemuka adat dari distrik Passi dan Modayag.
c. Upacar penobatan Raja dilakukan oleh pemuka-pemuka adat dari distrik Bolaang (sekarang
Santombolang, Lolak, Bolaang dan Poigar).
3. FASILITAS DAN HAK-HAK RAJA
a.

Apabila Raja melakukan perjalanan dari istana menuju ke Bolaang dan Kotabunan harus
dipikul diatas tandu, tidak diperkenankan berjalan kaki. Selain itu Raja harus dikawal atau
disonsong oleh barisan kehormatan yang bersenjatakan tombak tungkudon dan perisai.
b. Raja berhak memerintahkan untuk membangun satu rumah di Mongondow dan satu lagi di
Bolaang.

c.
d.
e.
f.
g.
h.
(1)
(2)

(3)

Apabila seseorang berhasil menangkap ikan atau berburu, maka ikan terbesar atau hasil buruan
terbaik haus diperuntukan bagi Raja.
Hasil pertam dari kebun atau buah-buahan diperuntukan bagi Raja dengan takaran satu gantang
padi, 100 tongkol jagung dan satu tali emas.
Raja berhak atas pembayaran denda dari pelanggaran peraturan atau hukum kerajaan.
Bila seseorang menggarap tanah untuk perkebunan harus terlebih dahulu memberitahukan kepada
Raja.
Apabila Raja berada di luar rumah harus selalu memakai toyung bantang atau tolu besar
denagan alasan agar tanam-tanaman dapat betumbuh baik dan berbuah banyak.
Hak Raja terhadap orang yang telah meninggal :
. Terhadap suami-isteri tanpa anak.
Seluruh harta miliknya menjadi hak Raja.
. Terhadap Golongan Kohongian. Sebelum seluruh harta dibagi kepada anak- anaknya, maka Raja
harus mendapat pemberian budel tersebut sebanyak 30 Real, apabila yang meninggal Kohongian
kaya.
Dan apabila yang meninggal adalah golongan Kohongian tidak kaya, maka Raja mendapat bendabenda berharga ditambah 40 Real.
. Terhadap Golongan Simpai
Apabila yang meninggal golongan Simpai yang kaya, maka kepada Raja akan diberikan dua
gantang padi, satu ekor kambing ditambah satu benda berharga.
Apabila yang meninggal dari golongan Simpai tidak kaya, maka pemberian tersebut harus ditambah
dengan 20 Real.

4. PERIHAL KEMATIAN
a. Apabila yang meninggal Raja, Isteri, Anak atau Cucunya, maka :
(1) Seluruh penduduk Bolaang Mongondow berkabung selama tiga hari/malam.
(2) Wanita-wanita berkumpul di alun-alun istana sambil memegang obor dari tayu (bekas sarang
lebah) sambil menyanyikan lagu-lagu berduka selama tiga hari/malam.
(3) Penduduk tidak diperkenankan menyalakan lampu di rumahnya sampai jam delapan malam (jam
20.00).
(4) Penduduk yang melayat diwajibkan memakai pakaian hitam dan tidak diperkenankan memakai
pakaian merah.
(5) Dilakukan pengawalan ditempat tinggal ahli duka.
(6) Wanita-wanita yang tergolng keluarga duka harus memakai selendang putih (lutu) selama 14 hari,
40 hari sampai 100 hari.
b. Apabila golongan Bangsawan atau Kohongian meninggal, maka :
(1) Tonggoluan (tempat jenazah dibaringkan) dikelilingi oleh lapi-lapi yang terbuat dari kain sikayu
(dibawa masuk oleh orang-orang Portugis) yang ditempeli manik-manik warna-warni
menghiasi tonggoluan.
(2) Bagi golongan Bangsawan pada kedua ujung tonggoluan digantung payung hitam dalam posisi
terbuka, tangkai menghadap ke atas dan dasar payung ke bawah.
(3) Khusus bagi golongan Kohongian, di rumahnya dibuat motubo berhias janur kuning dari pohon
kelapa dan pada ujung atas motubo dipasang bendera kecil dari kain putih.
(4) Pemakaman golongan Mododatu harus didahului dengan penabuan kulintang dari gendang yang
dilakukan oleh orang tertentu.
(5) Pemakaman seorang dari golongan Kohongian, jenazahnya dibaringkan di atas ranjang kemudian
diusung dan dilindungi dua payung hitam yang dikawal oleh enam orang tungkudon.

(6) . Pemakaman seorang Simpai dapat diperkenankan memakai delapan helai kain tuna dan sehelai
kain putih sebagai tanda berkabung.

5. PERIHAL PERKAWINAN

a.
b.
c.
d.
e.

f.
(1)

(2)

(3)

(4)

(5)
(6)

g.
(1)
(2)

(3)

Ketentuan mengenai mas kawin dan lainnya diberlakukan berbeda pada tiap golongan
masyarakat, seperti mas kawin bagi golongan Mododatu atau Bangsawan berbeda dengan golongan
Kohongian atau Simpai dan seterusnya ke golongan bawah.
Jika Raja, Anak atau Cucunya menikah dengan rakyat biasa, maka pembayaran mas kawin tidak
diperlakukan (ditiadakan).
Bila rakyat biasa menikah, maka kepada Raja harus diberikan kain sikayu seharga 1 Real.
Pakaian pengantin yang biasa dipakai oleh golongan Bangsawan atau Mododatu tidak boleh
dipakai oleh rakyat biasa.
Acara peminangan, mengantar mas kawin dan upacara atau pesta perkwaninan harus dibedakan
antar golongan Mododatu dengan rakyat biasa.
Besarnya mas kawin antara golongan Mododatu dan rakyat biasa harus berbeda, semakin ke bawah
golongannya semakin kecil bahkan kalau golongan Mododatu kawin dengan rakyat biasa tidak
perlu membayat mas kawin.
Selain mas kawin, juga masih terdapat biaya-biaya yang harus dipersiapkan oleh pihak laki-laki
seperti :
Pongooan
Adalah uang yang diberikan sebagai tanda terima kasih atas diterimanya pinangan dari pihak lakilaki.
Potarapan
Sejumlah uang atau seperangkat peralatan kecantikan yang dibawahi bersama keluarga laki-laki
melihat calon mempelai wanita.
Pakeang Tobaki
Terdiri dari satu stel pakaian wanita lengkap yang pada waktu diserahkan diletakkan dasatu alat
yaitubaki.
Guat
Yaitu sejumlah uang diberikan oleh pihak laki-laki kepada orang tua wanita sebagai tanda terima
kasih atas keikhlasannya melepas tanggung jawab anak wanitanya kepada mempelai laki-laki.
Potulokan
Adalah uang konpensasi atas orang tua wanita untuk tidur bersama dengan mempelai laki-laki.
Poleadan
Hadiah berupa uang yang diberikan oleh mempelai laki-laki kepada mempelai wanita agar mau
meratakan giginya dengan jalan dipotong.
Acara mogama
Setelah acara nikah selesai, maka dilakukan acara mogama yaitu pihak laki-laki berkewajiban
menjemput dan membawa mempelai wanita kerumahnya atau orang tuanya.
Apabila mempelai wanita berhenti ditengah jalan atau tidak mau makan-minum dalam
acaramogama, maka artinya bahwa mempelai wanita sesuatu barang berharga yang harus dipenuhi
oleh laki-laki.
Acara mogama ini sangat penting dalam setiap pernikahan karena mempelai wanita dianggap tabu
berkunjung kerumah pihak laki-laki sebelum menikah.

h. Menabuh kulintang atau gendang hanya diperbolehkan bagi golongan Mododatu atau Kohongian
sedang bagi orang kebanyakan diperkenankan apabila mendapat ijin dari salah seorang golongan
Mododatu / Bangsawan.
6. PELANGGARAN PERATURAN (HUKUM) dan PERBUATAN TIDAK SENONOH

a.
b.
c.
d.

Apabila seseorang melanggar peraturan (hukum) atau berbuat tidak senonoh, maka yang
bersangkutan akan diberikan sanksi sebagai berikut :
Dihukum dengan mengasingkannya ke Sangkub / Buntalo.
Membayar denda yang besarnya tergantung dari jenis dan bobot pelanggaran dan perbuatan.
Bila tidak sanggup membayar denda maka yang bersangkutan dijadikan budak Raja.
Pendapatan denda disetorkan kepada Raja.

7. CATATAN
a.

Peraturan-peraturan (hukum) adat tersebut diatas tidak memuat secara keseluruhan sebab teks
aslinya yang lengkap sudah sulit ditemukan, kecuali beberapa kutipan belaka.
b. Hukum adat ini sudah diterapkan pada massa pemerintahan TADOHE sebagai PUNU KE-VII /
PEJABAT RAJA.
c. Selanjutnya, setiap pergantian Raja selalu terjadi penambahan atau penghapusan sebagai akibat dari
perkembangan interaksi sosial dan dinamisasi kehidupan bermasyarakat dan berpemerintahan.
D. MASA PEMERINTAHAN DATU CORNELIUS MANOPPO
Peraturan-peraturan (hukum) adat yang berlaku sebagai perjanjian timbal balik antara
pemerintah dan rakyatnya yang telah ada sejak pemerintahan Punu ke-I MOKODOLUDUT
sampai Punu ke-VIII TADOHE dalam perjalanannya selalu saja mengalami perubahan sesuai
dengan perkembangan dan dinamika kehidupan dari masa ke masa. Salah satu peraturan yang
mempengaruhi kehidupan rakyat diberbagai bidang adalah pembagian golongan masyarakat yang
ditetapkan ketika TADOHE memangku jabatan Punu ke-VIII atau pejabat Raja adalah sebagai
berikut :
a.

Golongan ke- I

Modatu (Raja dan Bangsawan)

b.

Golongan ke- II

Kohongian

c.

Golongan ke- III

Simpal

d.

Golongan ke- IV

Nonow

e.

Golongan ke- V

Tahig

f.

Golongan ke- VI

Yobuat

Penjelasan :
a.
b.
c.
d.

Golongan Modatu dan KOHONGIAN adalah penduduk kelas I (satu).


Golongan SIMPAL dan NONOW adalah penduduk kelas II (dua).
Golongan TAHIG dan NONOW adalah penduduk kelas III (tiga).
Golongan TAHIG dan YOBUAT adalah penduduk kelas IV (empat) atau golongan paling bawah
(rakyat jelata).

a.

b.

c.

d.

Selanjutnya dimasa pemerintahan Raja SALOMON MANOPPO, pada tahun 1735 dimasukkan
peraturan tentang penetapan status anak berdasarkan penggolongan masyarakat tersebut diatas :
Apabila seorang KOHOGIAN menikahi perempuan SIMPAL maka anak-anak masuk golongan
KOHOGIAN, dan apabila perempuan golongan KOHOGIAN dinikahi oleh anak laki-laki golongan
SIMPAL, maka anak-anak masuk golongan SIMPAL.
Apabila seorang laki-laki golongan SIMPAL menikahi perempuan dari golongan NONOW, maka
anak-anak masuk golongan SIMPAL, dan jika seorang perempuan golongan SIMPAL dinikahi oleh
laki-laki dari golongan NONOW, maka anak-anak masuk golongan NONOW.
Apabila seorang laki-laki dari golongan NONOW menikahi perempuan dari golongan TAHIG,
maka anak-anak masuk golongan NONOW, dan jika perempuan golongan NONOW dinikahi oleh
laki-laki dari golongan TAHIG, maka anak-anak masuk golongan TAHIG.
Apabila seorang laki-laki golongan TAHIG menikahi perempuan dari golongan YOBUAT, maka
anak laki-laki masuk golongan TAHIG, dan jika seorang perempuan golongan TAHIG dinikahi oleh
laki-laki dari golongan YOBUAT, maka anak laki-laki masuk golongan YOBUAT.
Tentang Perkawinan

a. Golongan MODODATU atau RAJA


1. orang tua dan keluarga laki-laki mengundang tokoh masyarakat dan pemuka adat untuk
membicarakan maksud mengawinkan mereka.
2. setelah sepakat baru dilakukan peminangan kepada orang tua dan keluarga wanita.
3. Untuk pelaksanaan peminangan, maka tokoh-tokoh masyarakat dan pemuka-pemuka adat diundang
untuk bersama-sama kerumah orang tua wanita.
4. Seperti biasanya, sebelum upacara peminangan dimulai, dilakukan pelayanan seperti makan sirih
pinang, merokok dan sebagainya.
5. Setelah pelayanan selesai, maka juru bicara dari pihak laki-laki minta ijin untuk berbicara
menyampaikan maksud dan tujuan kedatangan mereka.
6. setelah itu, wakil dari orang tua wanita memberikan jawaban yang bisanya berisi penerimaan
peminangan.
7. Setelah itu diteruskan dengan acara MONAGU, melalui proses sebagai berikut :
a) Pihak laki-laki meminta mengantarkan perhiasan untuk disimpan dan dijaga dirumah dirumah
pihak wanita.
b) Perhiasan tersebut dimasukkan kedalam kotak husus yang diletakkan diatas baki bertutup kain sutra
merah.
c) Pembawa baki adalah seorang laki-laki yang bapak dan ibunya masih hidup.
d) Dibelakang pembawa baki seorang pembawa paying sutera yang melindungi hadiah.
e) Para pembawa hadiah diikuti oleh 12 (dua belas) orang yang membawa tombak tungkudon.
f) Penerimaan hadiah oleh keluarga mempelai wanita ditandai dengan tembakan meriam kecil atau
bedil sebanyak 12 (dua belas) kali.
g) Sesudah itu diadakan acara makan dan minum seperti biasa.
h) Diakhiri dengan penetapan waktu perkawinan yang biasanya dilakukan secara besar-besaran
diwarnai dengan permainan kulintang, gendang-gendang dan sebagainya.
i) Pada dasarnya, beberapa ketentuan tersebut pada butir a berlaku sama kecuali hal-hal sebagai
berikut :
(1) Bagi golongan KOHONGIAN.
a) Harta kawin harus lebih rendah dari golongan MODODATU.
b) Mempelai wanita tidak diperkenankan memakai perhiasan seperti atau menyamai puteri keturunan
raja.
c) Tembakan meriam kecil atau bedil sebanyak enam (6) kali.

d) Pembawa tombak tungkudon hanya terdidri dari enam (6) orang saja.
(2) Bagi golongan SIMPAL.
a) Mas kawin harus lebih rendah dari golongan KOHONGIAN.
b) Tembakan meriam kecil atau bedil sebanyak enam (6) kali dan enam (6) orang yang membawa
tombak tungkudon ditiadakan.
c) Pemakaian emas hanya untuk perhiasan tertentu saja tetapi tidak seluruhnya, misalnya hanya
kuncup hiasan dari tusuk konde.
(3) Bagi golongan NONOW, TAHIG dan YOBUAT.
a) Mas kawin harus lebih rendah dari golongan SIMPAL.
b) Tidak diperkenankan atau dilarang memakai perhiasan dari emas.
Perihal MONUALING (Merusak Perkawinan/Rumah Tangga).

a.
(1)

(2)

a)
b)
c)
(3)

a.

Peraturan ini sudah ada dan telah diterapkan pada masa pemerintahan LOLODA
MOKOAGOW atau DATU BINANGKANG yang meliputi :
Perbuatan ZINAH dan PERKOSAAN
Bils yang melakukan kejahatan berupa perbuatan zinah atau perkosaan dari golongan
MODODATU atau RAJA, maka yang bersangkutan akan dihapus dari golongan RAJA dan
diturunkan ke golongan KOHONGIAN.
Bila yang melakukan perbuatan zinah atau perkosaan dari golongan KOHOGIAN dan SIMPAL,
maka yang bersangkutan harus membayar DENDA sebesar dua (2) kali lipat dari jumlah mas
kawin, yang dibagi tiga, sesuai rincian sebagai berikut :
SEPERTIGA (1/3) bagian untuk pengadilan.
SEPERTIGA (1/3) bagian untuk orang tua wanita.
SEPERTIGA (1/3) bagian untuk keluarga.
Kalau tidak mampu bembayar denda, maka yang bersangkutan akan menjadi budak Raja.
Jika perbuatan zinah atau perkosaan oleh seseorang terhadap kemanakan, anak tiri atau ibu
kemanakannya, maka laki-laki dari wanita yang bersangkutan dibuang atau dipenjara di Sangkub
(tempat pemenjaan zaman dahulu).
Perihal MOKOBOYOT (Menghamili Wanita Diluar Nikah)

Bila laki-laki dan wanita sama-sama dari golongan KOHONGIAN maka yang bersangkutan harus
membayar denda :
(1). Dua lirang kain turia warna hijau seharga 30 Real tiap lirang.
(2). Satu piring besar seharga 3 Real.
(3). Satu helai kain pendukung kain seharga 10 Real.
b. Bila seseorang dari golongan SIMPAL menghamili wanita dari golongan KOHONGIAN, maka
yang bersangkutan harus membayar denda sebagai berikut :
(1). Satu lembar kain antik warna hijau seharga 20 Real.
(2). Satu piring besar seharga 3 Real, sebagai alat memandikan bayi.
(3). Satu helai kain dukungan bayi seharga 10 Real.
c. Apabila seorang laki-laki golongan KOHONGIAN menghamili seorang gadis dari golongan
SIMPAL, maka yang bersangkutan harus membayar dengan :
(1). Satu lirang kain turia seharga 30 Real.
(2). Satu lirang kain turia seharga 10 Real.
d. Jika laki-laki dan wanita keduanya dari golongan SIMPAL, maka yang bersangkutan harus
membayar denda :
(1). Satu lirang kain turia seharga 30 Real.
(2). Satu lirang kain turia seharga 10 Real.

Perihal PERKAWINAN DUA ANAK BERSAUDARA


Apabila dua anak bersaudara dalam arti kata Bapak dan atau Ibu keduanya adalah saudara
kandung, maka bagi golongan KOHONGIAN, SIMPAL, NONOW dan TAHIG dikenakan peraturan
(hukum) adat sebagai berikut :
a.
Golongan KOHONGIAN
(1). Pihak laki-laki harus membayar denda :
(a). 20 piring antik.
(b). 20 piring biasa.
(c). Satu lirang kain antik warna hijau.
(2). Pihak wanita membayar untuk pengadilan :
(a). 10 piring antik.
(b). 20 piring biasa.
(c). Satu lirang kain antik warna hijau.
Keterangan :
(1). Yang dibayar oleh pihak laki-laki diberikan kepada orang tua perempuan.
(2). Yang dibayar oleh wanita diberikan kepada Raja melalui Kepala Distrik.
b. Golongan SIMPAL
(1). Pihak laki-laki harus membayar :
(a). Enam susun piring yang terdiri dari dua (2) macam piring antik.
(b). Satu lirang kain antik seharga 10 Real.
(2). Pihak wanita harus membayar :
(a). Enam (6) susun yang terdiri dari dua (2) macam piring antik.
(b). Satu lirang kain antik seharga 10 Real.
Keterangan :
(1). Yang dibayar oleh pihak laki-laki diberikan kepada orang
tua perempuan
(2). Yang dibayar oleh wanita diberikan kepada Kepala Distrik melalui
Pengadilan
c. Golongan NONOW dan TAHIG
(1). Pihak laki-laki harus membayar :
(a). Empat (4) susun yang terdiri dari dua (2) jenis piring antik.
(b). Empat (4) piring biasa.
(c). Satu macam barang (apa saja) seharga 5 Real.
(2). Pihak wanita harus membayar :
(a). Empat susun yang terdiri dari dua (2) macam piring antik.
(b). Empat (4) piring biasa.
(c). Satu macam barang (apa saja) seharga 5 Real.
Keterangan :
(1) .Yang dibayar oleh pihak laki-laki diberikan kepada orang tua wanita
(2) .Yang dibayar oleh wanita diberikan kepada kepala desa melalui pengadilan
Disamping pemayaran-pembayaran tersebut diatas juga harus dilakukan upacara adat
yang disebut MOMONTOU KON BUI atau memutuskan hubungan sedarah,melalui proses
sebagai berikut :
a. Laki-laki dan wanita yang menikah harus menginjak seekor babi (pada zaman dahulu).
b. Keduanya harus melangkahi piring tertentu yang telah diisi dengan kunyit Dan arang
kayu.
c. Ditutp dengan pembuangan piring yang telah dipecahkan terlebih dahulu.

Perihal KEDUKAAN
a.

Apabila raja dan KELUARGANYA (isteri,anak atau cucu) meninggal,maka berlaku ketentuanketentuan sebagai berikut :
(1) .Seluruh rakyat (penduduk) Bolaang Mongondow dinyatakan berbagung (biasanya tiga hari/malam)
(2) . Tidak boleh terjadi atau berbuat keriburtan
(3) . Tidak boleh mengadakan pesta.
(4) . Tidak boleh memakai pakaian berwarna merah.
(5) . Orang datang ke rumah duka harus memakai berpakaian warna hitam.
(6) .Tidak boleh menyalakn lampu di rumah masing-masing sebelum jam delapan malam (jam 20.00)
(7) . Kepala-kepala atau pemimpin diwajibkan datang berkumpul di rumah duka.
(8) . Jenaza wajib ditangisi dan dinyanyikan lagu-lagu berduka (MOGAMUI).
(9) . Siang dan malam disediakan makan dan minum bagi pelayat yang berduyun-duyun datang.
(10) . Jenazah dimasukan kedalam peti kemudian diletakan diatas ranjang sampai para
Kepala pemimpin rakyat datang
(11). Pada saat pemakaman dilakukan tembaka-tembakan meriam kecil disertai dengan
pengawalan kehormatan yang menggunakan perisai dan tombak tungkudon.
(12).Sesudah pemakaman harus diadakan pesta kedukaan yang disebut
MONGALANG ,dengan biaya besar,seperti pemotongan api dan kerbau yang banyak
dan sebagainya,untuk memberi makan minum bagi orang-orang yang datang.
(13).Tiap desa harus menyerahkan sumbangan satu gantang padi dan sejumlah uang
Real (tidak ditentukan).
Apabila seorang golongan KOHONGIAN yang meninggal maka :
(1)
.Tidak seluruh rakyat diwajibkan berkabung.
(2) .Kalau yang meninggal keluarga dekat Raja,maka :
(a) Waktu pemakaman diperbolehkan pengawalan kehormatan yang dilakukan oleh 12 orang pembawa
tombak tungkudon.
(b) Diperkenankan melakukan penembakan sebanyaak 12 kali.
(3) Kalau yang meninggal keluarga jauh dari Raja maka :
(a) Cukup diberitahukan kepada Kepala Desa.
(b) Pengawalan 12 orang pembawa tombak tungkudon dan diperbolehkan penembakan 12 kali.
(c). Pada kematian golongan SIMPAL,yang dilakukan terbatas pada ;
(1) Pemberitahuan kepada Kepala Desa setempat.
(2) Pengawalan hanya dilakukan oleh 8 orang pembawa tombak tungkudon dan penembakan hanya
menggunakan meriam kecil dilakukan 8 kali.
(3) Yang datang melayat hanya penduduk desa yang bersangkutan
(d). Khusus pada kematian dari golongan NONOW,TAHIG, dan YOBUAT,
pengawalan tombak tungkudon dan penembakan dengan meriam
kecil tidak diperkenankan.

Perihal PEMBAGIAN HARTA BUNDEL (BUDEL).


a. Bila Salah Satu Orang Tua Meninggal Dunia.
(1) Orang tua yang masih hidup menguasai sepenuhnya atas semua harta benda yang didapat oleh
suami isteri selama dalam ikatan perkawinan.
(2) Semua anak belum berhak atas harta benda peninggalan (budel) dari kedua orang tuanya.
b. Kedua Orang Tua Meninggal Dunia

Semua harta benda peninggalan (budel) baik bergerak maupun tidak secara otomatis menjadi hak
anak-anaknya.
c. Bila Bapa Beristri Lebih Satu Orang
(1). Anak-anak hanya berhak atas harta benda peninggalan (budel) yang diperoleh selama perkawinan
bapak dan ibu mereka yang sesungguhnya.
(2). Anak-anak dan isteri lainnya tidak boleh mencampurinya.
(3). Barang atau harta yang diperoleh dimasa bujang menjadi hak dari semua anak-anaknya.
d. Anak Diluar Nikah
Bila tidak diakui oleh bapaknya, maka:
(1).
Barang-barang yang diberikan oleh bapaknya selama hidupnya kepada anak diluar nikah
adalah sah dan tidak boleh dituntut oleh siapapun.
(2). Anak-anak pada isteri yang sah tidak boleh melarangnya dan menuntut pengembalianny sedikitpun.
(3). Selama bapaknya masih hidup dan tidak memberikan suatu barang apapun, kemudian meninggak
dunia, maka anak-anak diluar nikah tidak berhak dari padanya.
e. Suami-Isteri Tanpa Anak.
(1). Bila salah satu meninggal dunia, maka yang masih hidup menguasai setengah dari harta
peninggalan dan setengahnya lagi untuk para pewaris.
(2). Bila keduanya meninggal dunia, maka seluruh harta peninggalan (budel) jatuh ke tangan pewaris
kedua belah pihak.
f. Seorang golongan KOHONGIAN meninggal dunia.
Jika seorang dari golongan KOHONGIAN meninggal dunia, maka sebelum harta benda
peninggalan dibagikan kepada anak-anaknya terlebih dahulu dikurangi dengan hak Raja senilai 30
Real.
g. Seorang golongan SIMPAL meninggal dunia.
Jika seorang dari golongan SIMPAL meninggal dunia, maka sebelim harta benda peninggalan
dibagikan kepada anak-anaknya harus dikurangi 20 Real untuk hak Raja.
h. Rakyat Mampu (Kaya) Meninggal Dunia.
Jika seorang rakyat yang mampu atau kaya tanpa memiliki anak meninggal dunia maka semua harta
benda peninggalanya diberikan atau menjadi hak Raja.
Perihal PERNYATAAN TANDA HORMAT.

a.
(1).

(2).
b.

c.

d.

Semua penduduk atau rakyat Bolaang Mongondow tanpa membedakan golongan harus
menghormati Rajanya.
Sikap SEMBAH.
Diberlakukan kepada Raja, Isteri, Jogugu, dan Pembesar-Pembesar Kerajaan.
Semua orang yang menghadap harus menunujukkan sikap SEMBAH yakni duduk melipat kedua
kaki ke belakang, meletakkan kedua telapak tangan ke lantai/tanah kemudian mengangkat kedua
tangan sampai setinggi dahi.
Kepasda anggota keluarga Raja yang tidak sedang memangku jabatan, sikap SEMBAH tidak perlu
ditunjukkan.
Berjalan Melewati Rumah Raja.
(1).Tidak boleh menggantungkan selendang dipundak.
(2).Bila naik kuda harus turun dan berjalan kaki sampai melewati rumah Raja.
Bertemu Raja Di Jalan
(1).Berhenti sampai Raja lewat.
(2).Tidak boleh menyandang kain dipundak
(3).Bila naik kuda harus turun jsampai Raja lewat.
Melewati Rumah Raja Di Bolaang.

Karena istana (rumah) Raja di Bolaang didekat pantai maka semua perahu yang lewat harus
menggulung layarnya sampai melewati rumah Raja.
e. Ketika Berkata atau Berbicara dengan Raja.
Harus menggunakan kata-kata dengan bahasa yang halus dan bermakna tinggi seperti kata SAYA
atau AKU yang dalam bahasa Mongondow AKUOI digunakan kata ATA NAA (budak ini).
f. Ketika Duduk.
(1).Tidak boleh berdekatan dengan Raja.
(2).Harus duduk diatas lantai yang beralas tikar.
(3).Duduk harus dengan bersila.
g. Merokok dan Makan Sirih.
(1).Tidak boleh merokok didepan Raja atau Isterinya.
(2). Tidak boleh menggunakan sirih-pinang yang diambil dari kabela atau kotak kecil milik isteri
Raja.

SAMBUTAN WALI KOTA KOTAMOBAGU


PENGANTAR PENULIS
PENGANTAR BUKU
Dengan semakin cepatnya perkembangan dan kemajuan teknologi serta adanya tranformasi
antar budaya bangsa, tentu saja akan membawa dampak positif namun juga dampak negatif. Yang
pertama berpengaruh pada terciptanya toleransi dan integrasi antar budaya, sedangkan yang kedua
berakibat pada terkikisnya budaya-budaya yang lemah baik lokal ataupun nasional, selanjutnya
budaya-budaya itu hilang atau dilupakan generasi berikutnya. Kondisi ini semakin jelas dengan
melemahnya pemahaman dan pengetahuan masyarakat tentang warisan budaya dan etika politik
nasional ataupun lokal, termasuk di Bolaang Mongondow. Aktivitas sosial-politik yang
cenderungmaterialistik cum hedonistik telah mengikis budaya gotong royong (mododuluan),
toleransi (mooaheran) dan mengasihi (Mototabian) serta kritik (Mototanoban) yang merupakan
salah satu warisan etika Kerajaan Bolaang Mongondow.
Sesungguhnya ada harapan yang bisa kita peroleh dari warisan-warisan budaya dan etika
politik masa lalu, antara lain dengan pendekatan sejarah. Metode sejarah dapat menuntun kita dalam
mengatasi kabut kegelapan, ketidakmengertian yang meliputi kekinian, kesadaran bahwa segala
sesuatu yang terjadi dan tampak kemudian merupakan proses yang dialami dalam perjalanan waktu,
dan masa lampau bermakna bagi pembangunan masa depan. Berkaitan dengan hal ini, Moh. Hatta,
wakil Presiden RI pertama menyatakan, dalam pidatonya pada kongres pemuda tahun
1955 ; Marilah kita mengambil pelajaran masa lampau untuk membangun masa depan yang lebih
baik. Sejarah adalah ilmu yang mandiri ; menafsirkan, memahami, dan memberikan pegertian.
Sebagai ilmu, Diltthey menjelaskan bahwa sejarah adalah ilmu tentang dunia yang masuk dalam
ilmu-ilmu kemanusiaan,humanities, human studies dan cultural sciences. Dengan metode sejarah,
maka kita dapat menggali kembali sistem etika dan budaya politik Bangsa di masa lampau.
Dalam hubungan ini pula, meskipun penulisan sejarah Nasional yang telah ditulis baik itu
secara pribadi ataupun melalui institusi negara telah banyak diterbitkan, namun tidak memberikan
jaminan akan terurainya sejarah nasional yang utuh. Terbukti dengan adanya penelitian dan
penulisan ulang sejarah pada tahun 2004 selanjutnya pada tahun 2008, atau empat tahun kemudian
justru banyak sekali buku sejarah Nasional yang ditarik dari peredarannya. Demi tidak
tercerabutnya sejarah Nasional bangsa, maka hal yang paling penting sesunguhnya adalah meneliti

dan mengungkapkan kesejarahan masyarakat Indonesia yang belum terjamah, termasuk sejarah
lokal di daerah-daerah. Penelitian dan penulisan sejarah lokal dapat menyumbangkan informasi
kesejarahan yang berharga bagi penyusunan sejarah Nasional yang lebih komprehensif, sebab
sejarah lokal merupakan sejarah internasional dan karena sejarah Indonesia didalamnya terdiri atas
sejarah lokal.
Kondisi politik indonesia yang terintegrasi dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), sejak orde lama (1945-1966), orde baru (1966-1998) dan orde reformasi (1998-sampai
sekarang), senantiasa menjadikan semangat nasionalisme sebagai alat pemersatu. Namun demikian,
semangat ke-bhinekaan ini semakin terkikis oleh melemahnya kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintah. Diskriminasi ekonomi, pendidikan, pembangunan dan pelayanan publik, kesamaan hak
dalam politik dan pemerintahan, serta supremasi hukum dan HAM adalah beberapa faktor yang
turut memengaruhi keyakinan masyarakat bahwa mampukah negara-bangsa Indonesia tetap di
pertahankan. Lantas apakah fenomena ini terjadi karena kita telah melupakan sejarah, sehingga
persatuan dan kebersamaan sebagai bangsa yang telah cukup lama kita bangun dibiarkan memudar
dan luntur begitu saja. Boleh jadi karena bangsa ini tidak lagi memiliki pengetahuan tentang
kearifan lokal dan proses kesejarahan masyarakat kita pada masa lampau sehingga ancaman
diskriminasi, menajamnya primordialisme dan disintegrasi kurang mendapatkan perhatian yang
serius.
Dalam kondisi yang demikian, upaya untuk meneliti, mengkaji dan memahami proses
kesejarahan serta dinamika internal masyarakat, baik secara nasional ataupun lokal sangat
diperlukan. Reaktualisasi dan rekonstruksi sejarah dari kelompok masyarakat akan memberikan
informasi tentang identitas masyarakat itu dalam sistem politik, sosial, budaya dan agama yang
nantinya akan membangun semangat integrasi, emansipasi, solidaritas dan simpati antar kelompok
sosial-budaya masyarakat. Selain itu, usaha ini dapat memperkaya wawasan akan Nusantara dan
tentu saja akan memperkuat posisi Negara-Bangsa dalam pergaulan global.
Indonesia yang terletak dijalur laut utama antara Asia bagian Timur dan Selatan dengan
sendirinya bisa diperkirakan akan terdapat populasi yang terdiri dari beragam ras. Hal ini terbukti
dengan beragamnya latar kesejarahan dan kebudayaan di beberapa daerah. Ditambah lagi luasnya
wilayah bangsa ini yang terdiri dari beribu-ribu pulau besar dan kecil, yang terbentang dari Sabang
hingga Merauke cukup memberikan dampak bagi lahirnya keanekaragaman budaya bangsa
Indonesia. Belum lagi, dahulu terdapat sejumlah besar kasatuan pemerintahan (dalam bentuk
Kerajaan) yang merdeka dan berdaulat sebagai sebuah bangsa. Kesatuan pemerintahan kerajaan itu
membangun sistem politik, sistem sosial dan budaya, sistem kepercayaan dan keyakinan, serta
sistem ekonomi sendiri, yang tentu saja berbeda antara kerajaan yang satu dengan yang lainnya.
Secara historis, kerajaan Bolang Mongondow yang menjadi fokus penelitian ini, merupakan
salah satu bentuk pemerintahan monarki yang pernah eksis di kabupaten Bolaang Mongondow
Sulawesi Utara (SULUT) kurang lebih 297 tahun silam dengan 18 Raja (1653-1950). Keberadaan
Kerajaan Bolaang Mongondow (BM) secara langsung ataupun tidak, turut memengaruhi sistem dan
kebijakan pemerintah daerah bahkan Negara Bangsa Indonesia. Sistem politik Kerajaan BM
merupakan gerakan sejarah yang tak bisa dibiarkan begitu saja, sebab sejarah pada umumnya adalah
prodak manusia yang luar biasa. Mengenai hal ini, Edward W. Said mengatakan, sejarah
bukanlah hal yang ilahiah atau sakral melainkan sesuatu yang dibuat oleh manusia, laki-laki dan
perempuan.
Selanjutnya secara etimologis kata Bolaang Mongondow pada dasarnya berasal dari dua
kata "bolaang" dan "mongondow". Bolaang atau golaang berarti : menjadi terang atau terbuka dan
tidak gelap karena terlindung oleh pepohonan yang rimbun. Dalam hutan rimba, daun pohon
rimbun, sehingga agak gelap. Bila ada bagian yang pohonnya agak renggang, sehingga seberkas
sinar matahari dapat menembus kegelapan hutan, itulah yang dimaksud dengan no bolaang atau no
golaang. Bolaang dapat pula berasal dari kata "bolango" atau "balangon" yang berarti laut

(Bolaang Uki dan Bolaang Itang yang juga terletak di tepi laut). Mongondow dari
kata "momondow" yang berarti : berseru tanda kemenangan. Desa mongondow terletak sekitar 2 km
selatan Kotamobagu. Daerah pedalaman biasa juga disebut : rata Mongondow. Dengan bersatunya
seluruh kelompok masyarakat yang tersebar, baik yang yang berdiam di pesisir pantai, maupun
yang berada di pedalaman Mongondow di bawah pemerintahan raja tadohe (Sadohe), maka daerah
ini menjadi daerah Bolaang Mongondow yang dalam proposal ini selanjutnya disingkat BM. Sekitar
abad 20 BM terdiri dari beberapa distrik, yaitu: Mongondow (Passi dan Lolayan), serta onder
distrik Kotabunan, Bolaang dan Dumoga.
Secara politik, Kerajaan BM mempunyai fungsi sebagai pelaksana pemerintahan pada
semua wilayah Kerajaan. Pemerintahan Kerajaan tersebut berbentuk monarki absut-patrilineal,
bahwa yang berhak menjadi raja adalah keturunan raja dan harus laki-laki. Corak
Hubungan (patron klien) antara raja dan masyarakat dilakukan berdasarkan peraturan yang dibuat
bersama antara perwakilan rakyat dan pemerintah Kerajaan yang dikenal dengan perjanjian
PALOKO-KINALANG. Dalam perjanjian tersebut diatur beberapa hal yang menyangkut
pemerintahan, sosial-budaya, dan juga masalah hukum.
Fungsi sosial Kerajaan BM (1653-1693) pada awalnya dimaksudkan untuk menjalankan
pemerintahan raja yang memerintah secara otonom tanpa dipengaruhi atau diperintah oleh
pemerintah penjajah Belanda. Pada tahun 1694-1950 Kerajaan BM tidak ada pilihan lain kecuali
sebagai alat legitimasi imperialisme (dalam bentuk kontrak politik) dengan pemerintah Hindia
Belanda yang datang ke wilayah ini, sebagaimana yang kita ketahui Belanda menjajah Bangsa
Indonesia kurang lebih 250 tahun atau 2 setengah abad lamanya. Meskipun demikian, Kerajaan BM
tetap melaksanakan tugas dan tanggungjawabnya terhadap masyarakatnya. Dengan masuknya
Islam yang kemudian menjadi agama Kerajaan pada tahun 1880, maka nilai-nilai spritual Islam
kemudian masuk dalam mekanisme sistem sosial dan pemerintahan Kerajaan BM.
Meskipun Kerajaan BM tidak melakukan konfrontasi politik dan ekonomi secara langsung
dengan Belanda, tetapi masyarakat BM lewat organisasi masyarakat setelah beberapa tahun
kemudian melakukan perlawanan terhadap Belanda, terbukti dengan adanya upaya pembentukan
wadah perjuangan rakyat untuk memepertahankan kemerdekaan pada tanggal 22 Agustus 1945,
pembentukan Kelaskaran Banteng RI 14 Oktober 1945 dan perlawanan mereka terhadap KNIL atau
NICA pada 19 Desember 1945.
Makanisme pelaksanaan Pemerintahan Kerajaan Bolaang Mongondow diatas sangat
menarik untuk dikaji lebih dalam karena beberapa alasan. Antara lain adalah belum adanya
penelitian ilmiah yang secara serius mengkaji masalah ini, disamping itu Kerajaan BM yang telah
masuk Islam pada tahun 1880 namun tidak merubah bentuk Kerajaan-nya menjadi Sistem
Kesultanan seperti yang terjadi pada Kerajaan yang ada di Gorontalo, Ternate, Sumatra dan Jawa.
Dalam keterbatasan wawasan, teori dan informasi tentang konsep Pemerintahan yang baik,
Kerajaan BM telah membuat sebuah Konsensus dalam bentuk konsensus, yakni : Perjanjian
Paloko-Kinalang. Kondisi Kerajaan yang masih sederhana tersebut, tenyata telah mampu
melahirkan konstruksi budaya lokal yang berpengaruh positif dalam bangunan sosial dan budaya
masyarakat BM.
http://afriadimokoagow.blogspot.com/

Anda mungkin juga menyukai