Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Kondisi ketenagakerjaan dewasa ini masih dihadapkan pada tingginya
angka pengangguran karena keterbatasan lapangan kerja. Kondisi gambaran
ini tentu menjadi tanggung jawab berbagai pihak baik pemerintah, lembaga-
lembaga pendidikan termasuk dunia usaha. Semua pihak yang berkepentingan
harus bahu-membahu bersama-sama berupaya dan berkomitmen guna
mendorong dan menfasilitasi tercapainya peningkatan pembangunan sektor
perikanan dan kelautan terutama pemanfaatan bantuan dana pinjaman dari
Bank Dunia (Wolrd Bank) secara baik dan penuh rasa tanggung jawab dalam
pengelolanya guna membangun berbagai sarana dan prasarana yang baik dan
memadai di sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Supiori.
Untuk itu kebijakan ketenagakerjaan turut berperan terutama dengan
kehadiran perusahaan tentu menyerap tenaga kerja yang pada gilirannya
terbuka kesempatan kerja bagi masyarakat di Kabupaten Supiori secara khusus
tetapi juga bagi pencari kerja pada umumnya.

B. Tujuan dan Sasaran


1. Tujuan
Adapun tujuan dari penyusunan kebijakan ketenagakerjaan adalah :
a. Memberikan gambaran bagaimana penerapan kebijakan
ketenagakerjaan terhadap pembangunan sektor perikanan dan
kelautan.
b. Untuk memahami lebih jauh aspek-aspek ketenagakerjaan apa saja
yang perlu diterapkan dalam menunjang pembangunan sektor
perikanan dan kelautan yang telah diatur dalam peraturan peundang-
undangan dibidang ketenagakerjaan yang berlaku.
2. Sasaran
Sasaran penyusunan kegiatan ketenagakerjaan yaitu :

1
a. Sebagai sumbangan pemikiran untuk bagaimana memberdayakan dan
mendayagunakan tenaga kerja secara optimal dan manusiawi dalam
menunjang pembangunan sektor perikanan dan kelautan.
b. Sebagai upaya untuk meningkatkan peran pembangunan sektor
perikanan dan kelautan dalam meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Supiori maupun tenaga kerja secara berkesinambungan.

2
BAB II
ASPEK-ASPEK KETENAGAKERJAAN YANG MENUNJANG
PEMBANGUNAN SEKTOR PERIKANAN DAN KELAUTAN

A. Perekrutan Tenaga Kerja


Perekrutan berarti pengusahaan tenaga kerja, pengerahan tenaga kerja
dan pencarian tenaga kerja. Secara garis besar ada 2 (dua) sumber perekrutan
yaitu : perekrutan dari dalam perusahaan dan dari luar perusahaan. Untuk
perekrutan dari dalam perusahaan lebih mengarah kepada promosi dan mutasi
jabatan. Sedangkan untuk perekrutan dari luar perusahaan, terutama cara
perekrutannya adalah :
1. Melalui Dinas Tenaga Kerja
Berdasarkan pengalaman banyak perusahaan (dunia usaha)
menanggapi secara positif jasa ini dengan meningkatnya perusahaan yang
mencari tanaga kerja melalui jasa Dinas Tenaga Kerja.
2. Melalui Lembaga Pendidikan
Cara ini telah dilakukan beberapa perusahaan khususnya yang
berskala besar, misalnya : Pertamina, Caltex Pacifik, Bank Indonesia dan
sebagainya. Ini dilakukan dengan jalan pemberian beasiswa kepada
mahasiswa salah satu perguruan tinggi yang dipandang sesuai dengan
bidang yang diperlukan. Dengan harapan setelah menamatkan studi bisa
langsung dipekerjakan pada perusahaan yang memberikan beasiswa
tersebut.
3. Melalui Iklan dan Media Masa
Pemanfaatan majalah, surat kabar, televisi dan radio sebagai sarana
untuk merekrut pencari kerja. Cara ini dipandang menguntungkan baik
bagi pencari kerja maupun pencari tenaga kerja (perusahaan). Melalui
iklan dan media masa pemilihan calon tenaga kerja yang sesuai dengan
kualifikasi dan kompetensi dapat ditentukan secara selektif.
Bagi perusahaan besar biasanya lebih banyak menggunakan jasa
surat kabar atau majalah yang terkenal, iklan radio dan televisi. Dengan

3
demikian upaya perekrutan untuk perusahaan sektor perikanan dan
kelautan bisa menggunakan jasa-jasa perekrutan tersebut.

B. Seleksi Tenaga Kerja


Seleksi tenaga kerja dimaskudkan untuk menentukan dan memilih tenaga
kerja yang memenuhi kriteria yang telah ditetapkan perusahaan. Seleksi tenaga
kerja melalui tahapan-tahapan sebagai berikut :
1. Seleksi Persyaratan Administrasi
Ini menyangkut persyaratan administrasi yang harus dipenuhi para
pelamar. Seleksi administrasi dapat meliputi : pengisian formulir yang
disediakan perusahaan, persyaratan sebagai lampiran surat lamaran.
2. Seleksi Pengetahuan Umum
Dilakukan secara tertulis dan meliputi pengetahuan umum yang
berhubungan dengan ruang lingkup perusahaan menurut pandangan
praktis dan teoritis. Disamping itu pengetahuan umum yang berhubungan
dengan ketatanegaraan Indonesia termasuk kebijakan-kebijakan
pemerintah mengenai perusahaan yang relevan dengan usahanya.
3. Seleksi psikologi
Seleksi ini dimaksudkan untuk mengetahui keadaan diri serta
kesanggupan calon tenaga kerja terhadap kemampuan dalam melakukan
pekerjaan yang diberikan.
4. Wawancara
Ini suatu proses tanya jawab secara lisan antara calon tenaga kerja
dengan bagian seleksi tenaga kerja untuk mengetahui segala sesuatu yang
berhubungan dengan tenaga kerja dalam penentuan dan pemilihan tenaga
kerja yang tepat pada posisi yang tepat.

C. Pelatihan Kerja
Dalam Peraturan Pemerintah No.31 Tahun 2006, dikemukakan bahwa
pelatihan tenaga kerja adalah keseluruha kegiatan untuk mencari, memperoleh,
meningkatkan serta mengembangkan kompetensi kerja, produktifitas, disiplin,

4
sikap dan etos kerja pada tingkat keterampilan dan keahlian tertentu sesuai
dengan jenjang dan kualifikasi jabatan atau pekerjaan.
Berkaitan dengan ini, maka pelatihan kerja menjadi tanggung jawab
pengusaha (perusahaan) untuk dilakukan demi meningkatkan kompetensi
pekerjaan tertentu untuk memenuhi kebutuhan perusahaan. Dan untuk
memenuhi kebutuhan perusahaan tersebut, pelatihan kerja dapat
diselenggarakan dengan sistem pemagangan. Sistem pemagangan adalah
bagian dari sistem pelatihan kerja yang diselenggarakan secara terpadu antara
pelatihan di lembaga pelatihan dengan bekerja secara langsung di bawah
bimbingan dan pengawasan instruktur atau pekerja / buruh yang lebih
berpengalaman dalam proses produksi barang dan atau jasa di perusahaan
dalam menguasai keterampilan atau keahlian tertentu.

D. Penempatan Tenaga Kerja


1. Pengertian Penempatan Tenaga Kerja
Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 39 tahun 2016
bahwa penempatan tenaga kerja adalah proses pelayanan penempatan
yang diberikan kepada pencari kerja untuk memperoleh pekerjaan.
Sedangkan pelayanan penempatan tanaga kerja adalah kegiatan
mempertemukan tenaga kerja dengan pemberi kerja sehingga tenaga kerja
dapat memperoleh pekerjaan yang sesuai dengan bakat, minat dan
kemampuan serta pemberi tenaga kerja dapat memperoleh tenaga kerja
yang sesuai dengan kebutuhan.
2. Pelaksana Penempatan
Pelaksana penempatan terdiri dari :
a. Instansi Pemerintah yang bertanggung jawab di bidang
ketenagakerjaan
b. Lembaga swasta berbadan hukum
3. Faktor-faktor yang harus dipertimbangkan dalam penempatan tenaga kerja
Untuk menempatkan tenaga kerja yang telah lulus seleksi harus
mempertimbangkan beberapa faktor yang kemungkinan sangat
berpengaruh terhadap kelangsungan perusahaan anatara lain :

5
a. Prestasi Akademis
b. Pengalaman kerja pada pekerjaan yang sejenis
c. Kesehatan, fisik dan mental
d. Status perkawinan
e. Usia

E. Pengupahan
Setiap pekerja / buruh berhak memperoleh penbghasilan yang memenuhi
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (Pasal 88 Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003). Untuk itu maka Pemerintah menetapkan kebijakan
pengupahan yang melindungi pekerja / buruh. Adapun pengupahan tersebut
meliputi :
1. Upah minimum;
2. Upah kerja lembur;
3. Upah tidak masuk kerja karena berhalangan ;
4. Upah tidak masuk kerja karena melakukan kegiatan di luar pekerjaan;
5. Upah karena menjalankan hak waktu istirahat kerjanya;
6. Bentuk dan cara pembayaran upah;
7. Denda dan potongan upah;
8. Hal-hal yang dapat diperhitungkan dengan upah;
9. Struktur dan skala pengupahan yang proporsional;
10. Upah untuk membayar pesangon dan
11. Upah untuk perhitungan pajak penghasilan.
Pemerintah menetapkan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup
layak dan dengan memperhatikan produktifitas dan pertumbuhan ekonomi,
selanjutnya upah minimum dapat terdiri atas :
1. Upah minimum berdasakan wilayah provinsi atau Kab/kota;
2. Upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau kab/kota.
Dengan demikian, menyangkut pengupahan tentu dapat disesuaikan
dengan peraturan peraturan perudang-undangan di bidang ketenagakerjaan
yang berlaku.

6
F. Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dan pekerja / buruh. Perjanjian kerja dibuat secara tertulis atau lisan. Pada
prinsipnya perjanjian kerja dibuat tertulis namun melihat kondisi masyarakat
yang beragam dimungkinkan perjanjian secara lisan. Perjanjian kerja
sekurang-kurangnya memuat :
1. Nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
2. Nama, jenis kelamin, umur dan alamat pekerja / buruh;
3. Jabatan atau jenis perkaan;
4. Tempat pekerjaan;
5. Besarnya upah dan cara pembayarannya;
6. Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan
pekerja / buruh;
7. Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat;
8. Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja ;
9. Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Apabila menyangkut untuk pembangunan sektor Perikanan dan
Kelautan, perlu dibuat perjanjian kerja secara tertulis tentang hak dan
kewajiban yang patut dilaksanakan kedua belah pihak baik pekerja maupun
pengusaha.

G. Penyelenggaraan Jaminan Sosial


Untuk penyelenggaraan jaminan sosial, maka sebagaimana diamanatkan
oleh Undang-Undang RI Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dengan Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelengaraan Jaminan Sosial Nasional bertujuan untuk memberikan jaminan
terpenuhinya kebutuhan dasar hidup yang layak bagi setiap pekerja dan atau
anggota keluarga. Kaitan dengan ini maka untuk maksud tersebut telah diatur
oleh Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan
Jaminan Sosial Tenaga Kerja bahwa :
1. Setiap pekerja / buruh dan keluarganya berhak untuk memperoleh jaminan
sosial tenaga kerja;

7
2. Jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana dimaksud dilaksanakan sesuai
dengan Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.
Dengan demikian setiap perusahaan wajib mengikutsertakan pekerja /
buruh dalam penyelenggaraan jaminan sosial khusunya jaminan sosial tenaga
kerja melalui Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan
yang telah diatur dalam Peraturan Perundang-undangan Pemerintah tersebut di
atas.

H. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Setiap pekerja / buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan
kerja atas :
1. Keselamatan dan kesehatan kerja;
2. Moral dan kesusilaan dan
3. Perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai
agama (pasal 86 UU No.13 Tahun 2003).
Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan
produktifitas yang optimal, diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan
kerja. Oleh sebab itu setiap perusahaan wajib menerapkan sistem manajemen
keselamatan dan kesehatan kerja yang terintegrasi dengan sistem manajemen
perusahaan secara keseluruhan yang meliputi : struktur organisasi,
perencanaan, pelaksanaan, tanggung jawab, prosedur, proses dan sumber daya
yang dibutuhkan bagi pengembangan penerapan, pencapaian, pengkajian dan
pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka
pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja guna terciptanya
tempat kerja yang aman, efisien dan produktif.
Manajemen keselamatan dan kesehatan kerja perlu mendapat perhatian
untuk pembangunan sektor Perikanan dan Kelautan tentang menyangkut
pemilihan sarana dan prasarana maupun keselamatan tenaga kerja / buruh itu
sendiri. Sehingga tidak ada pihak yang dirugikan dalam hal ini.

8
I. Perlindungan Tenaga Kerja
Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 pasal 67 disebutkan
bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja cacat wajib memberikan
perlindungan sesuai dengan jenis dan derajat kecacatannya. Perlindungan
tersebut misalnya dengan penyediaan aksesibilitas, pemberian alat kerja, dan
alat pelindung yang disesuaikan pula dengan derajat kecacatannya.
Pengusaha dilarang mempekerjakan anak (pasal 68). Khusus untuk
pekerja wanita yang berumur kurang dari 18 tahun dilarang dipekerjakan antara
pukul 23.00 s/d 07.00 (Pasdal 76 : 1).
Pengusaha dilarang mempekerjakan pekerja / buruh perempuan hamil
yang menurut keterangan dokter berbahaya bagi kesehatan dan keselamatan
kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul 23.00 s/d 07.00
(pasal 76 : 2).
Pengusaha wajib menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja /
buruh perempuan yang berangkat bekerja antara pukul 23.00 s/d 05.00 (pasal
76 : 3).
Kemudian setiap pengusaha wajib melaksanakan ketentuan waktu kerja.
Waktu kerja dimaksud meliputi :
1. 7 (tujuh) jam 1 (satu) hari, 40 (empat puluh) jam 1 (satu) minggu untuk 6
(enam) hari kerja dalam 1 (satu) minggu atau ;
2. 8 (delapan) jam 1 (satu) hari dan 40 (empat puluh) ham 1 (satu) minggu
untuk 5 (lima) hari kerja dalam 1 (satu) minggu.
Ketentuan waktu kerja dimaksud di atas tidak berlaku bagi misalnya :
pekerjaan di pengeboran minyak lepas pantai, sopir angkutan jarak jauh,
penerbangan jarak jauh, pekerja di kapal laut atau penebang hutan. Dan
pekerjaan pada beberapa jenis pekerjaan ini diatur oleh peraturan menteri.
Pekerja yang memperkerjakan pekerja / buruh dengan waktu kerja diluar
sebagaimana dimaksud di atas harus memenuhi syarat :
1. Ada persetujuan pekerja / buruh yang bersangkutan;
2. Waktu kerja lembur hanya dapat dilakukan paling lambat 3 (tiga) jam
dalam 1 (satu) hari dan 14 (empat belas) jam dalam 1 (satu) minggu.

9
Mempekerjakan lebih dari waktu kerja sedapat mungkin harus
dihindarkan karena pekerja / buruh harus mempunyai waktu yang cukup untuk
istirahat dan memulihkan kebugarannya. Namun dalam hal-hal tertentu,
terdapat kebutuhan yang mendesak yang harus diselesaikan segera dan tidak
dapat dihindari sehingga pekerja / buruh harus bekerja melebihi waktu kerja.
Untuk pengusaha yang mempekerjakan pekerja / buruh melebihi waktu kerja
wajib membayar upah kerja lembur.
Pengusaha juga wajib memberi waktu istirahat dan cuti kepada pekerja /
buruh. Waktu istirahat antara jam kerja sekurang-kurangnya setengah jam
setelah bekerja selama empat jam terus-menerus dan waktu istirahat tersebut
tidak termasuk jam kerja. Istirahat mingguan 1 (satu) hari untuk 6 (enam) hari
kerja dalam 1 (satu) minggu atau 2 (dua) hari untuk 5 (lima) hari kerja dalam
satu minggu. Cuti tahunan sekurang-kurangnya 12 (dua belas) hari kerja
setelah pekerja / buruh yang bersangkutan bekerja selama 12 (dua belas) bulan
secara terus-menerus.

10
BAB III
PENUTUP

Demikian aspek-aspek ketenagakerjaan yang merupakan bagian integral dari


kebijakan ketenagakerjaan pada umumnya yang telah diuraikan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan sektor Perikanan dan Kelautan di Kabupaten Supiori
melalui pemanfaatan bantuan dana pinjaman dari Bank Dunia (World Bank).

11
DAFTAR BACAAN

B. SiswantoSastrohadiwiryo. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia. Penerbit


Bumi Aksara. Jakarta, 2003.

Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003, Tentang Ketenagakerjaan. Penerbit


Dahara Prize. Semarang. 2003

Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004, Tentang Jaminan Sosial Nasional.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2011, Tentang Badan


Penyelenggara Jaminan Sosial. Kementerian Komunikasi dan Informasi
RI, Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik. 2012.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2006, Tentang Sistem


Pelatihan Kerja Nasional. Jakarta. 2006.

12

Anda mungkin juga menyukai