Anda di halaman 1dari 4

A.

Letak geografis

Luas wilayah kabupaten 115.950 Ha : 1.159,5 Km


Terletak membentang antara 7.20 dan 7.45 Lintang Selatan. 5.20
5.30 Bujur Timur. Dengan batas-batas wilayah kabupaten/kota :
Sebelah Utara : Kabupaten Lamongan
Sebelah Selatan : Kabupaten Kediri
Sebelah Timur : Kabupaten Mojokerto
Sebelah Barat : Kabupaten Nganjuk
Administrasi Pemerintahan terdiri dari 21 Kecamatan dan 301 desa, 5
kelurahan. Kecamatan yang terluas adalah kecamatan Kabuh (13.233
Ha) dan yang terkecil Kecamatan Ngusikan (34,980 Ha). Curah hujan
terbesar antara 1750 s/d 2500 mm pertahun.

B. Sejarah dan Kebudayaan Kota Jombang

- Perjalanan sejarah Jombang

Penemuan fosil Homo Mojokertensis di lembah sungai brantas


menunjukkan bahwa seputaran wilayah yang kini adalah Kabupaten
Jombang diduga telah dihuni sejak ratusan ribu tahun yang lalu.
Tahun 929, Raja Mpu Sindok memindahkan pusat Kerajaan Mataram
dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung
Merapi atau serangan Sriwijaya. Beberapa literatur menyebutkan pusat
kerajaan yang baru ini terletak di Watugaluh, tepi Kali Brantas yang
kini adalah Kecamatan Megaluh (Kabupaten Jombang). Suksesor Mpu
Sindok adalah Sri Isyana Tunggawijaya (947-985) dan Dharmawangsa
(985-1006). Tahun 1006, Sriwijaya menghancurkan ibukota kerajaan
Mataram dan menewaskan Raja Dharmawangsa. Airlangga, putera
mahkota yang ketika itu masih muda, berhasil meloloskan diri dari
serbuan Sriwijaya, dan ia menghimpun kekuatan untuk mendirikan
kembali kerajaan yang telah runtuh. Bukti petilasan sejarah Airlangga
sewaktu menghimpun kekuatan kini dapat dijumpai di Sendang Made,
Kecamatan Kudu (Kabupaten Jombang). Tahun 1019, Airlangga
mendirikan Kerajaan Kahuripan, yang kelak wilayahnya meliputi Jawa
Timur, Jawa Tengah, Bali, serta mengadakan perdamaian dengan
Sriwijaya.

Pada masa Kerajaan Majapahit, wilayah yang kini Kabupaten Jombang


merupakan gerbang Majapahit. Gapura barat adalah Desa Tunggorono
(Kecamatan Jombang), sedang gapura selatan adalah Desa Ngrimbi
(Kecamatan Bareng). Hingga ini banyak dijumpai nama-nama
desa/kecamatan yang diawali dengan prefiks mojo-, di antaranya
Mojoagung, Mojowarno, Mojoanyar, Mojoroto, Mojodukuh, Mojoduwur,
Mojokrapak Mojojejer, Mojotengah, Mojongapit, dan sebagainya. Salah
satu peninggalan Majapahit di Jombang adalah Candi Arimbi di
Kecamatan Bareng. Menyusul runtuhnya Majapahit, agama Islam
mulai berkembang di kawasan, yang penyebarannya dari pesisir pantai
utara Jawa Timur. Jombang kemudian menjadi bagian dari Kerajaan
Mataram Islam. Seiring dengan melemahnya pengaruh Mataram,
Kolonialisasi Belanda menjadikan Jombang sebagai bagian dari wilayah
VOC pada akhir abad ke-17, yang kemudian sebagai bagian dari Hindia
Belanda. Etnis Cina juga berkembang; Kelenteng Hong San Kiong di
Gudo, yang konon didirikan pada tahun 1700 masih berfungsi hingga
kini. Hingga kini pun masih ditemukan sejumlah kawasan yang
mayoritasnya adalah etnis Tionghoa dan Arab. Tahun 1811, didirikan
Kabupaten Mojokerto, di mana meliputi pula wilayah yang kini adalah
Kabupaten Jombang. Jombang merupakan salah satu residen di dalam
Kabupaten Mojokerto. Bahkan Trowulan (di mana merupakan pusat
Kerajaan Majapahit), adalah masuk dalam Kawedanan (onderdistrict
afdeeling) Jombang.

Alfred Russel Wallace (1823-1913), naturalis asal Inggris yang


memformulasikan Teori Evolusi dan terkenal akan Garis Wallace,
pernah mengunjungi dan bermalam di Jombang ketika mengeksplorasi
keanekaragaman hayati Indonesia. Tahun 1910, Jombang memperoleh
status Kabupaten, yang memisahkan diri dari Kabupaten Mojokerto,
dengan Raden Adipati Arya Diningrat sebagai Bupati Jombang
pertama. Masa pergerakan nasional, wilayah Kabupaten Jombang
memiliki peran penting dalam menentang kolonialisme. Beberapa
putera Jombang merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia,
seperti KH Hasyim Asyari (salah satu pendiri NU dan pernah menjabat
ketua Masyumi) dan KH Wachid Hasyim (salah satu anggota BPUPKI
termuda, serta Menteri Agama RI pertama).

Undang-undang Nomor 12 Tahun 1950 tentang Pembentukan Daerah


Kabupaten dalam Lingkungan Provinsi Jawa Timur mengukuhkan
Jombang sebagai salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur.

-Tambahan data lainnya

Jombang termasuk Kabupaten yang masih muda usia, setelah


memisahkan diri dari gabungannya dengan Kabupaten Mojokerto yang
berada di bawah pemerintahan Bupati Raden Adipati Ario Kromodjojo,
yang ditandai dengan tampilnya pejabat yang pertama mulai tahun
1910 sampai dengan tahun 1930 yaitu : Raden Adipati Ario Soerjo
Adiningrat.
Menurut sejarah lama, konon dalam cerita rakyat mengatakan bahwa
salah satu desa yaitu desa Tunggorono, merupakan gapura keraton
Majapahit bagian Barat, sedang letak gapura sebelah selatan di desa
Ngrimbi, dimana sampai sekarang masih berdiri candinya. Salah Satu
Peninggalan Sejarah di Kabupaten Jombang Candi Ngrimbi, Pulosari
Bareng Bahkan di dalam lambang daerah Jombang sendiri dilukiskan
sebuah gerbang, yang dimaksudkan sebagai gerbang Mojopahit
dimana Jombang termasuk wewenangnya Suatu catatan yang pernah
diungkapkan dalam majalah Intisari bulan Mei 1975 halaman 72,
dituliskan laporan Bupati Mojokerto Raden Adipati Ario Kromodjojo
kepada residen Jombang tanggal 25 Januari 1898 tentang keadaan
Trowulan (salah satu onderdistrict afdeeling Jombang) pada tahun
1880.

Sehingga kegiatan pemerintahan di Jombang sebenarnya bukan


dimulai sejak berdirinya (tersendiri) Kabupaten jombang kira-kira
1910, melainkan sebelum tahun 1880 dimana Trowulan pada saat itu
sudah menjadi onderdistrict afdeeling Jombang, walaupun saat itu
masih terjalin menjadi satu Kabupaten dengan Mojokerto. Fakta yang
lebih menguatkan bahwa sistem pemerintahan Kabupaten Jombang
telah terkelola dengan baik adalah saat itu telah ditempatkan seorang
Asisten Resident dari Pemerintahan Belanda yang kemungkinan
wilayah Kabupaten Mojokerto dan Jombang Lebih-lebih bila ditinjau
dari berdirinya Gereja Kristen Mojowarno sekitar tahun 1893 yang
bersamaan dengan berdirinya Masjid Agung di Kota Jombang, juga
tempat peribadatan Tridharma bagi pemeluk Agama Kong hu Chu di
kecamatan Gudo sekitar tahun 1700. Konon disebutkan dalam cerita
rakyat tentang hubungan Bupati Jombang dengan Bupati Sedayu
dalam soal ilmu yang berkaitang dengan pembuatan Masjid Agung di
Kota Jombang dan berbagai hal lain, semuanya merupakan petunjuk
yang mendasari eksistensi awal-awal suatu tata pemerintahan di
Kabupaten Jombang.

Sementara itu, kata Jombang = Ijo Abang . Ada banyak


pemaknaan yang bisa dan biasa dibuat manusia atas sebuah warna
maupun beberapa kombinasinya. Bahkan, selain dimaknai, elemen
warna sering pula dijadikan semacam instrumen untuk memaknai
sesuatu. Sederhananya, selain dimaknai, warna juga bisa memaknai
suatu fenomena. Proses pemaknaan serupa juga terjadi pada
Kabupaten Jombang yang dalam simbol kedaerahannya diwakili secara
dominan oleh warna-warna hijau dan merah.

Dari kedua warna itu pulalah muncul akronim kata Jombang, yang
terdiri dari ijo (hijau) dan abang (merah). Hingga saat ini, kedua
warna tadi dipercaya sebagai mula asal kata Jombang, singkatan dari
ijo dan abang. Dalam sebuah literatur resmi keluaran pemerintah
daerah (pemda) setempat, Monografi Kabupaten Jombang, ijo
bermakna kesuburan serta sikap bakti kepada Tuhan Yang Maha Esa,
sementara abang dimaknai sebagai sifat berani, dinamis, atau sikap
kritis. Akan tetapi, berbeda dengan pengartian resmi tadi,
masyarakat Jombang memiliki cara tersendiri untuk memaknai
keberadaan serta latar belakang budaya mereka. Ijo mewakili kultur
santri, kaum agamawan, atau lebih spesifik lagi Islam, yang berasal
dari masyarakat pesisir. Sementara abang dipercaya mewakili kultur
masyarakat abangan berpaham nasionalis, yang berasal dari
masyarakat daerah pedalaman dan berlatar sejarah Mataraman
(kejawen).

Anda mungkin juga menyukai