Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

ISLAM DAN BUDAYA DAERAH


KECAMATAN CERMIN NAN GEDANG
Dosen pengampu : Azra`i Abbas M.Pd

Disusun oleh :

 Yolan Saharul
 Edi suanto
 Firdaus
 Hendri Hapiz

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM ( PAI )


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM ( STAI )
DARUL ULUM SAROLANGUN
TAHUN 2021/2022
I. Pembukaan
Menyebutkan nama Marga Cermin Nan Gedang tidak dapat
dipisahkan dari adanya kata “cermin yang besar” (“Besar” dalam Bahasa
Melayu Jambi sering disebutkan dengan istilah “Gedang”). Selain itu justru
makna Cermin nan gedang adalah “pedoman”. Pedoman di dalam mengatur
perilaku kehidupan adat-istiadat.
Marga Cermin nan Gedang berpusat di Lubuk Resam. Dusun asal atau
dusunnya terdiri dari Lubuk Resam, Dusun Pamuncak, Dusun Teluk Tigo,
Kampung Tujuh, Dusun Tambang Tinggi dan Dusun Sekamis. Setiap Dusun
dipimpin oleh Rio. Dan dibantu oleh Kepala Kampung.
Ditengah masyarakat, Marga Cermin Nan Gedang berasal dari Jawa
Mataram. Diperkirakan sudah ada sejak zaman Kerajaan Jambi.
Adapun wilayah kecamatan Cermin Nan Gedang berbatasan wilayah
(Tembo) dengan Pematang Kancil di Muara Mendelang yang merupakan batas
dengan kecamatan Batang Asai. Berbatasan dengan Batin VIII yang dikenal
Sungai Selembau mati. Berbatasan dengan Datuk Nan Tigo yang dikenal
Dusun Tendeh, Ulak Belah yang terletak di ujung Muara Limun. Dan
berbatasan dengan kecamatan Pelawan yang dikenal dengan Sungai Betung.
Dan berbatasan dengan Batin 5 Sarolangun. Tembo Marga Cermin Nan
Gedang dengan Batin VIII yang dikenal “Sungai Selembau Mati” juga dikenal
didalam Batin VIII.
Sungai Selembau mati kemudian menjadi batas Kecamatan Cermin
Nan Gedang dan Kecamatan Batin VIII yang kemudian diatur didalam Perda
Sarolangun No. 6 Tahun 2007. Semula Marga Cermin Nan Gedang masuk
kedalam kecamatan Limun. Namun berdasarkan Perda Kabupaten Sarolangun
No. 6 Tahun 2007, Marga Cermin Nan Gedang kemudian menjadi Kecamatan
Cermin Nan Gedang yang terdiri dari Desa Lubuk Resam, Desa Lubuk Resam
Ilir, Desan Dusun Rendah, Desa Teluk Tigo, Desa Kampung Tujuh, Desa
Pemuncak dan Desa Tambang Tinggi.
II. ASAL MUASAL CERMIN NAN GEDANG
Dahulu kala ketika bumi sumatera masih berdiri kerajaan-kerajaan di
berbagai wilayahnya hal ini juga tidak terkecuali di wilayah Jambi, kala itu
kerajaan jambi masih dipimpin oleh seorang raja yang sangat berkuasa yang
bernama Raja “kontler”, pada masa inilah awal mula terbentuknya sejarah
kecamatan Cermin Nan Gedang
Pada masa itu Cermin Nan Gadang, sebelumnya dinamakan Desa
Lubuk Resam Kuto Tempurung. Kuto Tempurung tersebut berada di Lubuk
Resam dan terdapat Dusun Tinggi.
Dahulu ada seorang Raja Jambi yang bernama “Kontler”. Pada suatu
hari Ia bermaksud ingin pergi berlayar menelusuri sungai ke daerah Merangin.
Namun, di tengah perjalanannya kapal yang ia bawa tersebut tenggelam di
Muaro Jambi yang bersamaan dengan itu keris pusaka kesayangan milik
Kontler juga ikut tenggelam dan menghilang ke dasar sungai.
Singkat cerita, setelah kejadian itu Kontler melakukan upaya pencarian
kerisnya tersebut hingga sampai ke daerah Merangin dan Tembesi. Akan
tetapi, sejauh ini Raja Kontler belum bisa menemukan kerisnya tersebut.
Berbagai upaya telah dilakukan namun belum ada satu orang pun yang dapat
Menemukan keris tersebut. Hingga suatu hari Sampailah Raja Kontler tersebut
pergi menelusuri daerah Batang Asai, Bermaksud untuk mencari orang sakti
yang dapat menemukan kembali keris kesayangannya tersebut. Ketika itu
bertemulah ia dengan seorang tua yang bernama “Tambak Panjang”.
Kontler pun menanyakan apakah Tambak Panjang mampu untuk
menyelamatkan kembali kerisnya yang jatuh hilang ke dasar sungai tersebut.
Namun Tambak Panjang tidak memberikan jawaban apapun kepada sang
Raja, ia hanya menyanggupi permintaan raja kontler tersebut dengan memberi
beberapa syarat sebelum mengambil kerisnya tersebut.
Adapun syarat-syarat yang diberikan oleh Tambak panjang kontler
adalah. Agar sang Raja mencarikannya pisang emas satu sisir, yang mana
dalam satu sisir pisang emas tersebut berisikan empat puluh satu butir buah
pisang. Tanpa pikir panjang sang Raja pun menyanggupi persyaratan tersebut.
Akan tetapi sebelumnya Tambak Panjang ingin bertanya kepada Raja, apa
yang akan diberikan Kontler jika ia menemukan keris itu?. Raja Kontntler pun
terdiam sejenak, kemudian mengatakan bahwa ia akan memberikan apapun
yang diminta oleh Tambak Panjang, selama keris itu kembali didapatkannya.
Singkat cerita, tibalah saatnya proses pengambilan keris Raja yang
jatuh ke sungai tersebut. Namun, Sebelum menyelam ke sungai Tambak
Panjang berpesan agar sang Raja mengupas dan menghanyutkan kulit pisang
itu ke sungai satu persatu, sembari menghitung kulit pisang itu sampai yang
ke 41 buahnya. Apabila kulit pisang yang dihanyutkan ini telah genap 41 buah
dan ada yang mengapung diantara-Nya dan ketika itu ia tidak muncul ke
permukaan, maka berarti ia telah wafat didasar sungai tersebut.
Hingga Mulailah Tambak Panjang menyelam ke dasar sungai dan sang
raja pun mulai melepaskan kulit pisang tersebut satu persatu, pada akhirnya
sampailah pada giliran pisang ke-41. Namun belum ada tanda-tanda Tambak
panjang akan muncul ke permukaan.
Sedangkan didasar sungai. Setelah beberapa lama mencari Tambak
Panjang akhirnya menemukan keris tersebut di dalam sungai. Tanpa berlama-
lama lagi Tambak Panjang pun membawa keris yang ia lihat tadi ke
permukaan sungai. Akan tetapi, sesampainya Tambak panjang ditepian tiba-
tiba air sungai itu pun mulai menggelombang. Mereka yang ada di sekitar sana
pun bergegas untuk pergi dari sana.
Setelah agak jauh dari sana, Tambak Panjang pun mulai menceritakan
kalau keris tersebut didasar sungai sudah di gelung (dililit) oleh seekor naga
sakti. Yang mana kulit pisang itu adalah trik untuk mengelabuhi naga tersebut
supaya lengah dan melupakan kerisnya. Sehingga Tambak panjang dapat
mengambil keris Raja tersebut dengan mudah.
Setelah berhasil dan menyerahkan kembali keris kontler tersebut,
Tambak Panjang mulai menagih janji kepada sang Kontler dengan meminta
agar daerah Lubuk Resam diubah menjadi menjadi Cermin Nan Gadang yang
berarti Cermin yang tidak akan retak dan gedang yang tidak akan rusak.
Tambak panjang pun mengabulkan permintaan tersebut dengan memberikan
wilayah lubuk resam kuto tempurung kepada tambak panjang.
Tambak panjang mempunyai 4 orang anak.
 yang pertama, bernama Rio Mangku Depati tinggalnya di Desa
Teluk Rendah.
 Yang kedua, Rio Sang Datu Dirajo tinggal di Lubuk Resam.
 Yang ketiga, Rio Koto Gumalo tinggal di desa Sebakul.
 Yang keempat Rio Pemuncak tinggalnya di Kampung Tujuh.
Kemudi Tambak Panjang memerintahkan kepada keempat anaknya
untuk mencari wilayahnya sendiri, dengan cara menyuruh mereka berjalan
semampu mereka selama seharian penuh.
Karena Rio Mangku Depati anak pertama, akhirnya ia mengalah untuk
adik-adiknya. Ia hanya berjalan perlahan dan tidak terlalu jauh dan di juga tak
meminta wilayah yang terlalu luas, Oleh karena itu Desa Teluk Rendah paling
kecil wilayahnya dibanding desa yang lain di Kecamatan Cermin Nan Gadang.
“Teluk Rendah” artinya adalah tidak bisa digabung dan tidak dapat dipisah
“becakap didulu sepatah, bejalan dulu selangkah.
III. Adat-istiadat ketika datang perkawinan
A. Meminang
Dalam hal pinang meminang tidak ada hal yang khusus yang
dipakai dalam adat istiadatnya kebiasaan masyarakat ketika meminang
seorang anak gadis di cermin nan gedang sering kali dilakukan dengan
cara mengumpulkan keluarga terdekat serta masyarakat kampung untuk
menghadiri acara tersebut sebagai bentuk pemberitahuan kepada
masyarakat bahwa antara kedua belah pihak keluarga telah menjalin ikatan
pertunangan antara anak/ keponakan mereka
biasanya hal ini dilakukan dengan cara mendatangi rumah sang
wanita atau rumah induk bako. Hal meminang sendiri biasanya dilakukan
oleh orang tua dan nenek mamak serta tokoh adat dari pihak laki-laki yang
akan menyampaikan maksud kedatangan mereka dengan cara sambung
cakap ulo kato kato adat sekaligus dengan membawa berbagai sajian
makanan dan buah-buahan.
B. Ngumpul tenganai
Bertepatan dengan adanya acara meminang yang dilakukan oleh
laki-laki kerumah sanak tino maka para tenganai (saudara laki-laki
kandung dan sepupu terdekat) yang dipimpin oleh seorang mamak, akan
melakukan perundingan untuk memusyawarahkan maksud dari orang nan
tibo kumah (datang kerumah) tersebut apakah akan diterima atau tidak.
Jika diterima maka acara ini juga sekaligus bertujuan untuk menentukan
pintak pinto sang perempuan biasanya berupa uang dan Barang sebagai
mahar pernikahan. Dan hasil keputusannya nanti akan disampaikan oleh
tenganai terdekat selain sanak jantan kandung (karena saudara laki-laki
kandung tidak punya suara dalam kegiatan ini, ia hanya bertugas
memantau runding) dalam akhir acara meminang.
C. Kumpul keluargo nenek mamak
Jika telah sampai kepada kata mufakat dalam acara peminangan
tersebut maka dalam acara kumpul keluargo nenek mamak inilah akan
ditentukan hari dan tanggal pernikahan tersebut, hal ini biasanya akan
ditentukan oleh pihak keluarga dan nenek mamak kedua belah pihak yang
akan memilih hari atau tanggal yang cocok untuk dilaksanakan nya acara
pernikahan tersebut. Tidak ada perhitungan khusus dalam memilih hari
dan tanggal pernikahan tersebut hanya saja hal ini harus dilakukan
perundingan keluarga dan nenek mamak saja.
D. Akad nikah
Tak kala berbagai persiapan yang dilakukan telah matang dan
beberapa hari yang ditentukan telah tiba, maka tibalah waktunya Untuk
melakukan akad nikah. Dalam hal ini tidak ada pengaturan khusus yang
berlaku acara akad nikah yang dilakukan sama seperti yang dilakukan oleh
masyarakat Jambi pada umumnya. Namun ketika selesai prosesi akad
nikah yang dilakukan oleh wali, hakim dan masyarakat yang hadir maka
para nenek mamak tuo tenganai dan tokoh-tokoh adat akan berkumpul
untuk memberikan beberapa nasihat kepada kedua pengantin baru tersebut
dalam acara “tunjuk aja.”
E. Tunjuk aja
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, setelah usai proses akad
nikah maka akan langsung dilanjutkan dengan acara tunjuk aja
(memberikan nasehat adat) yang akan dilakukan dan disampaikan oleh
beberapa orang nenek mamak tuo tenganai yang dipimpin dan ditutup oleh
ketua adat setempat. Kemudian acara ini akan ditutup dengan makan
bersama.
F. Resepsi pernikahan
Dalam kebiasaan masyarakat cermin nan gedang melakukan acara
resepsi pernikahan adalah hak daripada ahli rumah, jika ia ingin
melaksanakan kegiatan resepsi tersebut maka masyarakat sekitar akan
turut membantu untuk mensukseskan acara resepsi tersebut, namun jika si
tuan rumah tidak ingin melakukan acara resepsi pernikahan tersebut maka
hal itu juga tidak akan menjadi permasalahan ditengah masyarakat.
Dalam hal acara resepsi pernikahan biasanya masyarakat cermin
nan gedang akan mengadakan acara hiburan berrupa “organ tunggal”
ataupun hiburan yang lainya untuk meramaikan acara pernikahan yang
bersifat “lek gedang” atau mengadakan resepsi pernikahan besar-besaran.
Namun bagi sebagian masyarakat yang tidak mengadakan acara resepsi
pernikahan, maka mereka akan mengadakan acara “selendang” usai
melaksanakan acara tunjuk aja pada malam akad nikah tersebut.
G. Acara “slendang”
Acara slendang merupakan hiburan adat yang telah dilakukan secara
turun temurun oleh masyarakat cermin nan gedang acra ini biasanya
dilakukan oleh kaum-kaum muda yang turut menghadiri pernikahan
tersebut.
Acara slendang merupakan kegiatan yang bermaksud untuk
memperkenalkan keakraban dan pergaulan serta interaksi sosial antara
muda mudi supaya antara satu dengan yang lainya dapat saling mengenal
dalam acara tersebut.
Dalam hal pelaksanaanya, acara ini akan dipimpin oleh dua orang
pemandu sebagai pengatur jalanya acara tersebut, mula-mula pemandu
akan membacakan beberapa peraturan yang ditetapkan berdasarkan
kesepakatan bersama antara pemandu dan peserta acara terkait jalanya
acara slendang ini nantinya, lalu sang pemandu akan memanggil dua orang
satu laki-laki dan satu perempuan untuk membawakan masing-masing satu
buah slendang, lalu dengan iringan suara dari alat musik dua orang ini
nantinya akan memasang (menyarungkan) slendang tersebut kepada salah
satu dari para peserta secara berlawanan, yang laki-laki akan
menyarungkan selendangnya kepada salah satu peserta perempuan dan
sang permpuan akan menyarungkan slendang yang dipegangnya kepada
salah satu dari pesera laki-laki hal ini dilakukan hingga ke peserta
berikutnya hingga seterusnya Hingga alinan suara musik berhenti. Jika
suara musik berhenti maka bagi siapapun yang masih memegang
selendang ditangannya maka dua orang inilah yang akan mendapatkan
hukuman dari sang pemandu. Hukuman yang diberikan dapat berupa
berpantun,menyanyi,maupun merayu sang wanita atau laki-laki yang
sama-sama terkena hukuman, intinya apapun hukuman yang diberikan
oleh sang pemandu semuanya adalah upaya interaksi antara kedua orang
yang dihukum tersebut karena meman tujuan awal dari acara ini sendiri
adalah unuk mengenalakan antara lawan jenis melalui metode hiburan.

H. Nyemput
“nyemput” atau dalam etimologinya adalah suatu kegiatan menjemut /
mengajak seseorang untuk kembali kesuatu tempat. Nah dalam hal
kegiatan nyemput ini adalah kegiatan yang dilakukan oleh keluarga
pengantin perempuan (istri) pasca akad nikah untuk menjemput sang
pengantin pria (suami) untuk pulang kerumah sang istri, biasanya nyemput
dilakukan oleh beberapa orang anggota keluarga dan tetua adat minimal 3
hari setelah pelaksanaan akad nikah dan maksimalnya tergantung kepada
perjanjian antara kedua belah pihak keluarga pengantin.
Daam hal nyemput ini, dimaksudkan sang istri benar-benar
mempersiapkan dirinya dan keluarga untuk menerima sang suami secara
matang dan kepada sang suami agar besiap diri untuk berpisah dengan
sang keluarganya karena mulai saat ini ia telah menempuh jalan hidup
yang baru dengan memiliki keluarganya sendiri. Serta pokok utama dari
kegiatan ini adalah sebagai tanda sopan santun dari sang suami kepada
keluarga sang istri karena dirinya (suami) benar-benar akan merengggut
salah satu anak gadis mereka.
I. Nyalang
Nyalang adalah salah satu kegiatan yang rutin dilakukan oleh
masyarakat cermin nan gedang hal ini dilakukan oleh sepasang pengantin
baru ketika beberapa hari/minggu pacsa pernikahan, nyalang adalah pergi
bersilaturahmi kerumah/kediaman keluarga terdekat sang istri untuk
mengenalakan anggota keluarga kepada sang suami.
Ketika melakukan kegiatan nyalang ini biasanya sepasang pengantin
baru akan mengantarkan tingkat yang berisikan jadah seperti nasi, gulai,
kue dan berbagai macam makanan lainya kerumah kerabat dekat tersebut
dan pada umumnya kegiatan ini lebih sering dilakukan oleh para
pengantin baru ketika adanya momentum yang bertepatan dengan acara
silaturahmii seperti saat hari raya idul fitri dan idul adha.
IV. Adat istiadat ketka datangnya kematian.

Kematian adalah hal yang dianggap sangat sensitif dikalangan


masyarakat cermin nan gedang sehingga apabila dalam suatu kalangan
masyarakat terjadi suatu musibah kematian maka tetangga / masyarakat sekitar
akan menghentikan segala aktivitasnya seperti bekerja, bepergian, ataupun
lainya, untuk datang menjenguk keluarga korban yang terkena musibah
sekaligus untuk datang melayat kerumah duka.

Sebelum semua hal diatas terjadi biasanya dalam kehidupan masyarakat


cermin nan gedang apabila datangnya kematian maka bagi siapapun yang
mengetahui musibah tersebut terlebih dahulu maka ia akan membunyikan
“tabuh” / bedug di masjid terdekat sebagai pemberitahuan kepada masyarakat
sekitar supaya berita duka ini dapat diketahui oleh masyarakat sekitar. Karena
hal ini pula lah ada aturan yang tidak tertulis di kalangan masarakat cermin
nan gedang yang dipatuhi oleh sebagian besar masyarakat bahwa dilarang
menabuh bedug / tabuh diluar waktu sholat (kecuali dalam keadaan darurat),
karena hal itu dapat menimbulkan kegaduhan di tengah-tengah masyarakat.

A. Melayat
Ketika datangnya musibah kematian maka semua masyarakat
diharuskan untuk datang menjenguk,membantu, dan mempersiapkan
segala keperluan agar terselenggaranya pemakaman yang layak bagi sang
mayit.
Bagi para laki-laki ketika pergi melayat mereka tidak datang kerumah
duka langsung melainkan pergi ke area pemakaman dengan maksud untuk
membantu penggalian makam saang jenazah, dan hal ini dilakukan secara
sukarela bagi siapa saja yang ingin membantu tanpa dipungut biaya
sepeserpun.
Dan para perempuan mereka datang melayat kerumah duka dengan
membawa tingkat/rantang dengan berbagai macam isian seperti beras,
gula, kopi, teh ataupun yang lainya sebebagai sedekah yang diberikan
kepada ahli musibah yang diberikan secara iklas dan sukarela tanpa ada
takaran atau patokan khusus. Dengan maksud membantu secara material
ekonomi keluarga untuk mengadakan persedekahan atau yasinan pada
malam pertama sampai malam ke-7 dari meninggalnya si mayit.
V. Penutup.
Sepucuk adat serumpun pseko adalah kata yang tertulis pada pita dalam
lambang kabupaten sarolangun, kata-kata “serumpun” ini merupakan gambaran
singkat mengenai kumpulan dari banyaknya ragam adat dan budaya yang ada di
kabupaten sarolangun dan kata “pseko” yang memiliki arti barang pusaka, atau
barang antik yang menggambarkan adat dan budaya yang di turunkan oleh
leluhur secara turun temurun dan hal ini harus dilestarikan oleh kita semua
sebagai suatu ciri khas yang unik dalam kultur kehidupan masyarakat kita.
Maka kita selaku generasi penerus para leluhur, yang memiliki tugas dan
tanggung jawab dalam menjaga dan melestarikan pseko antik atau adat dan
budaya ini jangan sampai terjadi “ko’ nolam jangan di ondam, ko’ ingan
jangan di anyut, dek lingah ngimak ayik anyut di tpiyan”, .

Anda mungkin juga menyukai