Anda di halaman 1dari 30

ASY-SYAIKH ABDUS SHOMAD JOMBOR

CIPETE CILONGOK BANYUMAS


http://padepokanpustakasalaf.blogspot.co.id/2013/03/sayikh-abdus-shomad-jombor.html

(Sejarah, Mitos, dan Jejak Penyebaran Islam Di Banyumas)

Seputar Wilayah

Kecamatan Cilongok terletak di bagian barat Kabupaten Banyumas. Cilongok merupakan kecamatan dengan jumlah desa
terbanyak, yaitu 20 desa. Mempunyai pasar yang cukup besar yaitu pasar manis. Pasar ini selalu membludak setiap manisan (nama
pasaran di Jawa). Kecamatan Cilongok menjadi jalur besar ke arah Tegal, Brebes, hingga Jakarta.

Posisi ini menjadikan Cilongok cukup terkenal sebagai jalur distribusi produk ke berbagai pasar besar.

Produk khas dari kecamatan Cilongok adalah gula kelapa (gula Jawa). Mayoritas penduduk di Kecamatan Cilongok adalah
produsen Gula Kelapa. Konon dulu bp. Nasution pernah mengunjungi Kopersi Pageraji di kecamatan Cilongok karena
kesuksesannya mengelola gula kelapa.

Berikut adalah daftar nama-nama Desa di kecamatan Cilongok:

1. Langgong sari, baca lebih lanjut


2. Pejogol,
3. Pageraji,
4. Cilongok,
5. Pernasidi,
6. Ranca maya,
7. Panembangan,
8. Gunung Lurah,
9. Sambirata,
10. Sokawera,
11. Sudimara,
12. Jatisaba ,
13. Panusupan,
14. Cipete,
15. Kali Sari,
16. Cikidang,
17. Batuanten,
18. Karang Tengah
19. Karang Lo
20. Cikidang

Tulisan ini barangkali akan menjadi rintisan penggalian sejarah penyebar Islam di Banyumas, yang selama ini sangat dibutuhkan
dalam mengelola berbagai informasi kekayaan sejarah lokal khususnya di wilayah Banyumas dan keterterkaitan dengan wilayah
luar banyumas.

Dengan dikelolanya cagar budaya yang berkaitan dengan peristiwa masa lalu sejarah tempat dan para pelaku sejarah yang
menghiasi peradaban, tentu akan sangat berguna bagi generasi yang akan datang dalam menerima berbagai warisan informasi.
Perjalanan para pembawa agama khususnya di Banyumas, juga akan menjadi catatan sejarah yang berharga, bahwa agama-agama
yang ada di wilayah Banyumas diperkenalkan dan di dakwahkan melalui waktu yang panjang dan kesabaran yang luar biasa dari
para pelaku sejarah.

PENDAHULUAN

Jombor merupakan nama Grumbul di Desa Cipete Kecamatan Cilongok di Kabupaten Banyumas. Nama Desa ini selalu dikaitkan
dengan keberadaan Syaikh Abdus Shomad yang merupakan ulama abad ke-16 dalam melakukan penyebaran Islam di Banyumas
pada umumnya dan peranannya dalam meng-Islamkan masyarakat wilayah Cipete dan sekitarnya pada khususnya.

Terdapat beberapa versi tentang asal usul nama“JOMBOR” sebagai grumbul di mana Syaik Abdus Shomad berdakwah dan
mengajarkan agama Islam khususnya di wilayah Cipete dan di Kabupaten Banyumas pada umumnya. Adapun versi-versi ini
berdasar dari informasi baik keturunan / trah maupun masyarakat setempat antara lain :
1. Lokasi yang sekarang didirikan Masjid  Baitus Shomad
di RT. 02 RW. 03 Desa Cipete, adalah merupakan tilas
yang konon pernah tumbuh sebuah pohon yang sangat
lebat, rimbun dan besar. Tidak jauh dari pohon tersebut
terdapat sungai yang mengalir dengan kejernihan air
yang masih bersifat alami.

Kehadirannya di wilayah ini disambut warga dengan


sikap positif. Sebelum mendirikan Padepokan ia
harus  menginap dan istirahat di rumah warga. Meski
penduduk setempat juga menyediakan tempat tinggal
untuk beliau, namun ada hal yang dianggap masih
kurang dimana dalam setiap rumah dan tidak ada tempat
yang tersedia untuk beribadah menjalankan ibadah
shalat, karena pada saat itu warga masih memiliki
beragam kepercayaan.

Usaha lahir terus dilakukan oleh beliau melalui


sillaturrahim (ngendong bahasa Jawa) dari rumah ke
rumah ibarat sebagai orang pendatang, berbaur dengan
warga dalam kerukunan bermasyarakat. Sedangkan
usaha batin beliau melakukan mujahadah, berkhalwat
atau menyepi mendekatkan diri terhadap Allah SWT,
memohon pertolongan dan diberi kemudahan dalam
melakukan dakwah dan penyebaran agama Islam
terhadap warga setempat.

Mujahadah ini tentu membutuhkan ketenangan bathin,


sehingga beliau memanfaatkan pohon besar yang
rimbun sebagai tempat untuk menyepi, tanpa ada yang
mengganggu ketenangannya. Konon di atas pohon
sebagaimana yang disebutkan di atas, terdapat cabang
yang datar yang memudahkan beliau duduk
bersila melakukan dzikir. Cabang – cabang pohon yang
masih rendah memudahkan beliau naik turun tanpa
harus menggunakan tangga untuk naik ke atas.

Jalan antara pohon terdapat lokasi mata air berupa


sumur yang dibuat beliau, yang setiap saat digunakan
untuk berwudlu. Kegiatan naik turun pohon menuju ke
lokasi air ini menyebabkan jalan setapak ini menjadi
becek atau dalam bahasa Banyumas disebut Jember.
Orang kemudian menyebutnya Jombor, sehingga
terjadilah Jombor sebagai nama grumbul.

2. Hampir di setiap wilayah, sebelum Islam diperkenalkan


kepada masyarakat khususnya di Banyumas dan
umumnya di luar wilayah, kebudayaan, adat istiadat
serta kepercayaan masyarakat beragam dan bermacam-
macam. Budaya membuat sesaji, (nyajeni bahasa Jawa)
di tempat-tempat keramat, mengkultuskan batu besar,
pohon, berjudi, main, minum serta perbuatan tercela
lainnya masih sangat subur. Sebagai seorang musafir
Syaikh Abdus Shomad tentu tidak serta merta melarang,
membenci, atau pun mencemooh bagi pelakunya
mengingat Sebagai seorang pendakwah Syaikh Abdus
Shomad harus tetap istiqomah menunjukkan akhlak
yang mulia terhadap mereka, mengingat mereka belum
mengerti.

Jombor pada versi terbentuknya asal mula tempat


adalah merupakan sebagian isi dari dakwah beliau, yang
berupa ajakan yang di dalamnya terkandung
keselamatan bagi manusia bagi yang menuruti nasehat-
nasehatnya.
Beberapa orang menafsirkan bahwa asal-usul
nama Jombor yang selalu dikaitkan dengan Nama
Syaikh Abdus Shomad adalah merupakan isi misi
dakwah beliau yang mengandung larangan. Misalnya
kata Jodalam kalimat  Jawa “Ojo” (Jangan atau tidak
boleh dalam bahasa Indonesia), diartikan sebagai
larangan dan dikaitkan dengan sebuah ajakan.

JO Ojo / Jo
M Musyrik / munafik/ .............................dst
BOR jo Boros

Jo musyrik, Jo Munafik, Jo Mungkar, Jo Maca Qur’an


Lan nyenggol nek ra suci, Jo main, Jo medok Jo mabuk-
mabukan, madat, Jo metani alane wong liyo, Jo
mateni / mepet dalan pangane wong liyo, Jo meneih
sesaji kanggo syetan, Jo merek-merek barang haram, Jo
muwur , Jo mangan riba, Jo maling dunyo wong liyo,
Jo mikir kumed sodaqoh, Jo mbelani perkoro salah, Jo
Mbalelo, Jo mriksani barang kang haram, Jo mburu
maksiyat, Jo mekso kekarepan ala, Jo mikir ninggal
shalat wajib, Jo mikir ninggal puoso wajib, Jo mulang
barang kang ala, Jo mituruti bisikan syetan, Jo moni
padudon karo tetonggo, Jo mentelantarkan cah yatim,
Jo masang sesrangkah dalan tetonggo, Jo mungkir, Jo
mutus tali paseduluran, Jo mati ra nggowo iman, Jo
melak-melik dunyo wong liyo, Jo mempeng golet dunyo
nanging lali gusti Allah, Jo mbetitil, merem ngamal
kanggo akherat, Jo mbanggel karo nasehate kyai, Jo
mblenjani janji, Jo moni nyupatani karo sepada-pada,
Jo minteri sepada-pada, Jo mbebani tanggungjawab
marang wong kang ora mampu, Jo mbeler nggolet
pangupa jiwo (kasab/pahal), Jo mangas ketipu nikmate
dunyo, Jo mbeber alaning manungsa, Jo mlanggar toto
aturaning masyarakat, Jo milih urip sesrawung, Jo
Mubadzir. Dan dakwah-dakwah yang lain, karena hal
tersebut hanya sekedar pendapat.

BOR dalam kalimat  jomBOR diartikan sebagai


ajakan oJo Boros. Pemborosan waktu yang berkaitan
dengan umur manusia, jika dikonsentrasikan hanya
untuk kepentingan dunia tanpa dibarengi dengan ibadah
adalah kerugian yang besar. Bila manusia telah
diperbudak harta maka hubungan dengan Tuhan
menjadi jauh. Kehidupan manusia di dunia hanyalah
sebentar karena umur manusia juga telah ditentukan
Tuhan. Penghaburan harta untuk kesenangan
duniawi  menyebabkan seorang terjebak dalam israf.
Apabila manusia telah jatuh pada kebangkrutan atau
pailit maka ia lebih dekat kepada kefakiran dan
kefakiran mendekatkan pada kekufuran.

Batas wilayah Jombor dari arah barat ditandai dengan sungai


Kuyuk dan bagian timur dibatasi dengan sungai lembarang,
bagian selatan berbatasan dengan grumbul Pejaten dan di
bagian utara berbatasan dengan Desa Cirangkok.

Lokasi yang dulu digunakan untuk mujahadah sekarang


didirikan Masjid dan Pondok Pesantren. Bangunan Masjid
dan Pesantren yang dibangun oleh Syaikh Abdus Shomad,
berupa panggung dengan bahan dasar kayu dan bambu, tepat
di sebelah utara

NAMA CIPETE

Cipete merupakan nama Desa dimana Syaikh Abdus Shomad


tinggal memiliki sejarah nama yang menarik. Ada dua versi
untuk mengetahui asal-usul nama desa ini, antara lain :

1. Wilayah Cipete pernah menjadi perebutan antara


Kawedanan Karanglewas dengan (Pasir Luhur) dengan
Kawedanan Ajibarang. Tarik menarik antara siapa yang
berhak menguasai. Dengan berbagai kesepakatan dan
perundingan diantara dua Kawedanan tersebut diambil
kesepakatan bahwa wilayah yang sempit “Cupet”
menjadi wilayah tersendiri, bukan bagian dari wilayah
Kawedanan Ajibarang maupun Karanglewas (Pasir
Luhur). Tokoh pendiri Desa saat itu hanya memberikan
jawaban tentang tidak adanya keterpihakan dan
ketidakkesiapannya untuk tunduk kepada kedua
Kawedanan, dengan mengatakan, “ Panggonan
Kaya Kiye Cupete Kok Degawe Rageg” ( Wilayah yang
segini sempitnya kenapa menjadi keributan). Berawal
dari kata Cupete berubahlah ungkapan menjadi Cipete.

2. Bahwa kata Cipete berasal dari kata dalam bahasa


Sunda. Hal ini beralasan mengingat Syaikh Abdus
Shomad berasal dari Cirebon dan Sunda Kelapa,
menantu-menantu beliau juga berasal dari Cirebon
Sunda, sehingga terpengaruh budaya dan tradisi Sunda.
Berdasarkan penelitian bahwa terdapatnya Kali Mengaji
dan Kali Logawa, (di wilayah Ketapang Karanglewas)
menjadi batas wilayah barat banyak dipengaruhi budaya
Sunda atau Kerajaan Galuh Pakuwan atau Padjajaran.
Bukti-bukti itu dapat di lihat dari nama-nama desa yang
berawalan ci, seperti Cilongok, Cikawung, Cipete,
Citamo, Ciberung dan lainnya.

SILSILAH ASY-SYAIKH ABDUSH SHOMAD


JOMBOR

Dari Ayahnya

1. Prabu Munding Sari


2. Ratu Galuh
3. Situng Winara
4. Prabu Lingga Wastu
5. Prabu Lingga Hayang
6. Prabu Lingga Wastu
7. Prabu Lingga larang
8. Prabu Munding Kawanti
9. Prabu Siliwangi
10. Prabu Cathra
11. Banyak Roma
12. Banyak Wiratha
13. Banyak Kesumba
14. Pangeran Senopati Mangkubumi
15. Panembahan Kertalangu
16. Nyi Ageng Kembangan
17 Kyai Singawedhana
18. Asy-Syaikh Abdush Shomad Jombor
Dari garis Ibu

1. Rasulullah Muhammad SAW


2. Fatimatuzzahrah
3. Sayyidina Husain
4. ‘Ali Zainal Abidin
5. Muhammad Al-Baqir
6. Ja’far As-Shadiq
7. ‘Ali Al’ridhi
8. Muhammad
9. Isya Albasyari
10. Ahmad Al Muhajir
11. ‘Ubaidilah
12. ‘Uluwi
13. ‘Abdul Malik
14. ‘Abdullah
15. Imam Ahmad Syah
16. Jamaludin Akbar
17 Najmudin
18. ‘Abdullah
19 Syarif Hidayatullah (Sunan Gungjati)
20. Maulana Hasanudin
21. Pangeran Sakheti
22. Panembahan Kertalangu
23. Nyai Ageng Kembangan
24. Kyai Singawedana
25. Syaikh Abdus Shomad Jombor
RIWAYAT KELAHIRANNYA

Syaikh Abdus Shomad lahir di Jawa Barat. Tanggal dan tahun


kelahiran belum ditemukan. Beliau diperkirakan lahir pada
abad ke-16 M. Data yang mendukung terdapat pada bekas
prasasti kayu dengan huruf Jawa yang tertulis “Gebyog Iki
Dibangun Ing Tahun 1817 Masehi. Gebyog adalah Cungkup
makam Syaikh Abdus Shomad. Sedangkan bangunan makam
tersebut dibangun oleh Mbah Kyai Muhammad Noer Zaman,
yang dalam catatan silsilah keluarga Jombor merupakan
keturunan ketujuh dari Syaikh Abdus Shomad.

Petunjuk lain yaitu antara Syaikh Abdus Shomad dengan


Adipati Joko Kaiman terdapat hubungan besan. Hasanudin
putra Syaikh Abdus Shomad dinikahkan dengan putri dari
Adipati Joko Kaiman. Hubungan ini mengindikasikan adanya
rentang masa kehidupan mereka dalam kurun waktu yang
sama.

Beberapa tahun kenudian bangunan makam yang semula


terbuat dari ijuk diganti dengan seng atas prakarsa Syaikh
Abdul Malik (Kedung Paruk Purwokerto), seorang ulama
Kharismatik dan Guru Besar Thariqah An-Naqsabandiyah Al-
Khalidiyah dan Asy-Syadziliyah Indonesia, putra dari Syaikh
Muhammad Ilyas Sokaraja, keturunan ke-empat Pangeran
Diponegoro, bangswan dari Kesultanan Yogyakarta. Syaikh
Abdul Malik Dari pihak ayah  yaitu Syaikh Muhammad Ilyas
keturunan Kasultanan Yogyakarta, sedang dari pihak ibu
keturunan Syaikh Abdus Shomad keturunan Padjajaran.

Setelah dari Makkah Syaikh Muhammad Ilyas dinikahkan


dengan adik dari Syaikh Abdullah Kepatihan Tegal akan
tetapi tidak dikaruniai keturunan, kemudian dinikahkan
kembali dengan cucu Syaikh Andus Shomad yaitu Nyai
Zainab, dan dikaruniai empat orang anak. Anak pertama laki-
laki yang diberi nama Muhammad Asy’ad yang kemudian
dikenal

MASA PENDIDIKAN
Masa muda Syaikh Abdus Shomad dihabiskan di Pondok
Pesantren di Gunung Jati Cirebon Jawa Barat. Peluang karir
untuk menjadi pejabat di lingkungan keraton seperti halnya
suadara-saudaranya, tidak menarik perhatian bagi Syaikh
Abdus Shomad muda.

Orangtuanya menyebutnya dengan filsafat tabuh beduk.


Syaikh Abdus Shomad tidak tertarik menerima tongkat
estafet pemimpin namun lebih tertuju kepada cita-citanmya
menjadi seorang santri yang kelak mampu memberi manfaat
kepada ummat dalam penyebar agama Islam dengan memilih
tongkat tabuh / pemukul beduk yang adanya di longkungan
pesantren / masjid.

Kehidupan keraton yang penuh dengan berbagai kesenangan


dan berada di dalamnya adalah tingkat strata kehidupan yang
tinggi, tentu tidak sama dengan kehidupan komunitas di
Pondok Pesantren. Kehidupan serta kebutuhan diri
memperpanjang kehidupan di Pondok dengan seluruh suka
dan duka tidak merubah pendirian untuk terus “ngalap berkah
ilmu sang kyai” hingga pada akhirnya sang kyai  menganggap
sebagai santri terbaik dengan menguasai ilmu-ilmu agama
sebagai bekal pengembaraan melakukan dakwah Islam.

PERJALANAN DAN PERJUANGAN DAKWAH ISLAM


Setelah Syaikh Abdus Shomad dinyatakan lulus dengan
prestasi terbaik, beliau pamit pulang dan oleh gurunya diberi
petunjuk untuk berjalan ke timur ke arah selatan, setelah
sebelumnya ia menetap beberapa tahun di Sunda Kelapa dan
Cirebon, untuk melakukan dakwah di sana.

Kebiasaan Syaikh Abdus Shomad untuk bermujahadah


seperti yang dilakukan di pesantren terus dilakukan, hingga
satu waktu ketika beliau sedang menyepi bermujahadah di
bawah pohon kelapa dalam suasana malam yang gelap serta
rimbunnya tumbuhan disekitar hutan, telah merubah
konsentrasi beliau ketika seekor ular besar mendekat. Dalam
menghadapi ancaman tentu Syaikh Abdus Shomad tidak
menyandarkan pada takdirnya sendiri. Bagaimana pun ia
harus berusaha menghindar dari berbagai kemungkinan
ancaman yang dihadapi dengan naik ke atas pohon kelapa
agar konsentrasi mujahadah terus dapat dilakukan. Hingga
menjelang pagi ular bukan malah pergi tetapi malah melilit
pohon kelapa dimana beliau berada di atas.
Perjalanan selanjutnya menuju Pantai Selatan, yaitu Cilacap,
menuju Kampung laut Kelapa Kerep. Kelapa Kerep konon
adalah kelapa yang dirapatkan yang digunakan sebagai rakit.

SINGGAH DI JINGKANG-SAWANGAN

Sebelum Syaikh Abdus Shomad sampai di Jingkang


Sawangan yang saat ini masuk wilayah Ajibarang, telah
terjadi penyebaran Islam yang dilakukan oleh Mbah
Munhasir, yang diyakini merupakan pendatang dari
Sriwijaya-Palembang dan menetap di wilayah ini.

Mbah Munhasir dengan demikian adalah tokoh yang berperan


dalam membuka hutan menjadi wilayah desa dibantu
beberapa orang lokal, hingga kemudian Mbah Munhasir
mendapat jodoh putri Redja Wikrama tokoh lokal yang telah
memberikan fasilitas selama melakukan dakwah.

Pembukaan hutan menjadi areal desa telah menarik perhatian


penduduk di luar wilayah Jingkang-sawangan sekitar
berdatangan menuju kepada kehidupan baru di tempat ini.

Keadaan tersebut berlangsung dalam waktu yang lama,


sehingga Mbah Munhasir merasa perlu untuk mendirikan
Padepokan di wilayah Jingkang-Kalisari sebagai tempat
berbagi ilmu-ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu kanuragan.
Setelah Mbah Munhasir wafat kepemimpinan padepokan
diserahkan kepada putranya Mbah Sahidin. Setelah dua tokoh
tersebut wafat tidak ada generasi berikutnya yang menyiarkan
Islam di Ajibarang, sampai hadirnya Syaikh Abdus Shomad.

Syaikh Abdus Shomad sendiri sebenarnya hanya berniat


singgah karena statusnya adalah sebagai musafir. Namun
ketika keberadaan di tempat ini banyak diminta penduduk
lokal akhirnya beliau bertahan beberapa tahun melanjutkan
dakwah dari para pendahulu tokoh agama di wilayah ini.

Bersama dua pengikutnya yang merupakan santri Syaikh


Abdus Shomad, yakni Mbah Bagus santri dan Mbah Bujang
Santri, terus menerus melakukan dakwah sambil terus
membuka lokasi hutan menjadi areal perkampungan. Ketika
perjalanan masih terus berlanjut kedua santrinya wafat dan
dimakamkan di Sawangan-Jingkang.

SINGGAH DI PEJATEN
Pejaten sekarang adalah grumbul di wilayah Desa Cipete
Kecamatan Cilongok Banyumas. Grumbul Pejaten
merupakan alas hutan jati, sebelum dibuka menjadi areal
tempat tinggal.

Setibanya di Pejaten beliau melakukan laku ritual mujahadah


di atas batu cadas Sungai Tenggulun. Bersamaan dengan itu,
Nyai Sakheti putri tunggal Mbah Kroya atau Mbah Sukma
Sejati, seorang tokoh yang tinggal di Bantuanten (2 km dari
wilayah Pejaten) tengah mengalami sakit keras dan belum
mendapatkan obat yang mampu menyembuhkan penyakit
yang diderita putrinya.

Satu hari Mbah Kroya mendengar suara seperti gemuruh


ombak, mirip suara kawanan lebah. Untuk memastikan
bahwa sumber suara bukan ombak atau suara lebah namun
berasal dari suara manusia, maka Mbah Kroya mengutus para
pembantunya untuk mencari. Para pembantunya merasa
tertegun setelah menemukan sumber suara itu adalah lafadz
dzikir yang dilakukan oleh Syaikh Abdus Shomad yang
duduk melakukan mujahadah di atas batu cadas sungai
Tenggulun.

Percakapan para pembantunya di hadapan Syaikh Abdus


Shomad telah mengundang naluri kemanusiaan Syaikh Abdus
Shomad untuk bersilaturrahmi bertemu dengan Mbah Kroya
dengan membawa air menggunakan daun talas dari sungai
Tenggulun.

Pertemuan antara Mbah Kroya dengan Syaikh Abdus Shomad


menumbuhkan rasa bangga diantara keduanya, karena mereka
sama-sama bersasal dari wilayah Jawa Barat. Sampai
beberapa hari kemudian Nyai Sakheti binti binti Mbah
Kroya / Mbah Sukma Sejati dinikahkan dengan beliau Mbah
Abdus Shomad.

Bantuanten berasal dari kata Bantuan atau Pertolongan dan


Banten. Menilik dari sejarah terbentuknya desa Bantuanten
tidak terlepas dari sosok Mbah Kroya sendiri. Mbah Kroya
beserta beberapa pengikutnya pernah turut memberikan
bantuan dalam sebuah peperangan yang melibatkan
Kesultanan Banten. “Mbantu Banten”. Julukan  Mbah Kroya
atau Mbah Sukma Sejati tidak lain karena Kroya merupakan
grumbul tempat dimana beliau dimakamkan di pinggiran
Sungai Tenggulun. Sedangkan adik laki-lakinya yang
bernama Mbah Jati Kusuma dimakamkan di Kedung Makam
Desa Bantuanten.
BERMUKIM DI JOMBOR
Setelah tinggal beberapa lama di Tempat Mbah Kroya
bersama istri, maka Syaikh Abdus Shomad melanjutkan
perjalanan ke wilayah Desa Cipete tepatnya di grumbul
Jombor.
Perjalanan dari Bantuanten ke wilayah Cipete, harus melalui
jalan setapak penghubung antara grumbul Pejaten, Jombor
Selatan dan Jombor Kauman.  Dengan menyusuri jalan yang
jarang dilalui, Syaikh Abdus Shomad sesekali harus
memastikan bahwa jalan yang sedang dilalui bukan jalan
yang dilalui hewan-hewan buas.

Dalam perjalanan tersebut secara tidak sengaja beliau melihat


anak harimau yang jatuh ke jurang sempit dan tidak mampu
melompat ke atas karena tubuhnya terbelit akar. Terlihat
sudah berhari-hari anak harimau itu tidak mampu melompat
dan induknya tidak mampu menolongnya. Melihat
ketidakberdayaan anak harimau tersebut Syaikh Abdus
Shomad segera menurunkan barang bawaan sementara sang
istri menunggu sambil berharap penuh kecemasan, karena
berada di tengah hutan yang gelap oleh rimbunnya pohon-
pohon besar.

Anak harimau yang terus bergerak agaknya cukup


menyulitkan beliau untuk mengangkat ke atas. Pada saat
tubuhnya hampir sampai di ujung jurang, anak harimau terus
meronta hingga menimbulkan suara yang mengundang
perhatian induk semangnya. Istrinya yang melihat kehadiran
induknya yang bertubuh besar datang dan langsung hendak
menerkam Syaikh Abdus Shomad. Namun beberapa saat
harimau yang besar itu dapat ditaklukkan.

Di Jombor inilah menjadi tempat mukim Syaikh Abdus


Shomad hingga akhir hayatnya. Konon Syaikh Abdus
Shomad sempat menikah lagi dengan Nyai Saketi binti Mbah
Abdul Salam, kakak seperguruan yang pernah bersama
nyantri di Pesantren Cirebon.
Syaikh Abdus Shomad pada saat masih bersama di Pesantren
pernah membuat perjanjian pada saat akan meninggalkan
Pesantren, bahwa bila pada saat nanti Mbah Abdul Salam
memiliki anak perempuan, maka akan dinikahkan
dengan  Syaikh Abdus Shomad. Barangkali perjanjian itu
hanya obrolan biasa sebagai seorang santri. Waktu telah
berlalu dan Syaikh Abdus Shomad hampir sudah melupakan
perjanjian yang tidak resmi tersebut. Namun perjanjian
tersebut barangkali terdengar oleh Allah, sehinga merupakan
do’a bagi Syaikh Abdus Salam. Rupanya perjanjian tersebut
terus dipegang oleh Mbah Abdul salam, sehingga beliau
mencari Syaikh Abdus Shomad untuk menepati perjanjiannya
menuju Jombor bersama puterinya Nyai Sakheti ( nama
sakheti adalah gelar bagi wanita bangsawan yang memiliki
strata sosial tinggi). Setelah Mbah Abdul salam berada di
Jombor, oleh Syaikh Abdus Shomad diminta untuk tetap
tinggal di Jombor.

Penggalian informasi tentang istri dan keturunan yang di


tinggal di Cirebon, sebelum mukim di Jombor juga belum
tergali, dan lacak informasi keterangan tentang pernikahan
Syaikh Abdus Shomad dengan Nyai Sakethi binti Mbah
Abdus Salam, terutama pada anak keturunan dan sejarah
Mbah Abdus Salam. Apakah silsilah keturunan syaikh Abdus
Shomad hingga sekarang adalah pernikahan dengan Nyai
Saketi binti Mbah Kroya / Mbah Sukma Sejati ataukah
keturunan pernikahannya dengan Nyai Saketi binti Abdus
Salam, namun besar kemungkinan adalah pernikahan
dengan Nyai Sakheti binti Mbah Kroya / Mbah Sukma Sejati,
yang telah menerunkan ulama-ulama besar di Banyumas dan
sekitarnya.

Mbah Abdus Salam sendiri disamping sebagai seorang ulama


beliau juga seorang yang ahli dalam urusan tata pemerintahan
. Dan seorang yang pandai berpidato atau ketib. Gagasan
tentang tata aturan pemerintahan saat itu menjadi Inspirasi
para pengelola wilayah baik Kesultanan maupun tingkat
pemerintahan kawedanan.

Peran agama dan pemerintahan dijalani oleh Mbah Abdus


Salam di wilayah Gununglurah saat itu. Kehebatannya dalam
mendidik calon-calon pemipin, telah menerbitkan nama
harum Gununglurah-Cilongok sebagai basis kampung para
pemimpin, sehingga dinamakan Gunung Lurah.

Selama tinggal di Gununglurah ini, Mbah Abdus Abdul


Salam banyak menerima tamu yang sengaja tukar kawruh
tentang ilmu-ilmu pemerintahan. Beliau wafat dimakamkan
di pekuburan umum Desa Gununglurah. Makamnya tidak
pernah sepi dari para peziarah, terutama mereka yang
memiliki hajat ingin mencalonkan diri mengabdi kepada
negara atau pun Kepala Desa.

Setelah Abdus Shomad merasa bahwa Jombor adalah pilihan


terakhir untuk mengemban amanat sang guru dalam
menyebarkan Islam di wilayah Kabupaten Banyumas, maka
dengan bantuan warga sekitar diberi tanah sesuai dengan
kebutuhan untuk mendirikan bangunan berupa Padepokan
sebagai rumah berbagi ilmu agama Islam dan ilmu-ilmu yang
lain yang diperlukan masyarakat saat itu.

Sebelum Syaikh Abdus Shomad menetap di Jombor dan


mendirikan Padepokan telah ada seseorang yang dianggap
tokoh / Kamitua / Sesepuh yang cukup disegani, meski dia
sendiri bukan seorang kyai dan hanya seorang kamitua yang
ahli dalam ilmu-ilmu kejawen. Agaknya sang kamitua ini
merasa tersaingi dengan kehadiran beliau Syaikh Abdus
Shomad. Dengan berbagai keilmuan “Kejawen” kamitua ini
terus menanam permusuhan meski sebenarnya Syaikh Abdus
Shomad tidak pernah berfikir untuk mengalahkan, namun
karena kesombongan sang kamitua ini akhirnya kalah pamor.

Latar belakang keilmuan Kejawen yang diperoleh Kamitua /


Sesepuh tersebut juga tidak jelas, bahkan berseberangan
dengan ilmu-ilmu yang diajarkan Syaikh Abdus Shomad.
Apakah keilmuan yang diajarkan diperoleh melalui guru atau
pun dipelajari dari nenek moyangnya. Dalam bidang ilmu
agama Islam yang dimiliki agaknya masih dangkal, karena
tidak mampu mengangkat dirinya dalam status julukan kyai
saat itu. Namun dari segi pamor agaknya luar biasa.
Rumahnya tidak pernah sepi dari kehadiran warga sekitar
untuk memohon petunjuk atau pepadang.

Kehebatan dalam menguasai ilmu klenik / Kejawen ini cukup


untuk menarik perhatian sampai di luar Jombor. Pamor yang
dimiliki kamitua ini juga menyebabkan kedudukan keluarga
dan dirinya semakin kuat bertahan puluhan tahun di grumbul
Jombor.

Dengan mukimnya Syaikh Abdus Shomad, Sang Kamitua


menganggap bahwa kehadiran Syaikh Abdus Shomad di
Jombor dianggap sebagai tandingan pamor bagi dirinya.
Melalui propaganda yang dihembuskan kepada warga dan
orang-orang yang datang di kediamannya, Kamitua ini terus
memperkuat keadaan dirinya.  Dengan berbagai alasan
Syaikh Abdus Shomad dianggap telah merubah adat tradisi
dan tatanan yang telah berlaku dari generasi ke generasi, dan
itu merupakan sebuah ancaman yang bersifat pribadi di mata
masyarakat. Namun demikian dakwah tetap dilakukan dengan
kesabaran hingga masyarakat setempat benar-benar
meninggalkan tradisi-tradisi musyrik serta mengembangkan
tradisi yang disentuh dengan ruh Islami, sebagai upaya media
dakwah saat itu.

SYAIKH ABDUS SHOMAD DAN PENGELOLAAN


PADEPOKAN
Ketika Syaikh Abdus Shomad menetap di Jombor usianya
memang mendekati usia-usia 60 tahun. Usia tersebut
tergolong usia senja menuju usia masa tua.

Kegiatan dakwah dilakukan di lingkungan Padepokan, karena


secara fisik Syaikh Abdus Shomad tidak lagi sekuat dan
memiliki energi yang penuh untuk melakukan keliling di
wilayah Jombor dan sekitarnya.

Namun demikian Syaikh Abdus Shomad mendapat perhatian


masyarakat di lingkungan di luar Desa Cipete sangat luar
biasa, karena berita dari mulut ke mulut tentang kehadiran
seorang ulama pembawa agama Islam semakin banyak yang
singgah dan menetap di Kabupaten Banyumas saat itu. Para
penuntut ilmu pun datang silih berganti hingga Syaikh Abdus
Shomad wafat.
PENERUS PERJUANGAN
Dari sumber silsilah keluarga Jombor, disebutkan bahwa
Syaikh Abdus Shomad memiliki tiga orang keturunan, dua
laki-laki dan satu perempuan, masing-masing bernama, Nyai
‘Ali, Nadzmudidin dan Hasanudin (Mbah Lambak).

Nyai ‘Ali nikah dengan Kyai Zainal Ali dari Cirebon.


Keturunan dari Nyai ‘Ali dengan Kyai Zaenal inilah yang
kemudian meneruskan perjuangan Islam di Jombor dan turun
temurun menjadi perawat (kuncen) makam Syaikh Abdus
Shomad, sampai sekarang.

Anak keturunan Nyai ‘Ali dengan Kyai Zaenal Ali tersebar di


beberapa wilayah, seperti di Ajibarang, Pasiraman,
Cikawung, Kali Benda, Citomo, Kroya, Sumpiuh, Sokaraja,
Sawangan-Purwokerto, Wangon, Purbalingga, Bajarnegara,
Blitar (Jawa Timur) sampai ke Lampung (Sumatera).
Sedangkan Hasanudin atau yang dikenal dengan Julukan
Mbah Lambak tinggal menetap di Banyumas dan
dimakamkan di Dawuhan Banyumas.

Mbah Ketib Arum (Ketib Arum adalah putera dari Kyai Ali
Muhammad dan Kyai Ali Muhammad adalah putera dari
Kyai Muhammad dan Kyai Muhammad adalah putera tunggal
dari Nyai ‘Ali sedang Nyai ‘Ali adalah puteri dari Syaikh
Abdus Shomad). Dikenal sebagai tokoh ulama sekaligus
orang yang pandai dalam berpidato (ketib). Pernah menjadi
penghulu, sebuah lembaga pemerintahan bentukan Kolonial
Belanda serta giat menekuni olah kanoragan.

Setelah semua keturunan Mbah Ketib Arum ini wafat,


Padepokan dipindahkan ke Jombor Tengah atau kauman,
karena pertimbangan keluarga / kerabat sebagian menetap di
tempat ini, dan awal Syaikh Abdus Shomad pertama kali
sering melakukan mujahadah juga di tempat ini. Selanjutnya
Padepokan di asuh oleh Mbah Kyai Muhammad Sulaiman,
yang merupakan menantu sebelumnya. Mbah Kyai Sulaiman
ini adalah keturunan dari Adipati Mruyung Ajibarang.

Berikut adalah generasi penerus yang mengembangkan


Pondok Pesantren di Jombor :

1. Mbah Kyai Zainal ‘Ali


2. Mbah Kyai Achmad Muhammad
3. Mbah Kyai ‘Usman ‘Ali
4. Mbah Kyai ‘Ali Muhammad
5. Mbah Kyai Ketib Arum
6. Mbah Kyai Zainal ‘Ali
7. Mbah Kyai Munadha
8. Mbah Kyai Marhani
9. Mbah Kyai Muhammad Ikhsan
10. Mbah Kyai Muhammad Sulaiman
11. Mbah Kyai Muhammad Noer Zaman
12. Kyai Abdurrahman

Sekitar tahun 1960 an keberadaan Pondok Pesantren,


mengalami masa-masa fakum. Pengelolaan peninggalan
Syaikh Abdus Shomad berkisar pada perawatan makam
Syaikh Abdus Shomad, pengelolaan masjid, pengembangan
lembaga pendidikan seperti Madin, Majlis Taklim, dan
Madrasah Ibtidaiyah. Dari kepemimpinan Kyai Abdurrahman
menurun pada  generasi berikutnya seperti :

1. Kyai Muhiddin - Menantu


2. Kyai Mas’ud (puetra pertama Kyai Abdurrahman)
3. Kyai Humam Mas’udi (putera Kyai Mas’ud)
4. Kyai Abdullah Sajad (keturunan
kesembilan  Syaikh Abdus Shomad) Koordinator
pengurus makam, yang merupakan putera dari Kyai
Muhammad Hasan Tayyib (kuncen terdahulu)
dengan puteri ketiga dari Kyai Muhammad Noer
Zaman yaitu Nyai Kusrinah.

Setelah waktu berlalu lama akhirnya Pondok Pesantren


kembali dibangun di wilayah Jombor oleh Kyai Muhdi bin
Kyai Muhidin. Kyai Muhdi adalah keturunan kesepuluh dari
Syaikh Abdus Shomad Jombor. Sementara di Jombor
Kauman menjadi pusat pengelolaan lembaga pendidikan
seperti, Madin, Madrasah, Majlis taklim.

KAROMAH SYAIKH ABDUS SHOMAD

1. Menimba Emas

Dikisahkan setiap kali beliau berhadast, beliau turun


untuk mengambil air wudlu. Ketika  Syaikh Abdus
Shomad menggunakan periuk atau kendi sebagai timba
untuk mengambil air, kemudian secara perlahan
diangkat ke atas terdapat keanehan, sebab periuk atau
kendi yang sedang diangkat ke atas terasa berat dan
harus mengeluarkan tenaga yang lebih. Alangkah
terkejutnya ketika periuk yang telah menyentuh bibir
sumur, terlihat bukan hanya berisi air tetapi sebagian
dari badan periuk berisi bongkahan emas yang lebih
besar dari periuk yang digunakan untuk timba.

Sadar bahwa beliau sedang diuji oleh Allah, SWT


segera ia beristighfar dan berdo’a, mengadu bahwa
bukan harta duniawi yang beliau pinta, namun
pertolongan, kekuatan, kesabaran serta ridlo Allah SWT
dalam memperjuangkan Agama Islam, di tempat yang
baru, budaya masyarakat yang bermacam-macam serta
kepercayaan yang beragam, hingga kemudian beliau
melemparkan kembali emas tersebut ke dalam sumur.

2. Membungkam Gong

Konon tradisi kesenian seperti wayang, kuda lumping


dan kesenian yang mempergunakan gong, kenong atau
benda lain sebagai alat musiknya, tidak akan berfungsi
atau berbunyi apabila di bunyikan di wilayah Jombor.
Dalam sejarahnya sampai hari ini, belum pernah di
jombor ada pagelaran wayang, ronggeng, tayub ataupun
kuda lumping.

Keadaan ini mengisyaratkan sejarah tersendiri bagi


warga setempat. Bagi kebanyakan orang hal tersebut
mungkin sudah mafhum, bahwa itu merupakan
Karomah yang dimiliki Syaikh Abdus Shomad,
mengingat jasad beliau dimakamkan di tanah ini.
Karomah tersebut pada dasarnya tidak bisa dinalar
sebab itu kekuasaan Allah. Namun bagi kebanyakan
orang tentu hal ini menjadi sesuatu yang menarik untuk
dikaji akar peristiwa yang melatar belakangi.

3. MEMBUAT “KEDER” SERDADU BELANDA

Karomah ini tidak saja terjadi ketika Syaikh Abdus


Shomad masih hidup, bahkan setelah beliu wafat pun
masih dapat dirasakan di lingkungan sekitar Jombor.
Diantara karomah yang terjadi setelah beliau meninggal
antara lain membuat bingung atau Keder. Keder yang
sering terjadi pada kita terkadang seputar arah dan
tempat serta menjadi linglung meskipun kita sebenarnya
sadar.

Pada masa penjajahan Belanda, para serdadu Belanda


bukan hanya berusaha merebut dan menguasai pusat-
pusat kota di sekitar Banyumas, namun seluruh pelosok
di wilayah Banyumas ini tidak lepas dari kegiatan
operasi, untuk memburu para tentara Indonesia yang
bersembunyi di wilayah pedesaan.
Para serdadu Belanda ini konon mengalami hal aneh dan
tidak mampu membuat keputusan operasi penyergapan
atau pun penyerangan terhadap markas tentara
Republik, ketika akan masuk ke Desa Cipete.

Semua jalan yang menuju Desa Cipete, dianggap


sebagai jalan buntu, yang tidak memungkinkan untuk
dilalui mobil-mobil perang serta terhamparnya jurang
dan bukit yang tidak memungkinkan serdadu yang
berjalan kaki untuk turun dan mendaki. Dengan
keaneha-keanehan tersebut para serdadu Belanda
kemudian mengalihkan dan berbalik mencari jalan yang
lain.

Meski telah menemukan jalan lain menuju Desa Cipete,


namun para Serdadu Belanda ini mengalami keanehan
lain yang sama pada peristiwa kejadian pertama.
Akhirnya para tentara Belanda ini hanya bisa berhenti di
perbatasan desa, bingung karena jalan yang dilalui
terlihat seperti jalan yang pertama kali dilalui.

Hal itu berlaku bagi seluruh Serdadu Belanda, meskipun


kompi / pasukan yang berbeda-beda pasti akan
mengalami hal yang sama, baik mereka yang datang
dari arah barat (Ajibarang) maupun mereka yang datang
dari arah timur (Purwokerto).

PENINGGALAN-PENINGGALAN SYAIKH ABDUS


SHOMAD

1. Masjid Baitus Shomad Jombor, yang merupakan


petilasan beliau melakukan kegiatan mujahadah.
2. Pohon Kayu Nagasari yang berada di lokasi
makam Syaikh Abdus Shomad, yang telah
berusia ratusan tahun yang di tanam di kompleks
makam dan digunakan sebagai tanda di tempat
tersebut dimakamkan pula keturunan Syaikh
Abdus Shomad. Hal yang sama juga ditemukan
pada komplek makam Mbah Lambak (Mbah
Hasanudin) di sebelah selatan makam Joko
Kaiman.

3. Sebuah Bedug yang terbuat dari kayu sidagurih.


Terdapat tiga bedug yang dibuat, satu bedug di
bawa ke ke Demak, satu di bawa ke Purwokerto
dan satu ada di Jombor.

Demikian sejarah singkat perjalanan Syaikh Abdus Shomad Jombor, ulama yang memiliki karomah yang tinggi yang telah berperan
dalam menyebarkan Agama Islam di Banyumas.

Penampilannya yang bersahaja, akhlaknya tinggi, kedalaman ilmu dalam bidang Tasawuf / Tarekat, Aqidah, Fiqih / mu’amalah,
telah menempatkan beliau sebagai ulama yang disegani pada zamannya. Sedangkan karya-karya beliau yang bersifat tertulis dan
sebagainya juga belum tergali.

Karomah dan do’a-do’anya telah memberi pencerahan bagi penduduk setempat baik ketika masih hidup maupun setelah beliau
wafat. Maqamnya yang berada di Jombor tidak pernah sepi dari para pengunjung yang sengaja datang untuk berziarah, mendo’akan
dan berdo’a di dekat maqam seorang wali yang memiliki karomah. 

Mudah-mudahan tulisan rintisan ini akan menjadi berkembang menuju pada penggalian Koreksi dan informasi yang lebih lengkap
dan sangat berguna bagi Masyarakat Banyumas dan sekitarnya.

Dari Berbagai Sumber


Daftar Tokoh dan Ulama / Kyai
Wilayah Banyumas dan Sekitarnya

Mbah Joko Kahiman Dawuhan


Syaikh Mbah Abdus Shomad Jombor Cilongok
Syaikh Muhammad Makhdum Wali Karanglewas
Pangeran Senopati Karanglewas
Makam Adipati Mrapat Banyumas
Makam Kyai Mranggi Semu Banyumas
Makam Nyai Mranggi Banyumas
Mbah Abdul Salam Gunung Lurah Cilongok
Mbah Muhammad Nur/ Ahmad Muhammad Kutaliman
Syaikh Imam Puasa Kali Kesur
Syaikh Hamzah Kesuma Baseh
Syaikh Abdus Salam Gunung Lurah
Syaikh Wali Haji Tabihul Akbar Gunung Lurah
Syaikh Nur Kalam Brobot
Syaikh Sela Kerti Gunung Lurah
Mbah Singa Kerti Singasari Karanglewas
Mbah Singadipa Panembahan Gununglurah Cilongok
Eyang kalibening Dawuhan Kedungbanteng
Eyang Purwohandiko, / Syekh Muhammad Irfa’i bin Arsa Jiwa, atau Eyang Sujana Karangnangka
Syeikh Muhammad Ilyas Sokaraja,
Syeikh Abdul Malik bin Syeikh Muhammad Ilyas Kedung Paruk Mersi,
syeikh abdul ghoni sokaraja, Mbah Wali Tunteng Pliken,
Syeikh abdullah sogra pliken,
syeikh Abdul Qodir Kedung Paruk Mersi,
Kyai Mbah Ngisomudin Elyas Babakan Karanglewas
Syaikh Salafuddin Salmad Kalipagu
Syaikh Atas Angin Pancuran Pitu
Syaikh Tapa Angin Pancuran Telu,
Mbah Tekad Kendali Sada
Mbah Pager Welad Purbalingga
Mbah Danurji Purbalingga
Adipati Mersi – Mersi
Syaikh Gusti Setiaji Karang Delima
Mbah Setana Buju Karang Wangkal
Mbah Daun Lumbung Cilacap
Mbah Kendil Wesi Cilacap
Mbah Santri Udik Cilacap
Mbah Sapujagad Cilacap
Syaikh Simalodra Cilacap
Syaikh Abu Muntaram Adipala
Syaikh Lalang Jagad Srandil
Syaikh Agung Ciliwet Jipang Karanglewas Banyumas
Makam Mbah Agung Kediri Karanglewas
Mbah Pertiwi Sesepuh Jipang Karanglewas Banyumas
Mbah Purwokarta (Hotel Besari) Pasar Wage
Syaikh Ragas Mangsang Alun-Alun Banyumas
Syaikh Klirjati Stasiun Banyumas
Mbah Pranadika Pangebatan
Mbah Kadal Weteng Pabuaran
Mbah Pendek Pandak,
Mbah Lewo Pabuaran
Mbah Brahma Pabuaran
Syaikh Tambak Baya Tambak Sogra
Syaikh Setana Rawen Karang Wangkal
Mbah Muqri Sirau Kemranjen
Syaikh Abdul Malik Karanglewas
Mbah Kyai Mukmin Beji
Makam Syeh Kencana Kali Salak       
Mbah Kyiai Masruri Kebumen
Mbah Mustolih Cikakak Wangon  Masjid Saka Tunggal
Mbah Wangsakrama Curah Kaliputih Purwojati    
Syekh Nur ‘Afiyah Kaliputih Purwojati     
Mbah Mangku Jagat Kaliputih Purwojati
Mbah KH. Nahrowi Pamijen – Sokaraja
KH.Muhammad Minhajul Adzkiya’ Kroya
Mbah Munhasir Jingkang – Kalisari – Ajibarang
Mbah Sahidin Jingkang – Kalisari – Ajibarang
Mbah Bagus santri Sawangan – Jingkang
Mbah Bujang Santri Sawangan Jingkang
Mbah Kroya / Mbah Sukma Sejati Bantuanten
Mbah Jati Kusuma ( Adik Mbah Kroya) di Kedung Makam Desa Bantuanten
Syaikh Hasanudin / Mbah Lambak Dawuhan Kedungbanteng Banyumas.
Mbah Ragan Tali ( Putra Mbah Lambak ) Kali Pandan Gerduren Purwojati
Mbah Kyai Noer Zaman Kompleks Pemakaman Syaikh Abdus Shomad Hombor
Mbah Nuh Pageraji Cilongok
Syeh Ahmad Nurzuki Sokawera Cilongok
Mbah Kerti Djaja Sokawera Cilongok
Kiai Slamet Klinting Somagede
KH. Syamsul Ma’arif Bulakan Langgongsari Cilongok
KHA. Sa’dullah Majdi Pasir Purwokerto
KH. Hisyam Leler
KH. Umar Jalil Bobosan Purwokerto Utara
KHA. Shodiq Pasiraja
KH. Cusnan Sidabowa
KHM. Mukhlis Lesmana
KH. Muslich Karangsuci
KH. Alwi Panembangan
KHA. Bunyamin Kauman
KH. Ilyas Suharja Sidamulih Rawalo
KHA. Masruri Kebumen Baturaden
KH. Bajuri Rejasari Purwokerto
KHM. Sami’un Parakan Onje
KH. Badawi Kesugihan
Mbah Rangga Laut ( Tilas di Pengempon) Babakan Karanglewas
Mbah Haji Ilyas Saunyalangu Karanglewas
Tokoh Agama Dan Tokoh Pemerintahan Kabupaten Banyumas Dan Sekitarnya. Tidak Berdasar Urut Kelahiran. Pada saat
Diposting Belum ada Koreksi Ulang dan masih akan bertambah. Makamnya sebagian masih dapat dikunjungi, namun ada pula yang
makamnya telah sulit dilacak sehingga orang menyebut tilas.

DAFTAR BUPATI BANYUMAS

1. R. Joko Kahiman, Adipati Warga Utama II


2. R. Ngabei Merta Sura (1560)
3. R. Ngabei Mertasura II (Ngabei Kalidethuk) (1561 -
1620)
4. R. Ngabei Mertayuda I (Ngabei Bawang) (1620 -
1650)
5. R. Tumenggung Mertayuda II (R.T. Seda Masjid,
R.T. Yudanegara I (1650 - 1705)
6. R. Tumenggung Suradipura (1705 -1707)
7. R. Tumenggung Yudanegara II (R.T. Seda Pendapa)
(1707 -1743)
8. R. Tumenggung Reksapraja (1742 -1749)
9. R. Tumenggung Yudanegara III (1755) (dadi Patih
Sultan Yogyakarta: gelar Danureja I)
10. R. Tumenggung Yudanegara IV (1745 - 1780)
11 R.T. Tejakusuma, Tumenggung Kemong (1780 -
1788)
12. R. Tumenggung Yudanegara V (1788 - 1816)
13. Kasepuhan : R. Adipati Cokronegara (1816 -1830)
14. Kanoman : R. Adipati Brotodiningrat (R.T.
Martadireja)
15. R.T. Martadireja II (1830 -1832) #R. Adipati
Cokronegara I (1832- 1864)
16. R. Adipati Cokronegara II (1864 -1879)
17. Kanjeng Pangeran Arya Martadireja II (1879 -1913)
18. KPAA Gandasubrata (1913 - 1933)
19. KRAA. Sujiman Martadireja Gandasubrata (1933 -
1950)(pindah ming Purwokerto)
20. R. Moh. Kabul Purwodireja (1950 - 1953)
21. R. Budiman (1953 -1957)
22. M. Mirun Prawiradireja (30 - 01 - 1957 / 15 - 12 -
1957)
23. R. Bayi Nuntoro (15 - 12 - 1957 / 1960)
24. R. Subagio (1960 -1966)
25. Letkol Inf. Sukarno Agung (1966 -1971)
26. Kol. Inf. Poedjadi Jaringbandayuda (1971 -1978)
27. Kol. Inf. R.G. Rujito (1978 -1988)
28. Kol. Inf. H. Djoko Sudantoko (1988 - 1998)
29. Kol. Art. HM Aris Setiono, SH, S.IP (1998 - 2008 )
30. Drs. Mardjoko, M.M. ( 2008 - 2013 )

Anda mungkin juga menyukai