Anda di halaman 1dari 2

NAMA : EKA UMI OKTAVIANI

NIM : 20144800020
PROSA : PBSI
MATA KULIAH : KEBUDAYAAN DAN FOKLOR INDONESIA

1. Foklor Lisan Di Daerah Kulon Progo


Desa Kedundang (Desa Kedundang) terletak di Kecamatan Temon, Kabupaten Kabupaten
Kulumpuro. Dari sudut pandang ini, tradisi lisan yang berkembang di masyarakat tidak lepas dari
narasi sejarah wilayah tersebut. Salah satunya melibatkan partisipasi Kulon Progo dan Diponegoro
serta pangkalan pasukan Diponegoro pasca Perang Jawa (1825-1830).
Konon setelah Dibonigoro direbut oleh pemerintah kolonial Belanda, pasukannya menyebar ke
berbagai wilayah di Jawa. Salah satunya adalah kawasan Kulon Progo. Hal ini bisa dimaklumi karena
Diponegoro bertempur dan keluarga sebagian jenazahnya dimakamkan di Kulon Progo.
Salah satunya adalah Jatikusuma. Namanya konon diambil dari kebiasaannya bersemedi di
bagian tengah jati. Selain itu beliau juga dikenal sebagai Sultan Koneng. Lokasi pertapa sekarang
berada di daerah Kulur. Di tempat persembunyiannya setelah perang, dia diikuti oleh dua orang
istana: Jumput dan Salput. Setelah kematiannya, ia dimakamkan di Dondong bersama kedua
pembantunya.
Cerita lain tentang keberadaan tokoh yang dianggap masyarakat sebagai wali, yaitu Kiai Sair. Dia
tinggal di utara Pasar Dondong atau sekarang di utara rel kereta api. Ia dikatakan telah membangun
rumah tanpa atap, tetapi penghuninya tidak menghangatkan atau kehujanan. Selain itu, situs yang
sering ia gunakan untuk beribadah adalah legok batu besar yang menimbulkan bekas runduk di dahi,
tangan, dan lutut.
Suatu hari ada seseorang yang haus di dekat rumah Kiai Sair. Jadi dia berinisiatif untuk
minum. Ngomong-ngomong, banyak pohon kelapa tumbuh disekitarnya. Sebatang pohon kelapa
segera ditarik kepadanya dan buahnya dibawa untuk diberikan kepada orang yang haus. Beberapa dari
keanehan ini membuat masyarakat menganggapnya seorang waliyullah. Saat meninggal, ia
dimakamkan di dekat rumahnya, yang juga dekat rel kereta api. Karenanya, beberapa hari kemudian,
masyarakat berinisiatif untuk memindahkannya. Sekarang makamnya berada di belakang Masjid
Kedundang.
Beberapa dari cerita tersebut masih hidup dalam tradisi lisan masyarakat setempat. Pergaulan tokoh
dengan Pangeran Diponegoro dan tokoh wali dapat dimaknai sebagai bentuk kebanggaan sosial yang
berkaitan dengan budi pekerti yang besar.

2. Bahasa Rakyat Daerah Kalibawang


Bahasa rakyat merupakan bahasa yang digunakan sekumpulan masyarakat yang mempunyai
aturan dan norma yang sama dalam berkomunikasi. Bahasa rakyat ada beberapa bentuk dalam folklor
Indonesia. contohnya bodak adalah tempat nasi yang memiliki dasar berbentuk persegu dan bulat
pada luarnya,. ada lagi sengklek adalah bahasa untuk rasa nyeri di area leher. boyoken sama seperti
sengklek rasa nyeri di rasakan di pinggang. ada beberapa bahasa yang menggunakan bunyi yang
terdengar seperti gedubrak, ngear-ngeor , dan seterusnya.
3. Budaya Lisan
Kegiatan budaya asli masyarakat jawa yang berakulturasi dengan agama Islam yang bernama
“metokke” . Acara ini diadakan saat 10 suro, 15 sapar, 12 mulud, 15 ruwah dan 21 ruwah (kalender
jawa). Setiap diadakan kegiatan ini ada tujuan masing – masing untuk 10 suro adalah untuk kerem
seorang tokoh Islam, lalu 15 sapar untuk sukuran kekitren (pepohonan), 12 mulud untuk
memperingati maulid Nabi Muhammad, 15 dan 21 ruwah untuk mengirim leluhur setiap keluarga.
Kegiatan ini wujud rasya syukur umat manusia terhadap setiap apa yang diberikan Tuhan untuk kita.
Hal ini masih di jaga oleh warga Pantok Wetan Rt 04.
Setiap warga yang hendak mengikuti kegiatan biasanya membuat jangan kering ( bisa
kentang, krecek, tahu), nasi, pento, peyek,dan krupuk. Di bungkus daun pisang dan membawanya
menggunakan wakul dan di sunggi ( di taruh diatas kepala ). Sampai di tempat perkumpulan lalu
didoakan oleh sesepuh desa. Lalu, makanan yang dibuat oleh pemilik tempat perkumpulan biasanya
akan di bungkus lalu di bawa pulang setiap orang untuk dikepung(di makan bersama) di rumah.

Kegiatan ini berasal dari wujud syukur masyarakat terhadap apa yang diberikan oleh Allah.
Setiap kegiatan ini diadakan pasti memiliki tujuan   bersyukur  dan memperingati hari besar.  untuk
penyampaiannya menggunakan  lisan baik itu mengenai waktu ataupun kegiatannya.  saran dan pesan
saya semoga kegiatan ini bisa dilestarikan oleh generasi muda.  karena selain melatih rasa gotong
royong juga wujud dari rasa bersyukur atas apa yang diberikan oleh Allah.

Anda mungkin juga menyukai