Anda di halaman 1dari 8

Nama :Bobbi Muhammad Adam

Nim :1912030074

Kelompok : IX (sembilan)

Smt/Jur : II/Manajemen Dakwah

Hari/Tgl :Kamis, 30 April 2020

Dosen :Drs. Syamsuar Syam, M.Ag

Pepatah Minangkabau

1. Alang tukang binaso kayu, alang cadiak binaso Adat, alang arih
binaso tubuah.Alat baaluah jo bapatuik makanan banang siku-siku,
kato nan bana tak baturuik ingiran bathin nan baliku.

Seseorang yang tidak mau dibawa kejalan yang benar menandakan


mentalnya telah rusak.

2. Alah bauriah bak sipasin, kok bakiek alah bajajak, habih tahun
baganti musim sandi Adat jangan dianjak.

Walaupun tahun silih berganti musim selalu beredar, tetapi


pegangan hidup jangan dilepas.
Nama :Bobbi Muhammad Adam

Nim :1912030074

Kelompok : IX (sembilan)

Smt/Jur : II/Manajemen Dakwah

Hari/Tgl :Kamis, 30 April 2020

Dosen :Drs. Syamsuar Syam, M.Ag

Rangkuman Islam dan Budaya Minangkabau


(Surau, Lapau, Medan Nan Bapaneh, Balai)

A. Surau
Di beberapa daerah di Sumatra dan Semenanjung Malaya, surau
merujuk pada bangunan tempat ibadah umat Islam. Fungsinya hampir
sama dengan masjid yakni sebagai pusat kegiatan keagamaan masyarakat
dan pendidikan dasar keislaman. Akan tetapi, karena bangunannya relatif
lebih kecil dari masjid, surau biasanya tidak digunakan untuk pelaksanaan
salat Jumat dan salat Ied. Di Minangkabau, surau kebanyakan lebih
dikhususkan sebagai lembaga pendidikan dikarenakan letaknya yang
berdampingan dengan masjid.
Istilah surau sudah dikenal di Minangkabau jauh sebelum
kedatangan Islam. A.A. Navis menggambarkan, surau merupakan tempat
berkumpulnya anak laki-laki yang sudah akil baligh untuk tidur di malam
hari serta menekuni bermacam ilmu dan keterampilan. Fungsi ini tidak
berubah setelah kedatangan Islam, tetapi diperluas menjadi tempat ibadah
dan penyebaran ilmu keislaman. Menurut cendekiawan Islam Azyumardi
Azra, kedudukan surau di Minangkabau serupa dengan pesantren di Jawa.
Namun, setelah kemerdekaan eksistensi surau di Minangkabau berangsur
surut karena lembaga pendidikan Islam di Indonesia harus tunduk pada
aturan pemerintah.
Ada beberpa fungsi surau yaitu:
1. Tempat beribadah
Sebagaimana tempat ibadah lainnya, surau juga sebagai
tempat beribadah umat Islam pada umumnya. Seperti sholat,
belajar al-quran, dan berbagai ibadah lainnya.
2. Wirid adat
Wirid adat adalah pertemuan para pemuka adat suatu kaum.
Di surau, mereka akan membahas tentang adat, agama, masalah
yang terjadi dalam kaum, dan lain sebagainya.
3. Bermusyawarah kaum sesuku
Dalam bermusyawarah, biasanya membicarakan tentang
adat nan taradat dan adat istiadat, bagaimana langkah selanjutnya
untuk membangun dan mensejahterakan kaum sesuku. Dalam
bermusyawarah akan saling mengeluarkan pendapat, masukan atau
saran, dan aspirasi masing-masing. Selain itu, surau juga dijadikan
sebagai sarana untuk mengumunmkan hasil musyawarah atau
keputusan kepada masyarakat.
4. Tempat ‘tinggal’ pemuda
Maksudnya bukan tempat tinggal sebagaimana layaknya
rumah, tapi para pemuda Minangkabau tidur di surau, sedangkan
untuk kehidupan sehari-hari mereka tetap tinggal dirumahnya. Di
zaman dahulu, para pemuda Minangkabau setelah mereka belajar
al-quran di surau, maka mereka akan langsung tidur di surau itu.
Namun, di zaman sekarang mungkin sedikit atau tidak ada pemuda
yang masih tidur di surau

B. Balai
Bagi orang Minangkabau kata “balai” merupakan homonim
yaitu kata yang mengandung arti lebih dari satu. Balai diartikan juga
sebagai pasar. Sebagai contoh orang pergi ke balai artinya ke pasar. Tetapi
yang kita maksud dengan balai disini, adalah balai adat tempat
bersidangnya Penghulu-Penghulu atau pemangku adat untuk
membicarakan urusan pemerintahan nagari, menyelesaikan dan
menyidangkan perkara dll.
M. Rasyid Manggis Dt. Rajo Penghulu membedakan balai atas dua
bahagian yaitu Medan Nan Bapaneh dan Medan Nan Balinduang. Dalam
Medan Nan Bapaneh pengertian balai adalah suatu “Padang” atau
tempat yang lapang dipelihara dengan baik. Sekelilingnya atau tempat
tertentu diberi batu tempat duduk. Batu ini disusun sedemikian rupa
sehingga memenuhi kebutuhan tempat sidang. Adakalanya pada masa
dahulu ditanam pohon beringin agar tempat sidang itu menjadi sejuk.
Dalam Medan Nan balinduang pengertian balai adalah sebuah bangunan
khusus untuk rapat-rapat para penghulu dalam membicarakan berbagai
masalah seperti dalam Medan Nan Bapaneh. Jadi pengertian “Medan”
disini sama dengan “balai” yaitu suatu tempat untuk membicarakan
masalah adat.
Sebagaimana diketahui balai adat dan mesjid merupakan syarat
sebuah nagari pada masa dahulu, keduanya didirikan saling berdekatan
yang terletak ditengah-tengah nagari. Hal ini sebagai perlamban bahwa
adat dan syarak saling isi mengisi sebagaimana yang dikatakan adat
bersendi syarak, syarak bersendi kitabullah. Betapa besarnya cita-cita
orang Minangkabau pada masa dahulu untuk mewujudkan adat dan syarak
selalu berdampingan dalam diri orang Minangkabau terlihat dari Talibun
adatnya yang mengatakan :
Si muncak mati tarambau
Ka ladang mambaok ladiang
Luko pao kaduonyo
Adat jo Syarak di Minangkabau
Sarupo aue jo tabiang
Sanda basanda kaduonyo Si muncak mati terambau
Ke ladang membawa lading
Luka paha keduanya
Adat dengan Syarak di Minangkabau
Seperti aur dengan tebing
Sandar bersandar keduanya

Balai adat yang dikatakan Medan Nan Balinduang hanya ada


sebuah ditiap nagari, lain halnya dengan Medan nan bapaneh. Balai adat
atau balairung adalah lambang persatuan dan kesatuan serta musyawarah
dan mufakat, sebagaimana dikatakan bulek aia ka pambuluah, bulek kato
ka mufakat.

C. Lapau
Bagi masyarakat Minangkabau pada umumnya, lapau merupakan
sebuah lembaga nonformal dan wadah membangun suatu interaksi,
bersosialisasi, bertukar informasi dan berdiskusi dengan sesama
masyarakat kampung.
Kemajuan teknologi itu juga memiliki dampak negatif bagi para
penggunanya, mereka menjadi lebih tertutup karena terlalu asyik
mengotak-atik gadget dan tidak terlalu peduli dengan lingkungan sekitar.
Lain halnya dengan kaum laki-laki, baik tua maupun muda
Sumatera Barat (Sumbar) selain menggunakan gadget, mereka mempunyai
cara tersendiri untuk bersosialisasi yaitunya duduak di lapau, (Duduk di
warung Kopi).
lapau merupakan tempat yang wajib didatangi kaum laki-laki
datangi. Tidak sulit mencari keberadaan lapau, disetiap nagari mempunyai
lapau masing-masing, bahkan jumlahnya lebih dari dua kepal tangan.
Bahkan ada pameo yang berkembang; jika laki-laki Minang tidak
ke lapau akan dibilang kuper atau tidak bermasyarakat. Atau ada juga
guyonan yang mengatakan kalau ingin jadi Anggota Dewan,
perbanyaklah datang ke lapau.
Berikut fungsi lapau bagi laki-laki di Sumatera barat :
1. Tempat Pelepas Lelah Tetelah Seharian Bekerja
Tidak lain tidak bukan, lapau tempat untuk minum kopi.
Bagi laki-laki di Sumbar setelah memilih tempat duduk, biasanya
mereka langsung memesan kopi, teh juga ragam minuman
tradisional lainnya, katakanlah itu teh talua. Tetapi akan dirasa
janggal bila usia muda atau belum menikah memesan minuman
yang satu ini, pasalnya minuman ini sudah diidentikan dengan
minuman pria dewasa.
2. lapau merupakan tempat menjalin silaturahmi
Kebiasaan duduk di lapau sudah mendarah daging sehingga
lapau dijadikan tempat perkumpulan yang staregis untuk pemuda,
rang sumando, mamak rumah dan lainnya. Dari cara bagaimana
orang duduk di lapau dan tatapannya, pengunjung sudah tahu ada
keretakan hubungan antar sesama pengunjung lapau.
3.Tempat Bertukar Informasi Dan Berdiskusi Segala Hal.
Jika TVOne punya Indonesia Lawyer Club untuk ajang
diskusi suatu masalah, maka laki-laki minang punya lapau sebagai
tempat berdiskusi. Hal ini dikenal dengan sebutan “Ota Lapau”.
Atau juga sering disebut rapek mancik (Diskusi tikus).
Pembicaraan di lapau bisanya membahas seluruh aspek baik dari
politik, adat, agama, sosial masyarakat, peristiwa yang dialami
sehari-hari sampai ajang bergosip ala laki-laki.
4. Tempat Mencari Pekerjaan
Salah satu fungsi lapau yang tidak kalah penting bagi laki-
laki Minangkabau adalah tempat mencari partner kerja atau
melamar pekerjaan. Karena mengunjungi lapau sudah menjadi
rutinitas setiap malam, sehingga masyarakat sudah bisa
memprediksi di mana keberadaan orang yang akan dicari,
walaupun sudah mendatangi rumahnya pasti jawaban istri atau
anak “abak pergi ke lapau”(bapak pergi ke lapau).
D. Medan nan bapaneh
Medan Nan Bapaneh adalah lokasi tempat rapat orang-orang dulu
di ranah minang, Medan Nan Bapaneh tidak selalu di berada dalam
ruangan ada juga diluar ruangan dan biasanya tempat duduknya terbuat
dari batu.
Dahulunya Medan Nan Bapaneh ini sangat lah penting bagi
masyarakat Minang karena lewat medan nan bapaneh ini mereka bisa
memutuskan suatu masalah dan menyelesaikannya dengan cara mufakat.
Semoga Medan Nan Bapaneh Ini tidak hilang di makan oleh waktu.
Bentuk medan nan bapaneh sangat sederhana yaitu suatu
kombinasi antara areal diskusi yang cirikan dari batu-batu kali yang
disusun untuk seperti meja dan kursi. Masing-masing pemimpin dalam
kaum akan duduk atau menempati susun batu sebagai perwakilan dari
kaum atau sukunya. Perwakilan suara dari masyarakat sudah diberikan
kepercayaan mutlak dan konstituennya mempercayainya. Sistem
perwakilan yang terjadi bukan berdasarkan kedekatan, pertalian darah,
pangkat dan kedudukan tetapi berdasarkan kriteria yang sudah diamati dari
kecil. Bentuk kriteria-kriteria itu bisa kita lihat dari tutur kata, etika,
intelektual dan filantropi (kedermawanan sosial) dari masing-masing
individu yang mewakili kelompok atau golongannya. Bukan kekayaan,
jabatan dan gelar akademik yang menjadi rujukan dalam menentukan
perwakilan di medan nan bapaneh. Para konstituennya percaya dengan
sifat dari perwakilan mereka sehingga keterwakilan tidak mempunyai
cacat dalam setiap mewakili aspirasi kaum atau sukunya. Sekarang kita
lihat perwakilan masyarakat sudah memiliki jabatan yang tinggi, kekayaan
yang berlimpah ruah dan pendidikan akademis yang paripurna tetapi
karisma dan wibawanya tidak kelihatan.

Anda mungkin juga menyukai