Anda di halaman 1dari 5

Assalamualaikum pak , saya Bobbi Muhammad Adam 1912030074, maaf menggangu

waktunya pak saya ingin mengumpulkan tugas tentang topik PERNIKAHAN :

1. Apa saja kriteria Nikah wajib, Sunnah, mubah, makruh, haram?

a. Wajib

Hukum nikah menjadi wajib bila seseorang telah mampu, baik secara fisik maupun
finansial. Sedangkan, bila ia tidak segera menikah dikhawatirkan berbuat zina.

b. Sunnah

Dasar hukum nikah menjadi sunnah bila seseorang menginginkan sekali punya anak dan
tak mampu mengendalikan diri dari berbuat zina.

c. Makruh

Selanjutnya, hukum nikah makruh. Hal itu terjadi bila seseorang akan menikah tetapi
tidak berniat memiliki anak, juga ia mampu menahan diri dari berbuat zina. Padahal,
apabila ia menikah ibadah sunnahnya akan terlantar.

d. Mubah

Seseorang yang hendak menikah tetapi mampu menahan nafsunya dari berbuat zina,
maka hukum nikahnya adalah mubah. Sementara, ia belum berniat memiliki anak dan
seandainya ia menikah ibadah sunnahnya tidak sampai terlantar.

e. Haram

Hukum nikah menjadi haram apabila ia menikah justru akan merugikan istrinya, karena
ia tidak mampu memberi nafkah lahir dan batin. Atau, jika menikah, ia akan mencari
mata pencaharian yang diharamkan oleh Allah padahal sebenarnya ia sudah berniat
menikah dan mampu menahan nafsu dari zina.

2. Tanggapan saya dalam hal pernikahan dini?

Pernikahan dini merupakan pernikahan yang dilakukan sebelum anak berusia 18 tahun.
Selain memunculkan risiko kesehatan bagi perempuan, pernikahan dini juga berpotensi
memicu munculnya kekerasan seksual dan pelanggaran hak asasi manusia.

alasan pernikahan dini sebaiknya Tidak terjadi, di antaranya:

a.Risiko penyakit seksual meningkat

Di dalam sebuah pernikahan, pasti terjadi hubungan seksual. Sedangkan


hubungan seksual yang dilakukan oleh seseorang di bawah usia 18 tahun akan cenderung
lebih berisiko terkena penyakit menular seksual, seperti HIV. Begitu Hal ini karena
pengetahuan tentang seks yang sehat dan aman masih minim.

b.Risiko kekerasan seksual meningkat

Studi menunjukkan bahwa dibandingkan dengan wanita yang menikah pada usia
dewasa, perempuan yang menikah pada usia di bawah 18 tahun lebih cenderung
mengalami kekerasan dari pasangannya. Alasannya karena pada usia ini, ditambah
dengan kurangnya pengetahuan dan pendidikan, seorang perempuan di usia muda akan
lebih sulit dan cenderung tidak berdaya menolak hubungan seks.

Meski awalnya pernikahan dini dimaksudkan untuk melindungi diri


dari kekerasan seksual, kenyataan yang terjadi justru sebaliknya. Risiko kekerasan
semakin tinggi, terutama jika jarak usia antara suami dan istri semakin jauh.

c. Risiko pada kehamilan meningkat

Kehamilan di usia dini bukanlah hal yang mudah dan cenderung lebih berisiko.
Deretan risiko yang mungkin terjadi pun tidak main-main dan bisa membahayakan bagi
ibu maupun janin. Pada janin, risiko yang mungkin terjadi adalah bayi terlahir
prematur dan berat badan lahir yang rendah. Bayi juga bisa mengalami masalah pada
tumbuh kembang karena berisiko lebih tinggi mengalami gangguan sejak lahir, ditambah
kurangnya pengetahuan orang tua dalam merawatnya.

Sedangkan ibu yang masih remaja juga lebih berisiko mengalami anemia
dan preeklamsia. Kondisi inilah yang akan memengaruhi kondisi perkembangan janin.
Jika preeklamsia sudah menjadi eklamsia, kondisi ini akan membahayakan ibu dan janin
bahkan dapat mengakibatkan kematian.

d.Risiko mengalami masalah psikologis

Tidak hanya dampak fisik, gangguan mental dan psikologis juga berisiko lebih
tinggi terjadi pada wanita yang menikah di usia remaja. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa semakin muda usia wanita saat menikah, maka semakin tinggi
risikonya terkena gangguan mental, seperti gangguan kecemasan, gangguan mood,
dan depresi, di kemudian hari.

e.Risiko memiliki tingkat sosial dan ekonomi yang rendah

Tidak hanya dari segi kesehatan, pernikahan dini juga bisa dikatakan merampas
hak masa remaja perempuan itu sendiri. Di mana pada masa itu seharusnya dipenuhi oleh
bermain dan belajar untuk mencapai masa depan dan kemampuan finansial yang lebih
baik. Namun kesempatan ini justru ditukar dengan beban pernikahan dan mengurus anak.
Sebagian dari mereka yang menjalani pernikahan dini cenderung putus sekolah, karena
mau tidak mau harus memenuhi tanggung jawabnya setelah menikah. Begitu juga dengan
remaja pria yang secara psikologis belum siap menanggung nafkah dan berperan sebagai
suami dan ayah.

f.Dari segi pendidikan : 

kita tahu, seseorang yang melakukan pernikahan terutama pada usia yang masih
muda, tentu akan membawa berbagai dampak, terutama dalam dunia pendidikan. Dapat
diambil contoh, jika seseorang yang melangsungkan pernikahan ketika baru lulus SMP
atau SMA, tentu keinginannya untuk melanjutkan sekolah lagi atau menempuh
pendidikan yang lebih tinggi tidak akan tercapai. Hal tersebut dapat terjadi kerena
motivasi belajar yang dimiliki seseorang tersebut akan mulai mengendur karena
banyaknya tugas yang harus mereka lakukan setelah menikah. 

3.kenapa lembaga pernikahan saat ini tidak di anggap penting, faktanya angka
perceraian semakin tinggi?

Lembaga perkawinan yang sesungguhnya sakral dalam perspektif agama, saat ini
semakin kehilangan roh dan esensinya.Sepertinya kita harus mengubah persepsi tahun-
tahun pernikahan sebagai masa paling dalam berkeluarga. Nyatanya, ada tren --jangan
diikuti-- kalau angka perceraian di Indonesia itu tertinggi pada usia perkawinan di bawah
lima tahun.

Merujuk data Badan Peradilan Agama (Badilag) Mahkamah Agung, tingkat


perceraian keluarga Indonesia dari waktu ke waktu memang semakin meningkat. Pasca
reformasi politik di Indonesia tahun 1998, tingkat perceraian keluarga Indonesia terus
mengalami peningkatan. Data tahun 2016 misalnya, angka perceraian mencapai 19,9%
dari 1,8 juta peristiwa. Sementara data 2017, angkanya mencapai 18,8% dari 1,9 juta
peristiwa.Jika merujuk data 2017, maka ada lebih 357 ribu pasang keluarga yang bercerai
tahun itu. Jumlah yang tidak bisa terbilang sedikit. Apalagi terpapar bukti, perceraian
terjadi lebih banyak pada usia perkawinan di bawah 5 tahun. Kebanyakan kasus
perceraian dilakukan oleh pasangan yang berusia di bawah 35 tahun. Selain itu,
meningkatnya jumlah pernikahan muda selama sepuluh tahun terakhir berbanding lurus
dengan meningkatnya angka perceraian.

Tak heran bila terjadi pergeseran luar biasa terkait substansi dan kesakralan
perkawinan yang dianut semua agama. sebagian generasi saat ini menganggap perceraian
itu, bukan semata karena ketidakcocokan antara suami istri, tetapi karena sesuatu yang
bisa direncanakan.

"Karena mereka sebelum nikah, sudah saling bersepakat, antara pasangan laik-
laki dan perempuan, kalau kita nikah dua tahun saja, atau tiga tahun saja, setelah itu kita
cerai.
Dulu kala, pernikahan adalah peristiwa sangat sakral. Dan ini berlaku buat agama
manapun. Saat dua orang melakukan perjanjian atas nama Tuhan. Tapi yang terjadi
sekarang, justru terjadi pergeseran nilai. Terjadi degradasi atau penurunan pemaknaan
pernikahan itu.

4. Peran orang tua dalam membekali anaknya sebelum menikah?

salah satu tugas keluarga yang membekali anak-anak agar sukses membina rumah
tangga kelak. Hal ini penting karena pernikahan merupakan masa depan mereka dan
salah satu bagian dari hidup yang harus dijalani.Untuk itu, harus ada yang mengerti
tentang sedini dan mencontohkan tentang bagaimana bisa membina rumah tangga yang
sehat.

Berikut adalah hal yang dapat dilakukan pada anak. Membuat anak-anak ingin
menikah Ketidakharmonisan rumah tangga membuat anak trauma dan tidak ingin
menikah. Hal ini jangan sampai terjadi. Orangtua harus menunjukkan rumah tangga yang
sehat dan harmonis agar menjadi contoh bagi anak. Buat hubungan anak akur dengan
saudaranya. Hal ini mungkin tampak tak ada yang dibatalkan, tetapi rupanya sangat
membantah. Hubungan antar saudara di masa kecil mencerminkan banyak aspek dari
suami-istri di masa dewasa. Yaitu, Berbagi ruang, Berbagi tanggung jawab dan cinta.
Bantu anak memilih teman dekat Teman memberi arti besar bagi anak, tak peduli berapa
usia mereka.

Oleh sebab itu, bantu anak memilih teman yang memiliki karakter baik dan
potensi dalam membawa pengaruh positif. Ajari anak tentang persiapan sebelum menikah
Persiapan sebelum menikah tidak perlu menunggu anak sudah dewasa dan sudah punya
kekasih. Ajari anak tentang persetujuan, pengertian, kasih sayang, tanggung jawab sejak
ini. Sebab, hal ini akan menjadi bekal utama membangun rumah tangga. Dan orang tua
memberikan nasehat kepada anaknya dalam hal membangun keluarga yang lebih
harmonis dengan memberikan pengetahuan agama bagaimana cara berkeluarga yang baik
sesuai ajaran agama Islam.

5. Pendapat saya tentang poligami?

Saya setuju, apabila seorang laki-laki tersebut berlaku adil.

Dalam hukum islam, poligami dipandang sebagai proses kepemimpinan laki-laki


atau suami dalam rumah tangganya. Apabila seorang suami yang poligami tidak mampu
melaksanakan prinsip keadilan dalam rumah tangga, ia tidak mungkin dapat
melaksanakan keadilan jika menjadi pemimpin pada masyarakat. Sebagaimana jika
seorang suami sewenang-wenang kepada istri-istrinya, sebagai pemimpin akan berbuat
kezaliman kepada rakyatnya.

Anda mungkin juga menyukai