SULUAH BENDANG
Peranan Ulama dan Imam Khatib Adat
Tali Tigo Sapilin, Tungku Tigo Sajarangan
PERAN DAKWAH DI DALAM MEMBANGUN
NAGARI
Kembali Ke Surau Membina
Membina Akhlak Umat
H. Mas’oed Abidin 1
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
1
Orang Minang menyebut tempat dilangsungkannya pendidikan
agama dengan “surau (madrasah)” pada masa dulu tidak
dilazimkan memakai kata “pondok pesantren” seperti sekarang, di
antaranya Sumatra Thawalib di Parabek, di Padang Panjang (surau
Jembatan Besi), di Batusangkar (Surau Simabur) di Lambah Sianok
(Surau Inyiak Syekh Abdul Mu’in) dan lulusan surau (madrasah)
umumnya berkiprah di kampung halaman setelah selesai menuntut
ilmu, dengan mendirikan pula Surau Nagari bersama-sama dengan
masyarakat, memulai dari akar rumput, dan mengawali langkah dari
surau.
2
Borderless
2 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
4 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
4
Kalau sudah syarak (ketentuan agama) yang mengata
(menetapkan), Hutang di adat melaksanakannya. Artinya, apa yang
telah ditetapkan oleh syarak, maka itulah yang akan dilaksanakan
oleh adat. Dengan kata lain, istiadat anak nagari sejalan dengan
ketentuan syarak. Atau, yang dilarang oleh syarak sangat ditentang
oleh adat.
5
Kalau dibincang masa dahulu. Yang (terjadi) bagai tukang (pintar)
yang tidak pernah membuang kayu. Manusia beruntuk (memiliki
H. Mas’oed Abidin 7
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
nagari selalu berhati-hati, Tapi pihak di katu (wakatu) iko kini, Lai
juo nan baitu, Tagah dek sulik malakukannyo. Sabab baa dek baitu,
Lai ba untuak indak ba tariak, Lai ba baban indak ba bao. 7 Maknanya
adalah pekerjaan kepemimpinan di tengah anak kemenakan di
nagari-nagari hilang, lantaran tidak berfungsinya ninik mamak
dan suluah bendang. Konsekwensinya, harus segera re-
fungsionalisasi dan re-posisi pemimpin umat di nagari-nagari di
Minangkabau. Keadaan ini dapat terjadi karena, Tagah dek
sakalai aie gadang, Sakali tapian baraliah, Cupak di alieh dek
urang manggaleh, Jalan di alieh dek urang lalu.8
Ketidak hati-hatian di dalam menjaga akhlak anak
nagari akan menjadikan anak nagari berubah dengan
membiasakan pekerjaan yang selama ini dibenci.
Padahal, selama ini masyarakat adat di Minangkabau
sudah lama membenci sepuluh perangai tercela yang
disebut dengan Rabuik-rempeh, Sia-baka, Dagua-daga,
Sabuang-judi, Arak-tuak, Candu-Madaik sebagai undang nan
sapuluah yang mesti di lawan oleh seluruh lini kehidupan
di Minangkabau. Betapapun keperluan materi telah dapat
dipenuhi, hidup senantiasa hambar dan gersang apabila
keperluan immateri (ruhani) tidak terpenuhi. Dari sisi ini
kita melihat, bahwa manusia tanpa agama sama saja
dengan makhluk yang bukan manusia.
Agama, atau yang disebut syarak itu mengajarkan
akidah yang kokoh, percaya kepada Allah dan hari akhirat.
Serta diajarkan pula akhlak yang mulia. Fatwa adat
menyebutkan, Dek ribuik rabahlah padi, di cupak Datuak
7
Tapi di pihak waktu kini, Ada juga aturan seperti itu. Cuma sulit
melakukannya. Karena derasnya perubahan suasana dan kondisi
umat. Kenapa begitu ? Ada beruntuk tidak bertarik, (artinya, tugas
tidak dilaksanakan). Ada berbeban tidak di bawa (artinya beban
tidak dipikul).
8
Karena sekali air besar, sekali pula tepian berubah (beranjak).
Cupak di ganti oleh orang pedagang (manggaleh), dan jalan di
alih oleh orang yang lewat.
H. Mas’oed Abidin 9
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
9
Karena angin rebahlah padi, di cupak (ukuran, gantang) Datuk
Temenggung. Hidup kalau tidak berbudi, duduk tegak kemari
canggung. Hancur buah (pepaya) karena parasit (mandalu), tumbguh
serumpun di tepi tebat. Kalau hilang rasa dan malu, bagai umpama
kayu longgar pengikat (mudah terserak kemana-mana). Kuat rumah
karena sendi, rusak sendi rumah binasa. Kuat bangsa karena budi
(akhlak), rusak budi hancurlah bangsa.
10 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 11
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
10
Pepatah adalah pribahasa yang mengandung ajaran, lihat Kamus
Bahasa Indonesia 1998, disusun Drs. John Surjadi Hartanto,
Penerbit INDAH, Surabaya, Januari 1998 hal 255.
11
Kuriak=rintik-rintik, kundi=biji saga. Arti peribahasa ini adalah
“tiada yang lebih baik dari budi bahasa”, lihat Anas Nafis,
Peribahasa Minangkabau/ dikumpulkan dan diolah oleh Anas
Nafis, -Jakarta, Intermasa, 1996, kerjasama dengan YDIKM,
hal.47.
12 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 13
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
14 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
12
Syakhshiyyah mempunyai tiga ciri utama. Pertama ialah
keunikan dengan maksud tersendiri. Kedua, kemampuan untuk
berubah dan diubah; sebagai hasil pembelajaran dan pengalaman.
Ketiga ialah organisasi. Syakhshiyyah tidak sekadar himpunan
tingkahlaku akan tetapi melibatkan corak tindakan dalam
operasional keseharian yang bersifat konsisten.
13
G.W Allport, ”Pattern and Growth in Personality”,
mendifinisikan syakhshiyyah sebagai organisasi dinamik sesuatu
sistem psikofisikal di dalam diri seorang individu yang
menentukan tingkah laku dan fikirannya yang khusus, merangkumi
segala unsur-unsur psikologi seperti tabiat, sikap, nilai,
kepercayaan dan emosi, bersama dengan unsur-unsur fisik, bentuk
tubuh badan, urat saraf, kelenjar, wajah dan gerak gerik seseorang (
Mok Soon Sang, 1994:1).
H. Mas’oed Abidin 15
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
14
TV, radio dan internet, misalnya, adalah satu contoh yang
mutakhir dalam usaha mengatasi halangan dan dan rintangan
global. Prasarana teknologi ini jika mampu dikuasai dengan baik
dan sumpurna akan memungkinkan kita menyampaikan maklumat
alternatif kepada masyarakat dengan lebih efektif dan bersifat
global pula.
16 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 17
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
H. Mas’oed Abidin 19
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
20 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
16
HR. Mutafaq’alaihi dari Mu’awiyah.
H. Mas’oed Abidin 21
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
H. Mas’oed Abidin 23
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
18
HR.Muslim, Ahmad, Tirmidzi, Nasa’I, dan Ibnu Majah dari Jarir
(Shahih al Jami’ ash Shaghir : 6305)
24 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 25
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
19
Al Ihsan : 3377 dan al Muntaqa min at Targhib : 1805.
20
Ibid. Al Ihsan
H. Mas’oed Abidin 27
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
21
HR.Ahmad dan Imam Bukhari dalam al-Adab al-Mufrad dari
Anas RA. Albani meletakkan hadist ini di dalam Shahih al Jami’
ash-Shaghir (1424).
28 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 29
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
30 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 31
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
22
Selama 21 tahun, telah terjadi banyak perubahan, dan kita tidak
boleh berbeda terutama terhadap sistim pemerintahan local yang
khas -- Nagari di Minangkabau – menjadi segaram, dengan
diberlakukannya UU No.5 tahun 1979, dan Perda No.9/2000 untuk
Kembali Ke Pemerintahan Nagari, sebenarnya mesti di sikapi
sebagai peluang besar untuk melakukan pemerkasaan terhadap
umat dan masyarakat di Nagari di Minangkabau (Tanah
Semenanjung).
32 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
23
Rumah gadang (= rumah besar) tempat tinggal anak kemenakan di
Minangkabau, ibarat gajah maharam (=gajah duduk) dan lumbung
padi berjejer di halamannya. Rangkiang (=lumbung padi yang
bergonjong) tempat menyimpan hasil panenan anak nagari tujuh
sejajar (menggambarkan arti kemakmuran yang diperdapat karena
rajinnya anak nagari mengolah alam menjadi sawah penghasil
pertanian. Satu di antaranya bernama “si bayau-bayau” yang isinya
dipergunakan untuk membantu “anak dagang lalu”( para
pendatang, penuntut ilmu yang lewat di nagari itu). Satu kaedah
bermakna lebih dalam yaitu perhatian terhadap orang datang
(asing) dan tidak semata bertumpu kepada putra asli di nagari itu.
Salah satu lagi dari rangkiang itu bernama “si tinjau laut” yang
isinya di peruntukkan bagi keperluan anak kemenakan yang
mengharapkan bantuan dan pertolongan. Inilah sesungguhnya inti
dari semua persiapan (hasil) yang diperoleh satu keluarga
Minangkabau didalam satu tatanan banagari. Ada idea bahwa
kepentingan bersama berada pada tingkat paling utama dibanding
kepentingan sendiri. Maka dapat di maknai bahwa individualistic
sangat tidak diminati dalam tatanan masyarakat adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah itu.
24
Jika hendak berbersih (manjilih) tentulah dengan tersedianya air
yang cukup (di tapi aie), dan kalau hendak merdeka di dalam
menentukan sikap dan leluasa berbuat kebaikan (mardeso) maka
syaratnya adalah tatkala perut masyarakat anak nagari dalam
keadaan kenyang (kemakmuran terjamin). Apabila anak nagari
kelaparan, kemakmuran tidak bisa diciptakan, maka ada harapan
anak nagari akan di kuasai oleh kekuatan asing dari luar.
H. Mas’oed Abidin 33
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
25
HR.Hakim, dan ia mensahihkannya menurut syarat Bukhari
Muslim dengan disetujui oleh Mundziri, al Munthaqa : 2089, dan
Dzahabi (4/306).
34 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
26
HR.Muslim, Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Ibnu Mas’ud RA,
(Shahih Jami’ Ash Shaghir : 1301)
27
QS.62, Al Jumu’ah : 10.
28
Lihat pula sinyal Kitabullah QS.4, An Nisak : 97
H. Mas’oed Abidin 35
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
29
HR. Imam Tirmidzi (2008), dan dia berkata hadist Hasan Gharib.
36 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
30
Ingat sebelum kena, hemat sebelum habis, dan kehati-hatian
terhadap keluarga yang di tingalkan di kampung dan lebih berhati-
hati lagi yang kan berjalan meninggalkan kampung halaman. Satu
nasehat yang menjadi bekal dari anak nagari yang akan merantau.
Bekal nasehat lebih utama dari bekalan materi yang menjadi
pendorong utama terpeliharanya sumber daya manusia
Minangkabau.
H. Mas’oed Abidin 37
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
33
HR.Thabrani di dalam al Ausath dan Abu Nu’aim dari Ibnu Sa’ad.
Albani menghasankan di dalam Shahih al Jami’ as-Shaghir.
H. Mas’oed Abidin 39
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
34
Penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninik mamak
nan gadang basa batuah, atau nan di amba gadang, nan di junjung
tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di lewakan.
35
Dapat juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal,
katib Nagari atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya
sebagai urang surau pemimpin agama Islam. Gelaran ini lebih
menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi
kehidupan masyarakat (anak Nagari).
36
Bisa saja terdiri dari anak Nagari yang menjabat jabatan
pemerintahan, para ilmuan, surau tinggi, hartawan, dermawan.
37
Para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan capek
kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo.
38
Kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan mereka terletak
garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku
hingga saat ini, lebih jelasnya di ungkap di dalam Pegangan
Penghulu, Bundo Kanduang di Minangkabau, adalah menjadi
“limpapeh rumah nan gadang,umbun puruak pegangan kunci,
pusek jalo kumpulan tali, sumarak dalam Nagari, nan gadang
basa batuah” (Idrus Hakimy, 1997 : 69 – 116)
40 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 41
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
39
Bukti kecintaan keNagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-
ungkapan pepatah hujan ameh dirantau urang hujang batu
diNagari awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo
mahiruik ambun.
42 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 43
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
44 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
KEMBALI KE SURAU
Umat Islam di Ranah Minangkabau di Sumatra
Barat sudah menjadikan surau sejak masa yang panjang
sebagai tempat pembinaan umat. Buktinya bertebaran
pada setiap Nagari , sampai kepelosok kampung, dusun
dan taratak.
Rajutan cita-cita luhur semestinya dicarikan
jawabannya sekarang ini. Wajib tampil terpadu dalam
gerak dan kesepakatan bersama menghidupkan surau.
Kembali ke Surau mesti dipahami dengan
mengembalikan suluah bendang berbasis di surau. Surau
menjadi cikal bakal tumbuhnya lembaga pendidikan di
Nagari dan kemudian dapat dikembangkan menjadi
madrasah.40
40
Orang Minang menyebut tempat dilangsungkannya pendidikan
agama dengan “surau (madrasah)”. Pada masa dulu tidak
dilazimkan memakai kata “pondok pesantren” seperti sekarang.
Adanya madrasah surau, di antaranya Sumatra Thawalib di
Parabek, di Padang Panjang (surau Jembatan Besi), di Batusangkar
(Surau Simabur) di Lambah Sianok (Surau Inyiak Syekh Abdul
Mu’in) dan juga Madrasah Diniyah Islamiyah yang lahir dari
surau dan kemudian seiring perkembangan zaman ditambah
dengan kepandaian putri yang terkenal sejak 1928. Para thalabah
lulusan surau (madrasah) umumnya berkiprah di kampung
halaman setelah selesai menuntut ilmu, dengan mendirikan pula
Sekolah-sekolah agama, bersama-sama dengan masyarakat,
memulainya dari akar rumput, dan mengawali langkahnya dari
H. Mas’oed Abidin 45
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
44
Balabeh dalam istilah Minang arti sebenarnya adalah kayu
penopang dan penahan pukulan, atau semacam perisai penjaga
badan. Sejarak maknawi adalah aturan-aturan dan ketentuan yang
telah ditetapkan sejak lama dan telah teruji kebenarannya di dalam
laku perbuatan anak nagari. Putuih gayuang dek balabeh, putuih
kato dimulonya (putus gayung di belebas, putus kata di mulanya).
Artinya, apabila tumbuh silang sengketa, cara pengusutan harus
bermula dari asal mula penyebab perselisihan itu (kata mulanya,
komprehensif). Tidak boleh sepotong-sepotong yang mungkin
sekali berdampak kepada menguntungkan satu pihak saja.
48 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
MEMAKMURKAN SURAU
Memakmurkan surau (masjid) dalam masa ini
adalah menetapkan visi untuk menentukan program
pembinaan yang akan dilakukan di tengah anak Nagari.
Memakmurkan surau di Nagari akan mendukung
percepatan pembangunan di era otonomi daerah di Ranah
Minangkabau, Sumatra Barat ini. Antara lain, dengan cara ;
50 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 51
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
H. Mas’oed Abidin 53
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
45
Diperlukan watak-watak, yang ditunjukkan oleh penda'wah
pertama, Rasulullah SAW (Mohammad Natsir, Tausiyah 24 tahun
Dewan Da’wah, Media Da’wah, Jakarta 1992, Da'wah kita adalah
Da'wah Ila-Allah).
54 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
KHULASAH – KESIMPULAN
Visi Kembali ke Surau berkehendak kepada gerak
yang kontinyu, utuh dan terprogram. Hasilnya tidak
mungkin di raih dengan kerja sambilan, karena buah
yang di petik adalah sesuai dengan bibit yang di tanam,
sesuai natuur-wet (sunnatullah, = undang-undang alami).
Dalam langkah da'wah Ila-Allah, setiap muslim
berkewajiban menapak tugas tabligh (menyampaikan),
kemudian da’wah (mengajak/mengujudkan) kehidupan
agama yang mendunia (dinul-harakah al-alamiyyah).
Peran surau dalam menghidupkan adat basandi syara’
syara’ basandi Kitabullah menjadi tugas setiap insan anak
Nagari yang telah terikat dalam "umat da'wah" menurut
Kitabullah – yakni nilai-nilai Al-Qur'an -- (QS. Ali Imran, 3
: 104 ). Da'wah ini tidak akan berhenti dan akan
berkembang terus sesuai dengan variasi zaman yang
senantiasa berubah, namun tetap di bawah konsep mencari
ridha Allah.
Peran serta masyarakat yang di tuntut adalah ;
56 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
H. Mas’oed Abidin 57
ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH DI
MINANGKABAU
H. MAS’OED ABIDIN
bin H.Zainal Abidin bin Abdul Jabbar Imam Mudo
58 H. Mas’oed Abidin
SULUAH BENDANG
Web-site : http://www.masoedabidin.web.id
Mailgroup: http://abssbkranahnagaribundo@yahoogroups.com
e-mail : masoedabidin@mimbarminang.com
masoedabidin@yahoo.com
masoedabidin@hotmail.com
H. Mas’oed Abidin 59