Sebenarnya masyarakat Sumatra Barat harus bersyukur kepada Allah SWT yang menganugerahi rahmat besar dengan nilai tamaddun budaya Minangkabau. Filosofi budaya masyarakat Minangkabau terikat kuat dengan penghayatan Islam dan terbukti menjadi puncak kebudayaan masyarakat di Sumatra Barat. Peranan imam khatib suluah bendang (suluh benderang) di tengah nagari dan para pendidik sungguh satu pengabdian mulia dengan tugas sangat berat. Bertambah berat di kala kita berhadapan dengan fenomena keumatan yang mencemaskan di Nagari dalam arus perubahan global. Ketidakberdayaan Imam Khatib Adat menunjukkan model keteladanan yang baik, telah menjadi penghalang pencapaian hasil dan menjadi titik lemah penilaian umat terhadap keperibadian Imam Khatib Adat bersangkutan. Pepatah Arab menyebutkan: Jangan lakukan perbuatan yang anda tegah, Perbuatan demikian aibnya amatlah parah. Kemuliaan murabbi pendidik umat dipancarkan dari keikhlasan membentuk anak manusia menjadi generasi pintar berilmu yang mampu mengamalkan ilmunya. Generasi Minang semestinya berbudi luhur akhlakul karimah -dalam bertindak dan berbuat untuk kebaikan. Cakupannya yang lebih luas lagi adalah untuk menciptakan bahagia di dunia dan di akhirat dengan jalinan silaturahim dalam tatanan bermasyarakat. Firman Allah menyebutkan ; Dan carilah dari pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan. (QS.28, Al Qashash:77.) Umat Islam di Ranah Minangkabau di Sumatra Barat sudah menjadikan surau sejak masa yang panjang sebagai tempat pembinaan umat. Buktinya bertebaran pada setiap Nagari sampai kepelosok kampung, dusun dan taratak.