Anda di halaman 1dari 17

Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

IMPLEMENTASI ADAT BASANDI SYARAK, SYARAK BASANDI KITABULLAH


DI TENGAH MASYARAKAT MINANGKABAU
Oleh : H. Mas’oed Abidin

.
Pendahuluan
Prakarsa anak nagari di Ranah Minang dalam membina perilaku beradat, sangat
teguh dimulai dari upaya penyiapan sarana yang disebut surau dan buktinya bertebaran
pada setiap nagari, bahkan sampai kepelosok kampung, dusun dan taratak.

Perilaku akhlak anak nagari sangat erat kaitannya dengan pemahaman syarak,
Rarak kalikih dek mindalu, tumbuah sarumpun jo sikasek, Kok hilang raso jo malu, bak
kayu lungga pangabek, dan selanjutnya, Nak urang Koto Hilalang, nak lalu ka Pakan
Baso, malu jo sopan kalau lah hilang, habihlah raso jo pareso. Ungkapan ini menjadi
bukti aturan beradat di dalam Masyarakat Minangkabau, sejak lama.

Sesungguhnya mestilah dipahami bahwa pembinaan masyarakat dimulai dari akar


rumput, dari surau dan rumah tangga dan dari lingkungan masyarakat sendiri. Disini letak
kekuatan utama. Potensi masyarakat mesti di gerakkan terpadu untuk menghidupkan tata
masyarakat beradat itu. Karena tujuan mulia yang hendak dicapai adalah mencerdaskan
umat dengan terlebih dahulu menanamkan budi pekerti (akhlaq) sesuai adat bersendi syara’,
syara’ bersendi Kitabullah, syarak mangato adat memakai -, didorong hendak mengamalkan
Firman Allah:

H. Mas’oed Abidin 1
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

122 : .
“Tidak sepatutnya bagi orang Mukmin itu pergi semuanya kemedan perang. Mengapa
tidak pergi dari tiap-tiap golongan diantara mereka beberapa orang untuk memperdalam ilmu
pengetahuan mereka tentang agama (syariat, syarak) dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya (dengan cara-cara mengamalkannya pada setiap perilaku dan tindakan dengan
kehidupan beradat), apabila mereka telah kembali kepadanya – kekampung halamannya --,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.” (QS.IX, at Taubah, ayat 122).
Ketika pemerintah mulai membuka akses lebih besar ke dunia pendidikan Islam
(decade 1970-an) dengan rekonsiliasi dan penyesuaian-penyesuaian madrasah atau surau --
yang terletak di jantung masyarakat --, telah berakibat program masyarakat digiring
bergayut kepada pemerintah. Potensi masyarakat yang semula “berdiri diatas kaki sendiri“
melemah serta merta kemandirian masyarakat mulai berkurang dan disaat yang sama
gelombang penetrasi budaya dari luar sangat deras dan sulit membendungnya.

Memperkuat Umat Menghormati Perbedaan


Merosotnya peran kelembagaan adat dan syarak di Minangkabau banyak terkait
oleh kurangnya pemungsian surau menjadi lembaga pendidikan anak nagari dan
lemahnya pagar adat dalam kekerabatan masyarakat sehingga menjadi penyebab
hilangnya daya saing pemuka adat berperan membina anak nagari. Disini pokok
permasalahan yang amat perlu diamati.
Mendudukkan peran serta masyarakat memerlukan musyawarah dan mufakat.
Kekayaan sangat berharga yang tersimpan didalam adat salingka nagari mesti digerakkan
menjadi kekuatan dasar bagi membangun daerah dan negara. Perbedaan mesti dihormati.

H. Mas’oed Abidin 2
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Nabi Muhammad SAW memesankan pula, “Perbedaan di tengah-tengah umatku adalah


rahmat” (Al Hadist). Perubahan adalah satu undang-undang alami, “innaz-zaman qad
istadara”, -- zaman berubah masa berganti (Al Hadist) --. Kata hikmah di Minangkabau
menyebutkan bahwa perbedaan semestinya dihormati, “Pawang biduak nak rang Tiku,
Pandai mandayuang manalungkuik, Basilang kayu dalam tungku, Di sinan api mangko
hiduik”. Kitabullah yang menjadi landasan dari syarak mangato adat memakai, menjelaskan
tentang penghormatan terhadap perbedaan itu,

13 :
“Wahai manusia, sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berkabilah-kabilah (bangsa-bangsa)dan berpuak-puak
(suku-suku) supaya kamu saling kenal mengenal …”, (QS.49, al Hujurat : 13).

Tuntutan Zaman
Seiring perkembangan zaman, masyarakat memerlukan pendidikan berkualitas
(quality education)1 disamping itu adanya dorongan keras untuk memproduk SDM yang
dapat dibeli pasar tenaga kerja juga agar dapat diujudkan duduak samo randah tagak samo
tinggi dalam tata pergaulan masyarakat majemuk dan maju. Di awal abad 18, para ulama
dan ninikmamak di nagari-nagari telah menjadi penggagas dan pengasuh masyarakat dengan
perguruan surau yang memiliki jalinan hubungan kuat dengan masyarakat dalam satu
ikatan saling menguntungkan (symbiotic relationship).
Surau menjadi kekuatan (silent opposition) terhadap penjajahan dan penetrasi
budaya dari luar. Dari surau lahir respon pemimpin dan komunitas Minangkabau
menantang penjajahan budaya luar, sehingga umat kuat. Masyarakat Minangkabau sangat

1
Beberapa kalangan, terutama kalangan menengah berduit dan terpelajar yang mendasarkan
pengalaman di rantau orang, memerlukan membangun perguruan (madrasah) bukan asal-asalan dengan
kualitas seadanya, kesudahannya bangunan surau terbiarkan merana lapuk dan reot, dan akhirnya “robohlah
surau kami”, kata AA.Navis.

H. Mas’oed Abidin 3
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

akomodatif seiring pemahaman syariat dalam membentuk watak anak nagari dan kondisi
ini telah menjadi pendorong masyarakat lebih maju, sangat dinamis.

Menyikapi Perubahan Zaman


Perubahan cepat globalisasi sering menompangkan riak dengan gelombang
penetrasi budaya luar (asing).
Arus itu membawa akibat perilaku masyarakat, praktek pemerintahan, pengelolaan
wilayah dan asset, serta perkembangan norma dan adat istiadat di banyak nagari di ranah
Sumatra Barat terlalaikan. Perubahan perilaku lebih mengedepankan perebutan prestise
dan kelompok berbalut materialistis dan jalan sendiri (individualistik).
Akibatnya, kepentingan bersama dan masyarakat sering di abaikan. Menyikapi
perubahan sedemikian, acapkali idealisme kebudayaan Minangkabau menjadi sasaran cercaan.
Indikasinya sangat tampak pada setiap upaya pencapaian hasil kebersamaan (kolektif
bermasyarakat) menjadi kurang peduli di banding pencapaian hasil perorangan
(individual). Sebenarnya, nagari dalam daerah Minangkabau (Sumatra Barat) seakan
sebuah republik kecil. Memiliki sistim demokrasi murni, pemerintahan sendiri, asset
sendiri, wilayah sendiri, perangkat masyarakat sendiri, sumber penghasilan sendiri,
bahkan hukum dan norma-norma adat sendiri. Maka “Kembali ke Nagari“, menurut hemat
saya, semestinya harus lebih dititik beratkan kepada kembali banagari 2 dalam makna
kebersamaan itu.

Memahami Syarak Mangato Adat Memakai


Masyarakat adat bersendi syariat dan syariat yang bersendikan Kitabullah,
semestinya memahami bahwa kaedah-kaedah adat dipertajam makna dan fungsinya oleh
kuatnya peran syariat. Pelajaran-pelajaran sesuai syara’ itu, antara lain dapat
diketengahkan,

1. Mengutamakan prinsip hidup berkeseimbangan


Ni’mat Allah, sangat banyak.

18 :

2
Selama 21 tahun, telah terjadi banyak perubahan, dan kita tidak boleh berbeda terutama terhadap
sistim pemerintahan local yang khas -- Nagari di Minangkabau – menjadi segaram, dengan diberlakukannya
UU No.5 tahun 1979, dan Perda No.9/2000 untuk Kembali Ke Pemerintahan Nagari, sebenarnya mesti di
sikapi sebagai peluang besar untuk melakukan pemerkasaan terhadap umat dan masyarakat di nagari di
Minangkabau (Sumatra Barat).

H. Mas’oed Abidin 4
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

“Dan jika kamu menghitung-hitung ni’mat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan
jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi maha Penyayang” (QS.16,
An Nahl : 18).
Hukum Syara’ menghendaki keseimbangan hidup rohani dan jasmani ;
"Sesungguhnya jiwamu (rohani-mu) berhak atas kamu (supaya kamu pelihara) dan badanmu
(jasmanimu) pun berhak atasmu supaya kamu pelihara" (Hadist). Keseimbangan ini
semakin jelas wujud dalam kemakmuran di Minangkabau ; “Rumah gadang gajah
maharam, Lumbuang baririk di halaman, Rangkiang tujuah sajaja, Sabuah banamo si bayau-
bayau, Panenggang anak dagang lalu, Sabuah si Tinjau lauik, Birawati lumbuang nan
banyak, Makanan anak kamanakan. Manjilih ditapi aie, Mardeso di paruik kanyang.
Bimbingan syara’, "Berbuatlah untuk hidup akhiratmu seolah-olah kamu akan mati besok
dan berbuatlah untuk hidup duniamu, seolah-olah akan hidup selama-lamanya" (Hadist).
2. Kesadaran kepada luasnya bumi Allah, merantaulah !
Allah telah menjadikan bumi mudah untuk digunakan. Maka berjalanlah di
atas permukaan bumi, dan makanlah dari rezekiNya dan kepada Nya lah tempat kamu
kembali.

10{ :
“Maka berpencarlah kamu diatas bumi, dan carilah karunia Allah dan (di samping itu)
banyaklah ingat akan Allah, supaya kamu mencapai kejayaan", (QS.62, Al Jumu’ah : 10).
Agar supaya “jangan tetap tertinggal dan terkurung dalam lingkungan yang kecil”, dan
sempit,

"Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat berhijrah di bumi itu?". (QS.4, An
Nisak : 97)

H. Mas’oed Abidin 5
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

Merantau di Minangkabau adalah sesuatu pelajaran dalam perjalanan hidup, “Karatau


madang di hulu babuah babungo balun. Marantau buyuang dahulu di rumah paguno
balun. Akan tetapi, selalu ditanamkan pentingnya kehati-hatian, “Ingek sa-balun kanai,
Kulimek sa-balun abih, Ingek-ingek nan ka-pai, Agak-agak nan ka-tingga”.
3. Mencari nafkah dengan "usaha sendiri"
Memiliki jati diri, self help dengan tulang delapan kerat dengan cara amat sederhana
sekalipun "lebih terhormat", daripada meminta-minta dan menjadi beban orang lain,
"Kamu ambil seutas tali, dan dengan itu kamu pergi kehutan belukar mencari kayu bakar untuk
dijual pencukupkan nafkah bagi keluargamu, itu adalah lebih baik bagimu dari pada berkeliling
meminta-minta". (Hadist). Membiarkan diri hidup dalam kemiskinan tanpa
berupaya adalah salah , "Kefakiran (kemiskinan) membawa orang kepada kekufuran (ke-
engkaran)" (Hadist).
4. Tawakkal dengan bekerja dan tidak boros.
Tawakkal adalah satu bentuk keseriusan dan tidak "hanya menyerahkan nasib" tanpa
berbuat apa-apa, "Bertawakkal lah kamu, seperti burung itu bertawakkal" (Atsar dari
Shahabat). Artinya, pemahaman syarak menanamkan dinamika hidup yang tinggi.
5. Kesadaran kepada ruang dan waktu
Menyadari bahwa peredaran bumi, bulan dan matahari, pertukaran malam dan
siang, menjadi bertukar musim berganti bulan dan tahun, adalah hukum alam semata.

(
)10
11 -10 : )11 (
"Kami jadikan malam menyelimuti kamu (untuk beristirahat), dan kami jadikan siang untuk
kamu mencari nafkah hidup". (QS.78, An Naba’ : 10-11)
6. Arif akan adanya perubahan-perubahan.
Yang perlu dijaga ialah supaya dalam segala sesuatu harus pandai mengendalikan
diri, agar jangan melewati batas, dan berlebihan, “Ka lauik riak mahampeh, Ka
karang rancam ma-aruih, Ka pantai ombak mamacah. Jiko mangauik kameh-kameh,
Jiko mencancang, putuih – putuih, Lah salasai mangko-nyo sudah”. Artinya,
pemahaman syarak menekankan kepada kehidupan yang dinamis, mempunyai martabat
(izzah diri), bekerja sepenuh hati, menggerakkan semua potensi yang ada, dengan
tidak menyisakan kelalaian ataupun ke-engganan. Tidak berhenti sebelum sampai.
Tidak berakhir sebelum benar-benar sudah.

Konsep Tata Ruang yang Jelas

H. Mas’oed Abidin 6
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Nagari di Minangkabau berada di dalam konsep tata ruang yang jelas. Basasok
bajarami, Bapandam bapakuburan, Balabuah batapian, Barumah batanggo, Bakorong
bakampuang, Basawah baladang, Babalai bamusajik.

Ba-balai (balairuang atau balai-balai adat) tempat musyawarah dan menetapkan


hukum dan aturan ; “Balairuang tampek manghukum, ba-aie janieh basayak landai, aie
janiah ikan-nyo jinak, hukum adie katonyo bana, dandam agiae kasumaik putuih,
hukum jatuah sangketo sudah”.
Ba-musajik atau ba-surau tempat beribadah, “Musajik tampek ba ibadah,
tampek balapa ba ma’ana, tampek balaja al Quran 30 juz, tampek mangaji sah jo
batal”3, Artinya ada pusat pembinaan umat untuk menjalin hubungan masyarakat yang
baik (hablum-minan-naas) dan terjamin pemeliharaan ibadah dengan Khalik (hablum
minallah).
Adanya balairuang dan musajik (surau) menjadi lambang utama terlaksananya
hukum -- kedua lembaga – balairung dan mesjid – ini merupakan dua badan hukum yang
disebut dalam pepatah : “Camin nan tidak kabuah, palito nan tidak padam”4—di dalam
pemahaman “adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah., syara’ mangato adat nan kawi
syara’ nan lazim”.
Kedua lembaga ini – balai adat dan surau – keberadaannya tidak dapat dipisah dan
dibeda-bedakan. “Pariangan manjadi tampuak tangkai, Pagarruyuang pusek Tanah
Data, Tigo Luhak rang mangatokan. Adat jo syara’ jiko bacarai, bakeh bagantuang nan
lah sakah, tampek bapijak nan lah taban”. Apabila kedua sarana ini berperan sempurna,
maka di kelilingnya tampil kehidupan masyarakat yang berakhlaq perangai terpuji dan
mulia (akhlaqul-karimah) itu. “Tasindorong jajak manurun, tatukiak jajak mandaki,
adaik jo syara’ kok tasusun, bumi sanang padi manjadi”.
Konsep tata-ruang ini adalah salah satu kekayaan budaya yang sangat berharga di
nagari dan bukti idealisme nilai budaya di Minangkabau, termasuk di dalam mengelola
kekayaan alam dan pemanfaatan tanah ulayat.
“Nan lorong tanami tabu, Nan tunggang tanami bambu,
Nan gurun buek kaparak, Nan bancah jadikan sawah,
Nan munggu pandam pakuburan, Nan gauang katabek ikan,
Nan padang kubangan kabau, Nan rawang ranangan itiak”.

Tata ruang yang jelas memberikan posisi peran pengatur, pemelihara. Pendukung
sistim banagari yang terdiri dari orang ampek jinih, yang terdiri dari ninikmamak ( yakni
penghulu pada setiap suku, yang sering juga disebut ninikmamak nan gadang basa batuah,
atau nan di amba gadang, nan di junjung tinggi, sebagai suatu legitimasi masyarakat nan di

3
Memang di surau tidak ada yang dapat di cari benda-benda (materi), kecuali hanya bekal ilmu,
hikmah dan kepandaian-kepandaian untuk mengharungi hidup di dunia ini, dan dalam mempersiapkan hidup
di akhirat. Sebagai terungkap di dalam Peribahasa Minangkabau, “bak batandang ka surau”, karena memang
surau tak berdapur (Anas Nafis, 1996:464 -Surau-2).
4
Dt.Rajo Pengulu, Rangkaian Mustika Adat Basandi Syarak di Minangkabau, 1994 : 62.

H. Mas’oed Abidin 7
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

lewakan.), alim ulama (juga disebut dengan panggilan urang siak, tuanku, bilal, katib nagari
atau imam suku, dll dalam peran dan fungsinya sebagai urang surau pemimpin agama
Islam. Gelaran ini lebih menekankan kepada pemeranan fungsi ditengah denyut nadi
kehidupan masyarakat (anak nagari), cerdik pandai (dapat saja terdiri dari anak nagari
yang menjabat jabatan pemerintahan, para ilmuan, perguruan tinggi, hartawan,
dermawan), urang mudo (yakni para remaja, angkatan muda, yang dijuluki dengan nan
capek kaki ringan tangan, nan ka disuruah di sarayo).
Dan bundo kanduang (terdiri dari kalangan ibu-ibu, yang sesungguhnya ditangan
mereka terletak garis keturunan dalam sistim matrilinineal dan masih berlaku hingga saat
ini, lebih jelasnya di ungkap di dalam Pegangan Penghulu, Bundo Kanduang di
Minangkabau, adalah menjadi “limpapeh rumah nan gadang,umbun puruak pegangan kunci,
pusek jalo kumpulan tali, sumarak dalam nagari, nan gadang basa batuah”).
Maka, nagari di Minangkabau tidak sebatas pengertian ulayat hukum adat. Lebih
mengedepan dan utama adalah wilayah kesepakatan antar berbagai komponen
masyarakat di dalam nagari . Spiritnya adalah ;

a. Kebersamaan (sa-ciok bak ayam sa-danciang bak basi), ditemukan dalam


pepatah; “Anggang jo kekek cari makan, Tabang ka pantai kaduo nyo, Panjang
jo singkek pa uleh kan, mako nyo sampai nan di cito.”
b. Keterpaduan (barek sa-pikua ringan sa-jinjiang) atau hidupnya perilaku ditengah
masyarakat dengan; “Adat hiduik tolong manolong, Adat mati janguak man
janguak, Adat isi bari mam-bari, Adat tidak salang ma-nyalang”. Basalang
tenggang, artinya saling meringankan. Kesediaan memberikan dukungan
terhadap kehidupan bersama. “Karajo baiak ba-imbau-an, Karajo buruak bahambau-
an”.
c. Musyawarah (bulek aie dek pambuluah, bulek kato dek mupakat). “Senteng ba-
bilai, Singkek ba-uleh, Ba-tuka ba-anjak, Barubah ba-sapo”
d. Keimanan kepada Allah SWT menjadi pengikat spirit yang menjiwai sunnatullah
dalam setiap gerak mengenali alam keliling. “Panggiriak pisau sirauik,
Patungkek batang lintabuang, Satitiak jadikan lauik, Sakapa jadikan gunuang,
Alam takambang jadikan guru ”.
Alam telah diciptakan oleh Yang Maha Kuasa. Terkandung faedah kekuatan, dan
khasiat yang perlu untuk mempertinggi mutu hidup jasmani manusia. Ada
keharusan berusaha membanting tulang. Ada kewajiban memeras otak untuk
mengambil sebanyak-banyak faedah dari alam sekelilingnya itu. Sambil
menikmatinya, ada kewajiban mensyukurinya, dengan beribadah kepada Ilahi.
d. Kecintaan ke nagari adalah perekat yang sudah dibentuk oleh perjalanan waktu
dan pengalaman sejarah.5 Menjaga dari pada melewati batas-batas yang patut dan
pantas. Tidak terbawa hanyut materi dan hawa nafsu yang merusak. Menghendaki
keseimbangan rohani dan jasmani. “Jiko mangaji dari alif, Jiko babilang dari aso,
Jiko naiak dari janjang, Jiko turun dari tango”.
5
Bukti kecintaan kenagari ini banyak terbaca dalam ungkapan-ungkapan pepatah hujan ameh dirantau
urang hujang batu dinagari awak, tatungkuik samo makan tanah tatilantang samo mahiruik ambun.

H. Mas’oed Abidin 8
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Sikap hidup ini, menjadi sumber pendorong kegiatan di bidang ekonomi. Tujuan
utama untuk keperluan jasmani (material needs). Hasilnya tergantung kepada dalam atau
dangkalnya sikap hidup tersebut berurat dalam jiwa masyarakat nagari. Dan bergantung
pula kepada tingkat kecerdasan yang telah dicapai.

Dukungan masyarakat adat dan kesepakatan tungku tigo sajarangan yang terdiri dari
ninikmamak, alim ulama, cadiak pandai, bundo kanduang dan kalangan rang mudo, menjadi
penggerak utama mewujudkan tatanan sistim di nagari. Terutama dalam menerjemahkan
peraturan daerah kembali kepemerintahan nagari. Hakekatnya, anak nagari sangat
berkepentingan dalam merumuskan nagarinya. Konsep ini mesti tumbuh dari akar nagari
itu sendiri. Tidak suatu pemberian dari luar. “Lah masak padi 'rang Singkarak, masaknyo
batangkai-tangkai, satangkai jarang nan mudo, Kabek sabalik buhul sintak, Jaranglah
urang nan ma-ungkai, Tibo nan punyo rarak sajo”, artinya diperlukan orang-orang yang
ahli dibidangnya, terutama dalam menatap setiap perubahan peradaban yang tengah
berlaku. Hal ini perlu dipahami, supaya jangan tersua “ibarat mengajar kuda memakan
dedak”.

Masyarakat nagari tidak terdiri dari satu keturunan (suku) saja, tetapi asal
muasalnya berdatangan dari berbagai daerah di sekeliling ranah bundo. Namun mereka
dapat bersatu dalam satu kaedah hinggok mancangkam tabang basitumpu atau hinggok
mencari suku dan tabang mencari ibu. “Hiyu bali balanak bali, ikan panjang bali
dahulu. Ibu cari dunsanak cari, induak samang cari dahulu “, Maknanya, -- yang
datang dihargai, yang menanti dihormati --, “Dima bumi di pijak, di sinan langik di
junjuang, di situ adaik bapakai”,satu bentuk perilaku duduk samo randah tagak samo tinggi
yang menjadi prinsip egaliter di Minangkabau. Kalau bisa dipertajam, inilah prinsip
demokrasi murni dan otoritas masyarakat yang sangat independen.

Dengan modal itu, langkah penting kedepan adalah menguasai informasi


substansial, mendukung pemerintahan yang menerapkan low-enforcment, memperkuat
kesatuan dan Persatuan di nagari-nagari, dengan muaranya adalah ketahanan masyarakat
dan ketahanan diri yang dimulai dengan apa yang ada. Kekayaan alam dan potensi yang
terpendam dalam unsur manusia. Kekayaan nilai-nilai budaya lengkap dengan sarana
pendukungnya. Selangkah demi selangkah mesti diberdayakan. Melaksanakan idea self
help mesti seiring dengan sikap hati-hati. Ada kesadaran tinggi bahwa setiap gerak di
awasi. Kesungguhan diri ditumbuhkan dari dalam. Tanamkan keyakinan bahwa Allah

H. Mas’oed Abidin 9
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

SWT satu-satunya pelindung dalam kehidupan. Masyarakat Minangkabau yang beradat


dan beragama selalu hidup dengan mengenang hidup sebelum mati dan hidup sesudah
hidup ini. Sesuai peringatan Ilahi,

.
" Sesungguhnya Allah Subhanahu Wata'ala tidak merobah keadan sesuatu kaum, kecuali mereka mau
merubah keadaan yang ada dalam dirinya masing-masing .... Dan apabila Allah menghendaki
keburukan terhadap satu kaum, maka tidak ada yang dapat menolaknya; sekali-kali tidak ada
pelindung bagi mereka selain Dia”. (QS.13, Ar Ra’du : 11)

Memperkuat Posisi Nagari


Tugas kembali kenagari adalah menggali potensi dan asset nagari yang terdiri
dari budaya, harta, manusia, dan agama anutan anak nagari. Apabila tidak digali, akan
mendatangkan kesengsaraan baru bagi masyarakat nagari. Dimulai dengan memanggil
potensi yang ada dalam unsur manusia, masyarakat nagari. Gali kesadaran akan benih-
benih kekuatan yang ada dalam diri masing-masing. Kemudian observasinya
dipertajam, daya pikirnya ditingkatkan, daya geraknya didinamiskan , daya ciptanya
diperhalus, daya kemauannya dibangkitkan. Upaya ini akan berhasil dengan
menumbuhkan atau mengembalikan kepercayaan kepada diri sendiri.
“Handak kayo badikik-dikik, Handak tuah batabua urai, Handak mulia tapek-i
janji, Handak luruih rantangkan tali, Handak buliah kuat mancari, Handak namo
tinggakan jaso, Handak pandai rajin balaja.
Dek sakato mangkonyo ado, Dek sakutu mangkonyo maju, Dek ameh mangkonyo
kameh, Dek padi mangko manjadi.”.
Tujuannya agar sampai kepada taraf yang mampu berdiri sendiri dan membantu
nagari secara selfless help, memberikan bantuan dari rezeki yang telah kita dapatkan tanpa
mengharap balas jasa,

H. Mas’oed Abidin 10
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

)19 (

)20 (
"Pada hal tidak ada padanya budi seseorang yang patut dibalas, tetapi karena hendak mencapai
keredhaan Tuhan-Nya Yang Maha Tinggi". (QS.al-Lail :19- 20)

Optimisme banagari mesti selalu dipelihara, “Alah bakarih samporono,


Bingkisan rajo Majopahik, Tuah basabab bakarano, Pandai batenggang di nan rumik”.
Mendukung percepatan pembangunan di era otonomi daerah di Sumbar, sangat perlu
disegerakan upaya upaya ;
1. Meningkatkan Mutu SDM anak nagari, dan memperkuat Potensi yang sudah ada
melalui program utama,
a. menumbuhkan SDM Negari yang sehat dengan gizi cukup, meningkatkan penguasaan
ilmu pengetahuan dan teknologi (terutama terapan),
b. mengokohkan pemahaman agama, sehingga anak negari menjadi sehat rohani,
c. menjaga terlaksananya dengan baik norma-norma adat, sehingga anak nagari menjadi
masyarakat beradat yang beragama (Islam).
d. Membentuk masyarakat beradat dan beragama sebagai suatu identitas yang tidak
dapat ditolak dalam kembali kenagari.
2. Menggali potensi SDA di nagari, selaras perkembangan global dengan memperkuat
ketahanan ekonomi rakyat. Membangun kesejahteraan bertitik tolak pembinaan unsur
manusia. Dari menolong diri sendiri kepada mutual help. Tolong-menolong adalah
puncak budaya Adat basandi syara’, syara’ basandi Kitabullah. Berbagi pekerjaan
(ta'awun) ajaran syarak. "Bantu membantu, ta'awun, mutual help dalam rangka
pembagian pekerjaan (division of labour) menurut keahlian masing-masing ini, akan
mempercepat proses produksi, dan mempertinggi mutu, yang dihasilkan. Itulah taraf
ihsan yang hendak di capai.
3. Memperindah nagari dengan menumbuhkan contoh di nagari. Indicator utama adanya
moral adat “nan kuriak kundi, nan sirah sago, nan baik budi nan indah baso”. Efisiensi
organisasi dengan reposisi dan refungsionisasi semua pemeranan fungsi dari elemen
masyarakat.
Ketiga pengupayaan diatas menjadi satu konsepsi tata cara hidup. Sistem sosial
dalam "iklim adat basandi syara' syara' basandi Kitabullah", adalah membina negara dan
bangsa keseluruhannya untuk melaksanakan Firman Ilahi ,

H. Mas’oed Abidin 11
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

"Berbuat baiklah kamu (kepada sesama makhluk) sebagaimana Allah berbuat baik terhadapmu sendiri
(yakni berbuat baik tanpa harapkan balasan)”. (QS.28, Al Qashash : 77)
Kekuatan moral yang dimiliki, ialah menanamkan "nawaitu" dalam diri masing-
masing, untuk membina umat dalam masyarakat di nagari harus diketahui pula kekuatan-
kekuatan.
“Latiak-latiak tabang ka Pinang,
Hinggok di Pinang duo-duo,
Satitiak aie dalam piriang,
Sinan bamain ikan rayo”.
Teranglah sudah, bagi setiap orang yang secara serius ingin berjuang di bidang
pembangunan masyarakat nagari lahir dan batin, material dan spiritual pasti akan
menemui disini iklim (mental climate) yang subur.
Apabila pandai menggunakan dengan tepat akan banyak membantu usaha
pembangunan itu. Melupakan atau mengabaikan ini, adalah satu kerugian. Berarti
mengabaikan satu partner "yang amat berguna" dalam pembangunan masyarakat dan negara.

Hakikat Syarak Mangato di Minangkabau


Peran syarak di Ranah Minang sekarang ini adalah menyadarkan umat akan peran
mereka dalam membentuk diri mereka sendiri.

...

H. Mas’oed Abidin 12
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

...
"Sesungguhnya Allah tidak akan merobah nasib satu kaum, hingga kaum itu sendiri yang
berusaha merobah sikap mereka sendiri." (QS.Ar-Ra’du : 11)

Kenyataan sosial anak nagari harus di awali dengan mengakui keberadaan


mereka, menjunjung tinggi puncak-puncak kebudayaan mereka, menyadarkan mereka
akan potensi besar yang mereka miliki, mendorong mereka kepada satu bentuk
kehidupan yang bertanggung jawab. Inilah tuntutan syarak sesuai Kitabullah.
Pencapaiannya mesti melalui gerakan dakwah ilaa Allah, karena Islam adalah agama
Risalah, yang ditugaskan kepada Rasul, dan penyebaran serta penyiarannya dilanjutkan
oleh da'wah, untuk keselamatan dan kesejahteraan hidup manusia. Rentangan sejarah
mencatat "Risalah merintis, da'wah melanjutkan". Kaedah ini mesti dipahami sebagai
upaya intensif menerapkan adat basandi syarak syarak basandi Kitabullah, berisi petunjuk dan
peringatan yang ditujukan untuk seluruh umat manusia, dan mengajak manusia dengan
ilmu, hikmah dan akhlaq.
Setiap Imam, Khatib, Urang Siak, Tuanku, alim ulama suluah bendang di nagari-nagari,
mesti meneladani pribadi Muhammad SAW dalam membentuk effectif leader di Medan
Da'wah, menuju kepada inti dan isi Agama Islam (QS. Al Ahzab, 33 : 21). Inti agama
Islam adalah tauhid. Implementasinya adalah Akhlaq.

Umat akan menjadi baik dan kembali berjaya, bila sebab-sebab kejayaan umat
terdahulu di kembalikan, maka semestinya bertindak atas dasar syara’ dengan “Memulai
dari diri da'i, mencontohkannya kepada masyarakat lain", (Al Hadist). Inilah cara yang tepat.
Keberhasilan upaya da'wah (gerak da'wah) memerlukan pengorganisasian (nidzam).

Bimbingan syara’ mengatakan bahwa al haqqu bi-laa nizham yaghlibuhu al


baathil bin-nizam. Maknanya, yang hak sekalipun, tidak berperaturan (organisasi) akan
dikalahkan oleh kebathilan terorganisir. Jelaslah bahwa program langkah (action
planning) disetiap lini adalah keterpaduan, kebersamaan, kesepakatan, dan keteguhan.
Langkah awal dengan menghidupkan musyawarah, sesuai bimbingan adat basandi
syarak, syarak basandi Kitabullah. Allah menghendaki kelestarian Agama dengan
kemampuan mudah, luwes, elastis, tidak beku dan tidak berlaku bersitegang.

Bahasa Syarak Adalah Bahasa Kehidupan

Koordinasi sesama akan mempertajam faktor-faktor pendukung dan akan menjadi


pendorong keberhasilan menghidupkan adagium adat basandi syarak, syarak basandi

H. Mas’oed Abidin 13
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

Kitabullah. Aktualisasi Kitabullah, nilai-nilai Al-Qur'an, hanya dapat dilihat melalui


gerakan amal yang berkesinambungan (kontinyu) dalam seluruh aktivitas kehidupan
manusia, seperti kemampuan bergaul, mencintai, berkhidmat, menarik, mengajak
(da'wah), merapatkan potensi barisan, sehingga membuahkan agama yang mendunia.
Usaha inilah yang akan menjadi gerakan antisipatif terhadap arus globalisasi negatif
pada abad-abad sekarang. Kitabullah (Al-Qur'an) telah mendeskripsikan peran agama
Islam sebagai agama yang kamal (sempurna) dan nikmat yang utuh, serta agama yang di
ridhai,

Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu
ni`mat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu, (QS.Al Maidah, 5 : 3), dan

satu-satunya Agama yang diterima di sisi Allah,yaitu Agama Islam, (QS. Ali Imran, 3 : 19).

Konsekuensinya adalah yang mencari manhaj atau tatanan selain Islam, tidak akan di
ridhai,

H. Mas’oed Abidin 14
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama
itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. ( QS. Ali Imran, 3 : 85).
Karena itu bagi masyarakat adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah, tidak ada
pilihan lain kecuali melaksanakan tuntunan prilaku akhlak sesuai bimbingan Islam,

"Dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang menyerahkan dirinya kepada Allah
secara ikhlas, yakni orang Muslim, merekapun mengerjakan kebaikan-kebaikan" (QS. An Nisak,
4 : 125).

Setiap Muslim, dengan nilai-nilai Kitabullah (Al Qur'an) wajib mengemban missi
yang berat dan mulia yaitu merombak kekeliruan ke arah kebenaran, yang menjadi inti
dari "perjalanan kepada kemajuan (al madaniyah, modernitas)", dengan implementasi perilaku
sesuai pemahaman adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

Khulasah

Penerapan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah di Minangkabau


berkehendak kepada gerak yang utuh dan terprogram. Hasilnya tidak mungkin di raih
dengan kerja sambilan, buah yang di petik, sesuai dengan bibit yang di tanam, demikian
natuur-wet (sunnatullah, = undang-undang alami).

Dalam langkah da'wah, setiap muslim berkewajiban melaksanakan tugas tabligh


(menyampaikan), kemudian mengajak dan mengujudkan kehidupan beragama
(bersyariat) di dunia (dinul-harakah al-alamiyyah).

H. Mas’oed Abidin 15
Di Dalam Masyarakat Minangkabau

Maka melibatkan semua elemen masyarakat di Minangkabau untuk menghidupkan


adat basandi syara’ syara’ basandi Kitabullah menjadi tugas bersama "umat da'wah" menurut
nilai-nilai Al-Qur'an –

َ
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan,
menyuruh kepada yang ma`ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung. (QS. Ali Imran, 3 : 104 ).

Da'wah ini tidak akan berhenti dan selalu berkembang terus sesuai variasi zaman
yang walaupun selalu berubah namun tetap di bawah konsep mencari ridha Allah.

Maka peran serta masyarakat yang di tuntut adalah:

1. Mengelola pembinaan anak nagari dengan peningkatan manajemen yang lebih


accountable dari segi keuangan maupun organisasi. Melalui peningkatan ini, sumber
finansial masyarakat dapat di pertanggung jawabkan secara lebih efisien dan
peningkatan kualitas pembinaan umat dapat dicapai. Segi organisasi anak nagari
mesti lebih viable -- dapat hidup terus, berjalan tahan banting, bergairah, aktif dan giat –
menurut permintaan zaman, dan durable – yakni dapat tahan lama – seiring perubahan
dan tantangan zaman.
2. Peran serta masyarakat berorientasi kepada mutu menjadikan pembinaan masyarakat
berkembang menjadi lembaga center of exellence, menghasilkan generasi
berparadigma ilmu komprehensif, berpengetahuan agama luas dan praktis, berbudi
akhlaq plus keterampilan.
3. Peningkatan peran serta masyarakat mengelola surau dalam sistim terpadu menjadi
bagian integral dari masyarakat Minangkabau seluruhnya. Pengembangan surau dalam
peran pembinaan dapat menjadi inti, mata dan pusar dari learning society, masyarakat
belajar. Sasarannya, membuat anak nagari generasi baru menjadi terdidik,
berkualitas, capable, fungsional, integrated di tengah masyarakatnya, dengan
landasan adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah.

H. Mas’oed Abidin 16
Implementasi Pemahaman Adat Basandi Syarak, Syarak Basandi Kitabullah

H. Mas’oed Abidin 17

Anda mungkin juga menyukai