Anda di halaman 1dari 70

MANAJEMEN

DAKWAH MASJID
BEBASIS KESETARAN GENDER

C u c u Nu r j a m i l a h

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |i


PERPUSTAKAAN NASIONAL :
Katalog Dalam Terbitan (KDT)
Manajemen Dakwah Masjid
Bebasis Kesetaran Gender
(vi + 64 hal : 16 x 24 cm)

Judul Buku:
Manajemen Dakwah Masjid
Bebasis Kesetaran Gender

Penulis:
Cucu Nurjamilah

Editor:
Muh. Gito Saroso, S.Ag.,M.Ag

Desain sampul dan Isi:


Setia Purwadi

Diterbitkan oleh:
IAIN Pontianak Press
Jalan Letjend Soeprapto No, 19
Pontianak - Kalimantan Barat

ISBN
978-602-71764-0-9

ii | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


PENGANTAR
PENULIS

Bismillahirrahmanirrahim,

S
egala puji hanya kutujukan untuk Allah SWT yang telah mengutus
rasul-Nya Muhammad Saw., untuk menjadi rahmatan lil alamin,
dengan menghembuskan angin kesejukan dan membawa
keselamatan bagi alam jagat raya. Shalawat beserta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Saw.
Bekat inayah dan ridhaNya, penulis dapat menyelesaikan
naskah ini, semoga tulisan ini dapat dipertimbangkan sebagai salah
satu bentuk pengabdian kepada-Nya dan bermanfaat bagi orang lain,
Karena tanpa nilai pengabdian, segala upaya ini sia-sia tanpa makna..
Selain itu bukankah Nabi mengajarkan kepada manusia agar dalam
hidup ini banyak memberikan manfaat kepada sesama. Semoga karya
sederhana ini merupakan bentuk konkrit dari bentuk makna dan
manfaat.
Buku ini disusun untuk merespon tugas pengayaan buku-buku
literatur khususnya untuk jurusan dakwah. Pokok-pokok pembahasan
dalam buku ini merupakan hasil penelitian mengenai manajemen
dakwah masjid berkesetaraan gender di Kota Pontianak. Dengan
demikian topic inti yang terdapat dalam buku ini, mengacu dan
bersumber dari dua pokok. Pertama, bagaimana materi -materi yang
Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | iii
berkaitan dengan manajemen dakwah yang bersumber dari nilai-nilai
teks suci. Kedua materi manajemen dakwah berkesetaraan gender
dari realitas sosial yang bersumber dari hasil penelitian di lapangan.
Apabila dalam mendeskripsikan topik-topik inti tersebut
dirasakan pembaca atau para pemerhati belum menggambarkan
literatur dakwah, hal ini semata-mata karena keterbatasan penulis.
Untuk itu penulis sangat mengharapkan sumbang saranya.
Akhirul kalam, penulis mengucapkan terimakasih kepada seluruh
pihak yang telah terlibat dalam penulisan buku ini, hanya kepada Allah
jualah kami memohan.

Pontianak, Desember 2014

Penulis,
Cucu Nurjamilah

iv | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


DAFTAR ISI

Kata Pengantar -----------------------------------------------------------------


Daftar Isi -------------------------------------------------------------------------

BAB I:
PENDAHULUAN ----------------------------------------------------------------

BAB II:
MANAJEMEN DAKWAH MASJID ------------------------------------------

BAB III:
SEPUTAR GENDER -------------------------------------------------------------

BAB IV:
GAMBARAN MANAJEMEN
DAKWAH MASJID BERBASIS
KESETARAAN GENDER -------------------------------------------------------

PENUTUP ------------------------------------------------------------------------
DAFTAR PUSTAKA --------------------------------------------------------------
BIODATA PENULIS -------------------------------------------------------------

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |v


vi | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender
Bab I
PENDAHULUAN

F
ungsi dari gerakan dakwah adalah amar ma’ruf ahyil munkar, yakni
tersebarnya nilai-nilai kebaikan yang terkandung dalam Al-Qur’an
dan tercegahnya kajahatan dari muka bumi.1 Jika fungsi dakwah
tersebut diperankan, maka ketentraman, kedamaian dan kesejahteraan
akan terwujud dalam kehidupan manusia di dunia hingga akhirat
kelak. Inilah tujuan utama dakwah. Dalam upaya mencapai tujuan
utama tersebut, dibutuhkan sarana dan prasarana yang mendukung
seperti tersedianya lembaga dakwah yang professional dan tenaga
da’i yang berkompeten. inilah tujuan perantara dakwah. Dalam
upaya mewujudkan tujuan dakwah tersebut, maka dakwah dapat
diimplementasikan dalam berbagai bentuk kegiatan, diantaranya
dengan mengoptimalkan fungsi lembaga atau organisasi dakwah
(tadbir al islam)2.
Di Indonesia termasuk di Kalimantan Barat, gerakan dakwah
semakin bergema yang diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan dakwah. Namun kenyatan di masyarakat, banyak tindakan
penyimpangan yang dilakukan orang islam, yang mencerminkan krisis

1 Moh Ali Aziz, Ilmu Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm. 110-119
2 Asep Saeful Muhtadi, dkk, Dimensi Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Padjad-
jaran, 2009), hlm. 25

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |1


moral, seperti kejahatan korupsi, kolusi dan nepotisme di berbagai
instansi. Begitu juga dengan semakin maraknya tindakan tidak terpuji
lainya, khususnya yang terjadi di perkotaan,dan di kalangan remaja atau
anak sekolah, seperti pergaulan bebas yang diikuti dengan tindakan
aborsi, maraknya peredaran obat terlarang, perjudian terselubung dan
transaksi riba yang disamarkan yang seolah dianggap halal.
Gambaran kehidupan ummat Islam tersebut merupakan
problema mad’u dan “tantangan dakwah”. Bagaimana para pegiat
dakwah meningkatkan kreativitas dakwahnya yang mampu menyentuh
sisi kehidupan masyarakat, sehingga gerakan dakwahnya mampu
menghidupkan dan memfungsikan nilai-nilai ajaran Islam dalam
kehidupan pribadi yang berwujud dalam kehidupan social masyarakat.
Dalam pandangan Syukriadi Sambas, dakwah Islam merupakan
proses mewujudkan ajaran Islam pada kehidupan umat manusia secara
totalitas. 3 Inilah arti dari Islam sebagai rahmat bagi alam semesta,
yakni Islam diperuntukan bagi seluruh umat manusia baik laki-laki
maupun perempuan.
Dengan demikian Islam responsif gender. Kesetaraan gender
adalah suatu kondisi yang mencerminkan kesetaraan peran, fungsi dan
kedudukan antara laki-laki dan perempuan. Adapun keadilan gender
adalah proses yang seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam
memperoleh akses/kesempatan, partisipasi/peran, kontrol/tanggung
jawab, dan manfaat atas pembangunan dan hak-hak dasar keduanya.4
Agar ajaran Islam yang sempurna tersebut dapat mewujud pada
kehidupan manusia, maka dakwah harus ditata, diatur, dikelola secara
profesional, dengan kata lain dakwah harus diorganisir secara baik
dan benar. Ungkapan Ali ra: “al haqqu bila nidzam yughlabu bil bathili
bin nidzam, kebaikan yang tidak terorganisir akan dikalahkan oleh
kejahatan yang terorganisir”5
Menurut Tuty Alawiyah, pada prosesnya dakwah harus dikemas
menjadi sebuah stimulus tertentu yang diharapkan memperoleh

3 Syukriadi Sambas, Wilayah Kajian Ilmu Dakwah dalam Aep Kusnawan,


Dimensi Ilmu Dakwah, (Bandung: Widya Padjajaran, 2009) hlm. 108
4 Mufidah Ch, Pengarusutamaan gender Bidang Pendidikan: Sebuah Strategi
untuk Meningkatkan Kualitas Pendiddikan yang setara dan Adil Gender, dalam Jur-
nal Suara Perempuan. PSW STAIN Pontianak, Volume 1 Januari 2010
5 Didin hafiduddin & Ihsan Tanjung, Manajemen Syari’ah dalam Peraktek,
(Jakarta: Gema Insani press, 2004), hlm. 25

2| Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


respon positif dari masyarakat.6 Menurut Munir, relevansi ini akan
semakin signifikan apabila dakwah dilakukan secara professional
yang ditata dan dikelola secara baik dalam sebuah organisasi dakwah
dengan menerapkan prinsip-prinsip manajerial yang baik pula.7
Dalam pandangan A. Rasyad Shaleh, Manajemen dakwah merupakan
proses perencanaan tugas, mengelompokan tugas, menghimpun
dan menempatkan tenaga-tenaga pelaksana dalam kelompok-
kelompok tugas dan kemudian menggerakkan ke arah pencapaian
tujuan dakwah.8 Dijelaskan oleh Asep Muhyiddin, bahwa upaya
dakwah secara professional dilakukan melalui tahapan-tahapan
berikut: (1) perencanan kegiatan dakwah, meliputi penetapan tujuan
dakwah, merumuskan kondisi sasaran dakwah, mengidentifikasi
kemudahan dan hambatan, dan mengembangkan rencana dakwah; (2)
pengorganisasian dakwah, meliputi: merancang aktivitas dakwah yang
efektif, mengelompokan kegiatan-kegiatan berdasarkan pertimbangan
tertentu, membagi tugas dakwah;(3) pelaksanaan dakwah sesuai skala
prioritas, sasaran, kebutuhan, target dan tujuan; (4) evaluasi dakwah
yang dilakukan di awal, bersamaan dengan pelaksanaan, umpan balik.9
Diantara lembaga dakwah yang sejak zaman Rasulullah Saw
hingga saat ini masih menjadi sentral dakwah di masyarakat adalah
“lembaga masjid”. Dewasa ini di Indonesia khususnya di Kota
pontianak Kalimantan Barat, berdasarkan hasil penelitian dosen
dakwah STAIN Pontianak mengenai profil masjid di Kota Pontianak,
menggambarkan bahwa para pengurus masjid di Kota Pontianak
sudah mulai mengembangkan fungsi masjid sebagaimana fungsi yang
diterapkan pada masa Rasulullah Saw, yakni tidak hanya untuk shalat
berjama’ah tetapi masjid sebagai salah satu sarana pengembangan
masyarakat muslim.10 Hal ini terbukti dengan semakin meningkatnya

6 Tuty Alawiyah, Paradigma Baru Dakwah Islam, dalam Abudin Nata (ed)
Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Fiqh Ibadah, (Bandung: Angkasa, 2008), hlm. 130
7 M Munir dan Wahyu Ilahi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media
Group, 2009), hlm 66
8 A. Rasyad Shaleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta:Bulan Bintang,
1993), hlm. 123
9 Asep Muhyiddin, Metode Pengembangan Dakwah, (Bandung : Pustaka
Setia, 2002), 133-136
10 Penelitian Dosen Dakwah STAIN Pontianak, Profil Dakwah Masjid di Kota
Pontianak, 2010

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |3


aktivitas dakwah yang dikelola oleh lembaga dakwah masjid dan
pelaksanaanya di masjid. Selain itu, kegiatan dakwah yang bersifat
“tabligh” atau juga kajian islam, tidak hanya pada moment hari besar
Islam, tetapi dilakukan secara ruin dan terprogram, seperti ta’lim
ba’da shalat dzuhur, ba’da maghrib, ta’lim tiga hari dalam satu pekan,
ta’lim bulanan dan lainnya. Jama’ah yang hadir dalam kegiatan dakwah
pun tidak hanya dari kalangan bapak-bapak atau laki-laki yang shalat
berjama’ah, tetapi banyak kegiatan kajian yang secara khusus diikuti
oleh ibu-ibu atau perempuan.
Namun demikian, peningkatan dakwah masjid tersebut dirasa
belum dapat menyentuh atau menjadi solusi permasalahan ummat
khususnya kelompok perempuan. Diantara penyebabnya adalah
sekalipun dari jama’ah masjid lebih banyak perempuan, tetapi da’i
yang menyampaikan lebih banyak dari laki-laki, serta pesan yang
disampaikan masih bersifat umum. Keadaan ini nampaknya sangat
terkait dengan kepengurusan dalam lembaga dakwah masjid yang
mayoritas laki-laki. Efektifitas dakwah sangat terkait dengan penataan
dakwah, dalam hal ini, manajemen dakwahnya.
Efektifitas dakwah juga sangat ditentukan oleh keterkaitan
diantara unsur-unsur dakwah.11 Pemilihan dan penetapan unsur-unsur
dakwah semestinya mempertimbangkan kondisi objek dakwahnya.
Dengan demikian, adanya kesetaraan antara laki-laki dan perempuan
tidak hanya pada tataran sosial, tetapi berkaitan dengan efektifitas
dakwah, maka kesetaraan juga dapat diterapkan dalam penataan
dakwah masjid.
Berkaitan dengan kondisi tersebut di atas, penulis telah melakukan
penelitian di beberapa masjid yang tersebar di Kota Pontianak, yaitu di
masjid Raya Mujahidin, masjid Al-falah, dan Masjid Daarul Falah Kota
Pontianak, dengan fokus kajian pada “manajemen masjid berbasis
kesetaraan gender”.
Dalam penelitian ini dikaji secara mendalam mengenai adanya
keseimbangan antara laki-laki dan perempuan dalam memperoleh
kesempatan, partisipasi, kontrol/tanggung jawab, dan manfat dalam

11 Unsur dakwah artinya berbagai elemen yang mesti ada dalam sebuah
proses dakwah, yang terdiri dari da’i, mad’u(objek dakwah), materi(pesan dakwah),
tujuan, metode dan media dakwah.

4| Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


pengelolaan dakwah masjid, meliputi kesetaraan dalam kepengurusan
lembaga dakwah masjid, kesetaraan dalam program dakwah masjid,
dan kesetaraan dalam petugas/pelaku dakwah masjid.

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |5


6| Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender
Bab 2
MANAJEMEN
DAKWAH MASJID

A. Lembaga Masjid
Pada awal perkembangan da’wah Islam periode madinah, ketika
Nabi SAW, berhijrah, tempat yang pertama kali dibangun adalah masjid
Quba, dengan dasar taqwa kepada Allah SWT, dikerjakan secara gotong-
royong oleh masyarakat di tempat itu. Ia didirikan oleh masyarakat
dan untuk kepentingan masyarakat dalam rangka pengamalan ajaran
Islam. “Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid
Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya.
Di dalamnya ada orang-orang yang ingin mensucikan diri. Dan Allah
menyukai orang-orang yang suci
ۡ‫ى م ِۡن أَ َّول يَوم‬ ٰ َ‫ٱتل ۡقو‬
َّ ‫ع‬ َ َ َ ّ ُ ٌ ۡ َ َّ ٗ َ َ
‫جد أ ِسس‬ ۡ َُ َ
ٍ ِ ِ ‫ل تقم فِيهِ أبداۚ لمس‬
ُّ‫ٱلل ُيِب‬ َ
ُ َّ ‫ون أن َي َت َط َّه ُر ۚوا ْ َو‬ َ ُّ ُ ٞ َ َ ُ َ َ ُّ َ َ
‫أحق أن تقوم فِي ۚهِ فِيهِ رِجال يِب‬
َ ّ َّ ُ ۡ
١٠٨ ‫ٱلمط ِه ِرين‬
Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-la-
manya. Sesungguh- nya mesjid yang didirikan atas dasar taqwa
(mesjid Quba), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu sho-
lat di dalamnya. di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |7


ingin membersihkan diri. dan Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang bersih. (QS. Al-Taubah: 108)

Secara konsepsional dapat dilihat dalam sejarah bahwa masjid


pada zaman Rasul memiliki banyak fungsi: (1) Sebagai tempat
menjalankan ibadah Shalat, (2) Sebagai tempat musyawarah (seperti
gedung parlemen),(3) Sebagai tempat pengaduan masyarakat dalam
menuntut keadilan (seperti kantor pengadilan), dan (4) Secara tak
langsung sebagai tempat pertemuan bisnis.
Bersamaan dengan perkembangan zaman, terjadi ekses-ekses
dimana bisnis dan urusan duniawi lebih dominan dalam pikiran
dibanding ibadah meski di dalam masjid, dan hal ini memberikan
inspirasi kepada Umar bin Khattab untuk membangun fasilitas di dekat
masjid, dimana masjid lebih diutamakan untuk hal-hal yang jelas
makna ukhrawinya, sementara untuk berbicara tentang hal-hal yang
lebih berdimensi duniawi, Umar membuat ruang khusus di samping
masjid. Itulah asal usulnya sehinga pada masa sejarah Islam klasik
(hingga sekarang), pasar dan sekolahan selalu berada di dekat masjid.
Berkaitan dengan fungsi masjid saat ini yang cenderung tidak
difungsikan sebagaimana di masa Nabi, itu juga tidak terlepas dari
beberapa faktor yang mempengaruhinya. Untuk mengembalikan
fungsi masjid sebagai media dakwah yang diperuntukan bagi seluruh
umat manusia, diperlukan sebuah penataan yang lahir dari sebuah
pemikiran yang maju. Mengapa harus ditata? Jawabanya masjid adalah
lembaga dakwah atau organisasi dakwah yang memiliki peran penting
dalam pembentukan karakter bsngsa.
Jika diperhatikan, dalam persfektif sejarah termasuk di Indonesia,
masjid memiliki peran yang sangat besar dalam perannya semisal pada
masa awal islamisasi berperan memperkenalkan islam ke masyarakat
Indonesia, membangun lembaga pendidikan yang berpusat di masjid.
Agar fungsi masjid di masa Nabi dapat diperankan kembali pada masa
sekarang, maka diperlukan penataan masjid secara manajerial dakwah.
Dikemukakan oleh M. Munir bahwa inti dari manajemen dakwah yaitu
sebuah pengaturan secara sistematiks dan koordinatif dalam aktivitas
dakwah yang dimulai dari sebelum pelaksanaan sampai akhir dari
kegiatan dakwah.1 Jika masjid dikelola dan ditata dengan menerapkan

1 M. Munir, wahyu ilaih, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Kencana, 2009), hlm.

8| Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


fungsi manajerial, maka fungsi-fungsi dakwah dalam organisasi dapat
berjala.

B. Pengertian Manajemen
Secara etimologis, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris
“Management”, yang berarti ketatalaksanaan, tata pimpinan, dan
pengelolaan. Artinya manajemen adalah sebagai suatu proses yang
diterapkan oleh individual atau kelompok dalam upaya – upaya
koordinasi untuk mencapai suatu tujuan. Dalam buku Drs. Ek. Mochtar
Effendy (1986:) dikatakan, kata manajemen berasal dari bahasa Inggris
dari kata kerja “To Manage” yang sinonimnya antara lain “To Hand”
yang berarti mengurus, ”To Control” memeriksa, “To Guide” memimpin
jadi, apabila hanya dari asal katanya, manajemen berarti pengurusan,
pengendalian, memimpin atau membimbing.
Dalam bahasa Arab, istilah manajemen diartikan sebagai “An-
Tanzim” yang merupakan suatu tempat untuk menyimpan segala
sesuatu pada tempatnya. Pengertian tersebut dalam skala aktivitas
menerbitkan, mengatur dan berfikir yang dilakukan oleh seseorang
sehingga mampu mengemukakan, menata, dan merapikan segala
sesuatu yang ada disekitarnya, mengetahui prinsip-prinsipnya serta
menjadikan hidup selaras dan serasi dengan yang lainnya.
Sedangkan secara terminologi, menurut Jame A.F. Artoner
manajemen yaitu sebuah proses perencanaan, pengorganisasian,
pengaturan terhadap para anggota organisasi serta penggunaan
seluruh sumber-sumber yang ada secara tepat untuk meraih tujuan
organisasi yang sudah diterapkan. Ada pula yang mengartikan
manajemen adalah usaha dan kegiatan untuk mengombinasikan
unsur-unsur manusia (men), barang (metrial), uang (money), mesin-
mesin (mechanes), dengan metode (metod) yang dapat disingkat 5 M
Jika dikaitkan dengan dakwah, maka terlebih dahulu memahami
apa itu dakwah dan tujuan dakwah.

C. Pengertian Dakwah
Ditinjau dari aspek bahasa, kata dakwah merupakan bentuk
masdar dari da’a, yad’u, da’watan. Dalam kamus bahasa Arab kata
“dakwah” yang terbentuk dari tiga huruf, yaitu dal, ‘ain, dan wawu

36-37

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender |9


memiliki beberapa arti, yaitu memanggil, mengundang, minta tolong,
meminta, memohon, menamakan, menyuruh datang, mendorong,
menyebabkan, mendatangkan, mendo’akan, menangisi dan meratapi.2
Dengan memperhatikan bentukan kosa katanya yang berupa kata
benda (ism) dan terambil dari fi’il muta’addi, menurut Asep Muhyiddin
makna-makna di atas seperti seruan, ajakan dan sebagainya, itu
mengandung nilai dinamika. Artinya makna tersebut memiliki unsur
usaha atau upaya yang dinamis. Hal ini mengisyaratkan bahwa aktivitas
dakwah disamping harus dilaksanakan secara sungguh-sungguh, juga
dituntut sistematis.
Adanya tuntutan sungguh-sungguh dan sistematis dalam aktivitas
dakwah, karena secara fungsional, dakwah hadir sebagai upaya solusi
persoalan-persoalan yang sedang dan akan dihadapi ummat. Dengan
demikian dakwah hadir sebagai upaya perubahan kepribadian manusia
secara individu yang akhirnya merubah tatanan masyarakat secara
cultural.
Dalam upaya mewujudkan perubahan tersebut sebagai tujuan
utama dakwah, maka dakwah memerlukan penataan secara professional
dengan menerapkan prinsip- prinsip manajemen. Beberapa hal yang
menjadi perhatian dalam penataan dakwah adalah, unsure- unsure
dakwah, bentuk kegiatan dakwah, perlengkapan dakwah
Unsur- unsure dakwah dimaksud adalah: (a) Tenaga da’i atau juru
dakwah; (b) Mad’u atau objek dakwah; (c) Tujuan Dakwah; (d) materi
dakwah; (e) Metode dakwah dan (f) Media dakwah.
Adapun bentuk – bentuk dakwah ialah:
1. Irsyad
2. Tabligh
3. Tadlbir Islam, dan
40. Tamkin Islam

Irsyad Islam
Irsyad ialah penyebar luasan ajaran Islam yang sangat spesifik
dikalangan sasaran tertentu. Ia menampilkan hubungan personal
antara da’I dengan mad’unya. Ia lebih berorientasi pada pemecahan
masalah individual yang dialami oleh mad’u, sedangkan sang da’i

2 Ahmad warson Munawwir, Al-Munawwir Kamus Arab-Indonesia, (Sura-


baya: Pustaka Progresif, 1997), hlm. 407

10 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


memberikan jalan ke luar sebagai pemecahan masalah tersebut. Irsyad
memiliki makna internalisasi, yaitu proses penaklukan ilham taqwa
terhadap ilham fujur. Irsyad juga bermakna transmisi, yaitu proses
memberitahukan dan membimbing terhadap individu, dua orang,
tiga orang atau kelompok kecil (nasihah) atau memberikan solusi atas
permasalahan kejiwaan yang dihadapi (istisyfa).
Jika diperhatikan dari pengertian di atas, maka dakwah dalam
bentuk irsyad lebih dikenal penerapanya dalam kegiatan “Konseling”.
Dalam kegiatan konseling biasa dikenal dengan konselor sebagai
da’inya dan klien mad’unya. Disamping itu, irsyad juga mencakup
penyebarluasan ajaran Islam dikalangan kelompok tertentu dengan
suatu pesan tertentu. Pesan itu merupakan paket program yang
dirancang oleh pelaku dakwah. Ia dirancang secara bertahap sampai
pada perolehan target tertentu. Irsyad dalam bentuk ini biasanya
kegiatanya khusus kepada mereka yang memiliki masalah, tetapi
kegiatanya dalam kelompok. Kegiatan ini lebih dikenal dengan
konseling kelompok. Biasanya dilakukan dalam bentuk kegiatan
pelatihan khusus dengan program khusus dan ada target tertentu.
Sebagai kegiatan irsyad, biasanya dalam bentuk kegiatan bimbingan,
Konseling, Penyuluhan dan Psikoterapi islam.

Tabligh
Tabligh merupakan suatu penyebar luasan ajaran Islam
yang memiliki ciri-ciri tertentu, ia bersifat insidental, oral, massal,
seremonial, bahkan kolosal. Tabligh juga bermakna difusi, yaitu proses
penyebar luasan ajaran Islam secara lisan, dan tulisan melalui berbagai
media massa kepada orang banyak.

Tadlbir
Dakwah dalam bentuk tabligh ini merupakan upaya
mengaktualisasikan Islam sebagai rahmat (jalan hidup yang
mensejahterakan, membahagiakan dan sebagainya) dalam kehidupan
ummat manusia. Dalam perwujudanya, dakwah kerahmatan dapat
ditempuh dalam dua bentuk dakwah, yaitu Tadbir dan tathwir. Tadbir
ialah Sosialisasi ajaran Islam kepada mad’u dengan mengoptimalkan
fungsi lembaga atau organisasi dakwah formal maupun non formal,
serta mencetak da’i profesional yang sesuai dengan kebutuhan

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 11


masyarakat.
Tathwir ialah sosialisasi ajaran Islam kepada masyarakat untuk mem-
pertinggi derajat keshalihan perilaku individu dan kelompok, sehingga
dapat memcahkan masalah yang ada di masyarakat

D. Pengertian Manajemen Dakwah


Setelah difahami dua istilah di atas, yaitu manajemen dan
dakwah beserta tujuannya, maka secara sederhana manajemen
dakwah diartikan sebagai upaya penataan atau pengelolaan lembaga
dakwah dalam upaya mencapai tujuan dakwah. Atau dapat dikatakan
juga bahwa manjemen dakwah adalah pengelolaan lembaga dakwah
dengan menerapkan fungsi- fungsi manjemen yaitu perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, dan evaluasi dakwah dalam
mencapai tujuan dakwah. Sebagaimana dijelaskan oleh A. Rasyad
Shaleh, Manajemen dakwah merupakan proses perencanaan tugas,
mengelompokan tugas, menghimpun dan menempatkan tenaga-
tenaga pelaksana dalam kelompok-kelompok tugas dan kemudian
menggerakkan ke arah pencapaian tujuan dakwah3.
Manajemen dakwah dapat diartikan sebagai upaya merencanakan
kegiatan dakwah, menyusun, mengelompokan kegiatan dakwah,
menghimpun dan menempatkan petugas dalam kelompok kegiatan
dakwah, menggerakan sehingga terlaksana kegiatan dakwah serta
mengevaluasi kegiatan dakwah sehingga tujuan utama dakwah dapat
tercapai.

E. Sarana Manajemen Dakwah


Dalam upaya penataan lembaga dakwah guna mencapai tujuan
dakwah, selain pentingnya fungsi manajemen dalam proses aktivitas
dakwah, ada hal lain yang tidak kalah pentingnya dan harus ada dalam
proses dakwah yaitu “sarana manajemen dakwah”.
Diantara sarana manajemen dakwah yang bersifat aplikatif
adalah:
1. Tersedianya sumber daya manusia yang berkualitas.
Dalam kegiatan dakwah sumber daya dimaksud adalah tenaga
da’i. Namun yang disebut da’i tentu bukan hanya mereka yang mahir

3 A. Rasyad Saleh, Manajemen Dakwah Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1993),


hlm. 123

12 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


di depan mimbar atau tampil di depan public. Akan tetapi semua
yang terlibat dalam satu aktivitas dakwah, mereka disebut da’i. Dari
mulai konseptor dakwah, pengelola keuangan dakwah, tenaga da’i
di lapangan, relawan dakwah dan lain sebagainya. Seluruh yang
terlibat dalam gerakan dakwah dituntut memiliki kualitas da’i atau
kompetensi da’i. Diantara kualitas da’i adalah Keimanan, Akhlak mulia,
intelektualitas, kesehatan fisik, bekal ekonomi, dan pengalaman.
2. Tersedianya sarana alat pendukung
3. Pengadaan informasi yang tepat dan akurat
4. Dukungan dana yang cukup
5. Memiliki program dakwah yang sesuai dengan kebutuhan mas-
yarakat

F. Fungsi Manajemen terhadap Tujuan Dakwah


Aktivitas dakwah khususnya dalam skala organisasi atau
lembaga untuk mencapai suatu tujuan dibutuhkan sebuah pengaturan
atau manajemerial yang baik, dengan menerapkan fungsi-fungsi
manajemen dalam proses dakwahnya. Mengenai fungsi manajemen
telah banyak dikemukakan oleh para pakar khususnya pakar organisasi.
Diantaranya dikemukakan oleh George R. Tarry, menurutnya hanya ada
empat fungsi manajemen yaitu: planning (perencanaan),organizing
(pengorganisasian), actuating (pelaksanaan), dan controlling
(pengawasan)4. Secara rinci akan dijelaskan fungsi- fungsi manajemen
terhadap tujuan dakwah dengan mengacu kepada pendapat pakar
tersebut.

1. Takhthith (Perencanaan Dakwah)


Sebagaimana diketahui bahwa usaha manajemen adalah upaya
untuk mewujudkan tujuan-tujuan tertentu. Jika dalam gerakan dakwah
berarti upaya untuk mewujudkan tujuan dakwah. Perencanaan
merupakan langkah penting yang ada dalam manajemen. Tidak akan
dapat tercapai sebuah tujuan jika tidak direncanakan terlebih dahulu.
Islam sangat memperhatikan perencanaan atau persiapan yang
matang dalam menjalankan sebuah kegiatan. Seperti terlihat dalam
beberapa ayat al-Qur’an di bawah ini.

4 M. Munir dan Wahyu Ilaihi, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prenada Media


Grup, 2009), hlm. 66

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 13


َ َ ۡ َ َ ٓ َ َّ َ ۡ َ َ َ َ
َ‫ۡرض َو َما بَ ۡي َن ُه َما َب ٰ ِط ٗل ۚ َذٰل َِك َظ ُّن َّٱلِين‬ ‫وما خلقنا ٱلسماء وٱل‬
ْ َ َ َ َّ ّ ٞ ۡ َ َ ْ ُ َ َ
٢٧ ِ‫ِين كف ُروا م َِن ٱنلَّار‬ ‫كفر ۚوا فويل ل ِل‬
Dan Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada
antara keduanya tanpa hikmah. yang demikian itu adalah angga-
pan orang-orang kafir, Maka celakalah orang-orang kafir itu kare-
na mereka akan masuk neraka.(Ashad: 27)

َ ُ ۡ ُ ۡ َۡ َ ّ َ َّ ُ ّ ُ ۡ َ َ ۡ َّ ُ َ ْ ُّ َ َ
‫اط ٱلي ِل ترهِبون‬ ِ ‫وأعِدوا لهم ما ٱستطعتم مِن قوة ٖ ومِن رِب‬
َ َ َ َ ُ َ َ َ ۡ ُ َّ ُ َ َ َّ َّ ُ َ
‫ين مِن دون ِ ِه ۡم ل ت ۡعل ُمون ُه ُم‬ َ ‫اخر‬
ِ ‫بِهِۦ عدو ٱللِ وعدوكم وء‬
ۡ‫كم‬ ُ ۡ َ َّ َ ُ َّ َ ۡ َ ْ ُ ُ َ َ ۡ ُ ُ َ ۡ َ ُ َّ
‫يل ٱللِ يوف إِل‬ ِ ِ ‫ٱلل يعلمه ۚم وما تنفِقوا مِن شءٖ ِف سب‬
َ َُ ُۡ َ ۡ ُ ََ
٦٠ ‫وأنتم ل تظلمون‬
dan siapkanlah untuk menghadapi mereka kekuatan apa saja
yang kamu sanggupi dan dari kuda-kuda yang ditambat untuk
berperang (yang dengan persiapan itu) kamu menggentarkan
musuh Allah dan musuhmu dan orang orang selain mereka yang
kamu tidak mengetahuinya; sedang Allah mengetahuinya. apa
saja yang kamu nafkahkan pada jalan Allah niscaya akan dibala-
si dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya (diru-
gikan).(Al-anfal:60)

َ ۡ َ َّ َ َّ ٞ ۡ َ ۡ ُ َ ۡ َ َ َّ ْ ُ َّ ْ ُ َ َ َ َّ َ ُّ َ ٰٓ َ
ٖۖ‫يأيها ٱلِين ءامنوا ٱتقوا ٱلل ولنظر نفس ما قدمت ل ِغد‬
َ ُ َ َ َّ ْ ‫َو َّٱت ُقوا‬
َ َّ ‫ٱلل إ َّن‬
ُ ‫ٱلل َخب‬
١٨ ‫ري ۢ ب ِ َما ت ۡع َملون‬ِ ِ ۚ
Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan
hendaklah Setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuat-
nya untuk hari esok (akhirat); dan bertakwalah kepada Allah,
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(Al-Hasyr: 18)

14 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Merujuk kepada Al-Qur’an an dan perjalanan dakwah para
Nabi, perencanaan merupakan bagian dari sunnatullah, yakni Allah
Swt menciptakan alam semesta ini dengan hak dan perencanaan yang
matang disertai deng tujuan yang jelas, dengan kata lain alam semesta
diciptakan tidak dengan secara kebetulan.
Begitu juga para Nabi dalam menjalankan dakwahnya, seperti
contoh Rasulullah SAW berdakwah dengan menempuh beberapa
tahapan dengan perencanaan yang sangat matang dan tujuan
yang jelas. Seperti diketahui dalam sejarah dakwah, Rasulullah Saw
berdakwah menempuh dua langkah besar, yaitu dakwah secara
sembunyi-sembunyi dan dakwah secara terbuka atau trang-trangan.
Hal ini juga dapat difahami dari hadis di bawah ini.

“Jika Engkau ingin mengerjakan suatu pekerjaan, maka pikirkan-


lah akibatnya, maka jika perbuatan tersebut baik, ambillah dan
jika perbuatan itu jelek, maka tinggalkanlah.” (HR. Ibnu Mubarak)

Depinisi perencanaan dapat difahami dari beberapa pakar,


sebagai berikut:
 menurut Henry Fayol, perencanaan adalah semacam prediksi ter-
hadap apa yang akan terjadi pada masa datang di sertai Persiapan
untuk menghadapi masa yang akan datang.
 Sementara itu,  James S.F. Store “Perencanaan” sebagai “Palan-
ning is the process of setting goals and closing the means to achive
those goals”. (Perencanaan adalah sebuah proses untuk menyusun
rencana dalam meraih perencanaan tujuan tersebut).
 Sedangkan menurut Mary Robins, perencanaan adalah suatu
proses yang melibatkan penentuan sasaran dan tujuan organisa-
si, menyusun strategi menyeluruh untuk mencapai sasaran yang
telah ditetapkan dan mengembangkan hierarki rencana secara
komprehensif untuk mengintegrasikan dan mengoordinasikan ke-
giatan.
Dari pengertian di atas, perencanaan merupakan upaya mengkaji
apa yang hendak dilakukan di masa mendatang. Tindakan ini sangat
berbeda dengan ramalan yang sifatnya dugaan. Dalam perencanaan
terdapat beberapa komponen yang diputuskan, diantaranya ide
atau gagasan yang berkaitan dengan penentuan tujuan dan strategi,
kegiatan atau aksi yang akan dilakukan, waktu yang dipilih serta

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 15


pendanaan yang harus disiapkan.
Dalam bahasa Arab, perencanaan dikenal dengan “ takhthith”. Per-
encanaan dalam dakwah islam, nampaknya sudah merupakan hal yang
wajib dilakukan terutama di era modern saat ini. Hal ini berkaitan den-
gan tujuan atau target dakwah bukan terletak pada kebutuhan para
da’i sebagai pelaku dakwah, tetapi harus disesuaikan dengan kondisi
manusia sebagai sasaran dakwah. Untuk itu ada beberapa kegiatan
yang harus dilakukan dalam perencanaan dakwah, diantaranya:
a. Menetapkan sasaran/tujuan dakwah
b. Menentukan strategi dakwah (langkah dan program dakwah) da-
lam setiap sasaran dakwah
c. Menetukan tenaga da’i beserta tenaga yang siap di terjunkan ke
lapangan
d. Menentukan sarana dan prasarana dakwah/ media dakwah
e. Menentukan materi dakwah yang tepat sesuai sasaran dakwah
f. Menentukan metode dakwah yang tepat sesuai dengan materi
g. Membuat asumsi berbagai kemungkinan yang dapat terjadi dan
mempengaruhi jalannya program, serta
h. Menentukan cara untuk menghadapinya serta
i. Menentukan alternative- alternative program kegiatan
Menurut Rasyad Saleh yang dikutif dalam buku Wahyu Ilaihi,
perencanaan dakwah adalah proses pemikiran dan pengambilan
keputusan yang matang dan sistematis, mengenai tindakan- tindakan
yang akan dilakukan pada masa yang akan datang dalam rangka
penyelenggaraan dakwah. Maka dari itu menurutnya diantara aktivitas
dalam perencanaan dakwah adalah:
a. Perkiraan dan perhitungan masa depan
b. Penentuan dan perumusan sasaran/ objek sesuai dengan tujuan
dakwah yang sudah ditetapkan sebelumnya
c. Menetapkan tindakan- tindakan dakwah serta prioritas dalam
pelaksanaanya
d. Menenapkan tindakan- tindakan dakwah serta penetapan waktu
pelaksanaan, lokasi, pembiayaan, fasilitas pendukung serta factor
lainya tang dianggap mendukung.
Wahyu Ilaihi menegaskan bahwa tugas penting dari perencanaan
adalah: Menetukan sasaran; pengelompokan sasaran dan penentuan
skala prioritas; mengkaji kondisi yang berkembang, mengetahui dan

16 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


memahami segala potensi yang dimilki; mengkaji dan mengevaluasi
kegiatan dimasa lalu.5
Menurutnya tugas utama perencanaan dalam aktivitas dakwah adalah
menentukan langkah dan program dakwah dalam menentukan setiap
tujuan dakwah, menentukan sarana-prasarana atau media dakwah,
serta personel da’i yang akan diterjunkan, menentukan materi yang
sesuai dan relevan, membuat asumsi berbagai kemungkinan yang
dapat terjadi dan dapat mempengaruhi proses pelaksanaan program,
serta cara menghadapinya dengan menentukan solusi alternative.6
Sebelum menetapkan perencanaan dakwah seperti tersebut
di atas, terdapat hal penting yang senestinya dilakukan dalam
perencanaan dakwah, yaitu:
a. Pengumpulan data, (peluang, tantangan, kebutuhan).
Kegiatan pengumpulan data ini sangat penting sebelum
merencanakan kegiatan dakwah. Hal ini juga berkaitan dengan
keharusan adanya kesesuaian antara kebutuhan masyarakat dakwah
terhadap tujuan dakwah. Maka dari itu sebelum menetapkan rencana
kegiatan dakwah, terlebih dahulu dilakukan survey lapangan untuk
menemukan data- data yang berkaitan dengan berbagai peluang
dakwah, tantangan atau hambatan- hambatan dakwah yang ada dan
kemungkinan terjadi, serta kebutuhan masyarakat terhadap kegiatan
dakwah.

b. Mengetahui peta sosiologis medan dakwah.


Selain data tersebut di atas, informasi yang tidak kalah pentingnya
yang harus dimiliki oleh pengelola sekaligus pelaku dakwah adalah
tentang kondisi sosiologis medan dakwah. Kondisi tersebut antara
lain: karakteristik masyarakat sasaran dakwah dari berbagai aspeknya
seperti, latar belakang suku/ etnis, pendidikan, ekonomi, budaya,
faham keagamaan yang dianutnya, dan lain sebagainya. Selain itu juga
mengenai kondisi lingkungan/geografis.

c. Mengetahui gambaran umum profil da’i


Data da’i juga penting untuk diketahui keberadaanya di

5 M. Munir, Manajemen Dakwah, hlm 96-98


6 Ishak Asep, Hendri Tanjung, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Ja-
karta: Trisakti, 2002), hlm19

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 17


masyarakat sasaran dakwah. Hal ini berkaitan dengan ketersediaan
tenaga da’i dan juga kualitasnya. Ini dibutuhkan untuk peningkatan
dakwah ke depanya, serta ketersediaan tenaga da’I yang siap menjadi
tenaga Pembina secara tetap.

d. Analisis fakta dan data


Setelah data terkumpul, langkah selanjutnya adalah menganalisa
data yang dilakukan oleh tenaga yang memiliki kecerdasan dalam
mengambil kebijakan dakwah.
e. Penyusunan rencana dakwah yang konkrit.
Data yang sudah dianalisis selanjutkan disusun dan ditetapkan
rencana dakwah sesuai dengan kebutuhan yang tergambar dari data
lapangan.

2. Tanzhim (Pengorganisasian Dakwah)


Pengorganisasian atau at-tanzhim dalam pandangan islam bukan
wadah semata, melainkan lebih menekankan bagaimana pekerjaan
dapat dilakukan secara rapi, teratur dan sistematis.hal ini sesuai
dengan firman-Nya dalam surah Al-Shaf ayat 4;

ٞ‫ون ف َسبيلِهِۦ َص ّٗفا َك َأ َّن ُهم ُب ۡن َيٰن‬


َ ُ ٰ َ ُ َ َّ ُّ ُ َ َّ َّ
ِ ِ ‫إِن ٱلل يِب ٱلِين يقتِل‬
ٞ ‫َّم ۡر ُص‬
٤ ‫وص‬
Sesungguhnya Allah menyukai orang yang berperang dijalan-Nya
dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu
bangunan yang tersusun kokoh.

Rasulullah Saw bersabda:

“ Sabda Nabi Saw: Allah sangat menyukai jika seseorang melaku-


kan perbuatan terutama dilakukan dengan itqam (kesungguhan
dan keseriusan (HR. Thabrani)

Dengan memperhatikan ayat dan hadis di atas, maka tugas da’i


selanjutnya, setelah memiliki data tentang kondisi masyarakat sasaran
dakwah adalah merancang. Dengan demikian tugas da’i adalah

18 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


merancang sebuah struktur organisasi dakwah yang memungkinkan
mereka untuk mengerjakan program dakwah secara efektif dan efisien
untuk mencapai sasaran-sasaran dan tujuan-tujuan organisasi dakwah.
Pengorganisasian adalah penentuan, pengelompokan, dan
pengaturan berbagai kegiatan yang perlu, menetapkan struktur
formal dari kewenangan di mana pekerjaan dibagi-bagi sedemikian
rupa, ditentukan, dan dikoordinasikan untuk mencapai tujuan yang
diinginkan.
Pengorganisasian dakwah adalah keseluruhan proses
pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas-tugas, tanggung
jawab, dan wewenang sedemikian rupa sehingga terciptanya suatu
organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu kesatuan dalam rangka
pencapaian tujuan dakwah yang telah ditentukan.
Dengan demikian, pengorganisasian memiliki arti penting bagi
proses dakwah, sebab dengan dibagi-baginya kegiatan dalam tugas-
tugas yang lebih rinci kepada pelaksana-pelaksana yang telah diseleksi
akan terhindar dari adanya penumpukan tugas berada pada satu atau
dua orang saja. Jadi, pengorganisasian mengandung unsur koordinasi
untuk menemukan kepastian dari berbagai perbedaan-perbedaan
berbagai unsur demi terciptanya harmonisasi dalam tugas dakwah.
Pengorganisasian sangat erat hubungannya dengan pengaturan
struktur melalui penentuan kegiatan untuk mencpai tujuan, walaupun
struktur itu bukan merupakan tujuan. Oleh karena itu, pengorganisasian
dakwah sudah semestinya disesuaikan dengan bidang garapan dakwah
serta lokasi pewilayahan.
Apabila pengorganisasian sebagaimana disebutkan di atas,
merupakan wadah dan kerangka struktur yang relatif tetap, maka
sisi lain dari pengorganisasian juga memperhatikan hubungan
berlakunya tata kerja menurut struktur sehingga masing-masing
pelaku mempunyai hubungan formal , baik sebagai atasan, bawahan,
atau sesama sejawat dengan kewajiban dan tanggung jawab yang
telah ditetapkan. Hubungan timbal balik antara orang-orang dalam
organisasi itu merupakan proses dinamis dalam kegiatan organisasi
untuk mencapai tujuan.
Sementara itu, Rosyad Saleh mengemukakan bahwa rumusan
pengorganisasian dakwah itu adalah “rangkaian aktivitas menyusun
suatu kerangka yang menjadi wadah bagi setiap kegiatan usaha dakwah

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 19


dengan jalan membagi dan mengelompokkan pekerjaan dakwah yang
harus dilaksanakan serta menetapkan dan menyusun jalinan hubungan
kerja diantara satuan-satuan organisasi dakwah atau petugas dakwah.
Dari pengertian di atas, terlihat beberapa tujuan dari pengorganisasian
dakwah, antara lain:
1. Membagi kegiatan dakwah menjadi departemen-departemen
atau divisi-divisi dan tugas yang terperinci dan spesifik
2. Membagi kegiatan dakwah serta tanggung jawab
3. Mengordinasikan berbagai tugas organisasi dakwah
4. Mengelompokan pekerjana dakwah
5. Membangun hubungan di kalangan da’i
6. Menetapkan garis kewenangan formal.

3. Tawjih (Penggerakan Dakwah)


Tawjih merupakan inti dari manajemen dakwah itu sendiri
yaitu seluruh proses pemberian motivasi kerja kepada para bawahan
sedemikian rupa, sehingga mereka mampu bekerja dengan ikhlas demi
tercapainya tujuan organisasi dengan efisien dan ekonomis. Motivasi
diartikan sebagai kemampuan seorang manajer atau pemimpin
dakwah dalam memberikan sebuah kegairahan, kegiatan dan
pengertian, sehingga para anggotanya mampu untuk mendukung dan
bekerja secara ikhlas untuk mencapai tujuan organisasi sesuai tugas
yang dibebankan kepadanya.
Sekalipun rencana gerakan dakwah sudah ditetapkan dan
pembagian kerja sudah tersusun dengan jelas, anpa adanya motivasi,
bimbingan, rahan serta tauladan langsung dari sang manajer dakwah,
tujuan dakwah belum tentu bisa realisasikan. Berkaitan dengan
gerakan dakwah yang hakikatnya adalah bergerak di jalan Allah, maka
ada beberapa aspek penting yang harus dimiliki para da’i dan ini harus
menjadi sasaran penggerakan. Aspek dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Aspek Ruhiyah (spiritual)
Kekuatan ruhiyah merupakan factor utama yang harus dimiliki
seorang da’i. Dengan keimanan dan ketaqwaan yang tinggi, tan-
tangan besar pun dapat dilalui dengan baik. Seperti yang terjadi
dengan para Nabi serta para shahabat di masa Nabi Muhammad
Saw. Dengan kekuatan iman yang tertanam di hati mereka, Islam
jaya dan tersebar ke seluruh penjuru dunia.

20 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


b. Aspek Pemikiran
Iman yang kuat saja tidak cukup, tetapi seorang da’i dituntut untuk
membekali dirinya dengan wawasan ilmu pengetahuan. Diantara-
nya wawasan keislaman atau dikenal dengan tsaqofah Islamiyah.
Wawasan keislaman adalah wawasan yang bersumber pada Islam
yang merupakan bekal intelektual yang pertama kali wajib dimiliki
seorang da’i. Wawasan tersebut meliputi; Al-Qurannul karim dan
tafsirnya, Sunnah Nabawi dan kitab-kitabnya, Sirah Nabi dan urgen-
sinya, Ilmu tauhid, Fiqh dan ushul Fiqh, Ilmu pendidikan dan Adab
prilaku, serta istem pemerintahan dalam Islam.Seorang da’i yang
sudah melengkapi dirinya dengan wawasan keislaman di atas, ia
akan berusaha dan sunggugh-sungguh untuk memberikan petun-
juk kebenaran kepada sesamanya. Dengan memahami al-qur’an
dan tafsirnya, ia tidak akan melakukan tindakan penyelewengan
terhadap nash-nash dihadapan mad’unya sekalipun mengancam
keamanan dirinya. Begitu juga, dengan memhami dan mengua-
sai sunnah dan hadis Nabi, ia tidak akan berani menyebar luaskan
hadis-hadis lemah apalagi membuat hadis palsu.
Selain wawasan keislaman, wawasan sejarah merupakan hal yang
penting untuk diketahui seorang da’i. Sejarah merupakan ensik-
lopedi yang menyimpan berbagai peristiwa ummat manusia den-
gan segala ibrah dan hikmah, serta pengalaman. Disamping itu
sejarah dapat memperluas wawasan dalam menela’ah situasi dan
kondisi berbagai ummat dan tokohnya Dengan memahami sejar-
ah, seorang da’i akan waspada terhadap pengkaburan-pengkabu-
ran dan penafsiran-penafsiran yang keliru terhadap sejarah Islam.
Dan dengan kewajiban yang dipikulnya ia akan menyadarkan dan
mengingatkan generasi agar tidak terpengaruh dengan kekeliruan
tersebut.
Yang tidak kalah pentingnya dan harus dikuasai seorang da’i ada-
lah wawasan bahasa. Pentingnya wawasan bahasa dan sastra
antara lain sebagai pelurus lisan, dapat memperindah ungkapan
yang mampu menimbulkan dan menumbuhkan ketertarikan pada
pendengar.Bahasa dengan kosa kata yang baik dan benar sangat
lazim demi keselamatan lidah, kebaikan dan kebenaran penyam-
paian dan ungkapan. Karena dengan kesalahan bahasa, selain
dapat menyelewengkan makna dan mengkaburkan maksud, juga

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 21


akan terjadi kebosanan dan kejenuhan pada pendengar. Selain itu
tidak sedikit para da’I yang ahli di bidang sastra menemukan dan
mendapatkan puisi, humor dan komedi yang sesuai dan relevan
dengan situasi dan kondisi yang ada untuk meneguhkan makna
dan mengasyikan pendengar. Namun demikian hendaklah meng-
hindari dari puisi-puisi dan humor yang jorok atau yang cenderung
membuka aib orang lain.
Wawasan humaniora atau tsaqafah insaniyah juga merupakan hal
yang penting dimiliki seorang da’i.Seorang da’i memang dituntut
untuk memperhatikan dasar-dasar ilmu yng dewasa ini dikenal
dengan ilmu humaniora. Seperi psikologi, sosiologi, ilmu ekonomi,
filsafat, etika, pendidikan, geografi dan sebagainya. Ilmu-ilmu
tersebut merupakan ilmu bantu yang sangat menunjang dalam ke-
suksesan dakwah. Dakwah bukan untuk sang da’i, akan tetapi dak-
wah ditujukan untuk mad’u. Maka dari itu ilmu untuk memahami
kondisi mad’u baik dari aspek psikologi, sosiologi, budaya, latar
belakang pendidikan dan ekonominya harus dikuasai oleh seorang
da’i
c. Aspek material
Dakwah seringkali gerakannya lamban dikarenakan kekurangan
dana. Di lapangan juga sering terjadi kegiatan dakwah terhenti
disebabkan da’inya tidak ada, dan penyebabnya tidak ada dana
untuk membayar seorang da’i. Dengan kenyataan ini, maka kesia-
pan materi atau logistic dakwah yang berupa uang sangat penting.
Maka dari itu seorang da’i tidak hanya dituntut memiliki wawasan
ilmu pengetahuan, tetapi kecukupan materi merupakan hal yang
sangat penting.

4. Riqaabah (Pengendalian Dakwah)


Evaluasi dakwah dirancang untuk diberikan kepada orang
yang dinilai dan orang yang menilai informasi mengenai hasil karya.
Pengendalian manajemen dakwah dapat dikatakan sebagai sebuah
pengetahuan teoritis praktis. Karena itu, para da’i akan lebih cepat
untuk mencernanya jika dikaitkan dengan prilaku dari da’i itu sendiri
sesuai dengan organisasi. Dengan demikian, pengendalian manajemen
dakwah dapat dikategorikan sebagai bagian dari prilaku terapan, yang
berorientasi kepada sebuah tuntutan bagi para da’i tentang cara

22 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


menjalankan dan mengendalikan organisasi dakwah yang dianggap
baik. Tetapi yang paling utama adalah komitmen manajemen dengan
satu tim dalam menjalankan sebuah organisasi dakwah secara
efisien dan efektif, sehingga dapat menghayati penerapan sebuah
pengendalian.
Tujuan diberlakukannya evaluasi ini yaitu agar mencapi konklusi
dakwah yang evaluatif dan memberi pertimbangan mengenai hasil
karya serta mengembangkan karya dalam sebuah program. Sedangkan
evaluasi dakwah dinilai penting karena dapat menjamin keselamatan
pelaksanaan dan perjalanan dakwah, mengetahu berbagau persoalan
dan problematika yang dihadapi serta cara antisifasi dan penuntasan
seketika sehingga akan melahirkan kemantafan bagi para aktifis
dakwah.
Islam sangat menjunjung tinggi tindakan pengawasan atau
pengendalian atau evaluasi. Sebagaimana dalam surah Al-Mujadilah
ayat 7

ُ ُ َ َ َۡ َ َ َ َ َّ َ َ ۡ َ َ َّ َّ َ َ َ ۡ َ َ
‫ۡرض ما يكون‬ ۖ ِ ‫ت وما ِف ٱل‬ ٰ ٰ ُ
ِ ‫ألم تر أن ٱلل يعلم ما ِف ٱلسمو‬
ُ َّ َۡ َ ُ َّ َ َ َ ٰ َ ۡ َّ
‫ى ثلٰث ٍة إِل ه َو َراب ِ ُع ُه ۡم َول خ َس ٍة إِل ه َو َساد ُِس ُه ۡم‬ ‫مِن نو‬
َّ‫ث إ َّل ُه َو َم َع ُه ۡم َأ ۡي َن َما َكنُ ۖوا ْ ُثم‬ ََ‫ك‬ ۡ َ ٓ َ َ َ َٰ
‫ول أدن مِن ذل ِك ول أ‬ ٰ ََۡ ََٓ
ِ
ۡ
ٌ ِ ‫ك ّل َش ٍء َعل‬ ُ َ َّ َّ َ ٰ َ ۡ َ ۡ َ ْ ُ َ َ ُ ُ ّ َ ُ
٧ ‫يم‬ ِ ِ ‫ب‬ ‫ٱلل‬ ‫ينبِئهم بِما ع ِملوا يوم ٱلقِيمةِۚ إِن‬
tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengeta-
hui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan raha-
sia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada
(pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya.
dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari
itu atau lebih banyak, melainkan Dia berada bersama mereka di
manapun mereka berada. kemudian Dia akan memberitahukan
kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerja-
kan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu.

Tujuan dari pengendalian atau pengawasan tiada lain adalah


dalam upaya efektivitas dakwah. Dengan demikian dalam pengawasan

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 23


dakwah yang memiliki nilai ibadah, maka ada nilai-nilai tertentu yang
harus diperhatikan dalam melakukan pengendalian dakwah. Nilai-nilai
dimaksud adalah
 Saling menasihati atas dasar kebenaran dan norma yang jelas
(tawa shau bi al haqq)
 Saling menasihati atas dasar kesabaran
 Saling menasihati atas dasar kasih sayang (tawa shau bi al mar-
hamah)

24 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Bab 3
SEPUTAR GENDER

A. Gender, Pengarusutamaan gender dan Analisis gender


Istilah gender mengacu pada peran-peran perempuan dan
laki-laki yang terkonstruksi secara social, yang mempengaruhi dan
menentukan apa yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan,
bagaimana mereka itu dinilai dan peluang-peluang serta hambatan-
hambatan apa yang mereka hadapi.1 Gender adalah konstruksi social
budaya yang membedakan perempuan dan laki-laki dari segi fungsi,
peran dan tanggung jawab.2
Adanya perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara
laki-laki dan perempuan dalam masalah social pada dasarnya tidak
dpermasalhkan. Akan tetapi jika dicermati secara lebih dalam seringkali
dapat menjadi penyebab munculnya diskriminasi gender, yang
sesungguhnya keadaan ini dapat merugikan bagi kehidupan laki-laki dan
perempuan sendiri. Diskriminasi gender dapat dihapus dengan adanya
kesetaraan dan keadilan gender. Kesetaraan gender adalah suatu
kondisi yang sama antara laki-laki dan perempuan dalam mencapai
hak-hak dasar dan manfaat pembangunan dalam lingkup keluarga,

1 http://kampus.okezone.com/read/2011/03/09/95/432903 Analisis Gen-


der : Sebuah Panduan Pengantar
2 Srikusyuniati (………internet)

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 25


masyarakat, Negara dan dunia internasional. Adapun keadilan gender
adalah suatu proses yang seimbang antara laki-laki dan perempuan
dalam memperoleh akses atau kesempatan, partisipasi atau peran,
tanggung jawab atau control dan manfaat atas pembangunan dan
hak-hak dasar keduanya.Untuk mencapai kesetaraan dan keadilan
gender, dibutuhkan strategi. Diantara strategi pencapaian yang
diusung pemerintah dunia adalah dikenal dengan istilah “pengarus
utamaan gender”, yaitu suatu strategi yang dilakukan untuk mencapai
kesetaraan dan keadilan gemder melalui pengintegrasian pengalaman,
aspirasi, kebutuhan, dan permasalahan perempuan dan laki-laki ke
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi dari
seluruh kebijakan, program, proyek dan kegiatan di berbagai bidang
kehidupan dan pembangunan.3
Dalam efektifitas pencapaian strategi pengarusutamaan gender
di atas, para pakar yang berkonsentrasi di bidang gender, mencoba
menyusun dan merumuskan berbagai teknik analisis gender. Terdapat
berbagai macam model untuk berbagai kepentingan: analisa kebijakan,
perencanaan program, evaluasi program, institusi, masyarakat, system
social, dsb. Diantaranya ada social relations Approach (Naila Kabeer)
1996. Model Naila Kabeer lebih menitik beratkan pada analisa system
social untuk mengungkap ketidakadilan. Model naila kabeer juga
menitik beratkan pada 4 institusi social: Negara, pasar, masyarakat dan
keluarga.
Terdapat dua prinsip yang menjadi landasan dari metode ini,
yaitu tujuan program pembangunan adalah untuk kebaikan atau
kesejahteraan manusia dan mengenalkan konsep hubungan antar
institusi social, serta menganalisa ketidak adilan gender yang sedang
terjadi dalam distribusi sumber, tanggung jawab dan rancangan
program yang memungkinkan perempuan menjadi agen untuk
mengembangkan dirinya.
Analisa gender mengidentifikasi ketidak-adilan dan ketidak
setaraan yang seringkali diabaikan pada perempuan dan laki-laki
yang mempunyai akses dan control berbeda terhadap sumber daya,
membawa perbedaan peran dan fungsi social dan menghadapi
hambatan berbeda dan karenanya menerima manfaat berbeda.
Analisis gender adalah cara untuk melihat problem atau

3 Mufidah Ch, Pengarusutamaan gender Bidang Pendidikan, hal 2-6

26 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


mengukur kesenjangan perempuan dan laki-laki dalam program
pembangunan untuk dicari pemecahan permasalahanya, dengan cara
mngurai, mengukur, menilai, menelaah data, dan informasi yentang
kondisi perempuan dan laki-laki untuk mengungkap status peran dan
tanggung jawab serta factor yang mempengaruhi.
Analisis gender adalah himpunan dan analisis informasi dan data
mengenai:
1. Peran, kewajiban dan hak yang berbeda-beda bagi perempuan
dan laki-laki
2. Kebutuhan, prioritas, peluang dan hambatan yang berbeda-beda
bagi perempuan dan laki-laki
3. Alasan-alasan mengapa terjadi perbedaan-perbedaan tersebut
4. Peluang-peluang dan strategi-strategi untuk meningkatkan kese-
taraan gender
Selama pelaksanaan analisis gender, para peneliti mengumpulkan
data jenis kelamin yang dipilah-pilah berdasarkan kegiatan,
pengalaman dan pandangan laki-laki dan perempuan di dalam
sebuah populasi. Analisis yang peka terhadap gender diterapkan
pada data kegiatan-kegiatanlaki-laki dan perempuan tempat kerja
dan masyarakat, tingkat akses dan kontrolmereka terhadap asset dan
sumber dayaswasta dan pemerintah; dan kebutuhan, kepentingan dan
prioritasmereka, guna memahami perbedaan-perbedaan dan sebab-
sebab yang mendasari ketidaksamaan hak dan kewajiban di kalangan
perempuan dan laki-laki.
Analisis gender juga mengkaji pengaruh sosial dan kultural
baik terhadap peran-peran dan hubungan-hubungan, maupun
kekuatankekuatan ekonomi praktis yang membentuk kehidupan,
hubungan dan pengalaman laki-laki dan perempuan. Dengan
demikian, analisis gender dapat membantu para perencana dalam
memahami kompleksitas hubungan-hubungan sosial dan ekonomi
yang berlangsung dalam masyarakat dan kemudian memadukan
pertimbangan-pertimbangan yang terkait dengan peran-peran dan
hubungan-hubungan gender itu ke dalam rancangan proyek-proyek
dan kebijakan-kebijakan.
Analisis gender tidak hanya sekedar mengidentifikasi dan
membeberkan perbedaan-perbedaan antara laki-laki dan perempuan,
analisis gender berusaha menemukan dan memahami sebab-

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 27


sebab dan efek-efek yang mendasari ketidak-setaraan gender dan
memberikan kontribusi bagi perumusan strategi dalam menyampaikan
dan memecahkan masalah ketidak-setaraan gender. .4
Jika dikaitkan dengan dakwah masjid, pengarusutamaan gender
dalam bidang dakwah adalah suatu pendekatan untuk mengembangkan
kebijakan pembangunan yang mengintegrasikan pengalaman dan
masalah perempuan dan laki-laki dalam perencanaan, pelaksanaan,
pemantauan, dan evaluasi dari seluruh kebijakan, program dakwah di
tingkat lembaga dakwah yaitu masjid guna mencapai kesetaraan dan
keadilan gender dalam bidang dakwah masjid.

B. Feminisme dalam Islam (Al-Qur;an)


Diantara bentuk dari ketidak setujuan terhadap adanya
diskriminasi munculah gerakan “feminism”. Gerakan ini lahir dari barat
yang mengusung ketidak puasan atau protes terhadap system yang
patriarkis. Ada yang menamakan gerakan feminism liberal, radikal,
marxis social dan ada juga feminism islam. Kaum feminis ini seringkali
melontarkan tuduhan-tuduhan. Diantaranya tuduhan dari feminis
Islam, menyatakan bahwa system patriarchal yang sudah mengakar
di masyarakat menurut mereka disebabkan pengaruh doktrin agama
yang mensubordinasikan perempuan di bawah superioritas laki-laki.
Tuduhan ini dapat dibantah dengan lebih memperhatikan kandungan
Al-Qur’an secara benar dan perjalanan sejarah nabi Muhammad yang
sudah menerapkan prinsip-prinsip kesetaraan dan keadilan gender.
Mendiskusikan kaitan feminisme dan Islam tak akan kita
lepaskan dari kehadiran Qur’an sebagai buku petunjuk samawi yang
secara komprehensif dan lugas memaparkan hak asasi perempuan
dan laki-laki yang sama, hak itu meliputi hak dalam beribadah,
keyakinan, pendidikan, potensi spiritual, hak sebagai manusia,
dan eksistensi menyeluruh pada hampir semua sector kehidupan
termasuk dalam menegakan kebenaran dan kebaikan serta mencegah
dan mngubah kemunkaran di muka bumi.5 Di antara 114 surat yang
terkandung di dalamnya terdapat satu surat yang didedikasikan
untuk perempuan secara khusus memuat dengan lengkap hak asasi
perempuan dan aturan-aturan yang mengatur bagaimana seharusnya

4 Analisis Gender: sebuah panduan pengantar


5 QS. Al-taubah : 7

28 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


perempuan berlaku di dalam lembaga pernikahan, keluarga dan sektor
kehidupan. Surat ini dikenal dengan surat Al-nisa, dan tidak satupun
surat secara khusus ditujukan kepada kaum laki-laki. Lebih jauh
lagi, Islam datang sebagai revolusi yang mengeliminasi diskriminasi
kaum Jahiliyah atas perempuan dengan pemberian hak warisan,
menegaskan persamaan status dan hak dengan laki-laki, pelarangan
nikah tanpa jaminan hukum bagi perempuan dan mengeluarkan
aturan pernikahan yang mengangkat derajat perempuan masa itu dan
perceraian yang manusiawi. Maka bergantilah era represif masa pra-
Islam berlalu dengan kedatangan agama nabi Muhammad saw. yang
mengembalikan perempuan sebagai manusia utuh setelah mengalami
hidup dalam kondisi yang mengenaskan tanpa kredibilitas apapun
dan hanya sebagai komoditi tanpa nilai. Penghargaan Islam atas
eksistensi perempuan ditauladankan dalam sisi-sisi kehidupan Nabi
Muhammad saw. terhadap istri-istri beliau,anak maupun hubungan
beliau muslimah di masyarakat saat itu.. Kondisi dinamis perempuan
masa risalah tercermin dalam kajian-kajian yang dipimpin langsung
Rasulullah yang melibatkan para sahabat dan perempuan dalam satu
majlis. Terlihat jelas bagaimana perempuan masa itu mendapatkan
hak untuk menimba ilmu, mengkritik, bersuara, berpendapat dan
atas permintaan muslimah sendiri meminta Rasul satu majlis terpisah
untuk mendapat kesempatan lebih banyak untuk bertanya dengan
Rasulullah, khususnya masalah kewanitaan.6
Terlihat juga dari geliat aktifitas perempuan sahabat Rasullullah
dalam panggung bisnis, politik, pendidikan, keagamaan dan sosial,
dan ikut serta dalam peperangan dengan sektor yang mereka mampu
melakukan. Sirah kehidupan istri-istri Rasul pun mengindikasikan
aktifitas aktif dimana Ummul mukminin Khadijah ra. adalah salah
satu kampiun bisnis pada masa itu, Aisyah ra. adalah perawi hadis
dan banyak memberikan fatwa karena kecerdasannya. Bahkan hawa
feminispun telah terdengar dari suara-suara protes dan pertanyaan
yang diajukan Ummu Salamah ra. atas eksistensi perempuan7.
Dari sini terlihat bahwa era risalah telah mengubur masa
penetrasi kaum laki-laki atas wanita dan mengganti dengan masa yang

6 Jamhari Ismatu rafi, Citra perempuan dalam Islam, (Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka, 2003) hlm. 70-71
7 Wiyanto Suud, Wanita-wanita dalam Al-Qur’an, (Jakarta; bekanoor, 2011)

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 29


lebih segar bagi perjalanan hidup perempuan selanjutnya. Sejarah awal
Islam telah memaparkan kenyatan bahwa Islam justru mendorong
dan mengangkat kemuliaan perempuan yang belum pernah diberikan
sebelumnya oleh suku bangsa manapun sebelumnya dan peradaban
tua sebelum Islam.
Jika tataran islam awal begitu egaliter, terbuka dan mendorong
serta mengangkat kaum perempuan menjadi lebih terhormat,
kemudian kondisi saat ini cenderung merendahkan perempuan
atau perempuannya sendiri yang tidak sadar telah merendahkan
kehormatanya, itu tidak terlepas dari kondisi sosial yang
mempengaruhinya. Para ahli psikologi sosial berpendapat bahwa pola-
pola kebudayaan mempunyai pengaruh yang fundamental terhadap
kepribadianya yang biasanya berimbas pada tingkah laku sosialnya.8

8 Slamet Santoso, Teori-teori psikologi Sosial, (Bandung: Refika aditama,


2010), hlm. 90.

30 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Bab 4
GAMBARAN MANAJEMEN
DAKWAH MASJID BERBASIS
KESETARAAN GENDER

A. Kondisi Objektif Manajemen Dakwah Masjid Berkesetaraan


Gender
1. Sejarah pembangunan Masjid berkesetaraan gender
Secara umum pembangunan atau keberadaan masjid
di beberapa daerah di Kota Pontianak, berasal dari masyarakat
atau “hibbah” yang diberikan anggota masyarakat baik perorangan
maupun kelompok atau keluarga. Sepert Masjid Raya Mujahidin,
pembangunanya berasal dari tanah wakaf seluas 64.000 m2 atau 6,4
Ha yang diberikan oleh Pemerintah Kalimantan Barat kepada Yayasan
Mujahidin1. Demikian juga pembangunan Masjid kayu “al-Jihad
Pontianak Kota” dalam perkembangany merupakan tanah wakaf dari
dua orang warga yang berada di sekitar masjid2. Begitu juga dengan
Masjid yang diberi nama masjid Baiturrahim, ternyata merupakan
wakaf dari seorang muslim yang bernama A. Rahim Muhammad Taher3,
sama juga dengan masjid Daarul Falah yang berada di lingkungan pasar

1 Syarifah Fatimah, Profil Masjid Raya Mujahidin dalam buku Peta Dakwah di
Kalimantan Barat, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2011), hlm. 19
2 Cucu Nurjamilah, Profil Masjid Jihad Kota Pontianak dalam buku Peta Dak-
wah di Kalimantan Barat, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2011), hlm.36
3 Juniawati, Profil Masid Baiturrahim dalam buku Peta Dakwah di Kaliman-
tan Barat, (Pontianak: STAIN Pontianak Press, 2011), hlm.45

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 31


Kemuning Kota Baru pendirian dan pembangunanya merupakan tanah
wakaf di tahun 1963 berupa tanah seluas 1. 922 M2, dan masjid-
masjid lainya (lihat buku Peta dakwah di Kalimantan Barat).
Selain berasal dari tanah wakaf, keberadaan masjid di Kota
Pontianak secara keseluruhan merupakan keinginan dan kebutuhan
masyarakat muslim yang secara sadar menghendaki ketersediaan
sarana ibadah secara jamai. Maka dari itu, ketika modal wakaf sudah
ada, pembangunan selanjutnya adalah swadaya masyarakat setempat.
Disamping itu ada juga beberapa masjid yang pendirianya berasal dari
rumah seorang tokoh agama atau ulama yang memang berdakwah
dengan membimbing masyarakat sekitar rumahnya. Selanjutnya atas
inisiatif beliau yang memiliki perhatian besar terhadap perkembangan
agama, dibangunya sebuah surau di lahan rumahnya, dan selanjutnya
bersama masyarakat dibangun sebuah masjid4.
Dalam perkembanganya, seluruh masjid tersebut di atas secara
perkembangan fisik perkembangan sama. Dari yang sederhana
berkembang menjadi masjid yang luas. Pada awalnya sama ruangan
yang dibangun diperuntukan seolah hanya untuk kaum muslim atau
laki-laki. Indikasinya belum ada ruangan khusus atau penyekatan yang
memisahkan laki- laki dan perempuan. Namun seiring meningkatnya
para muslimat yang datang untuk menjalankan shalat berjama’ah
dan mengikuti pengajian, maka pengurus merancang ruangan dan
perlengkapan ibadah yang disediakan untuk para muslimah5

2. Manajemen Masjid berkesetaraan Gender


Sebagaimana perkembangan pembangunan fisik masjid, dalam
struktur kepengurusan masjid perkembanganya sama. Sejak awal
pendirianya, hampir seluruh masjid di Kota Pontianak para pengurusnya
seluruhnya adalah laki- laki. Namun seiring dengan intensitas muslimah
yang hadir dalam aktivitas masjid, maka para pengurus masjid ada
yang melibatkan para muslimah. Seperti Masjid Daarul Falah Pasar
Kemuning Kota baru, pada periode tahun 2005-2009 ada melibatkan
ibu Misnawati sebagai sekretaris masjid. Masjid Raya Mujahidin tapi

4 lihat buku Peta Dakwah di Kalimantan Barat, hasil penelitian Dosen Dak-
wah STAIN Pontianak,2011
5 Wawancara dengan pengurus Masjid Daarul Falah Pasar Kemuning, Alhadi
Danau Sentarum, Al-falah dan Masjid Raya Pontianak, (wawancara, 04-10 2011)

32 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


di kepengurusan yayasan periode 2005-2009, memasukan seorang
muslimah menjadi Bendahara Yayasan. tetapi di kepengurusan masjid
sampai sekarang belum ada melibatkan muslimah dalam kepengurusan
inti6.
Perkembangan selanjutnya sampai 2011, hampir di seluruh masjid
yang tersebar di Kota pontianak, tidak terdapat muslimah yang terlibat
dalam kepengurusan inti masjid7. Namun sampai penelitian tahun
2011, di beberapa masjid sudah cukup banyak keterlibatan muslimah
dalam kepengurusan masjid yang ditempatkan di tiga bidang, yaitu
bidang idarah8, Imarah9, dan bidang ri’ayah10. Keterlibatan muslimah
dalam kepengurusan masjid, ternyata tidah hanya pencantuman nama
saja. Akan tetapi mereka dilibatkan dalam kerja organisasi masjid.
Misalnya dalam setiap pertemuan pengurus atau rapat, pengurus
perempuan suaranya cukup diperhatiakn khususnya dalam tiga bidang
tersebut11. Begitu juga dalam berbagai kegiatan masjid para muslimah
sudah banyak dilibatkan dalam kepanitiaan kegiatan masjid. seperti
kegiatan keagamaan masjid atai HBI, kegiatan hari raya idul fitri untuk
kegiatan shalat ied, penyembelihan hewan qurban, kunjungan dlu’afa,
khitanan masal dan lainya12.

B. Pemaparan dan Analisis Penelitian


Hasil analisis terhadap manajemen masjid tentu berbeda dengan
hasil analisis yang dilakukan terhadap sebuah perusahaan Perbedaan
dimaksud khususnya berkaitan dengan manfaat atau kebutuhan dari
orang-orang yang melakukan aktivitas di masjid dengan disebuah

6 Wawancara dengan pengurus masjid Daarul falah dan mujahidin di bulan


November 2011
7 lihat buku Peta Dakwah di Kalimantan Barat
8 Idarah, adalah bidang yang mengurusi administrasi masjid, biasanya mem-
bidangi masalah haji & umrah, keamanan masjid, remaja masjid, dokumentasi dan
publikasi, dan bidang kehumasan
9 Imarah adalah bidang yang mengurusi masalah ibadah dan dakwah masjid,
biasanya meliputi kegiatan “pendidikan dan HBI, ibadah, dakwah dan majelis taklim,
fardlu kifayah, dsb”
10 Ri’ayah adalah bidang yang berkaitan dengan pemeliharaan fisik atau
peralatan masjid.
11 Wawancara dengan beberapa pengurus muslimah masjid Daarul Falah,
Nov. 2011
12 Observasi dalam beberapa kegiatan di masjid Daarul Falah

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 33


perusahaan. Laki-laki dan perempuan yang bekerja pada sebuah
perusahaan memiliki tujuan untuk bekerja yang dapat menghasilkan
upah agar dapat meningkatkan tarap kehidupanya.
Sementara laki-laki dan perempuan yang berpartisipasi dalam
kegiatan masjid semata-mata hanya untuk beribadah dalam rangka
mengaktualisasikan keimananya. Oleh karena itu, hasil analisis
dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan peluang untuk
meningkatkan kesetaraan dalam manajemen dakwah masjid, sehingga
laki-laki dan perempuan (muslim) dapat melakukan aktivitas dakwah/
beribadah yang lebih banyak di masjid.
Dari hasil wawancara dan pengamatan lapangan, penulis
menemukan bahwa di beberapa masjid di kota Pontianak, terlihat
sudah mengapresiasi muslimah untuk terlibat dalam aktivitas
dakwah masjid. Keterlibatan muslimah bukan hanya dalam kegiatan
sebagai jama’ah, tetapi dalam kepengurusan masjid, muslimah sudah
dilibatkan. Dengan dilibatkanya dalam kepengurusan masjid, maka
dalam kepanitiaan di berbagai kegiatan masjid muslimah pun masuk
dalam struktur kepanitiaan. Maka dari itu di sini disajikan gambaran
adanya kesetaraan antara muslim laki- laki dengan muslimah dalam
manajemen dakwah masjid di Kota Pontianak, sebagai berikut:

1. Ketersediaan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan da-


lam Struktur Kepengurusan Masjid
Masjid sebagai tempat beribadah, sesungguhnya diperuntukan
bagi semua jenis, laki- laki maupun perempuan. Ketika masjid digunakan
untuk ibadah shalat, siapapun orang islam yang mau menjalankan
shalat di masjid, tidak ada larangan. Laki-laki, perempuan, kaya, miskin,
orang dewasa sekalipun anak kecil tidak pernah ada perbedaan dalam
penggunaan masjid. Begitu juga dalam kegiatan keagamaan, bahkan
jika disediakan untuk kegiatan social politik pun. Hal ini didasarkan
pada Al-Qur’an surah At-taubah:

Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-


orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada sia-
papun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat pe-
tunjuk.(al-Taubah:18)

34 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Demikian juga pada masa Nabi aw, sesunguhnya tidak pernah
ada larangan dari beliau kepada muslimah untuk beraktivitas ibadah
di masjid. Nabi Saw dalam teks hadisnya hanya mengatakan sebaik-
baik tempat shalat bagi kaum perempuan adalah di rumah itupun di
kamarnya. Dalam konteks ini lebih kepada keamanan dan menjauhkan
dari munculnya fitnah. Karena dalam konteks yang lain Rasulullah
menganjurkan kepada kaum muslimah jika ingin memakmurkan masjid
dengan catatan dapat menjaga fitnah13
Sekalipun tidak ada larangan bagi perempuan muslimah utuk
beraktivitas di masjid namun pada kenyataanya secara umum memang
yang mendominasi memakmurkan masjid khususnya dalam shalat
berjama’ah adalah kaum laki- laki (muslim). Demikian juga dalam
kepengurusan masjid, nampaknya porsi bagi kaum muslimah memang
kecil. Sekalipun kecil, namun di beberapa masjid di Kota Pontianak
sudah ada yang memberikan kesempatan kepada muslimah untuk
masuk dalam kepengurusan masjid. Dari hasil penelitian di beberapa
masjid di kota Pontianak, terdapat beberapa masjid yang pengurusnya
ada dari kalangan muslimah, seperti: Masjid Daarul falah Kota baru,
Mjid Al-Falah Sungai Jawi, dan Masjid Raya Pontianak. Dari masjid yang
melibatkan perempuan dalam kepengurusan masjid, hamper secara
keseluruhan keterlibatan perempuan muslimah selalu pada bidang
“idarah14, Imarah15, dan Ri’ayah”16. Secara keseluruhan masjid yang
diteliti, memang teramati tidak ada muslimah yang diberi amanah
dalam kepengurusan inti (dalam istilah pengeurus masjid) menyebut
struktur utama, yaitu: Posisi ketua masjid, Sekretaris, bendahara.
Perempuan ditempatkan dalam bidang Imarah, Idarah dan Ri’ayah,
dan bidang pemberdayaan perempuan pada masjid-masjid yang
dikelola dalam bentukYayasan, seperti pada Masjid Raya Mujahidin.
Hasil wawancara dengan Penasihat sekaligus mantan ketua
masjid Al-Falah, Sekretaris Masjid al-falah, Ketua Bidang dakwah masjid
Mujahidin dan Sekretaris masjid Darul Falah, beberapa keterangan
yang berkaitan dengan struktur kepengurusan masjid adalah sebagai
berikut:
13 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah Jilid 2, (Bandung: Al-Ma’arif, 1976), hlm. 129-
130
14 Bidang manajemen atau keorganisasian masjid
15 Bidang peribadatan/ ibadah
16 Biang pemeliharaan fisik atai sarana masjid

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 35


Struktur organisasi pengurus dan uraian tugas-tugasnya diatur
dalam anggaran rumah tangga masjid. Pengurus masjid dipilih dari
anggota yang terdiri dari seluruh kaum muslimin dan muslimat yang
berada di sekitar masjid, untuk masa bakti empat (4) tahun. Dalam
pemilihan pengurus, proses pemilihanya hamper sama di setiap
masjid, yaitu dipilih secara aklamasi dalam rapat jama’ah/rapat
pleno. Rapat jama’ah ini dilakukan di dalam masjid setelah shalat
isya. Satu atau dua minggu sebelumnya pengurus masjid dalam hal ini
sekretaris masjid menyebarkan undangan kepada seluruh pengurus
lama dan tokoh masyarakat, serta memberitahukan kepada jama’ah
masjid dengan berupa pengumuman akan dilakukan pergantian dan
pemilihan pengurus. Dijelaskan oleh salah seorang yang mengaku
pernah menjadi tim formatur dalam pembentukan pengurus masjid
Darul Falah, bahwa kurang lebih sekitar dua (2) minggu sebelum hari
pemilihan, tim formatur yang terdiri dari sebahagian pengurus lama
melakukan penjaringan calon ketua. Ketika peneliti bertanya tentang
ada atau tidak pembatasan bagi perempuan, ia menjelaskan bahwa
panitia dalam hal ini tim formatur tidak menentukan syarat ketua masjid
harus laki-laki. Selama dua minggu tim formatur menerima usulan
nama-nama calon yang disampaikan oleh masyarakat sekitar masjid
baik secara langsung maupun tidak..Setelah menerima usulan nama
selanjutnya dibuat surat kesediaan yang diberikan kepada orang-orang
yang diusulkan. Selanjutnya nama-nama yang telah bersedia akhirnya
dibawa ke forum sidang dan ditawarkan pada sidang jama’ah masjid
dan dilakukan pemilihan dan penetapan pengurus masjid dengan suara
terbanyak atau secara aklamasi. Mengenai surat keputusan, karena
masjid Darul falah dikelola dalam bentuk Dewan kemakmuran masjid/
DKM dan bukan Yayasan, maka yang mengeluarkan SK pengurus adalah
Kementrian Agama yaitu Kantor Urusan Agama setempat dengan
terlebih dahulu mendapatkan surat rekomendasi dari kantor kelurahan
dan kecamatan setempat.Penjelasan yang sama dikemukakan oleh
pengurus Yayasan Masjid Raya Mujahidin. Ia menambahkan bahwa
biasanya memang ada yang disebut tim formatur yang terdiri dari lima
(5) orang. Namun katanya kadang tim ini kurang berjalan sebagaimana
mestinya. Seringkali beberapa pengurus lama menyusun konsep calon
pengurus baru, lalu ditawarkan dengan mengisi surat kesediaan dan
biasanya mereka selalu bersedia untuk menjadi pengurus masjid

36 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Allah katanya. Selanjutnya konsep usulan calon tersebut dibawa ke
forum rapat jama’ah di masjid dan diputuskan berdasarkan suara
bulat atau suara terbanyak. Kemudian selanjutnya disodorkan kepada
dewan Pembina masjid yang selanjutnya dibuatkan surat keputusan
berdasarkan akta notaries.
Ketika peneliti menanyakan tentang keterlibatan perempuan
dalam pengurus inti seperti ketua masjid, secara keseluruhan sama
bahwa untuk ketua memang belum pernah ada. Alasannya pun sama
bahwa itulah suara masyarakat. Sekalipun tidak ada ketentuan harus
laki-laki, tetapi usulan dari masyarakat memang masih memilih laki-
laki yang dianggap lebih pantas untuk menjadi ketua masjid. Ada salah
seorang responden (penasehat masjid) berkomentar “bahwa itulah
sunnah nabi” (tanpa penjelasan) selanjutnya menurutnya bahwa
perempuan itu kan ada mengalami haid dan nifas, jadi kemungkinan
banyak meninggaklan masjid, tuturnya”. Tepat atau tidak alasan itu,
yang jelas sebenarnya ditemukan bahwa dari pengurus masjid tidak ada
secara aturan formal yang menunjukan pembatasan bagi perempuan
untuk menjadi ketua masjid atau pengurus inti. Namun dalam pengurus
inti selain ketua, sosok perempuan pernah menjabatnya.
Seperti Dijelaskan oleh Sekretaris masjid Darul falah dan
Mujahidin, bahwa pada kepengurusan masjid Daarul falah pada periode
2005-2009, ibu Misnawwati memegang jabatan sebagai sekretaris.
Adapun pada kepengurusan masjid raya Mujahidin, pada periode
2005-2009 juga ada perempuan yang menjabat sebagai bendahara
Yayasan, Tetapi bukan pada kepengurussan Kemasjidan mujahidin
Sekalipun dalam pengurus bidang, sebahagian masjid di kota Pontianak
sudah melibatkan perempuan, seperti di masjid Darul falah Pontianak
Kota, Masjid Agung Al-Falah Pontianak Barat, Yayasan Masjid Raya
Mujahidin Pontianak kota, dan masjid Ikhwanul Mukminin Pontianak
Tenggara. Bidang yang melibatkan perempuan seluruhnya hamper
sama, yaitu bidang idarah/ administrasi, imarah/ ibadah dan dakwah
dan bidang pendidikan yaitu Taman pendidikan Al-qur’an atau TPA
serta bidang pemberdayaan perempuan pada kepengurusan masjid
Yayasan.Adanya kesamaan porsi perempuan dalam kepengurusan
masjid nampaknya tidak terlepas dari kebiasaan yang sudah diterapkan
sejak lama. Kondisi ini juga tidak terlepas dari keterbatasan muslimat
untuk datang ke masjid, tidak seperti laki-laki yang bisa datang secara

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 37


rutin minimal lima waktu dalam satu hari. Seperti dikemukakan oleh
seorang responden, “kan perempuan itu ada masa haid, nifas, jadi
sering terganggu untuk dating ke masjid”. Kondisi ini memang tidak bisa
dinafikan. Intensitas laki-laki datang ke masjid akan lebih memudahkan
untuk berkomunikasi dan berkoordinasi dalam kepengurusan. Dengan
demikian, tidak heran jika ditemukan dalam penelitian sebelumnya,
bahwa dari 20 masjid di Kota Pontianak, hanya sekitar lima masjid yang
dalam kepengurusanya memasukan perempuan.
Sekalipun hanya 2-3 bidang saja yang ditempati perempuan
dan jumlahnya kurang dari sepuluh orang, akan tetapi diakui oleh
para pengurus masjid laki-laki bahwa keterlibatan perempuan
dalam beberapa kegitan dakwah masjid mampu menguatkan dan
mensukseskan. Pengurus laki-laki mengakui bahwa cukup banyak
kegiatan dakwah masjid yang sukses disebabkan ada keterlibatan ibu-
ibu.

2. Upaya Dorongan adanya Partisipasi Laki-laki dan Perempuan


dalam Pelaksanaan Program Dakwah Masjid
Adanya ketersediaan akses yang sama bagi laki-laki dan
perempuan yang tergambar dalam struktur kepengurussan masjid di
atas, tentu akan mendorong bapak-bapak dan kaum ibu untuk sama-
sama berpartisipasi dalam kegiatan dakwah masjid. Dorongan tersebut
dapat dilihat dari adanya penataan ruang khusus yang diperuntukan
bagi perempuan serta program dakwah yang membutuhkan
keterlibatan berbagai pihak, seperti temuan di bawah ini;

Tata Ruang Masjid Berkesetaraan Gender


Dari hasil penelitian terhadap beberapa masjid di Kota Pontianak,
dari aspek tata ruang masjid secara keseluruhan menunjukan adanya
pemberian kesempatan yang sama kepada muslim dan muslimah untuk
menjalankan aktivitas ibadah di masjid.Khusus bagi para muslimah, di
beberapa masjid sudah aa uangan –ruangan yang nampaknya mmang
diperuntukan bagi muslimah engn karakteristik kebutuhan muslimah,
seperti:
a. Ruang khusus tempat shalat perempuan yang berada di bagian
belakang ruang utama yang secara umum dibatasi dengan tirai/
gorden dengan ukuran melebihi tinggi manusia sehingga jama’ah

38 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


laki-laki tidak dapat dilihat. Seperti di masjid Al-falah Pontianak
Barat, selain tirai yang tinggi yang selain hari jum’at tirai itu tetap
dipasang dengan rapi dan tertutup sehingga pada setiap harinya
banyak ibu-ibu yang memanfaatkan ruangan tersebut bukan seke-
dar untuk shalat, tetapi juga untuk istirahat bahkan ada yang me-
manfaatkan untuk menyusukan anak bayinya.
Sebagaimana masjid yang berada di tengah-kota dan lingkungan
pasar besar, yang tepat disebut masjid persinggahan, diantara
jama’ah perempuan ada yang melanjutkan dengan tadarus al-
Qur’an, duduk santai sambil ngobrol pelan bahkan ada yang isti-
rahat tidur. Selain dengan tirai, ada juga dengan sekat kayu tidak
permanen dengan ukuran tiga perempat tinggi badan manusia
(seperti di masjid Darul falah). Ada juga yang membuat ruangan
terbuka di bagian luar dan terpisah dari ruang utama masjid. Ini
umumnya di masjid- masjid perumahan komplek.
b. Perlengkapan alat shalat mukena yang tersimpan dalam lemari,
serta Al-quran yang di simpah khusus untuk jama’ah perempuan.
c. Tempat berwudlu khusus bagi perempuan yang ditempatkan se-
cara tertutup dan jauh dari tempat berwudlu laki-laki, dilengkapi
dengan toilet, ruang bercermin, serta penataan yang mencermink-
an keindahan perempuan seperti warna cat, ada tanaman bunga
yang ditata dengan cantik, seperti di masjid Al-falah dan masjid
Mujahidin.
d. Ruang khusus untuk kegiatan TPA. Ada yang di lantai 2, ada juga
yang di belakang ruang shalat perempuan dengan tersendiri sep-
erti di masjid al-falah.
e. Memiliki Perlengkapan dapur yang selalu digunakan pada setiap
kegiatan masjid, dan dibeli serta dipelihara oleh ibu-ibu.

Program Dakwah yang Berkesetaraan Gender


Program dakwah pada setiap masjid, sebenarnya hamper sama,
baik yang kegiatanya rutin maupun yang memanfaatkan moment. Yang
membedakan adalah pelaksanaanya ada yang hanya melibatkan kaum
laki-laki, ada juga yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Program
dakwah masjid yang berbasis kesetaraan gender adalah program
dakwah yang memang dirancang dalam proses pelaksanaanya terdapat
keterlibatan muslim dan muslimah di dalamnya, dari kepanitiaan

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 39


hingga pelaksanaanya. Keterlibatan antara muslim dan muslimah
dalam kegiatan dakwah masjid, pada pelaksanaanya tidak harus sama
dalam porsinya. Akan tetapi tentu disesuaikan dengan tuntunan ibadah
dan kemampuan masing- masing. Seperti dalam shalat berjamaah.
Untuk imam shalat tentu adalah laki- laki sebagaimana tuntunan
Rasulullah saw, dan perempuan menjadi makmum. Dalam kajian
Islam, kemungkinan laki- laki menjadi pemateri/ penceramah, dan
jama;ah, kemungkinan juga perempuan bisa menjadi penceramah dan
jamaa’ah. Dalam kegiatan shalat hari raya dan penyembelihan hewan
qurban, antara laki- laki dan perempuan ternyata dapat terlibat bekerja
sama sesuai kebutuhanya, dan ketika dilakukan bersama, kegiatannya
menjadi lebih efektif.

3. Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan program


dakwah masjid
Masjid berkesetaraan gender secara sederhana diartikan sebagai
masjid yang mengindikasikan keberadaanya memberikan kesempatan
yang sama bagi muslim dan muslimat, baik dalam kepengurusan,
sarana atau fasilitas masjid yang disediakan serta program kegiatan
yang ditawarkannya. Secara keseluruhan sebenarnya berbagai
kegiatan yang ada di masjid- masjid hampir sama dan sebenarnya
ada kesempatan untuk keterlibatan muslimah di dalamnya. Namun
pada pelaksanaanya kembali kepada para muslimah sendiri mau
terlibat atau tidak. Kegiatan masjid yang diprogramkan untuk adanya
partisipasi yang sama bagi seluruh muslim dan muslimat diantaranya:

a. Shalat Berjamaah
Sebahagian besar masjid yang tersebar di Kota Pontianak, dalam
penataan ruang shalat sudah mencerminkan memberikan kesempatan
bagi seluruh muslim dan muslimat. Ruang shalat berjamaah sudah
diberikan pembatas antara muslim dan muslimat. Ada yang dengan
tirai tinggi setinggi orang dewasa ada juga yang dengan pembatas kayu
setengah berdiri orang dewasa.
Penataan ruang shalat tersebut, menunjukan adanya kesadaran
dari para pengurus masjid bahwa tidak ada larangan bagi muslimah
untuk menjalankan shalat berjamaah di masjid. Memakmurkan masjid
dengan shalat berjamaah itu duanjurkan kepada seluruh muslim, tidak

40 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


terkecuali muslimah. tapi pada kenyataanya muslimah yang berjamaah
hanya sedikit sekali.
Dalam kegiatan shalat dua hari raya, bukan hanya dalam shalatnya
yang melibatkan mslim dan muslimah, tetapi dalam kepanitiaan yang
mengurus jalanya shalat ied. Contoh, ketika jamaah bapak- bapak
ditempatkan di dalam masjid, maka yang menyambut dan mengarakan
tempatnya adalah panitia laki- laki/muslim. Demikian juga ketika kaum
muslimat yang ditempatkan di bagian luar atau di halaman masjid,
maka yang menyambut dan mengarahkanya adalah ibu- ibu muslimah.
Demikian juga mereka yang menyebarkan dan mengambil infak jamaah
bagi perempuan adalah para gadis muslimah dan ibu-ibu muslimah.

b. Kajian Rutin masjid berkesetaraan gender


Dari hasil observasi di lapangan dan juga wawancara, ditemukan
bahwa dalam pelaksanaan kajian rutin hamper di setiap masjid sudah
melibatkan jama’ah laki-laki dan perempuan. Akan tetapi di beberapa
masjid besar seperti Mujahidin, Al-falah, Darul falah, Al-hadi Danau
Sentarum, masjid Jihad, dsb keterlibatan perempuan lebih banyak
menjadi jama’ah. Maksudnya jika jamaahnya campur bapak-bapak
dan ibu-ibu, pemateri atau penceramahnya lebih banyak laki-laki atau
ustadz. Baru pada kajian rutin khusus jamaahnya ibu-ibu, biasanya
ada pemateri dari kalangan perempuan. Seperti pengalaman peneliti
menjadi pemateri pada jamaah wanita mujahidin yang diadakan di
Islamic Center Mujahidin, kegiatan persaudaraan Muslimah di Selasar
mujahidin, pengajian Al Dhuha di selasar mujahidin, Tetapi untuk
kajian rutin ba’da Dzuhur, ba’da maghrib di Mujahidin selalu ustadz
yang memberikan kajianya. Begitu juga di Darul Falah yang mengisi
kajian rutin adalah Ustadz H. Abdullah Haderan Faloga, Ust H. Solihin
Nhyus, S. Pd. I, Ust. H. Nashrullah, Lc dan Ust H. Arif hasbillah. Hal yang
sama juga di masjid Al-falah, pada kegiatan kajian rutin tiga hari dalam
satu minggu yaitu setiap hari kamis sore, hari jum’at dan hari selasa
sore, semua yang pematerinya adalah ustadz, yaitu ustadz Kh. M. Zaini
Djalaluddin HAS, Lc, Kh. Muh. Nur Fattah, H. Usman Rolibi, H. Habib
Ja’far, dll.
Ketika peneliti bertanya, apakah ada ketentuan dari pengurus
bahwa jika ada jama’ah laki-laki dalam pengajian itu, maka harus ustadz
yang nyampaikan?. Ada dua jawaban yang berbeda disampaikan oleh

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 41


ketiga pengurus masjid Al-falah. Menurut Sekretarisnya, “kondisi
inilah yang belum bisa di ubah di al-falah sampai sekarang”. Menurut
Pengurus baru, sebenarnya tidak ada ketentuan itu…. Mungkin kami
kurang informasi aja tentang ustadzah di Kota Pontianak ini”. Jawaban
pengurus bidang kemasjidan Mujahidin, aturan formal sih tidak ada,
tetapi kami menerima usulan dati para tokoh atau sesepuh. Karena ada
juga yang mengatakan suara perempuan adalah aurat, tapi kalau PHBI
menurutnya biasa ada mendatangkan tokoh perempuan”. Memang
benar bahwa pada peringatan hari besar Islam biasa mendatangkan
tokoh dari Jakarta seperti yang pernag peneliti ikuti ketika mengundang
“ibu Irene Handono, Ustadzah Wiryaningsih”.
Ketika ditanya, apakah selama ini ada complain dari jamaah
mengenai materinya?. Jawaban yang sama, katanya sampai saat
ini belum pernah ada. Jawaban yang sama dilontarkan oleh ibu-ibu
jama’ah Al-falah, mereka mengatakan tidak ada, karena menurut
mereka materi-materi yang disampaikan tetap kandungan al-Qur’an.
Satu hal yang menarik yang peneliti temukan, di masjid Al-falah pada
kamis sore ibu-ibu sekitar 15 orang belajar Al-Qur’an yaitu pembetulan
bacaan dan agak berlagu, itu pembimbingnya adalah seorang Ustadz.
Peneliti melihat, mereka senang dan sangat dekat dengan sang Ustadz
dan terjadi komunikasi yang baik antara ibu-ibu dengan ustadznya.

c. Kultum Ramadhan berkesetaraan gender


Selain kajian rutin dalam setiap pekan, pada bulan ramadhan
hamper di seluruh masjid di Kota Pontianak selalu ada pelaksanaan
kuliah tujuh meneit yang dikenal dengan kultum, yaitu pada waktu
shalat tarawih dan kuliah subuh.Dalam pengamatan peneliti, jamaah
yang hadir pada kedua kultum adalah laki-laki dan perempuan. Bahkan
jumlah jama’ah perempuan biasanya lebih banyak. Akan tetapi petugas
yang menyampaikan kultum secara keseluruhan adalah bapak-bapak
atau seorang Ustadz. Keadaan ini sangat difahami dikarenakan pada
bulan ramadhan jamaah laki-laki cukup banyak dari biasanya, dan
duduk bershaf di posisi bagian depan masjid. Sehingga dirasakan
agak canggung kalau harus ustadzah yang maju ke mimbar. Dengan
demikian sangat jarang ada ustadzah mengisi kultum.
Di masjid Sirajuddin gang Apel Pontianak Barat, peneliti sendiri
selama kurang lebih lima tahun dari tahun 2007 hingga sekarang

42 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


menjadi pemateri “kuliah subuh” yang jama’ahnya dalam jumlah
besar terdiri dari laki-laki dan perempuan. Untuk menuju mimbar
para penceramah perempuan harus berjalan cukup panjang ke depan
melewati jama’ah bapak-bapak. Ternyata selama ini tidak ada pengaruh
negative terhadap kualitas kegiatan. Selama menjadi pemateri kultum,
pengurus masjid yang menghubungi dan berkomunikasi selama
rentang waktu kegiatan semuanya adalah laki-laki, dan tidak pernah
ada pengurus atau jamaah perempuan yang mndampingi saya.
Keadaan yang sama sebenarnya terjadi di masjid Darul falah Kota
Pontianak. Menurut bapak Salahuddin (Sekretaris masjid) darul falah,
mulai pada tahun 2010 sudah dijadwalkan pemateri perempuan/
ustadzah untuk mengisi KULTUM pada shalat tarawih. Akan tetapi
belum bisa berjalan, karena kedua ustadzah yang sudah dijadwalkan,
yaitu ustadzah Sangadah dan Ustadzah Dr.Lailial Muhtifah tepat di hari
H nya berhalangan datang. Karena informasi yang mendadak, maka
panitia tidak bisa mencarikan pengganti ustadzah lain dan akhirnya
ustadz cadangan.

d. Kegiatan hari Besar Islam berkesetaraan gender


Seperti sudah disinggung di atas, bahwa partisipasi perempuan
sebagai pemateri atau penceramah dalam kegiatan dakwah masjid,
itu seringkali terbatas pada kegiatan tabligh PHBI. Dalam rangka
kenyamanan dan ketenangan, jika penceramah itu perempuan, maka
dilakukan penataan tenpat duduk jamaah. Ketika penceramahnya
perempuan, maka biasanya tempat duduk jamaah di bagi dua dengan
posisi sebelah laki-laki dan sebelahnya jamaah perempuan yang
diantaranya dibatasi dengan tirai setengah pinggang manusia.
Selain itu, jika penceramah perempuan, maka sebahagian
besar panitianya adalah perempuan. Bahkan petugas acaranya pun
perempuan, dari mulai tilawah, sari tilawah, pemandu acara,termasuk
yang memeberikan kata sambutan. Begitu juga yang mencari
dan menghubungi ustadzah, seperti pengalaman peneliti sebagai
penceramah di beberapa masjid selama ini.Sementara bapak-
bapak focus menjadi jamaah/pendengar. Tetapi ada juga yang tetap
melibatkan laki-laki, seperti yang mmeberikan kata sambutan yaitu
dari ketua masjid, yang menangani sound system, yang membawa
konsumsi bagi bapak-bapak, kameramen, dll.

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 43


e. Penyelenggaraan Shalat Ied, yang berkesetaraan gender
Dalam kegiatan shalat dua hari raya, bukan hanya dalam shalatnya
yang melibatkan mslim dan muslimah, tetapi dalam kepanitiaan yang
mengurus jalanya shalat ied. Contoh, ketika jamaah bapak- bapak
ditempatkan di dalam masjid, maka yang menyambut dan mengarakan
tempatnya adalah panitia laki- laki/muslim. Demikian juga ketika kaum
muslimat yang ditempatkan di bagian luar atau di halaman masjid,
maka yang menyambut dan mengarahkanya adalah ibu- ibu muslimah.
Demikian juga mereka yang menyebarkan dan mengambil infak jamaah
bagi perempuan adalah para gadis muslimah dan ibu-ibu muslimah.

f. Penyembelihan dan penyaluran hewan qurban


Dalam kegiatan penyembelihan dan penyaluran binatang
qurban, belum seluruh masjid melibatkan laki- laki dan perempuan.
Masih banyak masjid yang dalam pelaksanaanya hanya melibatkan
bapak-bapak saja. Namun di masjid Daarul falah Kota Baru, dalam
pelaksanaan qurban di masjid, telah banyak melibatkan kaum ibu
muslimah. Pembagian tugasnya seimbang antara laki- laki dan
perempuan. Hal ini terlihat dari susunan kepanitiaan sebagai berikut:
1) Bidang sekretariat yang memiliki tanggung jawab dalam memfasil-
itasi segala bentuk keperluan panitia qurban dari mulai tahap per-
siapan, pelaksanaan hingga laporan pertanggung jawaban, (posisi
ini diisi oleh laki-laki atau bapak- bapak)
2) Bidang inventarisasi dan pengadaan hewan qurban yang memili-
ki tanggung jawab dalam menentukan standar harga untuk ber-
qurban, mencari calon muqarib atau yang hendak berqurban dan
memilih hewan yang sesuai dengan ketentuan hewan qurban,(
bidang ini diisi oleh pengurus bapak- bapak dan ibu- ibu).
3) Bidang pemotongan hewan qurban yang memiliki tanggung jawab-
dalam menyiapkan kampak, pisau, tali, kayu, tempat, lobang dan
alat/bahan kelengkapan lainnya, mengatur tata cara pemotongan
dan melakukan pemotongan hewan qurban sesuai dengan syariat
Islam, menguliti, memotong, merajang tulang besar, membersih-
kan isi perut, membersihkan kembali lokasi pemotongan, ( seluruh
panitia di sini adalah bapak- bapak)
4) Bidang penimbangan dan pembungkusan yang memiliki tanggu-
ng jawab dalam menyiapkan pisau, alas pemotong, kantong, tim-

44 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


bangan dan tali serta bak ember dan alat kelengkapan lainnya,
merajang daging dan tulang menjadi bagian kecil-kecil untuk dib-
ungkus.membuat pelataran dan alas lantai rajangan, menimbang
dan membungkus daging dan tulang serta bagian dalam (hati, jan-
tung dll) dengan berat yang sudah ditentukan sesuai dengan Jum-
lah Muqarrib/Mustahik yang berhak menerima, dan berkoordinasi
dengan bagian Pendistribusian dalam hal pembagian daging qur-
ban. (seluruh panitia pada bidang ini adalah ibu-ibu)
5) Bidang konsumsi yang memiliki tanggung jawab dalam menye-
diakan konsumsi sarapan panitia qurban, makan siangnya serta
acara syukuran pembubaran panitia qurba, (seluruh panitia bidang
konsumsi adalah ibu- ibu)
6) Bidang pendistribusian dan pendataan yang memiliki tanggung
jawab dalam menginvetarisasi jumlah MuqarribdanMustahik yang
berhak menerima. menyiapkan kupon untuk diserahkan kepada
Muqarrib/Mustahik, mengatur tempat dan tata cara pembagian
daging qurban, mengamankan hak milik Muqarrib/Mustahik yang
belum diambil, berkoordinasi dengan sekretariat dalam hal me-
layani permohonan mendapatkan hewan/ daging qurban dari or-
ganisasi atau lembaga tertentu.( panitia bidang ini adalah bapak-
bapak)
7) Bidang keamanan dan parkir yang memiliki tanggung jawab da-
lam menciptakan keadaan lingkungan yang tertib, aman dan
lancer,mengatur tempat pelaksanaan qurban yang meliputi: (a)
Penambatan hewan qurban yang telah diserahkan ke masjid. (b)
Lokasi pemotongan, (c) Lokasi penyerahan ke mustahik, (d) Men-
gamankan kendaraan Panitia dan Pengurus serta inventaris mas-
jid.(seluruh panitia bidang ini adalah bapak- bapak)
8) Bidang kebersihan lingkungan yang memiliki tanggung jawab da-
lam mengatur dan mempersiapkan kebersihan jalan raya, halaman
masjid, ruangan masjid, tempat pemotongan mulai awal pelaksa-
naan Shalat Idul Adha sampai selesai kegiatan pemotongan dan
pembagian hewan qurban, melaporkan pada Ketua Panitia apabila
Masjid dan lingkungan sekitarnya sudah bersih. (seluruh panitian-
ya adalah bapak- bapak)
Adanya keterlibatan yang sama antara laki- dan perempuan
dalam kegiatan dakwah di masjid daarul falah seperti dalam kegiatan

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 45


penyembelihan qurban tersebut, bukan hanya dapat dilihat dari
susunan kepanitiaan semata. Akan tetapi dalam pelaksanaanya
penulis melihat langsung kegiatan pada waktu proses pelaksanaan
qurban di masjid Daarul falah. Mereka dilibatkan dalm perajangan
dan penimbangan serta pembungkusan daging qurban. Mereka juga
menyediakan konsumsi panitia.
Dari susunan pengurus dan petugas yang ditetapkan dalam
kepanitian di atas, terlihat dengan jelas, bahwa secara manajemen,
telah memperlihatkan adanya dorongan yang sama bagi laki-laki dan
perempuan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan kegiatan masjid.
Dilihat dari uraian tugas, sebenarnya tanggung jawab pada setiap bidang
khususnya dalam pengelolaan hewan qurban, itu bisa dilakukan oleh
laki-laki saja, Akan tetapi diakui oleh para pengurus masjid khusunya
pengurus masjid Alfalah dan Darul falah, bahwa masjid dengan segala
kegiatanya di peruntukan bagi seluruh umat islam tidak terkecuali
perempuan. Selain itu mereka mengakui keterbatasan bapak-bapak,
seperti dalam informasi penerima daging qurban, ketelatenan dalam
membungkus dan lainya yang dianggap akan lebih baik jika ditangani
perempuan.
Diakui oleh pak Salahuddin sekretaris masjid Darul falah, bahwa
partisipasi perempuan bukan hanya pada hari H nya. Tetapi dari mulai
rapat, suara perempuan banyak memberikan masukan yang berarti.
Sepert usulan orang-orang yang akan menerima bantuan, atau anak-
anak yang akan di khitan, jenis bingkisan yang akan diberikan, smpai
pembelanjaan dan penyerahan bingkisan. Dengan demikian partisipasi
perempuan dalam kegiatan masjid tidak hanya terbatas pada
penyediaan konsumsi saja, seperti kebiasaan perempuan, sebagai
seksi konsumsi.

4. Ketelibatan laki-laki dan Perempuan dalam pengambilan


kebijakan, evaluasi dan control terhadap pelaksanaan
dakwah masjid
Sekalipun keterwakilan perempuan dalam kepengurussan masjid
bukan pada pengurrus inti, namun suara perempuan dalam rapat
pengurus mendapatkan penghargaan yang sama. Hal ini dijelaskan oleh
Sekretaris masjid Alfalah dan Darul falah, bahwa selain rapat bidang,
setiap ada agenda kegiatan masjid selalu mengadakan rapat pengurus.

46 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Dibenarkan oleh ibu Hadiah dan ibu Wajidah dan dijelaskan oleh ibu
Ida murni yang sudah dua kali menjadi ketua panitia khitanan masal.
(pengurus masjid Darul falah), bidang idarah/administrasi, imarah/
ibadah dan dakwah bahwa, memang setiap kali ada acara besar
seperti Qurban, khitanan massal, kami selalu rapat panitia. Akan tetapi
menurut ibu-ibu ini, sebenarnya rapat kami maksudnya ibu-ibu, secara
tidak formal hamper setiap kami bertemu dalam kegiatan masjid,
seperti selesai shalat berjamaah atau setelah yasinan malam jum’at.
Diantara kami selalu melontarkan gagasan-gagasan, seperti khitanan
masal yang akan dilaksanakan pada tanggal 25 desember tahun ini.
Ketika peneliti bertanya tentang apa saja kontribusi yang diharapkan
dari keterlibatan ibu-ibu dalam pengambilan kebijakan? Dijawab oleh
pengurus Darul Falah bahwa ibu-ibu kan lebih mengetahui tentang
keperluan yang dibutuhkan dalam kegiatan. Contohnya dalam khitanan
masal, Informasi tentang anak-anak yang membutuhkan bantuan
untuk dikhitan, termasuk penetapan tanggal. Mengapa tanggal 25 ?
itukan kami ingin mengimbangi hari natal, jelas bu ida. Termasuk jenis
bingkisan yang pantas untuk diberikan, tempat pembelian macam-
macam bingkisan yang lebih ekonomis, dan sebagainya. Kemudian
dalam hal barang inventaris masjid khususnya yang berkaitan dengan
barang-barang yang selalu digunakan seperti perlengkapan acara,
perlengkapan makan, itu semua ibu-ibu yang menentukan. Termasuk
juga dalam pemilihan jenis dan warna porselin lantai, warna cat,
bahkan penggantian tirai menjadi dinding kayu, menurut sekretarisnya
itu semua diusulkan oleh pengurus dan jamaah perempuan. Namun
ada pengakuan dari salah seorang pengurus perempuan, bahwa kalau
masalah penentuan ustadz atau penceramah dalam kajian rutin dan
umum yang di dalamnya ada bapak-bapak, biasanya ditentukan dalam
rapat pengurus inti yang seluruhnya adalah laki-laki.

5. Prinsip-prinsip manajemen dakwah masjid berbasis kesetaraan


gender di Kota Pontianak?
g. Prinsip kesamaan dalam memakmurkan masjid
Dijelaskan oleh para pengurus masjid, bahwa masjid disediakan
bagi seluruh umat islam tidak terkecuali para muslimah. Maka dari
itu, secara perlahan para pengurus masjid berusaha menata masjid
agar siapa pun termasuk ibu-ibu dapat memasuki masjid untuk ikut

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 47


memakmurkannya. Seperti untuk shalat berjamah, para pengurus
berusaha melakukan penataan tempat agar yang datang ke masjid
merasakan kenyamanan selama berada di masjid terutama selama
beribadahnya, dari mulai tempat pengambilan air wudlu, tempat shalat
yang bersih dan terpisah antara tempat laki-laki dan perempuan. Dalam
hal mengkaji ilmu, pengurus masjid telah menyusun jadwal kajian yang
dapat diikuti oleh masyarakat umum, laki-laki dan perempuan. Begitu
juga pematerimya, tidk hanya dari ustadz, tetapi ada juga ustadzahnya
sekalipun porsinya lebih sedikit.
Memakmurkan masjid tidak terbatas pada kegiatan shalat
berjama’ah. Untuk itu adanya struktur kepengurusan yang menyediakan
akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan, pembagian tugas yang
seimbang antara laki-laki dan perempuan dalam berbagai kegiatan
masjid, telah menunjukan adanya dorongan kesempatan bagi seluruh
jamaah yang ingin memakmurkan masjid dengan terlibat dalam
kepanitiaan kegiatan masjid tersebut. Keyakinan dan kesadaran
para pengurus laki-laki tentang adanya kewajiban yang sama dalam
memakmurkan masjid ini terkait dengan pemahaman mereka terhadap
seruan Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an surah Al-Taubah.
َ‫ٱللِ َو ۡٱلَ ۡو ِم ٱٓأۡلخر َوأَقَام‬
َّ َ َ َ ۡ َ َّ َ ٰ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ
ِِ ِ ‫جد ٱللِ من ءامن ب‬ ِ ‫إِنما يعمر مس‬
َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َّ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ
‫س أو ٰٓلئِك أن‬ ٰٓ ‫ٱلصل ٰوة و َءات ٱلزك ٰوة ولم يش إِل ٱللۖ فع‬
َ َ ۡ ُ ۡ َ ْ ُ ُ َ
١٨ ‫يكونوا مِن ٱلمهت ِدين‬
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada sia-
papun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat pe-
tunjuk.(al-Taubah:18)

h. Prinsip Mengutamakan laki-laki


Diakui atau tidak, prinsip mengutamakan laki-laki dalam
manajemen masjid di kota Pontianak, nampaknya dapat dibenarkan
adanya. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian terhadap 20 Masjid

48 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


yang ada di kota Pontianak (2010) hanya sekitar 5 masjid yang dalam
kepengurusanya menyediakan akses bagi perempuan dan ditempatkan
sebagai anggota bidang. Hanya dalam kegiatan taman pendidkan Al-
Quran hampir di setiap masjid kepengurusannya didominasi oleh
perempuan, juga bidang pemberdayaan perempuan di masjid yang
dibawah Yayasan. Sekalipun tidak ada aturan formal yang mengharuskan
laki-laki sebagai pengurus inti, namun secara turun temurun masyarakat
masjid lebih memilih laki-laki yang memimpin masjid. Ketika ditanyakan
kepada ibu-ibu jama’ah masjid tentang pengurus inti oleh laki-laki,
dengan jawaban yang sama mereka mengakui adanya perasaan yang
kurang nyaman jika harus memimpin dan berkumpul dengan bapak-
bapak dalam forum rapat masjid. Dengan ekspresi yang tulus dan
kesadaran tinggi, ibu-ibu menjawab bahwa untuk beraktivitas dakwah
di masjid tidak perlu menjadi pemimpin. Mereka lebih yakin jika bapak-
bapak saja yang berada di level pengurus inti. Seperti ungkapan ibu
ida Murni, sekalipun hanya sebagai anggota bahkan jama’ah masjid
sekalipun saya dan kawan-kawan bisa membantu dan mensukseskan
beberapa kegiatan masjid. Selain itu menurutnya bapak-bapak yang
menjadi pengurus di Darul falah selalu bersama-sama dengan isterinya,
jadi tentu kami mengutamakan suami. Pengakuan dan penghargaan ini
mereka yakini dari penghormatan Allah di dalam al-Qur’an surah Al-
Nisa.
Selain itu, menurut ibu Murni dan bu wajidah, para pengurus
yang selama ini bekerja untuk masjid (pengurus), memiliki tujuan
untuk beribadah. dicontohkan oleh mereka dengan menyebut
beberapa nama pengurus, terutama ketua masjid yang sudah menjabat
beberapa periode dinilai berhasil, karena menurutnya setiap kali ada
kegiatan terutama yang membutuhkan dana sementara kas masjid
tidak cukup, beliau selalu memberikan motivasi dan memberi contoh
dengan menyumbang terlebih dahulu. Selain itu mereka mengakui
kesungguhan bapak-bapak dalam memakmurkan masjid, dengan
adanya regenerasi, yaitu pengurus bapak-bapak yang usianya sudah
cukup, seringkali melibatkan remaja termasuk dari keluarganya..

i. Prinsip kemudahan dan kenyamanan dalam koordinasi


Dominasi laki-laki dalam manajemen dakwah masjid lebih
kepada adanya kenyamanan dan kemudahan dalam berkoordinasi

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 49


sesama pengurus. Seperti ungkapan salah seorang pengurus masjid
yang mengatakan bahwa intensitas kunjungan ke masjid antara laki-
laki dengan perempuan berbeda. Perempuan kan biasa ada halangan
karena haid atau nifas. Kalau bapak-bapak biasanya setiap waktu
pasti bertemu dalam shalat berjamaah. Diakui juga oleh ibu-ibu yang
menjadi pengurus, dari pada kami harus berhadapan dekat dengan
bapak-bapak, apalagi jumlah kami yang sedikit biasanya dua atau tiga
orang, rasanya tidak nyaman, makanya kalau ada usul atau ide kami
lebih baik disampaikan setelah pengajian atau shalat berjamaah

6. Adanya Perbedaan bagi laki-laki dan Perempuan dalam Peran


dan tanggung jawab, Kebutuhan, Peluang dan Hambatan dalam
manajemen Dakwah Masjid
Memperhatikan pemaparan temuan di muka mengenai
manajemen dakwah masjid berkesetaraan gender, dapat dikemukakan
beberapa hal yang perlu mendapatkan perhatian berkaitan dengan
adanya perbedaan peran, tanggung jawab, dan kesempatan yang
berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam manajemen dakwah
masjid.
Dari pemaparan data tentang manajemen dakwah masjid
berkesetaraan di atas yang meliputi pembagian tugas dalam
kepengurusan masjid, pembagian tugas dalam sebuah kepanitiaan
kegiatan masjid, peran dalam kegiatan kajian islam dan juga peran
dalam shalat berjamaah, terlihat adanya peran dan tanggung jawab
serta peluang yang berbeda antara laki-laki dan perempuan. Seperti
dalam struktur kepengurusan masjid. Perempuan ditempatkan dalam
3 bidang, yaitu bidang ibadah dan dakwah /imarah, bidang idarah/
administrasi dan bidang riayah/perawatan. Selebihnya khususnya
pengurus inti hamper di seluruh masjid di Kota Pontianak dijabat oleh
laki-laki.
Dalam kegiatan dakwah khususnya kajian rutin yang jamaahnya
terdiri dari bapak-bapak dan ibu-ibu, Peran perempuan lebih banyak
sebagai jamaah. Sedangkan pemateri secara keseluruhan masjid lebih
memilih ustadz atau penceramah laki-laki. Dalam kegiatan dakwah
masjid lainya, terdapat juga perbedaan-perbedaan peran antara laki-laki
dan perempuan. Namun perbedaan ini dapat dikatakan sudah sesuai
dengan kebutuhan dari efektifitas kegiatan serta kemampuan atau

50 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


peluang yang dimiliki ibu-ibu. Seperti dalam kegiatan pendidikan TPA
yang kepengurusanya didomonasi perempuan terutama para gurunya.
Adanya sifat dan sikap keibuan dan kasih sayang yang lebih disbanding
laki-laki dalam menghadapi anak-anak usia pra sekolah. kelancaran
kegiatan penyaluran hewan qurban dimana perempuan berperan
dalam pengemasan daging, menimbang dan mendistribusikannya.
Demikian juga dalam shalat hari raya, perempuan bertugas
menyambut dan mengarahkan jamaah perempuan ke tempat shalat.
Juga ketika ada kegiatan khitanan masal, ibu-ibu kebagian mengurus
jenis bingkisan dan pembelianya serta petugas acara dalam kegiatan
khusus perempuan. Begitu juga peran ibu-ibu dalam seksi konsumsi
pada setiap kegiatan.
Selain perbedaan dalam peran, terdapat juga perbedaan dalam
peluang dan hambatan. Dari pemaparan data di atas, di sejumlah
masjid masih ada yang belum memberikan peluang besar kepada
perempuan untuk beraktivitas di masjid. Seperti ada beberapa masjid
yang dalam struktur kepengurusanya belum memasukan perempuan.
Kemudian penataan ruang masjid yang belum ada ruang khusus bagi
perempuan, seperti ruang shalat yang tidak ada penyekat, kemudian
tempat berwudlu yang menyatu antara laki-laki dengan perempuan.
Tetapi di beberapa masjid di Kota Pontianak seperti masjid darul falah,
Al-falah, Mujahidin, Ikhwanul mukminin, Sirajudin, Al-hadi, Al-Muhtadi
UNTAN, dll sudah cukup memberikan kesempatan yang sama bagi laki-
laki dan perempuan untuk berpartisipasi di masjid.
Mengacu pada teori keadilan gender, yaitu adanya proses
keseimbangan dalam memperoleh kesempatan, peran dan tanggung
jawab, serta mnafaat dan hak-hak dasar. Sebenarnya sebahagian
masjid di kota Pontianak dapat dikatakan sudah memiliki kesetaraan
gender. Dan dari teori ini dapat difahami bahwa kesetaraan dan
keadilan gender bukan berarti peran perempuan harus di posisi tingkat
atas atau harus sama dengan apa yang ditempati laki-laki. Kondisi
ini berkaitan dengan beberpa factor pendukungnya. Apalagi untuk
berpartisipasi di masjid yang orientasinya lebih kepada “beribadah”.
tentu ini sangat berkaitan dengan ketentuan aturan yang ditetapkan
oleh wahyu Al-Qur;an dan yang telah dicontohkan oleh Nabi. Seperti
dalam Adzan, Shalat berjamah yang hanya laki-laki yang dibolehkan jadi
imam apabila jamahnya ada laki-laki. Adanya pembagian imam untuk

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 51


laki-laki dan makmum untuk perempuan dalam berjamah, itu sudah
menunjukan kesetaraan dalam beribadah. Begitu juga dalam beberapa
kegiatan yang sudah menempatkan laki-laki dan perempuan dengan
tanggung jawab yang berbeda dan sesuai dengan kodrat masing-
masing, seperti dalam kegiatan Qurban, laki-laki yang menyembelih
dan menyisit hewan, mengangkut dan membersihkanya, sementara
perempuan kebagian menimbang, membungkus dan menyiapkan
konsumsi, itu sudah mencerminkan kesetaraan dalam berdakwah.
Dalam hal ini yang terpenting adanya kerjasama antara laki-laki dan
perempuan, seperti ditegaskan di dalam Al-Qur’an surah Al- Taubah
ayat 71.
َ ُ َُۡ َۡ َ ُ ٰ‫ون َوٱل ۡ ُم ۡؤم َِن‬
ُ‫ت َب ۡع ُض ُه ۡم أ ۡو ِلَآء‬ َ ُ ۡ ُۡ َ
‫يأمرون‬ ‫ض‬ۚ ٖ ‫بع‬ ‫وٱلمؤمِن‬
َ ُۡ َ‫ٱلصلَ ٰوة‬
َّ َ ُ َُ َ ُۡ َ َ ۡ َََۡ ۡ ‫بٱل ۡ َم‬
‫َو ُيؤتون‬ ‫يمون‬ ‫وف وينهون ع ِن ٱلمنك ِر وي ِق‬ ِ ُ
‫ر‬ ‫ع‬ ِ
ُ
ُ َّ ُ ُ ُ َ ۡ َ َ َ َ ْ ٓ ُ َ ُ َ َ َ َّ َ ُ ُ َ َ َ َّ
َ َّ ‫ٱلل إ َّن‬
‫ٱلل‬ ِ ۗ ‫ٱلزك ٰوة وي ِطيعون ٱلل ورسول ۚۥ أو ٰٓلئِك سيحهم‬
٧١ ‫ِيم‬ ٞ ‫يز َحك‬ ٌ ‫َعز‬
ِ
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebaha-
gian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang
lain. mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah
dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan
mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. mereka itu akan diberi
rahmat oleh Allah; Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha
Bijaksana.

Untuk meningkatkan kesetaraan itu, selain kesadaran dari jamaah


laki-laki yang harus terus di bangun, sebenarnya kembali kepada para
perempuan itu sendiri, apakah mereka mau meningkatkan kualitas
dirinya atau sebaliknya
Dalam islam, terdapat konsep pendidikan sepanjang masa,
tanpa mengenal usia. Terlebih dengan konsep khalifah yang
dimaknai sebagai penerus para Nabi dan sebagai pengelola alam, ini
menunjukan bahwa islam sangat menganjurkan ummatnya untuk
terus berbenah guna peningkatan kualitas diri.17 Menurut Ellys lestari,
17 M. Quraish Shihab, Wawasan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1996), hlm.

52 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


untuk menerabas kenyatan-kenyataan pahit yang dialami perempuan,
merka harus bangkit mengembangkan daya dan kemampuan diri
menuju perubahan yang sejati, yakni perubahan menuju kesadaran
dan kecerdasan social. Menurutnya perubahan itu tidak cukup hanya
dengan berdasarkan kemauan dan do’a, melainkan dibutuhkan
ketajaman berpikir, kebijaksanaan, ketulusan, dan keberanian.18

7. Alasan -alasan mengapa terjadi perbedaan


Dari beberapa responden khususnya para pengurus masjid
mengakui bahwa sebenarnya tidak ada ketentuan yang menghalangi
perempuan untuk menempati posisi kepengurusan inti seperti yang
selama ini dipegang bapak-bapak. Begitu juga dalam memilih dan
menentukan penceramah. Namun dari hasil analisis social, ada
beberapa alasan yang menyebabkan terjadinya perbedaan peran,
kesempatan, tanggung jawab dan manfaat antara laki-laki dan
perempuan dalam manajemen masjid.

j. Pemahaman terhadap Teks wahyu


Seluruh kaum muslimin dapat dikatakan sepakat bahwa masjid
diperuntukan bagi seluruh umat muslim. Maka dari itu tidak ada
alasan untuk menghalangi siapa pun yang mau beribadah di masjid.
Karena Allah telah memberikan penghargaan kepada mereka yang mau
memakmurkan masjid, sebagai orang-orang yang telah mendapatkan
petunjuk
َ‫ٱللِ َو ۡٱلَ ۡو ِم ٱٓأۡلخر َوأَقَام‬
َّ َ َ َ ۡ َ َّ َ ٰ َ َ ُ ُ ۡ َ َ َّ
ِِ ِ ‫جد ٱللِ من ءامن ب‬ ِ ‫إِنما يعمر مس‬
َ َ َ ْ ُ َ َ َ َ َّ َّ َ ۡ َ ۡ َ َ َ َ َّ َ َ َ َ َّ
‫س أو ٰٓلئِك أن‬ ٰٓ ‫ٱلصل ٰوة و َءات ٱلزك ٰوة ولم يش إِل ٱللۖ فع‬
َ َ ۡ ُ ۡ َ ْ ُ ُ َ
١٨ ‫يكونوا مِن ٱلمهت ِدين‬
Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan hari Kemudian, serta tetap
mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada sia-
papun) selain kepada Allah, Maka merekalah orang-orang yang
433-440
18 Ellys lestari pembayun, Perempuan VS perempuan Realitas gender, tayan-
gan gossip dan Dunia Maya, (Bandung: Nuansa, 3009), hlm. 17

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 53


diharapkan Termasuk golongan orang-orang yang mendapat pe-
tunjuk. (al-Taubah:18)

Namun demikian, adanya pemahaman yang melekat pada


sebahagian masyarakat muslim bahwa laki-laki adalah “pemimpin
dalam segala hal”, termasuk dalam kepengurusan masjid, dan ini
sudah terjadi dalam kurun waktu yang lama dan terus-menerus, maka
dibutuhkan waktu untuk merubahnya.

k. Faktor Lingkungan Psikologi sosial


Ketentuan yang disepakati dalam sebuah kelompok tidak
terlepas dari sikap individu yang ada dalam kelompok itu. termasuk
kelompok keagamaan dalam hal ini manajemen masjid. Merujuk
pada pendekatan psikologi social, adanya ketentuan-ketentuan yang
disepakati dan menjadi sebuah ketentuan dalam sebuah organisasi,
nampaknya lebih berhubungan dengan factor status social seseorang
dalam masyarakat.19 Misalnya masjid yang berada di lingkungan
Salafiyahh20 akan berbeda dengan masjid yang berada di lingkungan
akademisi atau lingkungan non salafy. Atau masjid tersebut berada di
lingkungan akdemisi atau juga umum tetapi orang-orang yang ada di
dalamnya adalah pengikut salafy.

19 Mar’at dalam buku Jalaluddin, Psikologi agama, (Jakarta: Grafindo Persa-


da, 1998), hlm. 191-198
20 Memiliki pemahaman sunnah yang kuat

54 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


PENUTUP

M
anajemen dakwah masjid berkesetaraan gender di Kota
Pontianak dapat dilihat dari fungsi-fungsi manajemen
berkesetaraan gender yang sudah berjalan selama ini, yaitu:
1. Ketersediaan akses yang sama bagi laki-laki dan perempuan dalam
manajemen dakwah Masjid
2. Manajemen Dakwah yang Mendorong Partisipasi Laki-laki dan
Perempuan dalam pelaksanaan program dakwah masjid
3. Partisipasi laki-laki dan perempuan dalam pelaksanaan program
dakwah masjid
4. Ketelibatan laki-laki dan Perempuan dalam pengambilan kebija-
kan, evaluasi dan control terhadap pelaksanaan dakwah masjid
Kesetaraan gender yang ada dalam fungsi-fungsi manajerial
masjid di atas terlihat dari beberapa kondisi berikut:
a. Dalam struktur kepengurusan masjid, di beberapa masjid di Kota
Pontianak seperti di Masjid Darul falah, Al-falah, Yayasan Mujahi-
din, Sirajudin, Ikhwanul Mukminin sudah memberikan kesempa-
tan kepada perempuan untuk menjadi pengurus, seperti anggota
dalam bidang imarah atau ibadah dan dakwah, bidang idarah atau
administrasi, bidang ri’ayah atai pemeliharaan, dan bidang pendi-
dikan yaitu pengelola dan guru TPA
b. Adanya penataan ruangan masjid yang berbeda natara laki-laki
Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 55
dan perempuan, seperti selain ruang utama yang digunakan un-
tuk shalat berjama’ah dan kajian, ada ruang khusus tempat shalat
perempuan yang berada di bagian belakang ruang utama yang se-
cara umum dibatasi dengan tirai/gorden dengan ukuran melebihi
tinggi manusia sehingga jama’ah laki-laki tidak dapat dilihat. Terse-
dianya Perlengkapan shalat mukena yang tersimpan dalam lemari,
serta Al-quran yang di simpah khusus untuk jama’ah perempuan,
Tempat berwudlu khusus bagi perempuan yang ditempatkan se-
cara tertutup dan jauh dari tempat berwudlu laki-laki, dilengkapi
dengan toilet, ruang bercermin, serta penataan yang mencermink-
an keindahan perempuan seperti warna cat, ada tanaman bunga
yang ditata dengan cantik,
c. Program Dakwah yang Berkesetaraan Gender
Program dakwah pada setiap masjid, sebenarnya hamper sama,
baik yang kegiatanya rutin maupun yang memanfaatkan moment. Yang
membedakan adalah pelaksanaanya ada yang hanya melibatkan kaum
laki-laki, ada juga yang melibatkan laki-laki dan perempuan. Program
tersebut diantaranya:
1) Kajian agama atau lebih dikenal dengan taklim
2) Tabligh akbar peringatan hari besar islam/PHBI
3) Penyaluran bantuan zakat
4) Khitanan missal
5) Shalat Idul fitri dan idul adlha
6) Penyaluran hewan qurban
7) Bantuan social
8) Bimbingan agama bagi mustahik zakat
9) Pendidikan TPA
10) Pasar Ramadhan
11) Buka bersama
12) Sahur bersama dll
Adanya pembagian tugas yang sama dengan tanggung jawab
yang berbeda antara laki-laki dan perempuan dalam beberapa kegiatan
social dakwah, seperti Penyelenggaraan Shalat Ied, Penyaluran
Hewan Qurban, bantuan zakat, khitanan massal dan bakti social, yang
ditetapkan dalam surat keputusan pengurus.
Melibatkan pengurus perempuan dan jamaah ibu-ibu dalam
forum rapat serta mempertimbangkan saran dan usul dari perempuan

56 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


dalam setiap kegiatan khususnya kegiatan social dakwah.

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 57


58 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender
DAFTAR
PUSTAKA

Ahmad Ibn Muhammad al-Dasimi al-“Adnani, 2008, Al-Da’wah al-Is-


lamiyah lil I frad wa al-Syabab, Madinah: Maktaba
Al-Qur’an Terjemah Departeme Agama RI
Srikusyuniati Analisis Gender (internet)
Analisis Gender: sebuah panduan pengantar (internet)
Alwahidi Ilyas, 2001, Manajemen Dakwah, Ygyakarta: Pustaka pelajar
A. Rasyad Shaleh, 2009, Manajemen Dakwah Islam, Jakarta:Bulan Bin-
tang
Asep Muhyiddin & Agus Ahmad Syafei, 2002, Metode Pengembangan
Dakwah, Bandung: Pustaka Setia
Burhan Bungin, 2009, Sosiologi KomunikasiTeori Paradigma dan Di-
skursus TeknologiKomuniksi di Masyarakat., Jakarta:Prenada
Media Group
Didin hafiduddin & Ihsan Tanjung, 2004, Manajemen Syari’ah dalam
Peraktek, Jakarta: Gema Insani press
Enjang dan Aliyudin, 2009. Dasar-Dsar Ilmu Dakwah, Bandung: Widya
Padjajaran

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 59


Ellys lestari pembayun. 2009. Perempuan VS perempuan Realitas gen-
der, tayangan gossip dan Dunia Maya. Bandung: Nuansa
http://kampus.okezone.com/read/2011/03/09/95/432903
Jamhari Ismatu rafi, 2003, Citra perempuan dalam Islam, Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka,
Kabeer, N and Subrahmaniam, R 1996, Institution, Relations and Out-
come: Framework and Tools for Gender Aware Planning, IDS
Discussion Paper, 357, Brighton
Koentjaraningrat dan Emerson Donald K, 1993, Aspek Manusia dalam
Penelitian, Jakarta: PT Gramedia,
Mar’at dalam buku Jalaluddin, 1998, Psikologi agama, Jakarta: Grafin-
do Persada,
M Munir dan Wahyu Ilahi, 2009, Manajemen Dakwah, (Jakarta: Prena-
da Media Group,
Mufidah Ch, 2010, Pengarusutamaan gender Bidang Pendidikan: Se-
buah Strategi untuk Meningkatkan Kualitas Pendiddikan yang
setara dan Adil Gender, dalam Jurnal Suara Perempuan. PSW
STAIN Pontianak, Volume 1 Januari
Muhammad Husain haekal, 2008, Sejarah Hidup Muhammad, Jakarta:
Tintamas Indonesia
M Quraish Shihab, 2006, Membumikan Al-Qur’an, Bandung: Mizan
……………………1996, Wawasan Al-Qur’an, Bandung: Mizan,
Penelitian Dosen Dakwah STAIN Pontianak, 2010, Profil Dakwah Mas-
jid di Kota Pontianak,
Slamet Santoso, 2010, Teori-teori psikologi Sosial, Bandung: Refika adi-
tama
Syukriadi Sambas, 2009, Wilayah Kajian Ilmu Dakwah dalam Aep Kus-
nawan, Dimensi Ilmu Dakwah,Bandung: Widya Padjajaran
Tuty Alawiyah, 2008, Paradigma Baru Dakwah Islam, dalam Abudin
Nata (ed) Kajian Tematik Al-Qur’an tentang Fiqh Ibadah,Band-
ung: Angkasa,

60 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender


Wiyanto Suud, 2011, Wanita-wanita dalam Al-Qur’an, Jakarta;
Bekanoor

Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 61


62 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender
BIODATA
PENULIS

Cucu Nurjamilah, S. Ag, M. Ag. Lahir di Tasikmalaya JawaBarat. Dari


Sekolah Dasar (SD), Madrasah Tsanawiyah (MTsN) hingga Pendi-
dikan Guru Agama Negeri (PGAN Sukamanah), seluruhnya ditempuh
dan diselesaikan di Tasikmalaya Jawa Barat. Hijrah ke Pontianak dan
menyelesaikan S.I pada Jurusan Dakwah BPI STAIN Pontianak pada ta-
hun 2001, Kemudian menyelesaikan S-2 dengan konsentrasi Ilmu Dak-
wah di UIN Sunan Gunung Djati Bandung pada tahun 2010 dengan jud-
ul tesis “Model Dakwah terhadap Perempuan Perkotaan: Studi pada
Muslimah Center Daarut Tauhid Bandung”. Di akhir 2014 ampai ter-
bitnya buku ini penulis sedang menempuh S3 di UIN Walisongo Sema-
rang, Prodi Islamic Studi Konsentrasi Manajemen Dakwah.
Beberapa karya tulis yang sudah diterbitkan, yaitu: Tulisan
bersama beberapa dosen STAIN: buku “Islam di Kalimantan Barat”
tahun 2006, “Dayak di Kalimantan Barat” tahun 2008, “Perjalanan ke
Parit Banjar, Profil Masjid di Kota Pontianak” tahun 2010, dan profil
majelis Taklim di kota Pontianak (2011). Tulisan sendiri, buku literature
dakwah dengan judul: pembaharuan konsep dakwah (2010), dan
buku daras Ilmu dakwah (2013). Dua kali menulis di Jurnal Dakwah
tentang Rethorika Dakwah dan Majlis ta’lim, tahun 2008 dan satu kali
di Jurnal Al-Hikmah P3M STAIN Pontianak tantang “Etika Komunikasi
Verbalistik” tahun 2010, dan tulisan resensi di Jurnal Al-Albab Borneo
Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender | 63
Journal of Religious Studies (2013).
Disamping sebagai Tenaga pengajar di Jurusan dakwah STAIN
Pontianak dan Dosen Agama di Universitas Tanjung Pura (UNTAN)
Pontianak, penulis juga aktif membina beberapa majelis taklim di
Kota Pontianak, menjadi narasumber mar’ah sholihah di TV dan Radio
Dakwah Mujahidin, serta aktif di organisasi Persaudaraan Muslimah
Kalimantan Barat.

64 | Manajemen Dakwah Masjid, Bebasis Kesetaran Gender

Anda mungkin juga menyukai