Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anak adalah titipan tuhan yang harus kita jaga dan kita didik agar ia

menjadi manusia yang berguna dan tidak menyusahkan siapa saja. Secara umum

anak mempunyai hak dan kesempatan untuk berkembang sesuai potensinya

terutama dalam bidang pendidikan.

Setiap anak dilahirkan bersamaan dengan potensi-potensi yang dimilikinya.

Tak ada satu pun yang luput dari Pengawasan dan Kepedulian-Nya. Hal

ini merupakan tugas orang tua dan guru untuk dapat menemukan potensi tersebut.

Syaratnya adalah penerimaan yang utuh terhadap keadaan anak.

Dalam bidang pendidikan seorang anak dari lahir memerlukan pelayanan

yang tepat dalam pemenuhan kebutuhan pendidikan disertai dengan Pemahaman

mengenai karakteristik anak sesuai pertumbuhan dan perkembangannya akan

sangat membantu dalam menyesuaikan proses belajar bagi anak dengan usia,

kebutuhan, dan kondisi masing-masing, baik secara intelektual, emosional dan

sosial.

Pendidikan merupakan bagian penting dari kehidupan yang sekaligus

membedakan manusia dengan makhluk hidup lainnya. Hewan juga belajar tetapi

lebih ditentukan oleh instingnya. Sedangkan manusia, hidup menggunakan akal

pikiran yang dimilikinya dalam setiap berprilaku. Pada hakikatnya pendidikan

adalah suatu usaha manusia untuk meningkatkan ilmu pengetahuan, yang didapat

dari lembaga formal maupun non formal.

1
Pada dasarnya hakikat pendidikan sangatlah luas. Hakikat pendidikan

bukanlah hanya sekedar pengertian serta definisi pendidikan semata. Didalam

hakekat pendidikan banyak hal menarik untuk dipelajari contohnya saja seperti

objek ilmu pendidikan dan macam-macam ilmu pendidikan. Hal-hal menarik

inilah yang mendorong kami untuk mempelajari lebih dalam mengenai hakikat

pendidikan diluar dari tugas yang telah ditentukan

Masa usia Sekolah Dasar merupakan periode emas (golden age) bagi

perkembangan anak untuk memperoleh proses pendidikan. Periode ini adalah

tahun-tahun berharga bagi seorang anak untuk mengenali berbagai macam fakta di

lingkungannya sebagai stimulans terhadap perkembangan aspek kepribadian,

kognitif, psikososial, maupun moralnya.

Untuk itu pendidikan anak untuk usia Sekolah Dasar dalam bentuk

pemberian rangsangan-rangsangan (stimulasi) dari lingkungan terdekat sangat

diperlukan untuk mengoptimalkan kemampuan anak.

Pembentukan kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar

yang ditempuhnya. Proses belajar akan terbentuk berdasarkan pandangan dan

pemahaman guru tentang karakteristik siswa dan juga hakikat pembelajaran.

Dengan demikian, proses belajar perlu disesuaikan dengan tingkat

perkembangan siswa. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan pemahaman para

guru mengenai rentang usia, karakteristik perkembangan dalam aspek kognitif,

psikososial dan moral serta proses pembelajaran yang efektif untuk siswa Sekolah

Dasar.

2
Dengan alasan-alasan tersebut akhirnya penulis mencoba mengulas masalah

tentang”Pembelajaran Anak Di Sekolah Dasar “

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai

berikut:

1) Berapa Rentang usia anak Sekolah Dasar ?

2) Bagaimana karakteristik perkembangan anak usia Sekolah Dasar?

3) Bagaimana Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar beradasarkan

perkembangan kognitif, psikososial, dan moral anak usia SD ?

1.3 Tujuan

Adapun tujuan penulisan Makalah ini adalah sebagai berikut :.

1) Mengetahui rentang usia anak Sekolah Dasar dan karakteristik yang

dimilikinya serta peran guru dalam pembelajaran anak usia Sekolah

Dasar.

2) Mengetahui karakteristik perkembangan usia Sekolah Dasar,

3) Mengetahui Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar.

1.4 Manfaat

Setiap penulisan pasti mempunyai tujuan yang ingin dicapai, penulisan

makalah ini mempunyai tujuan sebagai berikut:

1. Memberikan pandangan kepada para pendidik dalam melakukan

Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar.

3
2. Membantu guru dalam meningkatkan profesionalisme dalam

mewujudkan pembelajaran yang berkualitas seningga menghasilkan

siswa yang berkualitas pula.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Rentang Usia Anak Sekolah Dasar

Masa usia sekolah dasar sebagai masa kanak-kanak akhir yang berlangsung

dari usia enam tahun hingga kira-kira usia sebelas tahun atau dua belas tahun.

Karakteristik utama siswa sekolah dasar adalah mereka menampilkan perbedaan-

perbedaan individual dalam banyak segi dan bidang, di antaranya, perbedaan

dalam intelegensi, kemampuan dalam kognitif dan bahasa, perkembangan

kepribadian dan perkembangan fisik anak.

Tingkatan kelas di sekolah dasar dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas

rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas satu, dua, dan tiga,

sedangkan kelas-kelas tinggi terdiri dari kelas empat, lima, dan enam

(Supandi, dalam Anitah, dkk., 2008). Di Indonesia, rentang usia siswa SD, yaitu

antara 6 atau 7 tahun sampai 12 tahun. Usia siswa pada kelompok kelas rendah,

yaitu 6 atau 7 sampai 8 atau 9 tahun. Siswa yang berada pada kelompok ini

termasuk dalam rentangan anak usia dini. Masa usia dini ini merupakan masa

yang pendek tetapi sangat penting bagi kehidupan seseorang. Oleh karena itu,

pada masa ini seluruh potensi yang dimiliki anak perlu didorong sehingga akan

berkembang secara optimal.

5
2.2 Teori Perkembangan Anak Usia Sekolah Dasar

Siswa Sekolah Dasar merupakan individu unik yang memiliki karakteristik

tertentu yang bersifat khas dan spesifik. Pada dasarnya setiap siswa adalah

individu yang berkembang. Perkembangan siswa akan dinamis sepanjang hayat

mulai dari kelahiran sampai akhir hayat, Dalam hal ini pendidikan maupun

pembelajaran sangat dominan memberikan konstribusi untukek membantu dan

mengarahkan perkembangan siswa supaya menjadi positif dan optimal. Setiap

siswa memiliki irama dan kecepatan perkembangan yang berbeda – beda dan

bersifat individual.

Perkembangan siswa merupakan salah satu aspek yang harus diperhatikan

dalam proses belajar. Seluruh aktifitas proses belajar harus berpusat pada

kebutuhan siswa (child centered) dan pada aspek tuntutan masyarakat (society

centered). Fase – fase perkembangan yang dialami siswa harus dipahami oleh

guru supaya dalam pembelajaran tidak mengalami hambatan psikologis yang

mengakibatkan hasil belajar tidak optimal.

Perkembangan siswa sekolah dasar usia 6-12 tahun yang termasuk pada

perkembangan masa pertengahan (middle childhood) memiliki fase-fase yang

unik dalam perkembangannya yang menggambarkan peristiwa penting bagi siswa

yang bersangkutan. Tahap perkembangan siswa dapat dilihat dari aspek Kognitif,

Psikososial, dan Moral.

2.2.1 Teori Perkembangan Kognitif

Dalam praktek pembelajaran, teori kognitif antara lain tampak dalam

rumusan-rumusan seperti: “Tahap-tahap perkembangan” yang dikemukakan oleh

6
J. Piaget, Advance organizer oleh Ausubel, Pemahaman konsep oleh Bruner,

Hirarki belajar oleh Gagne, Webteaching oleh Norman, dan sebagainya. Berikut

akan diuraikan lebih rinci beberapa pandangan mereka.

Jean Piaget membagi perkembangan kognitif anak ke dalam 4 periode

utama yang berkorelasi dengan dan semakin canggih seiring pertambahan usia :

1. Tahapan sensorimotor (usia 0–2 tahun)

2. Tahapan praoperasional (usia 2–7 tahun)

3. Tahapan operasional konkrit (usia 7–11 tahun)

4. Tahapan operasional formal (usia 11 tahun sampai dewasa)

2.2.2 Teori Perkembangan Psikososial

Teori Erik Erikson tentang perkembangan manusia dikenal dengan teori

perkembangan psiko-sosial. Teori perkembangan psikososial ini adalah salah satu

teori kepribadian terbaik dalam psikologi. Seperti Sigmund Freud, Erikson

percaya bahwa kepribadian berkembang dalam beberapa tingkatan. Salah satu

elemen penting dari teori tingkatan psikososial Erikson adalah perkembangan

persamaan ego. Persamaan ego adalah perasaan sadar yang kita kembangkan

melalui interaksi sosial. Menurut Erikson, perkembangan ego selalu berubah

berdasarkan pengalaman dan informasi baru yang kita dapatkan dalam

berinteraksi dengan orang lain. Erikson juga percaya bahwa kemampuan

memotivasi sikap dan perbuatan dapat membantu perkembangan menjadi positif,

inilah alasan mengapa teori Erikson disebut sebagai teori perkembangan

psikososial.

7
Ericson memaparkan teorinya melalui konsep polaritas yang

bertingkat/bertahapan. Ada 8 (delapan) tingkatan perkembangan yang akan dilalui

oleh manusia. Menariknya bahwa tingkatan ini bukanlah sebuah gradualitas.

Manusia dapat naik ketingkat berikutnya walau ia tidak tuntas pada tingkat

sebelumnya. Setiap tingkatan dalam teori Erikson berhubungan dengan

kemampuan dalam bidang kehidupan. Jika tingkatannya tertangani dengan baik,

orang itu akan merasa pandai. Jika tingkatan itu tidak tertangani dengan baik,

orang itu akan tampil dengan perasaan tidak selaras.

Dalam setiap tingkat, Erikson percaya setiap orang akan mengalami

konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson

berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi

atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi

pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan.

2.3.3 Teori Perkembangan Moral

Dewey pernah membagikan proses perkembangan moral atas 3 tahap yaitu:

tahap pramoral, tahap konvensional dan tahap otonom.

Selanjutnya Piaget berhasil melukiskan dan mengolongkan seluruh pemikiran

moral anak seturut kerangka pemikiran Dewey: (1) tahap “pramoral”, anak belum

menyadari ketertikatannya pada aturan; (2) tahap “konvensional”, dicirikan oleh

ketaatan pada kekuasaan; (3) tahap “otonom”, bersifat keterikatan pada aturan

yang didasarkan pada resiprositas. Berdasarkan pada penelitiannya, Lawrence

Kohlberg berhasil memperlihatkan 6 tahap dalam seluruh proses berkembangnya

pertimbangan moral anak dan orang muda. Keenam tipe ideal itu diperoleh

8
dengan mengubah tiga tahap Piaget/Dewey dan menjadikannya tiga “tingkat”

yang masing-masing dibagi lagi atas dua “tahap”. ketiga “tingkat” itu adalah

tingkat prakonvensional, konvensional dan pasca-konvensional.

Meski anak prakonvensional sering kali berperilaku “baik” dan tanggap

terhadap label-label budaya mengenai baik dan buruk, namun ia menafsirkan

semua label ini dari segi fisiknya (hukuman, ganjaran kebaikan) atau dari segi

kekuatan fisik mereka yang mengadakan peraturan dan menyebut label tentang

yang baik dan yang buruk. Tingkat ini biasanya ada pada anak-anak yang berusia

empat hingga sepuluh tahun.

Tingkat kedua atau tingkat konvensional juga dapat digambarkan sebagai

tingkat konformis, meskipun istilah itu mungkin terlalu sempit. Pada tingkat ini,

anak hanya menuruti harapan keluarga, kelompok atau bangsa, dan dipandangnya

sebagai hal yang bernilai dalam dirinya, tanpa mengindahkan akibat yang segera

dan nyata. Individu tidak hanya berupaya menyesuaikan diri dengan tatanan

sosialnya, tetapi juga untuk mempertahankan, mendukung dan membenarkan

tatanan sosial itu.

Tingkat pasca-konvensional dicirikan oleh dorongan utama menuju ke

prinsip-prinsip moral otonom, mandiri, yang memiliki validitas dan penerapan,

terlepas dari otoritas kelompok-kelompok atau pribadi-pribadi yang

memegangnya dan terlepas pula dari identifikasi si individu dengan pribadi-

pribadi atau kelompok-kelompok tersebut. Pada tingkat ini terdapat usaha yang

jelas untuk merumuskan nilai-nilai dan prinsip moral yang memiliki keabsahan

9
dan dapat diterapkan terlepas dari otoritas kelompok atau orang yang berpegang

pada prinsip-prinsip itu.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Pembelajaran Anak di Sekolah Dasar

Pada penerapan pembelajaran siswa di SD hendaknya dilakukan sebuah

pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki dan kebutuhan yang

diperlukan oleh anak usia SD karena hal ini dapat menumbuhkan kembangkan

potensi peserta didik dan menumbuhkan semangat belajar anak SD, seperti contoh

1. Anak usia SD Senang bermain

Maksudnya dalam usia yang masih dini anak cenderung untuk ingin

bermain dan menghabiskan waktunya hanya untuk bermain karena anak masih

polos yang dia tahu hanya bermain maka dari itu agar tidak megalami masa kecil

kurang bahagia anak tidak boleh dibatasi dalam bermain. Peranan guru

SD yaitu harus mengetahui karakter anak sehingga dalam penerapan metode atau

model pembelajaran bisa sesuai dan mencapai sasaran, misalnya model

pembelajaran yang santai namun serius, bermain sambil belajar, serta dalam

menyusun jadwal pelajaran yang berat(IPA, matematika dll.) dengan diselingi

pelajaran yang ringan(keterampilan, olahraga dll.)

2. Anak usia SD Senang bergerak

Anak senang bergerak maksudnya dalam masa pertumbuhan fisik dan

mentalnya anak menjadi hiperaktif lonjak kesana kesini bahkan seperti merasa

tidak capek mereka tidak mau diam dan duduk saja menurut pengamatan para ahli

anak duduk tenang paling lama sekitar 30 menit. Peranan guru SD

11
hendaknya merancang model pembelajaran yang memungkinkan anak berpindah

atau bergerak. Mungkin dengan permaianan, olahraga dan lain sebagainya.

3. Anak usia SD Senang bekerja dalam kelompok

Anak senang bekerja dalam kelompok maksudnya sebagai seorang manusia,

anak-anak juga mempunyai insting sebagai makhluk social yang bersosialisasi

dengan orang lain terutama teman sebayanya, terkadang mereka membentuk suatu

kelomppok tertentu untuk bermain. Dalam kelompok tersebut anak dapat belajar

memenuhi aturan aturan kelompok, belajar setia kawan, belajar tidak tergantung

pada diterimanya dilingkungan, belajar menerimanya tanggung jawab, belajar

bersaing dengan orang lain secara sehat (sportif), mempelajarai olah raga, belajar

keadilan dan demokrasi. Peranan guru SD yaitu dapat membuat suatu kelompok

kecil misalnya 3-4 anak agar lebih mudah mengkoordinir karena terdapat banyak

perbedaan pendapat dan sifat dari anak - anak tersebut dan mengurangi

pertengkaran antar anak dalam satu kelompok. Kemudian anak tersebut diberikan

tugas untuk mengerjakannya bersama, disini anak harus bertukar pendapat anak

menjadi lebih menghargai pendapat orang lain juga.

4. Anak usia SD Senang merasakan/ melakukan sesuatu secara langsung

Ditinjau dari teori perkembangan kognitif, anak SD memasuki tahap

operasionalkonkret. Dari apa yang dipelajari di sekolah, ia belajar

menghubungkan konsep konsep baru dengan konsep-konsep lama. Jadi dalam

pemahaman anak SD semua materi atau pengetahuan yang diperoleh harus

dibuktikan dan dilaksanakan sendiri agar mereka bisa paham dengan konsep awal

yang diberikan. Berdasarkan pengalaman ini, siswa membentuk konsep-konsep

12
tentang angka, ruang, waktu, fungsi-fungsi badan, pera jenis kelamin, moral, dan

sebagainya. Peranan guru SD hendaknya merancang model pembelajaran yang

memungkinkan anak terlibat langsung dalam proses pembelajaran. Sebagai

contoh anak akan lebih memahami tentang arah mata angin, dengan cara

membawa anak langsung keluar kelas, kemudian menunjuk langsung setiap arah

angin, bahkan dengan sedikit menjulurkan lidah akan diketahui secara persis dari

arah mana angin saat itu bertiup.

5. Anak usia SD Anak cengeng

Pada umur anak SD, anak masih cengeng dan manja. Mereka selalu ingin

diperhatikan dan dituruti semua keinginannya mereka masih belum mandiri dan

harus selalu dibimbing. Peranan guru SD yaitu membuat metode pembelajaran

tutorial atau metode bimbingan agar kita dapat selalu membimbing

dan mengarahkan anak, membentuk mental anak agar tidak cengeng.

6. Anak usia SD Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain

Pada pendidikan dasar yaitu SD, anak susah dalam memahami apa yang

diberikan guru. Peranan guru SD harus dapat membuat atau menggunakan

metode yang tepat misalnya dengan cara metode ekperimen agar anak dapat

memahami pelajaran yang diberikan dengan menemukan sendiri inti dari

pelajaran yang diberikan sedangkan dengan ceramah yang dimana guru Cuma

berbicara didepan membuat anak malah tidak memahami isi dari apa yang

dibicarakan oleh gurunya.

13
7. Anak usia SD Senang diperhatikan

Di dalam suatu interaksi social anak biasanya mencari perhatian teman atau

gurunya mereka senang apabila orang lain memperhatikannya, dengan berbagai

cara dilakukan agar orang memperhatikannya. Peran guru SD untuk

mengarahkan perasaan anak tersebut dengan menggunakan metode tanya

jawab misalnya, anak yang ingin diperhikan akan berusaha menjawab atau

bertanya dengan guru agar anak lain beserta guru memperhatikannya.

8. Anak usia SD Senang meniru

Dalam kehidupan sehari hari anak mencari suatu figur yang sering dia lihat

dan dia temui. Mereka kemudian menirukan apa yang dilakukan dan dikenakan

orang yang ingin dia tiru tersebut. Dalam kehidupan nyata banyak anak yang

terpengaruh acara televisi dan menirukan adegan yang dilakukan disitu, misalkan

acara smack down yang dulu ditayangkan sekarang sudah ditiadakan karena ada

berita anak yang melakukan gerakan dalam smack down pada temannya, yang

akhirnya membuat temannya terluka. Namun sekarang acara televisi sudah

dipilah-pilah utuk siapa acara itu ditonton sebagai calon guru kita hanya dapat

mengarahkan orang tua agar selalu mengawasi anaknya saat dirumah. Contoh lain

yang biasanya ditiru adalah seorang guru yang menjadi pusat perhatian dari anak

didiknya. Peranan guru SD harus menjaga tindakan, sikap, perkataan, penampilan

yang bagus dan rapi agar dapat memberikan contoh yang baik untuk anak didik

kita.

14
3.2 Karakteristik Perkembangan Anak Sekolah Dasar

Dilihat dari karakeristik Perkembangan Kognitif, pembelajaran untuk siswa

di SD harus diarahkan pada konsep – konsep yang bersifat konkret dan

menyangkut dunia keseharian siswa dan jangan mengajarkan siswa dengan contoh

– contoh yang abstrak. Pembelajaran untuk siswa di SD harus ditekankan pada

penanaman nilai – nilai oleh guru kepada siswa dilakukan melalui keteladanan.

Siswa membutuhkan contoh keteladanan melalui sikap yang ditunjukkan oleh

guru/pendidik dan bukan contoh yang berupa kata – kata maupun konsep yang

abstrak. Adapun peranan guru dalam Pembelajaran anak di SD yaitu dalam

pembelajaran hendaknya sekonkret mungkin baik dalam menjelaskan maupun

memberikan contoh dan sebanyak mungkin melibatkan pengalaman – pengalaman

fisik siswa.

Dilihat dari karakteristik Perkembangan Psikososial, pembelajaran

seharusnya membentuk rasa kepercayaan diri peserta didik pada usia SD/MI

karena mulai mengembangkan kemampuan berfikir dan konsep dirinya. Apabila

pada tahap ini anak gagal membentuk kepercayaan dirinya maka anak tersebut

akan memiliki konsep diri negative atau rendah diri. Dalam pembelajaran

interaksi siswa dengan teman sebaya menjadi sangat penting, sebab jika anak

mampu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan, dapat membawa siswa

kearah pengembangan rasa mampu ( percaya diri ). Penanaman nilai – nilai moral

seperti kerjasama, kasih sayang, toleransi, tanggung jawab, penghargaan,

kedermawanan dan lain sebagainya dapat membantu siswa melewati fase kritis,

sebab lingkungan sosial yang terbentuk dapat memberikan kesempatan yang luas

15
bagi siswa untuk mengembangkan sikap positifnya. Guru/pendidik hendaknya

membekali peserta didik dengan nilai – nilai moral yang akan membentuk

karakter siwa menuju sikap positif siswa. Nilai-nilai moral ini haarus ditanamkan

agar siswa memiliki kepekaan sosial yang tinggi sehingga lingkungan sosial yang

positif juga dapat terbentuk. Hal ini dapat membantu rasa percaya dirinya yang

kuat dan karakter yang positif.

Dilihat dari karakteristik Perkembangan Moral, pembelajaran dengan

menumbuhkan penalaran moral pada siswa SD dengan mengaitkan kisah- kisah

tauladan seorang tokoh dalam suatu materi pelajaran. Guru hendaknya

mengajarkan nilai dasar setahap demi setahap melalui pendekatan kisah teladan,

dilema moral, dan keteladanan. Guru harus memberikan stimulasi agar peserta

didiknya terdorong untuk bersikap dan berprilaku sesuai dengan nilai, moral dan

norma yang ada. Pemberian pujian atau hukuman secara spontan pada setiap

perilaku siswa yang kurang baik atau yang baik sangat diperlukan untuk

merangsang perkembangan moral siswa.

16
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Dari penulisan makalah “Pembelajaran Anak Di Sekolah Dasar “ dapat

diambil kesimpulan untuk pembelajaran di tingkat Sekolah Dasar hendaknya:

1. Menyesuaikan karakteristik yang dimiliki oleh anak usia SD

2. Mengaitkan hal-hal yang bersifat konkret pada setiap pembelajaran

dengan tidak melibatkan hal-hal yang abstrak yang dapat membingungkan

anak SD

3. Menumbuhkan rasa percaya diri sedini mungkin sehingga meminimalisir

timbulnya rasa rendah diri pada siswa SD

4. Memberikan contoh kisah keteladanan para tokoh yang diterapkan

langsung oleh guru SD dalam setiap pembelajaran

4.2 Saran

Diharapkan para pendidik pada satuan tingkat sekolah dasar dapat

menerapkan pembelajaran anak di Sekolah Dasar dengan menyesuaikan

krakteristik yang dimiliki oleh siswa Sekolah Dasar.

17
DAFTAR PUSTAKA

Mujtahidin,S.Pd., M.Pd. 2012. Teori Belajar dan Pembelajaran. Bangkalan:

Universiitas Trunojoyo Madura.

Sri Anitah, dkk. 2008. Strategi Pembelajaran di SD. Jakarta: Universitas Terbuka

Udin S. Winataputra, dkk. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta:

Universitas Terbuka

http://pembelajaranguru.wordpress.com/2008/05/20/ciri-kecenderungan-belajar-

dan-cara-belajar-anak-sd-dan-mi/

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PGTK/196510011998022-

ERNAWULAN_SYAODIH/PSIKOLOGI_PERKEMBANGAN.pdf

http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-peserta-didik/

karekteristik-perkembangan-kognitif-anak-sd/

http://belajarbarengkiddos.blogspot.com/2012/11/penerapan-disiplin-untuk-anak-

usia.html

http://zhuldyn.wordpress.com/materii-lain/perkembangan-peserta-didik/

perkembangan-berpikir-anak-sd/

http://www.scribd.com/doc/45176852/Karakteristik-Anak-Usia-Sekolah

http://edukasi.kompasiana.com/2010/11/16/pembelajaran-anak-sd/

http://animenekoi.blogspot.com/2012/01/strategi-pendekatan-dan-teknik.html

http://edukasi.kompasiana.com/2011/03/12/teori-perkembangan-kognitif-jean-

piaget-dan-implementasinya-dalam-pendidikan/

http://zulfikarnasution.wordpress.com/2011/09/17/teori-perkembangan-kognitif-

jean-piaget/

18

Anda mungkin juga menyukai