Anda di halaman 1dari 24

LANDASAN PSIKOLOGIS PENDIDIKAN

MAKALAH

UNTUK MEMENUHI TUGAS MATA KULIAH

Pengantar Pendidikan

yang dibina oleh Bapak Wildan Zulkarnain, S.Pd., M.Pd

Oleh :

Kelompok 7 (Offering C)

1. Femma Anas Putri (190311615216)

2. Mochamad Didit Junianto (190311615229)

3. Nada Salsabila (190311615202)

1
UNIVERSITAS NEGERI MALANG

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PRODI PENDIDIKAN MATEMATIKA

Agustus 2019

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar belakang


Psikologi pendidikan adalah studi tentang bagaimana manusia belajar
dalam setting pendidikan, efektivitas intervensi pendidikan, Psikologi
pengajaran, dan Psikologi sosial sekolah sebagai organisasi. Psikologi
pendidikan berkaitan dengan bagaimana siswa belajar dan berkembang,
sering fokus pada subkelompok seperti anak-anak berbakat dan mereka
tunduk pada cacat tertentu. Peneliti dan ahli teori yang cenderung
diidentifikasi di Amerika Serikat dan Kanada sebagai psikolog pendidikan,
sementara praktisi di sekolah atau sekolah yang terkait dengan pengaturan
yang diidentifikasi sebagai psikolog sekolah. Namun perbedaan ini tidak
dibuat di Inggris, di mana istilah generik untuk praktisi adalah "psikolog
pendidikan". Dalam proses dan pelaksanaan kegiatan-kegiatan pendidikan
peranan Psikologi menjadi sangat mutlak. Analisis Psikologi akan
membantu para pendidik memahami struktur Psikologis anak didik dan
kegiatan- kegiatannya, sehingga kita dapat melaksanakan kegiatan-kegiatan
pendidikan secara efektif.
Oleh karena itu kami membuat makalah ini untuk memberikan
pandangan tentang landasan Psikologi pendidikan dan mencegah terjadinya
beban Psikologi pada peserta didik serta dapat melakukan pendekatan secara
baik antara pendidik dan peserta didik.
1.2 Rumusan masalah
1. Bagaimana pendapat para ahli tentang teori Psikologi ?
2. Bagaimana tahapan psikologi perkembangan ?
3. Apa saja dimaksud dengan psikologi belajar ?
4. Apa yang dimaksud dengan psikologi sosial ?
1.3 Tujuan
1. Memahami pendapat para ahli tentang teori Psikologi .
2. Untuk memahami tahapan psikologi perkembangan.
3. Untuk memahami tentang psikologi belajar ?
4. Untuk memahami tentang psikologi sosial ?

3
4
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Psikologi perkembangan

2.1.1 Definisi

Beberapa definisi Psikologi perkembangan menurut beberapa Ahli:

1. Menurut Prof. Dr. F.J. Monks, Prof. Dr. A.M.P. knoers, dan Prof. Dr. Siti
rahayu Haditoro dalam Psikologi Perkembangan adalah suatu Ilmu yang
lebih mempersoalkan faktor-faktor umum yang mempengaruhi proses
perkembangan (perubahan) yang terjadi dalam diri pribadi seseorang,
dengan menitikberatkan pada relasi antara kepribadian dan perkembangan.

2. Menurut Dra. Kartini Kartono dalam psikologi anak: psikologi


perkembangan adalah suatu ilmu yang mempelajari tingkah laku manusia
yang dimulai dengan masa bayi, anak pemain, anak sekolah, masa remaja,
sampai masa dewasa.

Dari beberapa definisi yang telah dikemukakan tersebut kiranya dapat


diambil pemahaman yang lebih sederhana tentang pengertian Psikologi
Perkembangan, yaitu suatu cabang dari psikologi yang membahas tentang
gejala-gejala jiwa seseorang, baik yang menyangkut perkembangan ataupun
kemunduran perilaku seseorang sejak masa konsepsi hingga dewasa.

Ada tiga teori atau pendekatan tentang perkembangan sebagai berikut :

1. Pendekatan pentahapan. Perkembangan individu berjalan melalui


tahapan-tahapan tertentu. Pada setiap tahap memiliki ciri-ciri khusus yang
berbeda dengan ciri-ciri pada tahap-tahap yang lain.
2. Pendekatan diferensial. Pendekatan ini dipandang individu-individu itu
memiliki kesamaan-kesamaan dan perbedaan-perbedaan. Atas dasar ini
lalu orang-orang membuat kelompok–kelompok. Anak-anak yang
memiliki kesamaan dijadikan satu kelompok. Maka terjadilah kelompok
berdasarkan jenis kelamin, kemampuan intelek, bakat, ras, status sosial
ekonomi, dan sebagainya.
3. Pendekatan ipsatif. Pendekatan ini berusaha melihat karakteristik setiap
individu, dapat saja disebut sebagai pendekatan individual. Melihat

5
perkembangan seseorang secara individual.

2.1.2 Karakteristik perkembangan kognitif Piaget

Menurut Piaget, proses belajar seseorang akan mengikuti pola dan tahap-
tahap perkembangannya sesuai dengan umurnya. Pola dan tahap-tahap ini
bersifat hierarkis, artinya harus dilalui berdasarkan urutan tertentu dan
seseorang tidak dapat belajar sesuatu yang berada di luar tahap kognitifnya.
Piaget membagi tahap-tahap perkembangan kognitif ini menjadi empat,
yaitu :

1. Tahap sensorimotor (umur 0 - 2 tahun) :

Tahap Sensorimotor menurut Piaget dimulai sejak umur 0-2 tahun.


Pertumbuhan kemampuan anak tampak dari kegiatan motorik dan
persepsinya yang sederhana. Ciri pokok perkembangannya berdasarkan
tindakan, dan dilakukan langkah demi langkah. Kemampuan yang dimiliki
antara lain :

a) Melihat dirinya sendiri sebagai makhluk yang berbeda dengan objek di


sekitarnya.
b) Mencari rangsangan melalui sinar lampu dan suara.
c) Suka memperhatikan sesuat lebih lama.
d) Mendefinisikan sesuatu dengan memanipulasinya.
e) Memperhatikan objek sebagai hal yang tetap, lalu ingin merubah
tempatnya.

2. Tahap preoperasional (umur 2 - 7 tahun) :

Piaget mengatakan tahap ini antara usia 2-7 tahun. Ciri pokok
perkembangan pada tahap ini adalah pada penggunaan simbol atau bahasa
tanda, dan mulai berkembangnya konsep-konsep intuitif. Pada tahap ini,
anak telah mampu menggunakan bahasa dalam mengembangkan konsep
nya, walaupun masih sangat sederhana. Maka sering terjadi kesalahan
dalam memahami objek. Karakteristik tahap ini adalah:

a. Self counter nya sangat menonjol.

6
b. Dapat mengklasifikasikan objek pada tingkat dasar secara tunggal
dan mencolok.
c. Mampu mengumpulkan barang-barang menurut kriteria, termasuk
kriteria yang benar.
d. Dapat menyusun benda-benda secara berderet, tetapi tidak dapat
menjelaskan perbedaan antara deretan.

3. Tahap operasional konkret (umur 7-11 tahun)

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah:

a) Anak sudah mulai menggunakan aturan-aturan yang jelas dan logis, dan
ditandai adanya reversible dan kekekalan.
b) Anak telah memiliki kecakapan berpikir logis, akan tetapi hanya dengan
benda-benda yang bersifat konkret.
c) Anak sudah tidak perlu coba-coba dan membuat kesalahan, karena anak
sudah dapat berpikir dengan menggunakan model "kemungkinan" dalam
melakukan kegiatan tertentu.

4. Tahap operasional formal (umur 11 tahun ke atas) :

Ciri pokok perkembangan pada tahap ini adalah anak sudah mampu
berpikir abstrak dan logis dengan menggunakan pola berpikir
"kemungkinan". Model berpikir ilmiah dengan tipe hipothetico-dedutive
dan inductive sudah mulai dimiliki anak, dengan kemampuan menarik
kesimpulan, menafsirkan dan mengembangkan hipotesa. Pada tahap ini
kondisi berpikir anak sudah dapat :

a. Bekerja secara efektif dan sistematis.


b. Menganalisis secara kombinasi. Dengan demikian telah diberikan
dua kemungkinan penyebabnya, C1 dan C2 menghasilkan R, anak
dapat merumuskan beberapa kemungkinan.
c. Berpikir secara proporsional, yakni menentukan macam-macam
proporsional tentang C1, C2 dan R misalnya.
d. Menarik generalisasi secara mendasar pada satu macam isi.

2.1.3 Teori perkembangan moral Kohlberg

7
Teori ini berpandangan bahwa penalaran moral, yang merupakan dasar dari
perilaku etis, mempunyai stadium perkembangan dengan tingkat yang

teridentifikasi yaitu dapat dijelaskan sebagai berikut.

1. Masa Moral Pre Konvesional

Pada masa Pre Konvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu:

a. Masa Punishment and Obedience Orientation

Pada masa ini, secara umum individu menganggap bahwa


konsekuensi yang ditimbulkan dari suatu perbuatan sangat menentukan
baik buruknya suatu perbuatan yang dilakukan, tanpa melihat sisi
individunya.

b. Masa Instrumental Relativist Orientation atau Hedonistic Orientation

Pada masa ini, suatu perbuatan dikatakan benar apabila perbuatan


tersebut mampu memenuhi kebutuhan untuk diri sendiri maupun individu
lain, serta perbuatan tersebut tidak merugikan.

2. Masa Masa Konvensional

Pada masa konvensional ini dibagi menjadi dua masa yaitu:

a. Masa Interpersonal Concordance atau Good Boy/ Good Girl


Orientation

Pandangan individu pada masa ini, perbuatan yang bermoral adalah


perbuatan yang menyenangkan, membantu, atau perbuatan yang diakui
dan diterima oleh individu lain.

b. Masa Law and Order Orientation

Pada masa ini, pandangan individu selalu mengarah pada otoritas,


pemenuhan aturan aturan, dan juga upaya untuk memelihara tertib
sosial.

3. Masa Masa Postkonvensional

8
Pada masa ketiga ini, di dalamnya mencakup dua masa perkembangan
moral, yaitu:

a. Masa Social Contract, Legalistic Orientation

Masa ini merupakan masa kematangan moral yang cukup tinggi.


Pada masa ini perbuatan yang dianggap bermoral merupakan perbuatan
perbuatan yang mampu merefleksikan hak hak individu dan memenuhi
ukuran ukuran yang telah diuji secara kritis dan telah disepakati oleh
masyarakat luas.

b. Masa Orientation of Universal Ethical Principles

Pada masa yang tertinggi ini, moral dipandang benar tidak harus
dibatasi oleh hukum atau aturan dari kelompok sosial atau masyarakat.
Tetapi, hal tersebut lebih dibatasi oleh kesadaran individu dengan
dilandasi prinsip prinsip etis.

2.1.4 Sturktur kepribadian (Id, Ego, Super Ego)

Freud membagi sturktur kepribadian ke dalam tiga komponen, yaitu :

1. Id (Das es), aspek biologis kepribadian

Id adalah system kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari id ini
kemudian akan muncul ego dan super ego. Saat dilahirkan, id berisi semua
aspek psikologis yang diturunkan, seperti instink, impuls dan drives. Id
merupakan komponen kepribadian yang primitive, instinktif (yang berusaha
untuk memenuhi kepuasan instink) dan rahim tempat ego dan super ego
berkembang. Id berorientasi pada prinsip kesenangan (pleasure principle)
atau prinsip reduksi ketegangan.

2. Ego (Das Ich), aspek psikologis kepribadian

Ego adalah bagian ‘eksekutif’ dari kepribadian. Ia berfungsi secara


logis/rasional berdasarkan prinsip kenyataan (reality principle) dan proses
sekunder yaitu suatu proses logis untuk melihat pada kenyataan (reality
testing) dalam usahanya menemukan cara pemuasan dorongan Id secara

9
realistis. Fungsi ego ini berguna untuk menyaring dorongan-dorongan yang
ingin dipuaskan oleh Id berdasarkan kenyataan.

3. Super Ego (Das Uber Ich), aspek sosiologis kepribadian

Super ego lebih merupakan kesempurnaan daripada kesenangan, karena


itu super ego dapat dianggap sebagai aspek moral daripada
kepribadian.Fungsinya yang pokok adalah menentukan apakah sesuatu
benar atau salah, pantas atau tidak, susila atau tidak, dan dengan demikian
pribadi dapat bertindak sesuai dengan moral masyarakat. Pada bagian ini
terdapat nilai-nilai moral, yang memberikan

2.2 Psikologi Belajar

Berbagai aktivitas dilakukan dan diarahkan untuk mencapai tujuan yang


telah ditetapkan. Dengan demikian hakikat belajar adalah belajar yang selalu

melibatkan tiga hal pokok yaitu:

1. Adanya perubahan tingkah laku.

2. Sifat perubahan relatif permanen

3. Perubahan yang terjadi disebabkan adanya interaksi dengan lingkungan.


Untuk mendapat suatu pengetahuan yang baru setiap individu aktif mencari
informasi dari berbagai sumber.

Prinsip belajar menurut Gagne (1979), yakni:

1. Kontiguitas, memberikan situasi atau materi yang mirip dengan harapan

pendidik tentang respons anak yang diharapkan, beberapa kali secara


berturut-turut;

2. Pengulangan, situasi dan respons anak diulang-ulang atau dipraktikkan agar


belajar lebih sempurna dan lebih lama diingat;

3. Penguatan, respons yang benar, misalnya diberi reward untuk


mempertahankan dan menguatkan respons itu;

10
4. Motivasi positif dan percaya diri dalam belajar;

5. Tersedia materi pelajaran yang lengkap untuk memancing aktivitas anak-


anak;

6. Ada upaya membangkitkan keterampilan intelektual untuk belajar, seperti


apersepsi dalam belajar;

7. Ada strategi yang tepat untuk mengaktifkan anak-anak dalam belajar;

8. Aspek-aspek jiwa anak harus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor dalam


pengajaran.

2.2.1 Teori Belajar


2.2.1.1 Teori Belajar Behavioristik
Merupakan sebuah teori tentang perubahan tingkah laku sebagai
hasil dari pengalaman. Aliran ini menekankan pada terbentuknya perilaku
yang tampak sebagai hasil belajar. Teori behavioristik dengan model
hubungan stimulus-responnya, mendudukkan orang yang belajar sebagai
individu yang pasif.

Penguatan

Stimulus Proses Respons

Penguatan

Gambar 2.1 Proses pembelajaran teori behavioristik


Menurut teori ini dalam belajar yang penting adalah input yang
berupa stimulus dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja
yang diberikan guru kepada pebelajar, sedangkan respon berupa reaksi
atau tanggapan pebelajar terhadap stimulus yang diberikan oleh guru
tersebut. Teori ini mengutamakan pengukuran, sebab pengukuran
merupakan suatu hal penting untuk melihat terjadi atau tidaknya
perubahan tingkah laku tersebut. Faktor lain yang dianggap penting oleh
aliran behavioristik adalah faktor penguatan (reinforcement). Bila
penguatan ditambahkan (positive reinforcement) maka respon akan

11
semakin kuat. Begitu pula bila respon dikurangi/dihilangkan (negative
reinforcement) maka respon juga semakin kuat.
Teori behavioristik banyak dikritik karena beberapa alasan sebagai
berikut :
1. Seringkali tidak mampu menjelaskan situasi belajar yang kompleks
dan penyimpangan- penyimpangan yang terjadi dalam hubungan
stimulus dan respon.
2. Kurang dapat menjelaskan adanya variasi tingkat emosi pebelajar,
walaupun mereka memiliki pengalaman penguatan yang sama.
3. Asumsi pokoknya bahwa semua hasil belajar yang berupa perubahan
tingkah laku yang bisa diamati, juga dianggap terlalu
menyederhanakan masalah belajar yang sesungguhnya. Teori ini
tidak mampu menjelaskan proses belajar yang kompleks
Aplikasi Teori Behavioristik dalam pendidikan dan pembelajaran :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.

2. Menganalisis lingkungan kelas yang ada saat ini termasuk


mengidentifikasi “entry behavior” siswa (pengetahuan awal siswa).

3. Menentukan materi pelajaran (pokok bahasan, topik).

4. Memecah materi pelajaran menjadi bagian kecil-kecil (subpokok


bahasan, subtopik).

5. Menyajikan materi pelajaran.

6. Memberikan stimulus berupa: pertanyaan tes latihan tugas-


tugas.

7. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan.

8. Memberikan penguatan / reinforcement (positif ataupun negatif).

9. Memberikan stimulus baru.

10. Mengamati dan mengkaji respons yang diberikan (mengevaluasi hasil


belajar).

12
11. Memberikan penguatan.

2.2.1.2 Teori Belajar Kognitivisme

Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan


suatu proses yang terjadi dalam akal pikiran manusia. Pada dasarnya
belajar adalah suatu proses usaha yang melibatkan aktivitas mental yang
terjadi dalam diri manusia sebagai akibat dari proses interaksi aktif
dengan lingkungannya untuk memperoleh suatu perubahan dalam bentuk
pengetahuan, pemahaman, tingkah laku, ketrampilan dan nilai sikap yang
bersifat relatif dan berbekas.

Teori perkembangan kognitif menurut beberapa tokoh adalah sebagai


berikut :

1. Jean Piaget, teorinya memberikan banyak konsep utama dalam


lapangan psikologi perkembangan dan berpengaruh terhadap
perkembangan konsep kecerdasan. Menurut Piaget, bahwa belajar akan
lebih berhasil apabila disesuaikan dengan tahap perkembangan kognitif
peserta didik. Peserta didik hendaknya diberi kesempatan untuk
melakukan eksperimen dengan obyek fisik, yang ditunjang oleh
interaksi dengan teman sebaya dan dibantu oleh pertanyaan tilikan dari
guru. Guru hendaknya banyak memberikan rangsangan kepada peserta
didik agar mau berinteraksi dengan lingkungan secara aktif, mencari
dan menemukan berbagai hal dari lingkungan.

Contoh aplikasi :1. Menentukan tujuan instruksional.

2. Memilih materi pelajaran.

3. Menentukan topik yang mungkin dipelajari secara


aktif oleh siswa.

4. Menentukan dan merancang kegiatan belajar yang


cocok untuk topik yang akan dipelajari siswa.

5. Mempersiapkan pertanyaan yang dapat memacu


kreatifitas siswa untuk berdiskusi atau bertanya.

13
6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

2. Bruner, perkembangan kognitif manusia berkaitan dengan kebudayaan.


Bagi Bruner, perkembangan kognitif seseorang sangat dipengaruhi oleh
lingkungan kebudayaan, terutama bahasa yang biasanya digunakan.
Menurut Bruner untuk mengajar sesuatu tidak usah ditunggu sampai
anak mancapai tahap perkembangan tertentu. Yang penting bahan
pelajaran harus ditata dengan baik maka dapat diberikan padanya. Cara
belajar yang terbaik menurut Bruner ini adalah dengan memahami
konsep, arti dan hubungan melalui proses intuitif kemudian dapat
dihasilkan suatu kesimpulan.

Contoh aplikasi : 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.

2. Memilih materi pelajaran.

3. Menentukan topik yang bisa dipelajari secara induktif oleh


siswa.

4. Mencari contoh-contoh, tugas, ilustrasi, yang dapat


digunakan siswa untuk.

5. Mengatur topik-topik pelajaran : sederhana kompleks

enaktif ikonik simbolik

6. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

3. Ausebel, proses belajar terjadi jika siswa mampu mengasimilasikan


pengetahuan yang dimilikinya dengan pengetahuan baru. Menurut
Ausubel siswa akan belajar dengan baik jika isi pelajarannya
didefinisikan dan kemudian dipresentasikan dengan baik dan tepat
kepada siswa (advanced organizer), dengan demikian akan
mempengaruhi pengaturan kemampuan belajar siswa. Advanced
organizer adalah konsep atau informasi umum yang mewadahi seluruh
isi pelajaran yang akan dipelajari oleh siswa.

Contoh aplikasi : 1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional

14
2. Mengukur kesiapan siswa (minat, kemampuan,
struktur kognitif).

3. Memilih materi pelajaran dan mengaturnya dalam


bentuk penyajian konsep-konsep kunci.

4. Mengidentifikasi prinsip-prinsip yang harus


dikuasai siswa dari materi tersebut.

5. Menyajikan suatu pandangan secara menyeluruh


tentang apa yang harus dipelajari.

6. Membuat dan menggunakan “advanced organizer”

7. Memberi fokus pada hubungan yang terjalin antara


konsep-konsep yang ada.

8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.

Teori belajar kognitivisme menuai kritik karena lebih dekat ke


psikologi dan teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
Selain itu, juga sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut, beberapa
prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya masih
belum tuntas.

2.2.1.3 Teori Belajar Humanistik

Menurut teori humanistik tujuan belajar adalah untuk memanusiakan


manusia, oleh sebab itu teori belajar humanistik sifatnya lebih abstrak dan
lebih mendekati kajian filsafat, teori kepribadian, dan psikoterapi, dari
pada bidang kajian psikologi belajar.

Pengalaman Ilmu
pengetahuan

Gambar 2.2 Proses pembelajaran teori humanistik


Proses belajar dianggap berhasil jika siswa telah memahami
lingkungannya dan dirinya sendiri. Teori humanistik cenderung bersifat
elektik, maksudnya teori ini dapat memanfaatkan teori apa saja asal

15
tujuannya tercapai. Teori belajar humanistik paling cocok untuk
diterapkan dalam materi pembelajaran yang bersifat pembentukan
pribadi, hati nurani, perubahan sikap, analisis terhadap fenomena sosial.
Indikator dari keberhasilannya adalah siswa merasa senang, bergairah,
berinisiatif dalam belajar dan terjadi perubahan pola piker perilaku atas
kemauannya sendiri. Aplikasi teori humanistik dalam proses
pembelajaran yaitu sebagai berikut :

1. Menentukan tujuan-tujuan pembelajaran.


2. Menentukan materi-materi pembelajaran.
3. Mengidentifikasi kemampuan awal dari peserta didik atau siswa.
4. Mengidentifikasi topik-topik pelajaran yang memungkinkan akan
melibatkan siswa untuk dapat belajar secara aktif.
5. Merancang fasilitas belajar, seperti lingkungan dan media-media
pembelajaran.
6. Membimbing siswa dalam mengaplikasikan konsep-konsep baru ke
situasi yang nyata.
7. Membimbing siswa untuk dapat memahami hakikat dan makna dari
pengalaman belajar.
8. Mengevaluasi proses dan hasil belajar.
Teori belajar humanistik mendapat kritikan karena terlihat lebih dekat ke
filsafat daripada pendidikan.
2.2.1.4 Teori Belajar Sibernetik

Menurut teori ini, belajar adalah pengolahan informasi. Proses belajar


memang penting dalam teori ini, namun yang lebih penting adalah sistem
informasi yang diproses yang akan dipelajari siswa. Asumsi lain adalah
bahwa tidak ada satu proses belajarpun yang ideal untuk segala situasi,
dan yang cocok untuk semua siswa. Sebab cara belajar sangat ditentukan
oleh sistem informasi.

Heuristik
Sistem
informasi

16
Algoritmik

Gambar 2.3 Proses pembelajaran teori sibernetik


Proses berpikir algoritmik adalah proses berpikir yang sistematis,
tahap demi tahap, linier, konvergen, lurus, menuju ke satu target tujuan
tertentu. Sedangkan proses berpikir heuristik adalah cara berpikir
devergen yang menuju ke beberapa target tujuan sekaligus.

Aplikasi teori sibernetik dalam proses pembelajaran adalah sebagai


berikut :
1. Menentukan tujuan-tujuan instruksional.
2. Menentukan materi pelajaran.
3. Mengkaji sistem informasi yang terkandung dalam materi tersebut.
4. Menentukan pendekatan belajar algoritmik dan heuristik.
5. Menyusun materi pelajaran dalam urutan yang sesuai dengan sistem
informasinya.
6. Menyajikan materi dan membimbing siswa belajar dengan pola yang
sesuai dengan urutan materi pelajaran.
Teori belajar sibernetik sering kali dikritik karena lebih menekankan
pada sistem informasi yang akan dipelajari, sementara itu bagaimana
proses belajar berlangsung dalam diri individu sangat ditentukan oleh
sistem informasi yang dipelajari.

2.2.2 Teori Motivasi

Motivasi berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti menggerakkan.


Menurut Weiner(1990) motivasi didefinisikan sebagai kondisi internal yang
membangkitkan kita untuk bertindak, mendorong kita untuk mencapai tujuan
tertentu, dan membuat kita tetap tertarik dalam kegiatan tertentu. Menurut
Uno(2007), motivasi dapat diartikan sebagai dorongan internal dan eksternal
dalam diri seseorang yang diindikasikan dengan adanya hasrat dan minat,
dorongan, dan kebutuhan, harapan dan cita-cita, penghargaan, dan
penghormatan.

17
2.2.2.1 Pengertian Model Pembelajaran Attention Relevance Confidence
Satisfaction (ARCS)

Merupakan suatu bentuk pendekatan pemecahan masalah untuk


merancang aspek motivasi serta lingkungan belajar dalam dorongan dan
mempertahankan motivasi siswa untuk belajar (Keller 1987). Model
pembelajaran ini mengutamakan perhatian siswa, menyesuaikan,
menyesuaikan materi pembelajaran dengan pengalaman belajar siswa,
menyesuaikan materi pembelajaran dengan pengalaman belajar siswa,
menciptakan rasa percaya diri siswa, dan menimbulkan rasa puas dalam diri
siswa tersebut.

Model ARCS dikembangkan menjadi 4 komponen :

1. Attention (Perhatian), adalah bentuk pengarahan untuk dapat


berkonsultasi/pemusatan pikiran dalam menghadapi siswa dalam
peristiwa proses belajar mengajar di kelas.
2. Relevance (mengaitkan pembelajaran dengan kebutuhan siswa), siswa
akan terdorong mempelajari sesuatu kalau apa yang dipelajari ada
relevansinya dengan kehidupan mereka, dan memiliki tujuan yang jelas.
3. Confidence (menumbuhkan rasa yakin pada diri siswa), sikap percaya
diri, yakin akan hasil perlu ditanamkan kepada siswa untuk mendorong
mereka berusaha dengan maksimal guna mencapai hasil yang optimal.
4. Staticfaction (membangkitkan rasa puas siswa saat pembelajaran), Siswa
berhasil mengerjakan atau mencapai sesuatu merasa bangga/puas atas
keberhasilan tersebut, yang menjadi penguat bagi siswa tersebut untuk
mencapai keberhasilan berikutnya.

Langkah-langkah model pembelajaran ARCS

1. Membangkitkan minat dan perhatian siswa


2. Menjelaskan tujuan pembelajaran dan manfaatcpembelajaran
3. Mengajukan pertanyaan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
berdasarkan topik matematika yang akan dibahas
4. Mengingatkan kembali siswa pada konsep yang telah dipelajari

18
5. menyampaikan materi pembelajaran
5. member kesempatan kepada siswa untuk berpartisipasi dalam
pembelajaran
6. memberi bimbingan belajar
7. memberikan kepuasan siswa terhadap pembelajaran melalui penguatan-
penguatan positif dari hasil tugas-tugas atau latihan yang telah dikerjakan
siswa
8. memberikan evaluasi baik berupa tugas ataupun latihan
9. menyimpulkan materi yang telah disampaikan di akhir pembelajaran

2.2.2.2 Sembilan Peristiwa Instruktural

1. Mendapatkan Perhatian, untuk memastikan peserta didik siap untuk


belajar dan berpartisipasi dalam kegiatan, itu penting untuk menyajikan
stimulus untuk menarik perhatian siswa. Metode ini meliputi :
membangkitkan peserta didik dengan kebaruan, ketidakpastian, kejutan
atau fakta menarik, mengajukan pertanyaan kepada peserta didik.
2. Menginformasikan Peserta Didik Tujuan Pembelajaran
Hal ini penting untuk memotivasi peserta didk untuk belajar dengan tujuan
instruksional yang berkaitan dengan perserta didik pada awal
pembelajaran dan membantu mereka menetapkan harapan untuk kursus.
3. Merangsang Pengingat Pembelajaran/Pengetahuan Sebelumnya
Dapat dilakukan dengan cara berikut:
a) Mendapatkan peserta didik untuk menghubungkan informasi baru
dengan pengetahuan yang dipelajari sebelumnya
b) Ajukan pertanyaan tentang pengalaman sebelumnya atau belajar
konsep/konten
c) Memberikan kesempatan bagi peserta didik untuk merangkum
pengetahuan dan ketrampilan prasyarat mereka
4. Menyajikan isi
Konten baru sekarang disajikan kepada peserta didik. Konten harus
chunked dan terorganisir bermakna, dan kemudian disajikan secara
berurutan. Gunakan strategi untuk menyajikan dan isi pembelajaran isyarat
untuk memberikan lebih efektif.

19
5. Memberikan Bimbingan Belajar
Untuk membantu peserta didik memahami dan mengingat isi lebih efektif,
bimbingan tambahan harus disediakan bersama dengan penyajian konten
baru. Strategi bimbingan dapat mencakup pengunaan contoh, non-contoh,
studi kasus, representasi grafis, mnemonic, dan analogi.
6. Kinerja (praktek)
Peserta diminta untuk melatih ketrampilan atau perilaku baru dalam
rangka internalisasi ketrampilan atau perilaku baru dalam rangka
internalisasi ketrampilan dan pengetahuan baru. Praktek item digunakan
untuk pemahaman dan encoding bukan untuk mencetak gol formal.
7. Memberikan Umpan Balik
Untuk berlatih ketrampilan/perilaku baru sangat penting untuk
memberikan umpan balik yang spesifik dan langsung terhadap kinerja
peserta didik. Umpan balik harus ditulis untuk membantu peserta didik
belajar dari kesalahan mereka.
8. Menilai kinerja
Hal ini berfungsi untuk mengaktifkan pengambilan dan memperkuat
memori. Hal ini juga memungkinkan peserta untuk mengidentifikasi area
perbaikan yang diperlukan.
9. Meningkatkan penguatan (retensi) dan alih pengetahuan (transfer)
Untuk mengembangkan keahlian peserta didik harus menginternalisasi
pengetahuan atau ketrampilan baru dan menggunakan pengetahuan dan
ketrampilan yang diperoleh dalam situasi baru, sehingga mendorong
transfer belajar dengan pekerjaan.

2.3 Psikologi Sosial

Berasal dari kata”psikologi” dan “social”. Pengertian psikologi social


adalah sebuah bidang ilmu pengetahuan dan ilmu terapan yang mempelajari
mengenai perilaku dan fungsi mental manusia secara ilmiah. Menurut Hubert
bonner dalam bukunya “social psychology” menyatakan”psikologi social adalah
ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang tingkah laku manusia. ” Objek

20
studi psikologi social adalah segala gerak-gerik atau tingkah laku yang timbul
dalam konteks social atau lingkungan social. Psikologi social bertujuan untuk
mengerti suatu gejala dan fenomena.

2.3.1 Kesiapan Belajar dan Aspek-Aspek Individu

Secara umum kesiapan belajar adalah kemampuan seseorang untuk


mendapatkan keuntungan dari pengalaman yang ia temukan. Kemampuan-
kemampuan itu bergantung pada tingkat kematangan intelektual. Contoh
kematangan intelektual adalah tingkat-tingkat perkembanga kognisi plaget
yang telah diuraikan pada bagian psikologis perkembangan. Ausubel
mengatakan factor yang paling penting mempengaruhi belajar adalah apa
yang sudah diketahui anak-anak. Sedangkan perihal menstuktur kognisi dalan
banyak kasus para siswa dapat menstuktur kembali pengetahuannya untuk
penyesuaian dengan materi-materi baru yang diterima dari pendidikan.

Perlengkapan peserta didik atau warga belajar sebagai subjek dalam garis
besarnya dapat dibagi menjadi lima kelompok, yaitu:

1. Watak adalah sifat-sifat yang dibawa sejak lahir yang hampir tidak dapat
diubah.
2. Kemampuan umum atau IQ, ialah kecerdasan yang bersifat umum.
3. Kemampuan khusus atau bakat, ialah kemampuan yang dibawa sejak
lahir.
4. Kepribadian, ialah penampilan seseorang secara umum.
5. Latar belakang , ialah lingkungan tempat dibesarkan terutama lingkungan
keluarga.

21
Contoh Kasus :

Analisis : perkataan negatif yang didengar anak secara berulang-ulang dari


lingkungannya sangat berpengaruh pada psikologi anak dan berdampak
turunnya rasa percaya diri dan motivasi belajar anak.
Saran : kita harus berfikir sebelum berbicara sesuatu, karena bisa saja apa yang
kita kita katakan walaupun hanya sekedar candaan bisa berdampak buruk
bagi orang lain. Dalam dunia psikologi dikenal istilah negativity bias,
dimana seseorang akan cenderung mengingat hal-hal negatif yang pernah
mereka alami, mereka lihat, ataupun hal buruk yang diceritakan oleh
orang lain. Oleh karena itu, jangan menganggap remeh setiap perkataan
yang akan kita lontarkan kepada orang lain.

22
BAB III

PENUTUP

1.1 Kesimpulan

Berdasarkan pembahasan diatas, dapat disimpulkan bahwa, landasan


Psikologis pendidikan merupakan suatu landasan dalam proses pendidikan
yang membahas berbagai informasi tentang kehidupan manusia pada
umumnya serta gejala-gejala yang berkaitan dengan aspek pribadi manusia
pada setiap tahapan usia perkembangan tertentu untuk mengenali dan
menyikapi manusia sesuai dengan tahapan usia perkembangannya yang
bertujuan untuk memudahkan proses pendidikan. Bentuk-bentuk landasan
Psikologi pendidikan mencakup, Psikologi s Perkembangan,belajar, sosial.
Dalam perkembangannya landasan Psikologi s pendidikan memiliki per anan
sebagai perkembangan kurikulum dalam sistem pembelajaran dan penilaian.

3.2 Saran
1. Pendidik diwajibkan menerapkan nilai-nilai landasan Psikologi s
pendidikan dalam proses belajar mengajar.
2. Pendidik lebih memperhatikan landasan Psikologi pendidikan yang sesuai
dengan peserta didik.
Dengan begitu maka perkempangan peserta didik diharapkan berkembang
secara optimal dan mengarah ke arah yang ditujukan.

23
DAFTAR RUJUKAN

Annisa, Akmala. 2011. Teori Belajar Kognitivisme, (Online),


(https://www.kompasiana.com/akmala-
04/5508eef0a333112a452e39d1/teori-belajar-kognitivisme) diakses 29
Agustus 2019.

Atmaja, Dwi. 2013. Aplikasi Teori Behavioristik dalam Pendidikan dan


Pembelajaran, (Online), (http://guraru.org/guru-berbagi/aplikasi-teori-
behavioristik-dalam-pendidikan-dan-pembelajaran/) diakses 29 Agustus
2019.

Burhanuddin, Afid. 2014. Teori Belajar Humanistik dan Implementasi dalam


Pembelajaran, (Online),

(https://afidburhanuddin.wordpress.com/2014/06/07/teori-belajar-humani
stik-dan-implementasi-dalam-pembelajaran/) diakses 29 Agustus 2019.

Fakhtan. 2017. Pengertian Model Pembelajaran, (Online)

(http://fatkhan.web.id/pengertian-model-pembelajaran-attention-
relevance-confidence-satisfaction-arcs/) diakses 28 Agustus 2019.

Febrianti, Reva. 2016. Psikologi Sosial, (Online)

(http://revafebrianti.blogspot.com/2016/12/kesiapan-belajar-dan-aspek-
aspek.html) diakses pada 28 Agustus 2019.

24

Anda mungkin juga menyukai