Anda di halaman 1dari 17

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peserta didik tidak pernah lepas dari belajar, baik di sekolah lingkungan keluarga,
maupun lingkungan masyarakat. Kemampuan kognitif sangat diperlukan peserta didik
dalam pendidikan. Perkembangan kognitif merupakan salah satu aspek yang sangat
penting dalam perkembangan peserta didik. Kita ketahui bahwa peserta didik
merupakan objek yang berkaitan langsung dengan proses pembelajaran, sehingga
perkembangan kognitif sangat menentukan keberhasilan peserta didik dalam sekolah.

Dalam perkembangan kognitif di sekolah, guru sebagai tenaga kependidikan yang


bertanggung jawab dalam melaksanakan interaksi edukatif dan pengembangan
kognitif peserta didik, perlu memiliki pemahaman yang sangat mendalam tentang
perkembangan kognitif pada anak didiknya.

Orang tua juga tidak kalah penting dalam kognitif anak karena perkembangan dan
pertumbuhan anak dimulai di lingkungan keluarga. Namun, sebagian pendidik dan
orang tua belum terlalu memahami tentang perkembangan kognitif anak, karakteristik
perkembangan kognitif, dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
perkembangan kognitif anak.

Oleh karena itu, mengingat pentingnya perkembangan kognitif bagi peserta didik,
diperlukan penjelasan perkembangan kognitif lebih detail baik pengertian maupun
tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif peserta didik.

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang perkembangan kognitif peserta didik, dapat kita ambil masalah-
masalah yang mendasar terhadap perkembangan kognitif, antara lain:

1. Apa pengertian perkembangan kognitif ?


2. Bagaimana proses perkembangan kognitif peserta didik ?
3. Apa saja karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-
tahapnya?
4. Masalah apa yang berkaitan dengan perkembangan kognitif peserta didik dan
bagaimana solusinya ?

C. Tujuan

Dari rumusan masalah perkembangan kognitif peserta didik, tujuan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1
1. Mengetahui pengertian perkembangan kognitif peserta didik.
2. Mengetahui proses perkembangan kognitif peserta didik.
3. Mengetahui karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dan tahap-
tahapnya.
4. Mengetahui masalah seputar karakteristik perkembangan kognitif peserta didik
dan solusinya.

2
BAB II PEMBAHASAN

A. Pengertian Perkembangan Kognitif

Serupa dengan aspek-aspek perkembangan yang lainnya, kemampuan kognitif anak


juga mengalami perkembangan tahap demi tahap. Secara sederhana, pada buku
karangan (Desmita, 2009) dijelaskan kemampuan kognitif dapat dipahami sebagai
kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan melakukan
penalaran dan pemecahan masalah. Dengan berkembangnya kemampuan kognitif ini
akan memudahkan peserta didik menguasai pengetahuan umum yang lebih luas,
sehingga anak mampu melanjutkan fungsinya dengan wajar dalam interaksinya
dengan masyarakat dan lingkungan.

Sehingga dapat dipahami bahwa perkembangan kognitif adalah salah satu aspek
perkembangan peserta didik yang berkaitan dengan pengetahuan, yaitu semua proses
psikologis yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya, sesuai buku karangan (Desmita, 2009).

Teori perkembangan kognitif, menurut Pieget Perkembangan kognitif seorang anak


terjadi secara bertahap, lingkungan tidak tidak dapat mempengaruhi perkembangan
pengetahuan anak. Seorang anak tidak dapat menerima pengetahuan secara langsung
dan tidak bisa langsung menggunakan pengetahuan tersebut, tetapi pengetahuan akan
didapat secara bertahap dengan cara belajar secara aktif dilingkungan sekolah.

Kemudian, pandangan perkembangan kognitif menurut Vygotsky berbeda dengan


piaget. Vygotsky lebih menekankan pada konsep sosiokultural, yaitu konteks sosial dan
interaksi dengan orang lain dalam proses belajar anak. Vygotsky juga yakin suatu
pembelajaran tidak hanya terjadi saat disekolah atau dari guru saja, tetapi suatu
pembelajaran dapat terjadi saat siswa bekerja menangani tugas-tugas yang belum
pernah dipelajari disekolah namun tugas-tugas itu bisa dikerjakannya dengan baik,
misalnya di masyarakat.

Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan dan dapat dipahami bahwa kognitif
atau pemikiran adalah istilah yang digunakan oleh ahli psikologi untuk menjelaskan
semua aktivitas mental yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan
pengolahan informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
memecahkan masalah, dan merencanakan masa depan, atau semua proses psikologis
yang berkaitan bagaimana individu mempelajari, memperhatikan, mengamati,
membayangkan, memperkirakan, menilai dan memikirkan lingkungannya. (Desmita,
2009).

3
B. Proses Perkembangan Kognitif

Dalam pembahasan proses perkembangan kognitif, ada dua alternative proses


perkembangan kognitif yaitu pada teori dan tahap-tahap perkembangan yang
dikemukakan oleh Piaget dan proses perkembangan kognitif oleh para pakar psikologi
pemprosesan informasi.

1. Teori Perkembangan Kognitif Piaget

Piaget meyakini bahwa pemikiran seorang anak berkembang dari bayi sampai dia
dewasa. Menurut teori Piaget, setiap individu pada saat tumbuh mulai dari bayi yang
baru di lahirkan sampai mengijak usia dewasa mengalami empat tingkat
perkembangan kognitif, yaitu tahap sensori-motorik (dari lahir sampai 2 tahun), tahap
pra-operasional (usia 2 sampai 7 tahun), tahap konkret-operasional (usia 7 sampai 11
tahun), dan tahap operasional formal (usia 11 tahun ke atas), dalam buku karangan
Desmita(2009:101) dan (Anwar Holil,2008).

a. Tahap Sensori-Motorik (usia 0-2 tahun)


Desmita (2009:101) Dikatakan bahwa bayi bergerak dari tindakan reflex
instinktif pada saat lahir sampai permulaan pemikiran simbolis. Bayi
membangun suatu pemahaman tentang dunia melalui pengkoordinasian
pengalaman-pengalaman sensor dengan tindakan fisik.
b. Tahap Pra-Operasional (usia 2-7 tahun)
Pada tahap ini anak mulai merepresentasikan dunia dengan kata-kata dari
berbagai gambar. Kata dan gambar-gambar ini menunjukkan adanya
peningkatan pemikiran simbolis dan melampaui hubungan informasi indrawi
dan tindakan fisik (Desmita, 2009).
c. Tahap Konkret-Operasional (usia 7-11 tahun)
Ditahap ini anak dapat berpikir secara logis mengenai peristiwa-peristiwa yang
konkret dan mengklasifikasikan benda-benda ke dalam bentuk-bentuk yang
berbeda (Desmita, 2009). Tetapi dalam tahapan konkret-operasional masih
mempunyai kekurangan yaitu, anak mampu untuk melakukan aktivitas logis
tertentu tetapi hanya dalam situasi yang konkrit. Dengan kata lain, bila anak
dihadapkan dengan suatu masalah secara verbal, yaitu tanpa adanya bahan
yang konkrit, maka ia belum mampu untuk menyelesaikan masalah ini dengan
baik.
d. Tahap Operasional Formal (usia 11 tahun-dewasa)
Ditahap ini remaja berfikir dengan cara yang lebih abstrak, logis, dan lebih
idealistik.

4
C. Karakteristik Perkembangan Kognitif Peserta Didik

Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik dibagi menjadi 3, yaitu:

1. Masa kanak-kanak awal

a) Pengertian perkembangan kognitif masa kanak-kanak awal


Jean Piaget menanamkan masa kanak-kanak awal. Dari sekitar usia 2 sampai 7
tahun, sebagai tahap praoperasional, karena anak-anak belum siap untuk
terlibat dalam operasi atau manipulasi mental yang mensyaratkan pemikiran
logis. Karakteristik perkembangan dalam tahap kedua adalah perluasan
penggunaan pemikiran simbolis, atau kemampuan representional, yang
pertama kali muncul pada akhir tahap sensorimotor. Menurut Montessori
( Hurlock, 1978) anak usia 3-6 tahun adalah anak yang sedang berada dalam
periode sensitif atau masa peka, yaitu suatu periode dimana suatu fungsi
tertentu perlu dirangsang, diarahkan sehingga tidak terhambat
perkembangannya. Anak taman kanak-kanak adalah anak yang sedang berada
dalam rentang usia 4-6 tahun, yang merupakan sosok individu yang sedang
berada dalam proses perkembangan. Proses pendidikan bagi anak usia 4-6
tahun secara formal dapat ditempuh di taman kanak-kanak.
b) Kemampuan yang mampu dikuasai anak
Pada tahap ini kemampuan anak berada pada tahap praoperasional. Dikatakan
praoperasional karena pada tahap ini anak belum memahami. Fase
praoperasional dapat dibagi ke dalam tiga subfase, yaitu subfase fungsi
simbolis, subfase berpikir secara egosentris dan subfase berpikir secara intuitif.
Fase ini rnemberikan andil yang besar bagi perkembangan kognitif anak. Pada
fase praoperasional, anak tidak berpikir secara operasional yaitu suatu proses
berpikir yang dilakukan dengan jalan menginternalisasi suatu aktivitas yang
memungkinkan anak mengaitkannya dengan kegiatan yang telah dilakukannya
sebelumnya. Fase ini merupakan fase permulaan bagi anak untuk membangun
kemampuannya dalam menyusun pikirannya. Oleh sebab itu, cara berpikir anak
pada fase ini belum stabil dan tidak terorganisasi secara baik.

Fase praoperasional mencakup tiga aspek, yang memiliki kemampuan yaitu:

1. Berpikir Simbolik
Berpikir simbolik yaitu kemampuan untuk berpikir tentang objek dan peristiwa
walaupun objek dan peristiwa tersebut tidak hadir secara fisik (nyata) di
hadapan anak. Subfase fungsi simbolis terjadi pada usia 2 - 4 tahun. Pada masa
ini, anak telah memiliki kemampuan untuk menggarnbarkan suatu objek yang
secara fisik tidak hadir. Contoh kemampuan ini membuat anak dapat
rnenggunakan balok-balok kecil untuk membangun rumah-rumahan, menyusun
5
puzzle, dan kegiatan lainnya. Pada masa ini, anak sudah dapat menggambar
manusia secara sederhana. Pada fase praoperasional, anak mulai menyadari
bahwa pemahamannya tentang benda-benda di sekitarnya tidak hanya dapat
dilakukan melalui kegiatan sensorimotor, akan tetapi juga dapat dilakukan
melalui kegiatan yang bersifat simbolis. Anak tidak harus berada dalam kondisi
kontak sensorimotorik dengan objek, orang, atau peristiwa untuk memikirkan
hal tersebut. Anak dapat membanyangkan objek atau orang tersebut memiliki
sifat yang berbeda dengan yang sebenarnya.
Contoh: Citra bertanya kepada ibunya tentang gajah yang mereka lihat dalam
perjalanan mereka ke sirkus beberapa bulan yang lalu.

2. Berpikir Egosentris
Aspek berpikir secara egosentris, yaitu cara berpikir tentang benar atau tidak
benar, setuju atau tidak setuju, berdasarkan sudut pandang sendiri. Oleh sebab
itu, anak belum dapat meletakkan cara pandangnya di sudut pandang orang
lain. Menurut Piaget, pemikiran itu khas bersifat egosentris, anak pada tahap
ini sulit membayangkan bagaimana segala sesuatunya tampak dari perspektif
orang lain. Subfase berpikir secara egosentris terjadi pada usia 2-4 tahun.
Berpikir secara egosentris ditandai oleh ketidakmampuan anak untuk
memahami perspektif atau cara berpikir orang lain. Anak berasumsi bahwa
orang lain berpikir, menerima dan merasa sebagaimana yang mereka lakukan.
Contoh: Clara menyadari bahwa dia harus mebalik buku agar ayahnya dapat
melihat gambar yang dia minta untuk diterangkan. Dia malah memegang buku
di depan wajahnya sehingga hanya dia sendiri yang dapat malihat buku
tersebut.

3. Berpikir lntuitif
Fase berpikir secara intuitif, yaitu kemarnpuan untuk menciptakan sesuatu,
seperti menggambar atau menyusun balok, akan tetapi tidak mengetahui
dengan pasti alasan untuk melakukannya. Subfase berpikir secata intuitif tenadi
pada usia 4 - 7 tahun. Masa ini disebut subfase berpikir secara intuitif karena
pada saat ini anak kelihatannva mengerti dan mengetahui sesuatu. Contoh: Ani
menyusun balok meniadi rumah-rumahan, akan tetapi pada hakikatnya Ani
tidak mengetahui alasan-alasan yang menyebabkan balok itu dapat disusun
meniadi rumah. Dengan kata lain, anak belum memiliki kemampuan untuk
berpikir secara kritis tentang apa yang ada dibalik suatu kejadian.
6
Kemampuan lain yang dikuasai anak tahap ini adalah:

a. Memahami identitas
Anak memahami bahwa perubahan di permukaan tidak mengubah karakter
alamiah sesuatu.
Contoh: Boris mengetahui bahwa gurunya sedang berbusana bajak laut tetapi
orang itu tetap gurunya yang berada di dalam kostum.
b. Memahami sebab akibat
Anak mengetahui bahwa peristiwa memiliki sebab dan akibat.
Contoh: Anas melihat bola menggelinding dari balik tembok, lalu dia melihat
belakang tembok untuk mencari siapa yang menendang bola tersebut.
c. Mampu mengklasifikasi
Anak mengorganisir objek, orang, dan peristiwa kedalam kategori yang
memiliki makna.
Contoh: Susan memilah mainannya ke kelompok bagus dan jelek.
d. Memahami angka
Anak dapat berhitung dan bekerja dengan angka.
Contoh: Rosa membagi permen kepada teman-temannya dan menghitung
permen yang dia punya untuk memastikan setiap orang mendapatkan permen
yang sama.
e. Empati
Anak menjadi lebih mampu untuk membayangkan apa yang dirasakan oleh
orang lain.
Contoh: Budi mencoba untuk menenangkan temannya yang sedang kecewa
dan menangis.
f. Teori pikiran
Anak menjadi lebih dasar akan aktivitas mental dan fungsi pikirannya.
Contoh: Putri ingin menyimpan beberapa potong coklat untuk dirinya sendiri,
karena itu ia menyimpan coklat dari adiknya ke dalam kotak pensil. Dia
mengetahui bahwa coklatnya akan aman didalam kotak tersebut karena sang
adik tidak akan mencarinya ke tempat yang biasanya tidak terdapat coklat.

Batasan pemikiran praoperasional (merujuk kepada piaget), yaitu:

 Sentrasi: ketidakmampuan untuk decenter


Diskripsi: Anak fokus kepada satu aspek dari situasi dan mengabaikan yang lain.
Contoh: Timon menggoda adik perempuannya bahwa ia memiliki juice yang
lebih karena juice-nya dituangkan ke dalam gelas yang panjang dan ramping
sedangkan milik adiknya dituangkan dalam gelas yang pendek dan melebar.
 Irreversibility

7
Diskripsi: Anak gagal memahami bahwa beberapa operasi atau tindakan dapat
dibalik, dikembalikan ke situasi semula.
Contoh: Timon tidak menyadari bahwa juice dalam tiap gelas dapat
dikembalikan ke dalam kotak juice yang merupakan tempat semula juice
tersebut, dan berlawanan dengan klaim miliknya lebih banyak dibandingkan
milik sang adik.
 Fokus kepada situasi, bukan kepada transformasi
Diskripsi: Anak gagal memahami nilai penting transformasi antar pernyataan
Contoh: Dalam tugas percakapan, Timon tidak memahami bahwa tranformasi
bentuk cairan (dituangkan dari satu tempat ke tempat yang lain) tidak
mengubah jumlah.
 Penalaran transduktif
Diskripsi: Anak tidak menggunakan penalaran deduktif atau induktif, mereka
malah melompat dari satu penalaran ke yang lain dan mencari sebab ketika
tidak menemukannya.
Contoh: Sarah memarahi adiknya, kemudian adiknya jatuh sakit, sarah
menyimpulkan bahwa yang menyebabkan adiknya sakit adalah dia.
 Animisme
Diskripsi: Anak mengatributkan kehidupan kepada objek yang tidak hidup.
Contoh: Amanda mengatakan bahwa musim semi mencoba untuk datang dan
musim gugur berkata, “saya tidak mau pergi! Saya tidak mau pergi!”.
 Ketidakmampuan membedakan penampakan dengan kenyataan
Diskripsi: Anak merasa bingung dengan apa yang sebenarnya penampilan.
Contoh: Budi merasa bingung dengan spon yang dibuat berbentuk batu. Dia
menyatakan bahwa benda tersebut berbentuk seperti batu dan benar-benar
batu.

 Tahap perkembangan bahasa berbicara pada masa kanak-kanak awal

Perkembangan bahasa terbagi atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1
tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai periode linguistik inilah mulai hasrat anak
mengucapkan kata kata yang pertama, yang merupakan saat paling menakjubkan bagi
orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase besar, yaitu:

1. Fase satu kata atau Holofrase


Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang
kornpleks, baik yang bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa
pcrbedaan yang jelas. Misalnya kata duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau
duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti “mama sedang duduk”.
8
Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan oleh
anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks apa kata tersrbut diucapkan,
sambil mcngamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada
umumnya kata pertama yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah
beberapa waktu barulah disusul dengan kata kerja.
2. Fase lebih dari satu kata
Fase dua kata muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak
sudah dapat membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat
tersebut kadang-kadang terdiri dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang
pokok kalimat dengan obyek dengan tata bahasa yang tidak benar. Setelah dua
kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh empat kata dan
seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi
egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi
dengan orang lain secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab
dengan anak secara sederhana. Anak pun mulai dapat bercerita dengan
kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.
3. Fase ketiga adalah fase diferensiasi
Periode terakhir dari masa balita yang bcrlangsung antara usia dua setengah
sampai lima tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan
berkembang pesat. Dalam berbicara anak bukan saja menambah kosakatanya
yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu mengucapkan kata demi
kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan kata
kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk
menyebut dirinya, mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan,
akhiran dan berkomunikasi lebih lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai
dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah, memberitahu dan
bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya”
dewasa.
 Kemampuan memori yang berkembang pada masa kanak-kanak awal

Model pemprosesan informasi mendeskripsikan tiga tahap dalam mengingat yaitu:

1. Encoding: proses di mana informasi dipersiapkan untuk penyimpanan jangka


panjang dan pemanggilan kembali di kemudian hari.
2. Storage: penyimpanan ingatan untuk penggunaan di masa depan.
3. Retrieval: proses di mana informasi diakses atau dipanggil kembali dari
penyimpanan ingatan.
Pada semua usia, mengenal dapat dilakukan lebih baik dari mengingat, akan
tetapi kedua kemampuan tersebut meningkat pada masa anak-anak awal.

9
Membentuk memori anak. Memori tentang pengalaman pada masa anak-anak
awal jarang sekali yang terjadi secara disengaja: anak kecil biasanya mengingat
peristiwa yang membuat kesan yang sangat kuat, dan dan sebagian besar dari
memori sadar awal, ini tampaknya bersifat jangka pendek. Cara seorang anak
membentuk memori permanen ada tiga tipe yaitu:
1. Memori generic: memori yang menghasilkan script bagi rutinitas yang akrab
untuk memandu perilaku. Script adalah catatan umum yang akrab dan
berulang, dipergunakan untuk memandu perilaku. Misalnya: seorang anak bisa
saja memiliki script untuk menaiki bus ke sekolah atau makan siang di rumah
nenek.
2. Memori episodis: memori jangka panjang tentang peristiwa yang kerap terjadi
dan akrab, dihubungkan dengan tempat dan waktu.
3. Memori autobiografis: memori tentang peristiwa tertentu dalam kehidupan
seseorang. Misalnya: seorang anak mengingat saat dia pergi ke kebun binatang.
Karena ke kebun binatang itu dia mengingat peristiwa baru dan unik, dia juga
mengingat detail dari perjalanan tersebut hingga beberapa tahun.

2. Masa Kanak-kanak Akhir

Menurut teori Piaget, pemikiran anak – anak usia sekolah dasar disebut pemikiran
Operasional Konkrit (Concret Operational Thought), artinya aktivitas mental yang
difokuskan pada objek – objek peristiwa nyata atau konkrit. Masa ini berlangsung
pada masa kanak-kanak akhir. Dalam upaya memahami alam sekitarnya, mereka tidak
lagi terlalu mengandalkan informasi yang bersumber dari pancaindera, karena ia mulai
mempunyai kemampuan untuk membedakan apa yang tampak oleh mata dengan
kenyataan sesungguhnya. Dalam keadaan normal, pada periode ini pikiran anak
berkembang secara berangsur – angsur. Jika pada periode sebelumnya, daya pikir anak
masih bersifat imajinatif dan egosentris, maka pada periode ini daya pikir anak sudah
berkembang ke arah yang lebih konkrit, rasional dan objektif. Daya ingatnya menjadi
sangat kuat, sehingga anak benar-benar berada pada stadium belajar.

Dalam masa ini, anak telah mengembangkan 3 macam proses yang disebut dengan
operasi – operasi, yaitu :

a) Negasi (Negation), yaitu pada masa konkrit operasional, anak memahami


hubungan-hubungan antara benda atau keadaan yag satu dengan benda atau
keadaan yang lain.
b) Hubungan Timbal Balik (Resiprok), yaitu anak telah mengetahui hubungan
sebab-akibat dalam suatu keadaan.

10
c) Identitas, yaitu anak sudah mampu mengenal satu persatu deretan benda-
benda yang ada.
Operasi yang terjadi dalam diri anak memungkinkan pula untuk mengetahui
suatu perbuatan tanpa melihat bahwa perbuatan tersebut ditunjukkan. Jadi,
pada tahap ini anak telah memiliki struktur kognitif yang memungkinkanya
dapat berfikir untuk melakukan suatu tindakan, tanpa ia sendiri bertindak
secara nyata.

KEMAJUAN KOGNITIF

· Pemikiran spasial

Contoh : Dani dapat menggunakan peta atau model untuk membantunya mencari
objek tersembunyi dan dapat memberikan arah untuk menemukan benda tersebut
kepada orang lain. Dia dapat menemukan jalan ke sekolah dan pulang ke rumah, dapat
memperkirakan jarak, dapat menilai berapa waktu yang dibutuhkan untuk pergi dari
satu tempat ke tempat yang lain.

· Sebab akibat

Contoh : Doni mengetahui atribut fisik objek mana yang akan memengaruhi hasil
(misalnya, jumlah objek berpengaruh sedangkan jumlah warna tidak). Tetapi dia belum
mengetahui faktor spesial mana seperti posisi dan penempatan objek, yang membuat
perbedaan.

· Klasifikasi

Kemampuan mengategorisasi membantu anak untuk berpikir secara logis.

Contoh : elena dapat memilah objek ke dalam beberapa kategori, seperti bentuk,
warna, atau keduanya. Dia mengetahui bahwa subkelas (mawar) memiliki anggota
yang lebih sedikit dibandingkan dengan kelas yang menjadi induknya (bunga).

· Seriasi dan kesimpulan transitif

Kemampuan untuk mengenali hubungan antara dua objek dengan mengetahui


hubungan antara masing-masing objek tersebut dan objek ketiga.

Contoh : nina dapat mengatur kumpulan tongkat sesuai urutan, dari yang paling
pendek ke yang paling panjang, dan dapat memasukkan tongkat berukuran menengah
ke tempat yang tepat. Dia mengetahui apabila satu tongkat lebih panjang
dibandingkan tongkat kedua, dan tongkat kedua lebih panjang dari tongkat ketiga,
maka tongkat pertama lebih panjang dari tongkat ketiga.

11
· Penalaran induktif dan deduktif

Penalaran induktif merupakan tipe penalaran logis yang bergerak dari yang observasi
khusus terhadap anggota kelas hingga mencapai kesimpulan tentang kelas tersebut.
Dan penalaran deduktif merupakan tipe penalaran logis yang bergeneral dari premis
umum tentang sebuah kelas kepada sebuah kesimpulan tentang anggota tertentu atau
beberapa anggota dari kelas tersebut.

Contoh : Dara dapat memecahkan masalah induktif maupun deduktif dan mengetahui
bahwa kesimpulan induktif (yang didasarkan pada beberapa premis tertentu) memiliki
tingkat kepastian yang lebih rendah dibandingkan dengan kesimpulan deduktif
(didasarkan kepada premis umum).

· Konservasi

Dalam memecahkan berbagai masalah konservasi, anak-anak yang berada dalam tahap
operasi konkret dapat mencari jawabannya dalam kepala mereka: mereka tidak harus
mengukur atau menimbang objek tersebut.

Contoh : Pada usia 7 tahun, Andre mengetahui apabila bola tanah liat digulung
menjadi bentuk sosis, maka ia memiliki jumlah tanah liat yang sama (konservasi
substansi). Pada usia 9 tahun, dia mengetahui bahwa berat bola dan sosis sama. Baru
pada usia awal remaja, dia mengetahui bahwa keduanya meluberkan jumlah cairan
yang sama jika keduanya diletakkan dalam segelas air.

3. Masa Remaja

· Pengertian perkembangan kognitif remaja

Perkembangan kognitif remaja, dalam pandangan Jean Piaget (seorang ahli


perkembangan kognitif) merupakan periode terakhir dan tertinggi dalam tahap
pertumbuhan operasi formal (period of formal operations). Pada periode ini, idealnya
para remaja sudah memiliki pola pikir sendiri dalam usaha memecahkan masalah-
masalah yang kompleks dan abstrak. Kemampuan berpikir para remaja berkembang
sedemikian rupa sehingga mereka dengan mudah dapat membayangkan banyak
alternatif pemecahan masalah beserta kemungkinan akibat atau hasilnya. Kapasitas
berpikir secara logis dan abstrak mereka berkembang sehingga mereka mampu
berpikir multi-dimensi seperti ilmuwan. Para remaja tidak lagi menerima informasi apa
adanya, tetapi mereka akan memproses informasi itu serta mengadaptasikannya
dengan pemikiran mereka sendiri. Mereka juga mampu mengintegrasikan pengalaman
12
masa lalu dan sekarang untuk ditransformasikan menjadi konklusi, prediksi, dan
rencana untuk masa depan. Dengan kemampuan operasional formal ini, para remaja
mampu mengadaptasikan diri dengan lingkungan sekitar mereka.

Perkembangan kognitif remaja mencapai tahap operasional formal yang


memungkinkan remaja berpikir secara abstrak dan komplek, sehingga remaja mampu
mengambil keputusan untuk dirinya. Selama masa remaja, kemampuan untuk
mengerti masalah-masalah kompleks berkembang secara bertahap. Masa remaja
adalah awal dari tahap pikiran formal operasional, yang mungkin dapat dicirikan
sebagai pemikiran yang melibatkan logika pengurangan atau deduksi. Tahap ini terjadi
di semua orang tanpa memandang pendidikan dan pengalaman mereka. Namun, bukti
riset tidak mendukung hipotesis itu yang menunjukkan bahwa kemampuan remaja
untuk menyelesaikan masalah kompleks adalah fungsi dari proses belajar dan
pendidikan yang terkumpul.

Unsur yang terpenting dalam mengembangkan pemikiran seseorang adalah latihan


dan pengalaman. Latihan berpikir, merumuskan masalah dan memecahkannya, serta
mengambil kesimpulan akan membantu seseorang untuk mengembangkan
pemikirannya ataupun intelegensinya. Piaget membedakan dua macam pengalaman,
yaitu :

1. Pengalaman fisis: terdiri dari tindakan atau aksi seseorang terhadap objek yang
di hadapi untuk mengabstraksi sifat-sifatnya.
2. Pengalaman matematis-logis: terdiri dari tindakan terhadap objek untuk
mempelajari akibat tindakan-tindakan terhadap objek itu.
Kemampuan yang dimiliki pada tahap operasional formal ini adalah:
a. Abstrak
Seorang remaja tidak lagi terbatas pada hal-hal yang aktual, serta pengalaman
yang benar-benar terjadi. Mampu memunculkan kemungkinan-kemungkinan
hipotesis atau dalil-dalil dan penalaran yang benar-benar abstrak.

b. Fleksibel dan kompleks


Seorang remaja mampu menemukan alternatif jawaban atau penjelasan
tentang suatu hal. Mulai berpikir tentang ciri-ciri ideal bagi mereka sendiri,
orang lain, dan dunia, serta membandingkan diri mereka dengan orang lain dan
standard-standard ideal ini. Berbeda dengan seorang anak yang baru mencapai
tahap operasi konkret yang hanya mampu memikirkan satu penjelasan untuk
suatu hal. Hal ini memungkinkan remaja berpikir secara hipotetis. Remaja
sudah mampu memikirkan suatu situasi yang masih berupa rencana atau suatu
bayangan (Santrock, 2001). Remaja dapat memahami bahwa tindakan yang
13
dilakukan pada saat ini dapat memiliki efek pada masa yang akan datang.
Dengan demikian, seorang remaja mampu memperkirakan konsekuensi dari
tindakannya, termasuk adanya kemungkinan yang dapat membahayakan
dirinya. Di negara-negara berkembang (termasuk Indonesia), masih banyak
sekali remaja yang belum mampu berpikir dewasa. Sebagian masih memiliki
pola pikir yang sangat sederhana. Hal ini terjadi karena sistem pendidikan di
Indonesia banyak menggunakan metode belajar mengajar satu arah atau
ceramah, sehingga daya kritis belajar seorang anak kurang terasah. Bisa juga
pola asuh orang tua yang cenderung masih memperlakukan remaja seperti
anak-anak sehingga mereka tidak punya keleluasan dalam memenuhi tugas
perkembangan sesuai dengan usianya. Seharusnya seorang remaja harus sudah
mencapai tahap perkembangan pemikiran abstrak supaya saat mereka lulus
sekolah menengah, sudah terbiasa berpikir kritis dan mampu untuk
menganalisis masalah dan mencari solusi terbaik.
c. Logis
Remaja sudah mulai mempunyai pola berpikir sebagai peneliti, dimana mereka
mampu membuat suatu perencanaan untuk mencapai suatu tujuan di masa
depan (Santrock, 2001). Mulai mampu mengembangkan hipotesis atau dugaan
terbaik akan jalan keluar suatu masalah, menyusun rencana-rencana untuk
memecahkan masalah-masalah dan menguji pemecahan-pemecahan masalah
secara sistematis. Misal : Dalam pengambilan keputusan oleh remaja mulai dari
pemikiran, keputusan sampai pada konsekuensinya, bagaimana lingkungannya
yang menunjukkan peran lingkungan dalam membantu pengambilan keputusan
pada remaja.

D. Masalah Perkembangan Kognitif Peserta Didik


a. Masa kanak-kanak awal
Permasalahan membaca pada masa ini masih dengan cara dieja,
pemahamannya hanya satu kata dan terkadang anak sulit diajak belajar
membaca.
Solusi: Membaca diikuti kata-kata bergambar agar menari anak untuk
membaca.
b. Masa kanak-kanak akhir
Permasalahan membaca dan pemahaman di SD saat ini umumnya
menggunakan sistem klasikal yang menempatkan kecepatan memahami isi
bacaan berdasarkan kecepatan rata-rata memahami isi buku atau siswa merasa
bahwa pembelajaran membaca pemahaman yang dilakukan oleh guru terlalu
cepat.

14
Solusi: Guru mengefektifkan pembelajaran membaca interpretatif dengan
mengelompokkan siswa menjadi 8 kelompok dengan memahami isi bacaan &
sharing.
c. Masa Remaja
Permasalahan membaca pemahaman di masa SMP/SMA lebih ke kurang
memahami isi bacaan.
Solusi: Seharusnya dengan membaca pemahaman secara serius

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan

15
Perkembangan kognitif pada peserta didik merupakan suatu pembahasan yang cukup
penting bagi pengajar maupun orang tua. Perkembangan kognitif pada anak
merupakan kemampuan anak untuk berpikir lebih kompleks serta kemampuan
melakukan penalaran dan pemecahan masalah yang termasuk dalam proses psikologis
yang berkaitan dengan bagaimana individu mempelajari dan memikirkan
lingkungannya.

Dalam memahami perkembangan kognitif, kita harus mengetahui proses


perkembangan kognitif tersebut. Selain itu karakteristik perkembangan kognitif
peserta didik juga harus dapat dipahami semua pihak. Dengan pemahaman pada
karakteristik perkembangan peserta didik, pengajar dan orang tua dapat mengetahui
sebatas apa perkembangan yang dimiliki anak didiknya sesuai dengan usia mereka
masing-masing, sehingga pengajar dan orang tua dapat menerapkan ilmu yang sesuai
dengan kemampuan kognitif masing-masing anak didik.

Meskipun banyak hal dan kendala dalam perkembangan kognitif anak, setidaknya kita
sebagai calon pengajar maupun sebagai orang tua harus memahami tentang
perkembangan kognitif dan tahap-tahap karakteristik perkembangan kognitif agar kita
mampu mengetahui perkembangan kemampuan kognitif masing-masing anak.

B. Saran
1. Diharapkan kepada peserta didik dan pengajar maupun orang tua agar dapat
ikut berpartisipasi dalam memahami tentang perkembangan kognitif.
2. Peran serta pemerintaah, masyarakat, pengajar, orang tua juga perlu untuk
mengawasi perkembangan kognitif setiap anak dan peserta didik sesuai
karakteristik perkembangan kognitif anak.

Daftar Pustaka

16
Desmita. 2009. Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Fatimah, E. 2010. Psikologi Perkembangan (perkembangan peserta didik). Bandung: CV


Pustaka Setia.

E. Papalia, Dian.,dkk. 200. Human Development (Psikologi Perkembangan) Edisi


Kesembilan. Jakarta: Kencana.

LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) & ISPI (Ikatan Sarjana Pendidikan
Indonesia). 2003. Jurnal Ilmu Pendidikan jilid 10 nomor 3. Madiun: IKIP PGRI.

Holil, A. 2008. Teori perkembangan kognitif Piaget. (online).


(http://anwarholil.blogspot.com/2008/04/teori-perkembangan-kognitif-piaget.html,
diakses 2 November 2010).

"pliss's blogg: PERKEMBANGAN KOGNITIF PESERTA DIDIK"


http://plissworld.blogspot.com/2013/01/perkembangan-kognitif-peserta-didik.html.

17

Anda mungkin juga menyukai