Anda di halaman 1dari 28

TUGAS PENDIDIKAN ANAK USIA DINI

“PERKEMBANGAN ANAK”

NAMA KELOMPOK :

1. Rosymar Nazari Abdullah 1511900234


2. Mahfudhotin Nur Khoirotun Nisa 1511900225
3. Lussy Mahardika 1511900258
4. Novayla Fatmayanti 1511800050
5. Ahmad Nasrullah 1511800076

KELAS A
(E304)

Dosen Pengampu : Karolin Rista,S.Psi.,M.Psi,Psi

UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945 SURABAYA


2021
A. Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif merupakan dasar bagi kemampuan anak untuk berpikir. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ahmad Susanto (2011: 48) bahwa kognitif adalah suatu proses berpikir,
yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai, dan mempertimbangkan suatu
kejadian atau peristiwa. Jadi proses kognitif berhubungan dengan tingkat kecerdasan
(intelegensi) yang menandai seseorang dengan berbagai minat terutama sekali ditujukan kepada
ide-ide belajar.

Perkembangan kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam


belajar karena sebagian aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah berpikir.
Menurut Ernawulan Syaodih dan Mubair Agustin (2008: 20) perkembangan kognitif
menyangkut perkembangan berpikir dan bagaimana kegiatan berpikir itu bekerja. Dalam
kehidupannya, mungkin saja anak dihadapkan pada persoalan-persoalan yang menuntut adanya
pemecahan. Menyelesaikan suatu persoalan merupakan langkah yang lebih kompleks pada diri
anak. Sebelum anak mampu menyelesaikan persoalan anak perlu memiliki kemampuan untuk
mencari cara penyelesaiannya.

Faktor kognitif mempunyai peranan penting bagi keberhasilan anak dalam belajar karena
sebagian besar aktivitas dalam belajar selalu berhubungan dengan masalah mengingat dan
berpikir. Perkembangan kognitif dimaksudkan agar anak mampu melakukan eksplorasi terhadap
dunia sekitar melalui panca inderanya sehingga dengan pengetahuan yang didapatkannya
tersebut anak dapat melangsungkan hidupnya.

 Tahap-tahap Perkembangan Kognitif

Tahapan-tahapan perkembangan intelektual dirumuskan oleh Piaget berhubungan dengan


pertumbuhan otak anak. Terdapat empat tahapan perkembangan kognitif menurut Piaget yang
terdiri dari “Tahap sensorimotor (0-2 tahun), tahap praoperasional (2-7 tahun), tahap operasional
konkrit (8-11 tahun) dan tahap operasional formal (11 tahun ke atas)”.7 Adapun penjelasan dari
tahapan-tahapan tersebut yaitu:

a. Tahap sensorimotor (0-2 tahun). Menggambarkan seseorang berpikir melalui gerak


tubuh, maksudnya kemampuan untuk belajar dan meningkatkan kemampuan intelektual
berkembang sebagai suatu hasil dari perlaku gerak dan konsekuensinya. Misalnya, jika
ibu meletakkan mainan di bawah selimut, anak tahu bahwa main yang biasanya ada (dia
lihat) kini tidak terlihat (hilang), dan anak secara aktif mencarinya. Pada awal tahapan ini,
anak berperilaku seolah mainan itu hilang begitu saja. 
b. Tahap praoperasional (2-7 tahun). Pada tahap ini Piaget memberikan penekanan berupa
batasan. Pada tahap ini anak masih belum memiliki kemampuan untuk berpikir logis atau
operasional. Anak mulai menggunakan simbol-simbol untuk merepresentasikan
lingkungan secara kognitif. Piaget membagi menjadi dua sub bagian, yaitu prakonseptual
(2-4 tahun) dan intuitif (4-7 tahun).
c. Tahap operasional (8-11 tahun). Karakteristik umum dari tahapan ini adalah
bertambahnya kemampuan dari variabel dalam situasi memecahkan masalah (problem
solving). Pada masa ini anak sudah memasuki masa kanak-kanak dan memasuki dunia
Sekolah Dasar.
d. Tahap operasional formal (11 tahun ke atas). Pada tahap ini ditandai dengan kemampuan
individu untuk berpikir secara hipotesisi dan berbeda dengan fakata, memahami konsep
abstrak, dan mempertimbangkan kemungkinan cakupan yang luas dari perkara yang
sempit.

Menurut Piaget, tahapan-tahapan di atas selalu dialami oleh anak, dan tidak akan pernah ada
yang dilewatkan meskipun tingkat kemampuan anak berbeda-beda. Tahapan-tahapan ini akan
meningkat lebih kompleks daripada pada masa awal dan kemampuan kognitif anak pun
bertambah.

 Karakterisik Perkembangan Kognitif Anak Usia Dini

Perkembangan kognitif pada setiap tahapannya memiliki karakteristik tersendiri yang


membedakan dengan tahapan yang lainnya. Adapun cara berpikir anak usia dini ditandai dengan
ciri-ciri sebagai berikut:

a. Transductive reasoning, artinya anak berpikir yang bukan induktif atau deduktif tetapi
tidak logis.
b. Ketidakjelasan hubungan sebab akibat, artinya anak mengenal hubungan sebab akibat
secara tidak logis.
c. Animism, artinya anak menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya.
d. Artificial, artinya anak mempercayai bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia.
e. Perceptually bound, artinya anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
f. Mental experiments, artinya anak mencoba melakukan sesuatu untuk menemukan
jawaban dari persoalan yang dihadapinya.
g. Centration, artinya anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang paling
menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya.
h. Egocentrism, artinya anak melihat dunia di lingkungannya menurut kehendak dirinya
sendiri.

Melihat karakteristik cara berpikir anak pada tahapan ini dapat disimpulkan bahwa anak
dalam tahap operasional telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi berbagai hal di
luar dirinya. Aktivitas berpikirnya belum mempunyai sistem yang terorganisasi tetapi anak sudah
dapat memahami realitas di lingkungannya dengan menggunakan benda-benda dan simbol-
simbol. Cara berpikirnya masih bersifat tidak sistematis, tidak konsisten dan tidak logis.

 Faktor Yang Mempengaruhi Perkembangan Kognitif

Perkembangan kognitif anak menunjukkan perkembangan dari cara berpikir anak. Ada faktor
yang mempengaruhi perkembangan tersebut. Faktor yang mempengaruhi perkembangan kognitif
menurut Piaget dalam Siti Partini (2003: 4) bahwa “pengalaman yang berasal dari lingkungan
dan kematangan, keduanya mempengaruhi perkembangan kognitif anak”. Sedangkan menurut
Soemiarti dan Patmonodewo (2003: 20) perkembangan kognitif dipengaruhi oleh pertumbuhan
sel otak dan perkembangan hubungan antar sel otak.

Kondisi kesehatan dan gizi anak walaupun masih dalam kandungan ibu akan mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Piaget dalam Asri Budiningsih (2005: 35) makin
bertambahnya umur seseorang maka makin komplekslah susunan sel sarafnya dan makin
meningkat pada kemampuannya. Ketika individu berkembang menuju kedewasaan akan
mengalami adaptasi biologis dengan lingkungannya yang akan menyebabkan adanya perubahan-
perubahan kualitatif di dalam sruktur kognitifnya.
Menurut Ahmad Susanto (2011: 59- 60) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan
kognitif antara lain:

1. Faktor Hereditas/Keturunan
Teori hereditas atau nativisme yang dipelopori oleh seorang ahli filsafat Schopenhauer,
mengemukakan bahwa manusia yang lahir sudah membawa potensi tertentu yang tidak
dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Taraf intelegensi sudah ditentukan sejak lahir.
2. Faktor Lingkungan
John Locke berpendapat bahwa, manusia dilahirkan dalam keadaan suci seperti kertas
putih yang belum ternoda, dikenal dengan teori tabula rasa. Taraf intelegensi ditentukan
oleh pengalaman dan pengetahuan yang diperolehnya dari lingkungan hidupnya.
3. Faktor Kematangan
Tiap organ (fisik maupaun psikis) dikatakan matang jika telah mencapai kesanggupan
menjalankan fungsinya masing-masing. Hal ini berhubungan dengan usia kronologis.
4. Faktor Pembentukan
Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorang yang mempengaruhi
perkembangan intelegensi. Ada dua pembentukan yaitu pembentukan sengaja (sekolah
formal) dan pembentukan tidak sengaja (pengaruh alam sekitar).
5. Faktor Minat dan Bakat
Minat mengarahkan perbuatan kepada tujuan dan merupakan dorongan untuk berbuat
lebih giat dan lebih baik. Bakat seseorang akan mempengaruhi tingkat kecerdasannya.
Seseorang yang memiliki bakat tertentu akan semakin mudah dan cepat mempelajarinya.
6. Faktor Kebebasan
Keleluasaan manusia untuk berpikir divergen (menyebar) yang berarti manusia dapat
memilih metode tertentu dalam memecahkan masalah dan bebas memilih masalah sesuai
kebutuhan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa faktor utama yang
mempengaruhi perkembangan kognitif anak adalah faktor kematangan dan pengalaman yang
berasal dari interaksi anak dengan lingkungan. Dari interaksi dengan lingkungan, anak akan
memperoleh pengalaman dengan menggunakan asimilasi, akomodasi, dan dikendalikan oleh
prinsip keseimbangan. Pada anak TK, pengetahuan itu bersifat subyektif dan akan berkembang
menjadi obyektif apabila sudah mencapai perkembangan remaja atau dewasa.

B. Perkembangan emosi
 Pengertian Emosi

Istilah emosi berasal dari kata emotus atau emovere atau mencerca (to stir up) yang
berarti sesuatu yang mendorong terhadap sesuatu, missal emosi gembira mendorong untuk
tertawa, atau dengan perkataan lain emosi didefinisikan sebagai suatu keadaan gejolak
penyesuaian diri yang berasal dari dalam dan melibatkan hamper keseluruhan diri individu
(Sujiono, 2005). Menurut Sarlito Wirawan Sartono berpendapat bahwa emosi merupakan setiap
keadaan pada diri seseorang yang disertai warna afekti. Yang dimaksud warna efektif ini adalah
perasaan-perasaan tertentu yang dialami pada saat menghadapi (menghayati) suatu situasi
tertentu contohnya: gembira, bahagia, takut dan lain-lain. Sedangkan menurut Goleman Bahasa
emosi merujuk pada suatu perasaan atau pikiran. Pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan
psikologis serta rangkaian kecenderungan untuk bertindak (Syamsu, 2008). Berdasarkan
pendapat dari para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa emosi adalah suatu keadaan yang
kompleksi dapat berupa perasaan / pikiran yang di tandai oleh perubahan biologis yang muncul
dari perilaku seseorang.

 Pengelompokan Emosi

Emosi dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian, yaitu emosi sensoris dan emosi kejiwaan
(psikis).

a. Emosi Sensoris, yaitu emosi yang ditimbulkan oleh rangsangan dari luar terhadap tubuh,
seperti rasa dingin, manis, sakit, lelah, kenyang dan lapar.
b. Emosi Psikis, yaitu emosi yang mempunyai alasan – alasan kejiwaan. Yang termasuk
emosi jenis ini diantaranya adalah :
1) Perasaan Intelektual, yaitu yang mempunyai sangkut paut dengan ruang lingkup
kebenaran. Perasaan ini diwujudkan dalam bentuk :
a) Rasa yakin dan tidak yakin terhadap suatu hasil karya ilmiah
b) Rasa gembira karena mendapat suatu kebenaran
c) Rasa puas karena dapat menyelesaikan persoalan – persoalan ilmiah yang harus
dipecahkan
2) Perasaan Sosial, yaitu perasaan yang menyangkut hubungan dengan orang lain, baik
bersifat perorangan maupun kelompok. Wujud perasaan ini seperti :
a) Rasa solidaritas
b) Persaudaraan
c) Simpati
d) Kasih sayang, dan sebagainya
3) Perasaan Susila, yaitu perasaan yang berhubungan dengan nilai – nilai baik dan buruk
atau etika (moral). Contohnya :
a) Rasa tanggung jawab (responsibility)
b) Rasa bersalah apabila melanggar norma
c) Rasa tentram dalam mentaati norma
4) Perasaan Keindahan (estetis), yaitu perasaan yang berkaitan erat dengan keindahan
dari sesuatu, baik bersifat kebendaan ataupun kerohanian
5) Perasaan Ketuhanan, yaitu merupakan kelebihan manusia sebagai makluk Tuhan,
dianugrahi fitrah (kemampuan atau perasaan) untuk mengenal Tuhannya. Dengan
kata lain, manusia dianugerahi insting religius (naluri beragama). Karena memiliki
fitrah ini, maka manusia di juluki sebagai “Homo Divinans” dan “Homo Religius”
atau makluk yang berke-Tuhan-an atau makhluk beragama (Syamsu, 2008).
 Pengaruh Emosi Terhadap Perilaku

Ada beberapa contoh pengaruh emosi terhadap perilaku individu diantaranya :

a. Memperkuat semangat, apabila orang merasa senang atau puas atas hasil yang telah
dicapai.
b. Melemahkan semangat, apabila timbul rasa kecewa karena kegagalan dan sebagai puncak
dari keadaan ini ialah timbulnya rasa putus asa (frustasi).
c. Menghambat atau mengganggu konsentrsi belajar, apabila sedang mengalami ketegangan
emosi dan bisa juga menimbulkan sikap gugup (nervous) dan gagap dalam berbicara
d. Terganggu penyesuaian sosial, apabila terjadi rasa cemburu dan iri hati
e. Suasana emosional yang diterima dan dialami individu semasa kecilnya akan
mempengaruhi sikapnya dikemudian hari, baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
orang lain
 Fungsi emosi pada anak

Fungsi dan peranan emosi pada perkembangan anak yang dimaksud adalah :

a. Merupakan bentuk komunikasi.


b. Emosi berperan dalam mempengaruhi kepribadian dan penyesuaian diri anak dengan
lingkungan sosialnya.
c. Emosi dapat mempengaruhi iklim psikologis lingkungan.
d. Tingkah laku yang sama dan ditampilkan secara berulang dapat menjadi satu kebiasaan.
e. Ketegangan emosi yang di miliki anak dapat menghambat aktivitas motorik dan mental
anak (Resa, 2010)
 Tingkat perkembangan emosi

Tiga reaksi emosi yang paling kuat adalah rasa marah, kaku, dan takut, yang terjadi akibat
dari peristiwa – peristiwa eksternal maupun proses tak langsung. Reaksi tersebut dapat tercermin
dalam individu yang meningkatkan aktivitas kelenjar tertentu dan mengubah temperature tubuh.
Reaksi umumnya berkurang sesuai proporsi kematangan individu. Hal ini disebabkan oleh
pebedaan jenis reaksi emosi, misalnya dengan penyebab 15 ketakutan pada diri seseorang anak
mungkin disebabkan oleh jenis emosi yang berbeda sesuai dengan tingkat perkembangannya.
Tingkat perkembangan emosi tidak terlepas dari tingkat kestabilan emosi seseorang yang
meliputi :

a. Emosi stabil
Pada seseorang yang mempunyai emosi stabil mempunyai kecenderungan percaya diri,
cermat, kukuh. Mereka selaulu menjaga pikiran walaupun dalam keadaan kritis,
sedangkan orang-orang di sekitarnya kehilangan kendali.
b. Emosi stabil rata-rata
Seseorang yang mempunyai derajat rata-rata tingkat emosional mempunyai
kecenderungan emosi keseimbangan yang baik, sabar, tak memihak, berkepala dingin.
Mereka tidak kebal atas rasa khawatir dan terkadang menunjukkan emosi yang aneh,
namun ini adalah pengecualian daripada kebiasaan.
c. Emosi labil
Seseorang yang mempunyai emosi yang labil, tergesa-gesa, bernafsu, sentimental, mudah
tergugah, khawatir dan bimbang. Mereka mungkin agaknya tertekan oleh kehidupan, hal
ini membuat mereka mudah terkena hal-hal negatif dan positif, sekaligus kerap
dipengaruhi oleh tragedi dan kesenangan serta tiak ada upaya untuk bereaksi mengatasi
peristiwa-peristiwa tersebut dalam hidup (Wijaya, 2004).
 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Emosi
a. Keadaan anak
Keadaan individu pada anak, misalnya cacat tubuh ataupun kekurangan pada diri anak
akan sangat mempengaruhi perkembangan emosional, bahkan akan berdampak lebih jauh
pada kepribadian anak. Misalnya: rendah diri, mudah tersinggung, atau menarik diri dari
lingkunganya.
b. Faktor belajar
Pengalaman belajar anak akan menentukan reaksi potensial mana yang mereka gunakan
untuk marah. Pengalaman belajar yang menunjang perkembangan emosi antara lain:
1) Belajar dengan coba-coba
Anak belajar dengan coba-coba untuk mengekspresikan emosinya dalam bentuk
perilaku yang memberi pemuasan sedikit atau sama sekali tidak memberi kepuasan.
2) Belajar dengan meniru
Dengan cara meniru dan mengamati hal-hal yang membangkitkan emosi orang lain,
anak bereaksi dengan emosi dan metode yang sama dengan orang-orang yang
diamati.
3) Belajar dengan mempersamakan diri
Anak meniru reaksi emosional orang lain yang tergugah oleh rangsangan yang sama
dengan rangsangan yang telah membangkitkan emosi orang yang ditiru. Disini anak
hanya meniru orang yang dikagumi dan mempunyai ikatan emosional yang kuat
dengannya.
4) Belajar melalui pengondisian
Dengan metode ini objek, situasi yang mulanya gagal memancing reaksi emosional
kemudian berhasil dengan cara asosiasi. Pengondisian terjadi dengan mudah dan
cepat pada awalawal kehidupan karena anak kecil kurang menalar, mengenal betapa
tidak rasionalnya reaksi mereka.
5) Belajar dengan bimbingan dan pengawasan.
Anak diajarkan cara bereaksi yang dapat diterima jika suatu emosi terangsang.
Dengan pelatihan, anak-anak dirangsang untuk bereaksi terhadap rangsangan yang
biasanya membangkitkan emosi yang menyenangkan dan dicegah agar tidak bereaksi
secara emosional terhadap rangsangan yang membangkitkan emosi yang tidak
menyenangkan (Fatimah, 2006)
c. Konflik – konflik dalam proses perkembangan
Setiap anak melalui berbagai konflik dalam menjalani fase-fase perkembangan yang pada
umumnya dapat dilalui dengan sukses. Namun jika anak tidak dapat mengamati konflik-
konflik tersebut, biasanya mengalami gangguan-gangguan emosi
d. Lingkungan keluarga
Salah satu fungsi keluarga adalah sosialisasi nilai keluarga mengenai bagaimana anak
bersikap dan berperilaku. Keluarga adalah lembaga yang pertama kali mengajarkan
individu (melalui contoh yang diberikan orang tua) bagaimana individu mengeksplorasi
emosinya. Keluarga merupakan lingkungan pertama dan utama bagi perkembangan anak.
Keluarga sangat berfungsi dalam menanamkan dasar-dasar pengalaman emosi, karena
disanalah pengalaman pertama didapatkan oleh anak. Keluarga merupakan lembaga
pertumbuhan dan belajar awal (learning and growing) yang dapat mengantarkan anak
menuju pertumbuhan dan belajar selanjutnya.
 Pola Emosi pada Anak menurut Syamsu (2008)
a. Rasa takut
Takut yaitu perasaan terancam oleh suatu objek yang membahayakan. Rasa takut
terhadap sesuatu berlangsung melalui tahapan.
1) Mula-mula tidak takut, karena anak belum sanggup melihat kemungkinan yang
terdapat pada objek
2) Timbulnya rasa takut setelah mengenal bahaya
3) Rasa takut bias hilang kembali setelah mengetahui cara-cara menghindari bahaya.
b. Rasa malu
Rasa malu merupakan bentuk ketakutan yang ditandai oleh penarikan diri dari hubungan
dengan orang lain yang tidak dikenal atau tidak sering berjumpa.
c. Rasa canggung
Seperti halnya rasa malu, rasa canggung adalah reaksi takut terhadap manusia, bukan ada
obyek atau situasi. Rasa canggung berbeda dengan rasa malu daam hal bahwa
kecanggungan tidak disebabkan oleh adanya orang yang tidak dikenal atau orang yang
sudah dikenal yang memakaai pakaian tidak seperti biasanya, tetapi lebih disebabkan
oleh keraguan-raguan tentang penilaian orang lain terhadap prilaku atau diri seseorang.
Oleh karena itu, rasa canggung merupakan keadaan khawatir yang menyangkut
kesadaran-diri (selfconscious distress).
d. Rasa khawatir
Rasa khawatir biasanya dijelaskan sebagai khayalan ketakutan atau gelisah tanpa alasan.
Tidak seperti ketakutan yang nyata, rasa khawatir tidak langsung ditimbulkan oleh
rangsangan dalam lingkungan tetapi merupakan produk pikiran anak itu sendiri. Rasa
khawatir timbul karena karena membayangkan situasi berbahaya yang mungkin akan
meningkat.
e. Rasa cemas
Rasa cemas ialah keadaan mental yang tidak enak berkenaan dengan sakit yang
mengancam atau yang dibayangkan. Rasa cemas ditandai oleh kekhwatiran,
ketidakenakan, dan merasa yang tidak baik yang tidak dapat dihindari oleh seseorang;
disertai dengan perasaan tidak berdaya karena merasa menemui jalan buntu; dan di sertai
pula dengan ketidakmampuan menemukan pemecahan masalah yang dicapai.
f. Rasa marah
Rasa marah adalah ekspresi yang lebih sering diungkapkan pada masa kanak-kanak jika
dibandingkan dengan rasa takut. Alasannya ialah karena rangsangan yang menimbulkan
rasa marah lebih banyak, dan pada usia yang dini anak-anak mengetahui bahwa
kemarahan merupakan cara yang efektif untuk memperoleh perhatian atau memenuhi
keinginan mereka.
g. Rasa cemburu
Rasa cemburu adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata,
dibayangkan, atau ancaman kehilangan kasih sayang.
h. Duka cita
Duka cita adalah trauma psikis, suatu kesengsaraan emosional yang disebabkan oleh
hilangnya sesuatu yang dicintai.
i. Keingintahuan
Rangsangan yang menimbulkan keingintahuan anak-anak sangat banyak. Anak-anak
menaruh minat terhadap segala sesuatu di lingkungan mereka, termasuk diri sendiri.
j. Kegembiraan
Kegembiraan adalah emosi yang menyenangkan yang juga dikenal dengan keriangan,
kesenangan, atau kebahagian. Setiap anak berbeda-beda intensitas kegembiraan dan
jumlah kegembiraannya serta cara mengepresikannya sampai batas-batas tertentu dapat
diramalkan. Sebagai contoh ada kecenderungan umur yang dapat diramalkan, yaitu anak-
anak yang lebih muda merasa gembira dalam bentuk yang lebih menyolok dari pada
anak-anak yang lebih tua.

C. PERKEMBANGAN SOSIAL

Perkembangan sosial merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat


juga diartikan sebagai proses belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok,
moral, dan tradisi, meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja
sama. Kematangan sosial anak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri
dan terampil dalam mengem bangkan hubungan sosialnya. Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi oleh proses perlakuan atau bimbingan orang tua di keluarga dan guru, kepala
sekolah serta tenaga kependidikan lain di sekolah dalam mengenalkan berbagai aspek kehidupan
sosial, atau norma-norma kehidupan bermasyarakat atau mendorong dan memberikan contoh
kepada anak bagaimana menerapakan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-hari.

Kesiapan sosial emosional seorang anak merupakan faktor penting bagi keberhasilan
pengembangan anak usia prasekolah, keberhasilannya pada tahun- tahun awal di sekolah (kelas
satu dan dua sekolah dasar), serta keberhasilan anak dikemudian hari. Hurlock (2000:261)
mengungkapkan bahwa anak yang mengikuti pendidikan prasekolah melakukan penyesuaian
sosial yang lebih baik dibandingkan dengan anak yang tidak mengikuti pendidikan prasekolah.
Pendidikan anak usia dini memiliki peran penting sebagai wahana dalam mengoptimalkan
tumbuh kembang anak yang mencakup aspek nilai agama dan moral, fisik (motorik kasar halus),
sosial, emosional, kognitif, bahasa, dan seni.

Perkembangan Sosial Anak Usia Dini Perkembangan adalah perubahan mental yang
berlangsung secara bertahap dan dalam waktu tertentu, dari kemampuan sederhana menjadi
kemampuan yang lebih kompleks. Perkembangan merupakan proses perubahan atau peningkatan
sesuatu kearah yang komplek dan bersifat psikis. Perkembangan dan pertumbuhan merupakan
dua hal yang berbeda akan tetapi perkembangan berhubungan dengan pertumbuhan. Hurlock
(2000:250) mengatakan bahwa perkembangan sosial adalah perolehan kemampuan berperilaku
yang sesuai dengan tuntutan sosial.

Sejalan dengan pendapat di atas, menurut pendapat Allen dan Marotz (2010:31)
perkembangan sosial adalah area yang mencakup perasaan dan mengacu pada perilaku dan
respon individu terhadap hubungan mereka dengan individu lain. Perkembangan sosial
merupakan pencapaian kematangan dalam hubungan sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses
belajar untuk menyesuaikan diri terhadap norma-norma kelompok, moral, dan tradisi,
meleburkan diri menjadi satu kesatuan dan saling berkomunikasi dan bekerja sama. Kematangan
sosial anak akan mengarahkan pada keberhasilan anak untuk lebih mandiri dan terampil dalam
mengembangkan hubungan sosialnya.

Menurut Hurlock (2000:251) untuk mencapai perkembangan sosial dan mampu


bermasyarakat, seorang individu memerlukan tiga proses. Ketiga proses tersebut saling
berkaitan, jadi apabila terjadi kegagalan dalam salah satu proses akan menurunkan kadar
sosialisasi individu. Ketiga proses ini yaitu: (1) Belajar berperilaku yang dapat diterima secara
sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar masing-masing bagi para anggotanya
mengenai perilaku yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam suatu kelompok sosial,
seorang anak harus mengetahui perilaku seperti apa yang dapat diterima. Sehingga mereka dapat
berperilaku sesuai dengan patokan yang dapat diterima. (2) Belajar memainkan peran sosial yang
dapat diterima. Setiap kelompok sosial memiliki pola ke biasaan yang telah ditentukan oleh para
anggotanya. Pola kebiasaan tersebut tentu saja harus dipatuhi oleh setiap anggota kelompok.
Misalnya kesepakatan bersama untuk kebiasaan di kelas antara guru dan murid. (3)
Perkembangan proses sosial, untuk bersosialisasi dengan baik, anak harus menyukai orang dan
kegiatan sosial dalam kelompok.

Menurut Hurlock (2000:256) perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh dua hal yaitu
pertama, lingkungan keluarga dan kedua, lingkungan di luar rumah. (1) Keluarga; Keluarga
merupakan lingkungan pertama dan utama yang memberikan pengaruh terhadap berbagai aspek
perkembangan anak, termasuk perkembangan sosialnya. Perkembangan sosial anak sangat
dipengaruhi olehproses perlakuan atau bimbingan orang tua dalam mengenalkan berbagai aspek
kehidupan sosial, atau normanorma kehidupan bermasyarakat atau mendorong dan memberikan
contoh kepada anaknya bagaimana menerapakan norma-norma tersebut dalam kehidupan sehari-
hari. (2) Lingkungan di luar rumah, Hurlock (2000; 257) mengatakan bahwa pengalaman sosial
awal di lingkungan luar keluarga melengkapi pengalaman di lingkungan keluarga. Sekolah
merupakan salah satu lingkungan di luar keluarga yang mempengaruhi berkembangnya sikap
sosial anak.

D. PERKEMBANGAN BAHASA

Tahap perkembangan bahasa berbicara anak secara umum Perkembangan bahasa terbagi
atas dua periode besar, yaitu: periode Prelinguistik (0-1 tahun) dan Linguistik (1-5 tahun). Mulai
periode linguistik inilah mulai hasrat anak mengucapkan kata kata yang pertama, yang
merupakan saat paling menakjubkan bagi orang tua. Periode linguistik terbagi dalam tiga fase
besar, yaitu:

1. Fase satu kata atau Holofrase

Pada fase ini anak mempergunakan satu kata untuk menyatakan pikiran yang kornpleks,
baik yang bcrupa keinginan, perasaan atau temuannya tanpa pcrbedaan yang jelas. Misalnya kata
duduk, bag: anak dapat berarti “saya mau duduk”, atau kursi tempat duduk, dapat juga berarti
“mama sedang duduk”. Orang tua baru dapat mengerti dan memahami apa yang dimaksudkan
oleh anak tersebut, apabila kiia tahu dalam konteks apa kata tersrbut diucapkan, sambil
mcngamati mimik (ruut muka) gerak serta bahasa tubuh lainnya. Pada umumnya kata pertama
yang diurapkan oleh anak adalah kata benda, setelah beberapa waktu barulah disusul dengan kata
kerja.
2. Fase lebih dari satu kata Fase dua kata

Fase ini muncul pada anak berusia sekkar 18 bulan. Pada fase ini anak sudah dapat
membuat kalimat sederhana yang terdiri dari dua kata. Kalimat tersebut kadang-kadang terdiri
dari pokok kalimat dan predikat, kadang-kadang pokok kalimat dengan obyek dengan tata
bahasa yang tidak benar. Setelah dua kata, muncullah kalimat dengan tiga kata, diikuti oleh
empat kata dan seterusnya. Pada periode ini bahasa yang digunakan oleh anak tidak lagi
egosentris, dari dan uniuk dirinya sendiri. Mulailah mcngadakan komunikasi dengan orang lain
secara lancar. Orang tua mulai melakukan tanya jawab dengan anak secara sederhana. Anak pun
mulai dapat bercerita dengan kalimat-kalimatnya sendiri yang sederhana.

3. Fase ketiga adalah fase diferensiasi

Periode terakhir dari masa balita yang bcrlangsung antara usia dua setengah sampai lima
tahun. Keterampilan anak dalam berbicara mulai lancar dan berkembang pesat. Dalam berbicara
anak bukan saja menambah kosakatanya yang mengagumkan akan tetapi anak mulai mampu
mengucapkan kata demi kata sesuai dengan jenisnya, terutama dalam pemakaian kata benda dan
kata kerja. Anak telah mampu mempergunakan kata ganti orang “saya” untuk menyebut dirinya,
mampu mempergunakan kata dalam bentuk jamak, awalan, akhiran dan berkomunikasi lebih
lancar lagi dengan lingkungan. Anak mulai dapat mengkritik, bertanya, menjawab, memerintah,
memberitahu dan bentuk-bentuk kalimat lain yang umum untuk satu pembicaraan “gaya”
dewasa.

Menurut Vygostky menjelaskan ada 3 tahap perkembangan bicara pada anak yang
berhubungan erat dengan perkembangan berpikir anak yaitu :

1. Tahap eksternal. Yaitu terjadi ketika anak berbicara secara eksternal dimana sumber
berpikir berasal dari luar diri anak yang memberikan pengarahan, informasi dan
melakukan suatu tanggung jawab dengan anak.
2. Tahap egosentris. Yaitu dimana anak berbicara sesuai dengan jalan pikirannya dan dari
pola bicara orang dewasa.
3. Tahap Internal.Yaitu dimana dalam proses berpikir anak telah memiliki suatu
penghayatan kemampuan berbicara sepenuhnya.

Bicara merupakan salah satu alat komunikasi yang paling efektif. Semenjak anak masih bayi
string kali menyadari bahwa dengan mempergunakan bahasa tubuh dapat terpenuhi
kebutuhannya. Namun hal tersebut kurang mengerti apa yang dimaksud oleh anak. Oleh karena
itu baik bayi maupun anak kecil stlalu berusaha agar orang lain mengcrti maksudnya. Hal ini
yang mendorong orang untuk belajar berbicara dan membuktikan bahwa berbicara merupakan
alat komunikasi yang paling efektif dibandingkan dengan bentuk-bcntuk komunikasi yang lain
yang dipakai anak sebelum pandai berbicara. Oleh karena bagi anak bicara tidak sekedar
merupakan prestasi akan tctapi juga birfungsi nntuk mcncapni tujuannya, misalnya:

1) Sebagai pemuas kebutuhan dan keinginan.Dengan berbicara anak mudah untuk


mcnjclaskan kebutuhan dan keinginannya tanpa harus menunggu orang lain mengerti
tangisan, gerak tubuh atau ekspresi wajahnya. Dengan demikian kemampuan berbicara
dapat mengurangi frustasi anak yang disebabkan oleh orang tua atau lingkungannya tidak
mengerti apa saja yang dimaksudkan oleh anak.
2) Sebagai alat untuk menarik perhatian orang lain. Pada umumnya setiap anak merasa
senang menjadi pusat perhatian orang lain. Dengan melalui keterampilan berbicara anak
berpendapat bahwa perhatian Orang lain terhadapnya mudah diperoleh melalui berbagai
pertanyaan yang diajukan kepada orang tua misalnya apabila anak dilarang mengucapkan
kata-kata yang tidak pantas. Di samping itu berbicara juga dapat untuk menyatakan
berbagai ide, sekalipun sering kali tidak masuk akal-bagi orang tua, dan bahkan dengan
mempergunakan keterampilan berbicara anak dapat mendominasi situasi “.ehingga
terdapat komunikasi yang baik antara anak dengan teman bicaranya.

3) Sebagai alat untuk membina hubungan sosial. Kemampuan anak berkomunikasi dengan
orang lain merupakan syarat penting untuk dapat menjadi bagian dari kelompok di
lingkungannya. Dengan keterampilan berkomunikasi anak-anak Icbih mudah diterima
oleh kelompok sebayanya dan dapat mempcroleh kescmpatan Icbih banyak untuk
mendapat peran sebagai pcmimpin dari suatu kelompok, jika dibandingkan dengan anak
yang kurang terampil atau tidak memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik.
4) Sebagai alat untuk mengevaluasi diri sendiri. Dari pernyataan orang lain anak dapat
mengetahui bagaimana perasaan dan pendapat orang tersebut terhadap sesuatu yang telah
dikatakannya. Di samping anak juga mendapat kesan bagaimana lingkungan menilai
dirinya. Dengan kata lain anak dapat mengevaluasi diri melalui orang lain.
5) Untuk dapat mcmpengaruhi pikiran dan peiasaan orang lain. Anak yang suka
berkomentar, menyakiti atau mengucapkan sesuatu yang tidak menyenangkan tentang
orang lain dapat menyebabkan anak tidak populer atau tidak disenangi lingkungannya.
Sebaliknya bagi anak yang suka mcngucapkan kata-kata yang menyenangkan dapat
merupakan medal utama .bagi anak agar diterima dan mendapat simpati dari
lingkungannya.
6) Untuk mempengaruhi perilaku orang lain. Dengan kemampuan berbicara dengan baik
dan penuh rasa percaya diri anak dapat mempengaruhi orang lain atau teman sebaya yang
berperilaku kurang baik menjadi teman yang bersopan santun. Kemampuan dan
keterampilan berbicara dengan baik juga dapat merupakan modal utama bagi anak untuk
menjadi pemimpin di lingkungan karena teman sebryanya menaruh kepercayaan dan
simpatik kepadanya.

 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Bahasa

Pengenalan bahasa yang lebih dini dibutuhkan untuk memperoleh ketrampilan bahasa yang
baik Dalam bukunya “Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja” Syamsu Yusuf mengatakan
bahwa perkembangan bahasa dipengaruhi oleh 5 faktor, yaitu: faktor kesehatan, intelegensi,
statsus sosial ekonomi, jenis kelamin, dan hubungan keluarga.

Secara rinci dapat diidentifikasi sejumlah faktor yang mempengaruhi perkembangan bahasa,
yaitu:

a. Kognisi (Proses Memperoleh Pengetahuan) Tinggi rendahnya kemampuan


kognisi individu akan mempengaruhi cepat lambatnya perkembangan bahasa
individu. Ini relevan dengan pembahasan sebelumnya bahwa terdapat korelasi
yang signifikan antara pikiran dengan bahasa seseorang.
b. Pola Komunikasi Dalam Keluarga. Dalam suatu keluarga yang pola
komunikasinya banyak arah akan mempercepat perkembangan bahasa
keluarganya.

c. Jumlah Anak Atau Jumlah Keluarga. Suatu keluarga yang memiliki banyak
anggota keluarga, perkembangan bahasa anak lebih cepat, karena terjadi
komunikasi yang bervariasi dibandingkan dengan yang hanya memiliki anak
tunggal dan tidak ada anggota lain selain keluarga inti.

d. Posisi Urutan Kelahiran. Perkembangan bahasa anak yang posisi kelahirannya di


tengah akan lebih cepat ketimbang anak sulung atau anak bungsu. Hal ini
disebabkan anak sulung memiliki arah komunikasi ke bawah saja dan anak
bungsu hanya memiliki arah komunikasi ke atas saja.
e. Kedwibahasaan(Pemakaian dua bahasa) Anak yang dibesarkan dalam keluarga
yang menggunakan bahasa lebih dari satu atau lebih bagus dan lebih cepat
perkembangan bahasanya ketimbang yang hanya menggunakan satu bahasa saja
karena anak terbiasa menggunakan bahasa secara bervariasi. Misalnya, di dalam
rumah dia menggunakan bahasa sunda dan di luar rumah dia menggunakan
bahasa Indonesia.

Faktor-faktor yang mempengaruhi anak berbicara Awal masa kanak-kanak terkenal


sebagai masa tukang ngobrol, karena sering kali anak dapat berbicara dengan mudah tidak
terputus-putus bicaranya. Adapun faktor-faktor yang terpenting didalam anak banyak bicara
yaitu Inteligensi. Yaitu semakin cerdas (pintar) anak, semakin cepat anak menguasai
keterampilan berbicara.

1. Jenis disiplin. Yaitu anak-anak yang cenderung dibesarkan dengan cara disiplin
lebih banyak bicaranya ketimbang pada suatu kekerasan.
2. Posisi urutan. Yaitu anak sulung cenderung/didorong ortu untuk banyak berbicara
daripada adiknya.
3. Besarnya keluarga
4. Status sosial ekonomi
5. Status ras
6. Berbahasa dua
7. Penggolongan peran seks

Potensi Anak Berbicara Didukung oleh Beberapa Hal :


1) Kematangan alat berbicara. Kemampuan berbicara juga tergantung pada kematangan
alat-alat berbicara. Misalnya tenggorokan, langit-langit, lebar rongga mulut dan Iain-lain
dapat mempengaruhi kematangan berbicara. Alat-alat tersebut baru dapat berfungsi
dengan baik setelah sempi’rpa dan dapat membentuk atau memproduksi suatu kata
dengan baik scbagai permulaan berbicara.
2) Kesiapan berbicara. Kesiapan mental anak sangat berganrung pada pertumbuhan dan
kematangan otak. Kesiapan dimaksud biasanya dimnlai sejak anak berusia antara 12-18
bulan, yang discbut teachable moment dari perkembangan bicara. Pada saat inilah anak
betul-betul sudah siap untuk belajar. bicara yang sesungguhriya. Apabila tidak ada
gangguan anak akan segera dapat berbicara sekalipun belum jelas maksudnya.
3) Adanya model yang baik untuk dicontoh oleh anak. Anak dapat membutuhkan suatu
model tertentu -agar dapat melafalkan kata dengan tepat untuk dapat dikombinasikan
dengan kata lain sehingga menjadi suatu kalimat yang berarti. Model tersebut dapat
diperoleh dari orang lain, misalnya orang tua atau saudara, dari radio yang sering
didengarkan atau dari TV, atau actor film yang bicaranya jelas dan berarti. Anak akan
mengalami kesulitan apabila tidak pernah memperoleh model scbagaimana disebutkan
diatas. Dengan scndirinya potcnsi anak tidak dapat berkembang sebagaimana mestinya.
4) Kesempatan berlatih. Apabila anak kurang mendapatkan latihan keterampilan berbicara
akan timbul frustasi dan bahkan sering kali marah yang tidak dimengerti penyebabnya
oleh orang tua atau lingkungannya: Pada gilirannya anak kurang memperoleh moUvasi
untuk belajar berbicara yang pada umumnya disebut “anak ini lamban” bicaranya.
5) Motivasi untuk belajar dan berlalih. Memberikan motivasi dan melatih anak untuk
berbicara sangat penting bagi annk karena untuk memenuhi kebutuhannya untuk
memanfaatkan potensi anak. Orang tua hendaknya selalu berusaha agar motivasi anak
untuk berbicara jangan terganggu atau tidak mendapatkan pengarahan.
6) Bimbingan. Bimbingan bagi anak sangat. penting untuk mengembangkan potensinya.
Oleh karena itu hendaknya orang tua suka memberikan contoh atau model bagi anak,
berbicara dengan pelan yang mudah diikuti oleh anak dan orang tua siap memberikan
kritik atau mcmbetulkan apabila dalam berbicara anak berbuat suatu kesalahan.
Bimbingan tersebut sebaiknya selalu dilakukan secara terus menerus dan konsisten
sehingga anak tidak mengalami kesulitan apabila berbicara dengan orang lain.
Langkah-langkah untuk membantu perkembangan bahasa anak :

1. Membaca. Kegiatan ini adalah kegiatan yang paling penting yang dapat dilakukan
bersama anak setiap hari. Ketika orang tua membaca, tunjuklah gambar yang ada di buku
dan sebutkan nama dari gambar tersebut keras-keras. Mintalah anak untuk menunjuk
gambar yang sama dengan yang ada sebutkan tadi. Buatlah kegiatan membaca menjadi
menyenangkan dan menarik bagi anak dan lakukanlah setiap hari.
2. Berbicaralah mengenai kegiatan sederhana yang orang tua dan anak lakukan dengan
menggunakan bahasa yang sederhana.
3. Perkenalkan kata-kata baru pada anak setiap hari, dapat berupa nama-nama tanaman,
nama hewan ataupun nama makanan yang disiapkan baginya.
4. Cobalah untuk tidak menyelesaikan kalimat anak. Berikan kesempatan baginya untuk
menemukan sendiri kata yang tepat yang ingin dia sampaikan.
5. Berbicaralah pada anak setiap hari, dan pandanglah mereka ketika berbicara atau
mendengarkan mereka. Biarkan mereka tahu bahwa mereka sangat penting.

Berikut beberapa cara untuk menstimulasi agar perkembangan bicara batita semakin lancar dan
ia gemar bicara:

 Ceritakan kesibukan Anda. Omongkan dengan lantang apa saja yang sedang Anda
kerjakan dan lemparkan pertanyaan-pertanyaan untuk batita. “Teruslah bicara,
walaupun Anda nampak konyol karena batita tak bisa menjawab,” usul Pam
Quinn, terapis wicara di RS Rehabilitasi Schwab, Chicago.
 Jadi ‘role model’. Bila batita Anda mengatakan “cucu” untuk susu, gunakan
pengucapan yang benar ketika Anda merespon, “Ini susumu.” Kembangkan
penguasaan bahasanya dengan menambahkan kata-kata baru, misalnya “Susumu
warnanya putih, enak sekali.” Strategi ini tak hanya akan menambah jumlah kosa
katanya tapi juga mengajarkan cara kombinasi kata. Namun hindari mengoreksi
ucapannya. “Menunjukkan kesalahan anak bisa membuatnya tak nyaman. Bahkan
anak seusia itupun dapat mulai merasa bahwa apapun yang dilakukannya selalu
salah di mata ibu,” kata Pam lagi.
 Berlagak “bodoh”. Beri batita kesempatan untuk meminta dan mengungkapkan
kebutuhannya sebelum Anda memberikan padanya. Contohnya, saat bermain, ia
menggulirkan bola dan Anda tahu ia ingin Anda mengembalikan bola itu
padanya, pura-pura saja Anda tidak mengerti, berikan ekspresi wajah bingung dan
bertanya, “Ibu harus apa?” Jeda seperti ini akan menyemangatinya untuk
berkomunikasi.
 Tetap nyata. Hindari untuk mengucapkan kata berlebihan atau berbicara dalam
bahasa slang atau bahasa pergaulan yang tak dimengerti balita usia 1-2 tahun.
Orangtua wajib berbicara dalam kalimat-kalimat reguler dan dalam bahasa yang
benar, yang akan membantu anak mengerti cara memadukan kata menjadi kalimat
yang bermakna.

II. Keterlambatan dan bahaya (gangguan) di dalam perkembangan bicara pada anak.

Apabila tingkat perkembangan bicara berada dibawah tingkat kualitas perkembangan


bicara anak yang umumnya sama yang dapat diketahui dari ketepatan penggunaan di dalam kosa
kata (bahasa) anak tersebut pada saat bersama teman sebayanya bercakap-cakap/berbicara
menggunakan kata-kata terus dianggap muda diajak bermain dengan kata-kata. Keterlambatan
berbicara tidak hanya mempengaruhi penyesuaian akademis dan pribadi anak pengaruh yang
paling serius adalah terhadap kemampuan membaca pada awal anak masuk sekolah. Banyak
penyebab keterlambatan bicara pada anak umumnya adalah rendahnya tingkat kecerdasan yang
membuat anak tidak mungkin belajar berbicara sama baiknya seperti teman-teman sebayanya,
yang kecerdasannya normal atau tinggi kurang motivasi karena anak mengetahui bahwa mereka
dapat berkomunikasi secara memadai dengan bentuk prabicara dorongan orang tua/orang
dewasa, terbatasnya kesempatan praktek berbicara karena ketatnya batasan tentang seberapa
banyak mereka diperbolehkan berbicara dirumah.

Salah satu penyebab tidak diragukan lagi paling umum dan paling serius adalah
ketidakmampuan mendorong/memotivasi anak berbicara, bahkan pada saat anak mulai
berceloteh. Apabila anak tidak diberikan rangsangan (stimulasi) didorong untuk berceloteh, hal
ini akan menghambat penggunaan didalam berbahasa/kosa kata yang baik dan benar.
Kekurangan dorongan tersebut merupakan penyebab serius keterlambatan berbicara anak terlihat
dari fakta bahwa apabila orang tua tidak hanya berbicara kepada anak mereka tetapi juga
menggunakan kosa kata yang lebih luas dan bervariasi, adapun kemampuan anak didalam
berbicara yang berkembang sangat pesat dan cepat yaitu contohnya : anak-anak dari golongan
yang lebih atau menengah yang orang tuanya ingin sekali menyuruh mereka (anak) belajar
berbicara lebih awal (cepat) dan lebih baik. Sangat kurang kemungkinannya mengalami
keterlambatan berbicara pada anak. Sedangkan anak yang berasal dari golongan yang lebih
rendah yang orang tuanya tidak mampu memberikan dorongan tersebut bagi mereka, apakah
kekurangan waktu/karena mereka tidak menyadari betapa pentingnya suatu perkembangan bicara
pada anak didik tersebut.

Gangguan/bahaya didalam perkembangan bicara pada anak yaitu :

1. Kelemahan didalam berbicara (berbahasa) kosa kata


2. Lamban mengembangkan suatu bahasa/didalam berbicara
3. Sering kali berbicara yang tidak teratur
4. Tidak konsentrasi didalam menerima suatu kata (bahasa) dari orang tua/guru.

Kesalahan yang umum didalam pengucapan/bahasa (berbicara) pada anak yaitu :

1. Menghilangkan satu suku kata/lebih biasanya terletak ditengah-tengah kata contohnya :


“buttfly” padahal “butterfly”.
2. Mengganti huruf/suku kata seperti “tolly” padahal “Dolly”, “handakerchief” padahal
“handkerchief”.
3. Menghilangkan huruf mati yang sulit untuk diucapkan oleh anak contohnya : z,w,s,d, dan
g.
4. Huruf-huruf hidup khususnya O yang paling sulit dikatakan anak (diucapkan)

5. Singkatan gabungan huruf mati yang sulit diucapkan oleh anak contohnya : “st, sk, dr, fl,
str”.

Perkembangan berbicara merupakan suatu proses yang sangat sulit dan rumit. Terdapat
beberapa kendala yang sering kali dialami oleh anak, antara lain:
a. Anak cengeng.

Anak yang sering kali menangis dengan berlebihan dapat menimbulkan gangguan
pada fisik maupun psikis anak. Dari segi fisik, gangguan tersebut dapai berupa kurangnya
energi sehingga secara otomatis dapat menyebabkan kondisi anak tidak fit. Sedangkan
gangguan psikis yang muncul adalah perasaan ditolak atau tidak dicintai oleh orang
tuanya, atau anggota kcluarga lain. Sedangkan rcaksi sosial tcrhadap tangisan anak
biasanya bernada negatif. Oleh karena itu pcranan orang tua sangat penting untuk
menanggulangi hal tersebut, salah satu cara untuk mengajarkan komunikasi yang cfcktif
bagi anak.

b. Anak sulit memahami isi pembicaraan orang lain.

Sering kali anak tidak dapat memahami isi pembicaraan orang tua atau anggota
keluarga lain. Hal ini disebabknn kurangnya perbeidaharaan kata pada anak. Di samping
itu juga dikarenakan orang tua sering kali berbicara sangat cepat dengan mempergunakan
kata-kata yang belum dikenal oleh .anak. Bagi keluarga yang mcnggunakan dua bahasa
(bilingual) anak akan. lebih banyak mengalami kesulitan untuk memahami pembicaraan
orang tuanya atau saudaranya yang tinggal dalam satu rumah. Orang tua hendaknya
selalu berusaha mencari penyebab kesulitan anak dalam memahami pembicaraan tersebut
agar dapat memperbaiki atau membetulkan apabila anak kurang mengerti dan bahkan
salah mengintepretasikan suatu pembicaraan.

E. Perkembangan Fisik

Perkembangan fisik atau tubuh manusia merupakan sistem organ yang kompleks dan
sangat mengagumkan. Kuhlen dan Thompson mengemukakan bahwa perkembangan fisik
individu meliputi empat aspek, yaitu:

a. Sistem saraf yang sangat mempengaruhi perkembangan kecerdasan dan emosi


b. Otot-otot yang mempengaruhi perkembangan kekuatan dan kemampuan motorik
c. Kelenjar Endoktrin, yang menyebabkan munculnya pola-pola tingkah laku baru,
seperti pada usia remaja berkembang perasaan senang untuk aktif dalam suatu
kegiatan yang sebagian anggotanya terdiri atas lawan jenis
d. Struktur fisik/tubuh yang meliputi tinggi berat dan proporsi. Masa kanak-kanak
awal (early childhood) merupakan periode perkembangan yang terjadi mulai akhir
masa bayi hingga sekitar usia 5 atau 6 tahun, kadang periode ini disebut tahun pra
sekolah. Kelas satu sekolah dasar biasanya menandai akhirnya periode ini. Dari
penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa, masa kanak-kanak awal masa
perkembangan anak dari usia 2 tahun sampai usia 6 tahun, yang mana bisa disebut
juga dengan periode prasekolah.

Perkembangan fisik merupakan dasar bagi kemajuan perkembangan berikutnya, dengan


meningkatnya pertumbuhan tubuh baik berat badan maupun tinggi badan serta kekuatannya,
memungkinkan anak untuk lebih aktif dan berkembang keterampilan fisiknya, dan juga
berkembangnya eksplorasi terhadap lingkungan tanpa bantuan orang tuanya. Perkembangan
sistem syaraf pusat memberikan kesiapan pada anak untuk lebih meningkatkan pemahaman dan
penguasaannnya terhadap tubuhnya.

a) Tinggi: Pertambahan tinggi badan setiap tahunnya rata-rata tiga inci. Pada usia enam
tahun tinggi anak rata-rata 46,6 inchi
b) Berat: Pertambahan berat badan setiap tahunnya rata-rata tiga sampai lima pon. Pada usia
enam tahun kurang lebih tujuh kali berat pada waktu lahir. Anak perempuan rata-rata
48,5 pon dan laki-laki 49 pon
c) Perbandingan tubuh: Penampilan bayi tidak tampak lagi. Wajah tetap kecil tetapi dagu
tampak jelas dan leher lebih memanjang. Gumpalan tubuh berkurang dan tubuh
cenderung berbentuk kerucut, dengan perut yang rata, dan dada yang lebih bidang, bahu
lebih luas dan persegi, lengan dan kaki lebih panjang dan lurus, tangan dan kaki lebih
besar
d) Postur tubuh: Perbedaan dalam tubuh pertama kali tampak jelas pada awal masa kanak-
kanak, ada yang postur tubuhnya gemuk lembek (endomorfik), ada yang kuat berotot
(mesomorfik), ada yang relatif kurus (ektomorfik)
e) Tulang dan otot: Tingkat pergeseran otot bervariasi pada bagian tubuh mengikuti hukum
perkembangan arah. Otot menjadi lebih besar, berat dan kuat, sehingga anak tampak
lebih kurus meskipun beratnya bertambah
f) Lemak: Anak yang cenderung bertubuh endomorfik lebih banyak jaringan lemaknya dari
pada jaringan ototnya sedangkan mesomorfik sebaliknya dan yang bertubuh ektomorfik
mempunyai otot yang kecil dan sedikit jaringan lemak
g) Gigi: Selama empat sampai enam bulan pertama dari awal masa kanak-kanak, empat gigi
bayi terakhir geraham belakang muncul. Selama setengah tahun terakhir gigi bayi mulai
tanggal digantikan oleh gigi tetap. Yang pertama lepas adalah gigi bayi yang pertama kali
tumbuh yaitu gigi seri tengah. Bila masa kanak-kanak berakhir, pada umumnya bayi
memiliki satu atau dua gigi tetap di depan dan beberapa celah di mana gigi tetap akan
muncul.
Proporsi tubuh anak berubah secara dramatis, seperti pada usia tiga tahun, rata-rata
tingginya sekitar 80-90 cm, dan beratnya sekitar 10-13 kg, sedangkan pada usia lima tahun,
tingginya mencapai 100-110 cm. Tulang kakinya tumbuh dengan cepat, namun pertumbuhan
tengkoraknya tidak secepat usia sebelumnya. Tulang dan gigi anak semakin besar serta
lengkapnya gigi anak, sehingga si anak sudah mulai menyukai makanan padat, seperti: daging,
sayuran, buah-buahan dan kacang-kacangan. Anggota badan tumbuh dengan kecepatan yang
berbeda-beda dan tiap anak mempunyai tempo perkembangannya sendiri. Proporsi badan dan
jaringan urat daging dapat dikatakan tetap sampai kurang lebih tahun kelima. Setelah itu
mulailah apa yang disebut “Gestaltwandel” pertama. Hal ini berarti bahwa anak yang dulunya
mempunyai kepala yang relatif besar dan anggota badan yang pendek, mulai mempunyai
proporsi badan yang seimbang.

Anggota badan yang lainnya menjadi lebih panjang. Perut mengecil dan anggota badan
lainnya mendapatkan proporsi yang normal. Jaringan tulang dan urat lebih berkembang menjadi
lebih berat dan jaringan lemak lebih melambat. Selama tahun kelima nampak perkembangan
jaringan urat daging yang secara cepat. Pertumbuhan otak anak pada usia lima tahun mencapai
75% dari ukuran orang dewasa dan 90% pada usia 6 tahun. Pada usia ini juga tumbuh
“myelinization” (lapisan urat syaraf dalam otak yang terdiri dari bahan penyekat berwarna putih,
yaitu myelin) secara sempurna. Lapisan urat syaraf ini membantu transmisi impul-impul syaraf
secara cepat, yang memungkinkan pengontrolan terhadap kegiatan motorik lebih seksama dan
efisien. Di samping itu, pada usia ini terjadi banyak perubahan fisiologis lainnya seperti:
pernapasan menjadi lebih lambat dan mendalam dan denyut jantung lebih lambat dan menetap.

F. Tahap Phallic (3 sampai 6 tahun)

Tahap phallic adalah tahap ketiga perkembangan psikoseksual yang mencakup usia tiga hingga
enam tahun, di mana libido (keinginan) bayi berpusat pada alat kelamin mereka sebagai zona
sensitif seksual. Anak menjadi sadar akan perbedaan anatomi jenis kelamin, yang menggerakkan
konflik antara ketertarikan erotis, kebencian, persaingan, kecemburuan dan ketakutan yang
disebut Freud sebagai Oedipus kompleks (pada anak laki-laki) dan Electra kompleks (pada anak
perempuan). Ini diselesaikan melalui proses identifikasi, yang melibatkan anak yang mengadopsi
karakteristik dari orang tua sesama jenis.

Oedipus kompleks
Aspek terpenting dari tahap falus adalah Oedipus kompleks. Ini adalah salah satu ide
Freud yang paling kontroversial dan yang langsung ditolak banyak orang. Nama Oedipus
kompleks berasal dari mitos Yunani dimana Oedipus, seorang pemuda, membunuh ayahnya dan
menikahi ibunya. Setelah menemukan ini, dia menjulurkan matanya dan menjadi buta. Oedipal
ini adalah istilah generik (yaitu, umum) untuk kompleks Oedipus dan Electra. Pada anak laki-
laki, Oedipus kompleks atau lebih tepatnya, konflik, muncul karena anak laki-laki itu
mengembangkan hasrat seksual (kesenangan) kepada ibunya. Dia ingin memiliki ibunya secara
eksklusif dan menyingkirkan ayahnya untuk memungkinkan dia melakukannya. Secara irasional,
anak laki-laki itu berpikir bahwa jika ayahnya mengetahui semua ini, ayahnya akan mengambil
apa yang paling dia cintai. Selama tahap falus, yang paling disukai anak laki-laki adalah
penisnya. Oleh karena itu anak laki-laki tersebut mengembangkan kecemasan pengebirian. Anak
laki-laki itu kemudian berusaha menyelesaikan masalah ini dengan meniru, meniru, dan
bergabung dalam perilaku tipe ayah yang maskulin. Ini disebut identifikasi, dan begitulah cara
anak laki-laki berusia tiga sampai lima tahun menyelesaikan Oedipus kompleksnya. Identifikasi
berarti mengadopsi nilai-nilai, sikap, dan perilaku orang lain secara internal. Konsekuensi dari
hal ini adalah bahwa anak laki-laki mengambil peran gender laki-laki, dan mengadopsi idealisme
ego dan nilai-nilai yang menjadi superego.
Electra Complex
Untuk anak perempuan, Oedipus atau Electra complex kurang memuaskan. Singkatnya,
gadis itu menginginkan ayah, tetapi menyadari bahwa dia tidak memiliki penis. Hal ini mengarah
pada perkembangan kecemburuan penis dan keinginan untuk menjadi laki-laki. Gadis itu
menyelesaikannya dengan menekan keinginannya untuk ayahnya dan mengganti keinginan
untuk penis dengan keinginan untuk seorang bayi. Gadis itu menyalahkan ibunya atas 'keadaan
yang dikebiri', dan ini menciptakan ketegangan yang hebat. Gadis itu kemudian menekan
perasaannya (untuk menghilangkan ketegangan) dan mengidentifikasi dengan ibu untuk
mengambil peran gender perempuan.

Fase Latent / Latency


Periode latent yang dikemukakan oleh Freud, terjadi setelah periode phalik selesai. Fase
latent ini terjadi pada usia 5 atau 6 tahun sampai dengan remaja. Pada tahap ini anak akan
mengalami perbedaan impuls seksual yaitu penurunan minat seksual akibat dari tidak adanya
daerah erogen baru yang dimunculkan oleh perkembangan biologis. Pada tahap ini, anak atau
individu mengembangkan kemampuan sublimasi. Sublimasi adalah proses penggunaan suatu
aktifitas pengganti untuk memuaskan motif yang tidak tersalurkan dengan cara yang dapat
diterima orang banyak. Motif atau dorongan yang tidak tersalurkan ini biasanya merupakan
hambatan bagi individu yang   bersangkutan, sehingga sublimasi sering dikaitkan dengan
mekanisme pertahanan diri. Aktifitas pengganti ini biasanya dapat memberikan kepuasan secara
tidak sengaja dan tidak disadari oleh orang yang bersangkutan.

Sublimasi pada fase laten adalah mengganti kepuasan libido dengan kepuasan
nonseksual, khususnya bidang intelektual, atletik, keterampilan dan hubungan teman sebaya.
Tahap ini ditandai dengan percepatan pembentukan superego, dimana orang tua bekerja sama
dengan anak berusaha menekan impuls seks agar energi dapat dimanfaatkan sebesar-besarnya
untuk sublimasi dan pembentukan superego.

Di usia ini, anak mulai mengembangkan keterampilan sosial dan intelektualnya dan mulai
menyalurkan energinya kebidang emosional yang menolong mereka mengatasi konflik phalik.
Dari teman-teman sejenisnya, anak-anak juga menerima informasi tentang seksualitas yang
sering menyesatkan. Keterbukaan dengan orang tua dapat meluruskan informasi yang salah dan
menyesatkan itu. Pada saat ini dapat terjadi gangguan homoseksual dan lesbian. Kegagalan
dalam fase ini mengakibatkan kurang berkembangnya kontrol diri sehingga anak gagal
mengalihkan energinya secara efisien pada minat belajar dan pengembangan keterampilan.

Fase Genital

Selanjutnya, memasuki usia 12-13 tahun, perkembangan anak memasuki fase Genital,
dan menurut teori psikoseksual ini merupakan fase terakhir dalam perkembangan anak yang
dikembangkan oleh Freud. Pada fase ini individu mengembangkan ketertarikan seksual pada
lawan jenis, dimana pada tahap-tahap awal fokus hanya pada kebutuhan individu, kepentingan
kesejahteraan orang lain tumbuh pada fase ini. Jika fase sebelumnya terlewati dengan mulus,
maka pada fase ini individu menjadi seimbang, hangat dan memiliki kepedulian yang tinggi.
Sehingga fase ini diharapkan dapat mengembangkan keseimbangan antara berbagai bidang
kehidupan.

Pada fase genital, impuls ini mulai disalurkan ke obyek luar melalui kegiatan kelompok,
menyiapkan karir, cinta lain jenis, perkawinan dan keluarga. Terjadi perubahan dari anak yang
naskistik menjadi dewasa yang berorientasi sosial, realistik dan altruistik. Gambaran tingkah
laku dewasa yang matang, bila ditinjau dari kepribadian yang dikemukakan oleh Freud adalah :

1. Menunda kepuasan dilakukan karena obyek pemuas belum tersedia


2. Tanggung jawab, kontrol tingkah laku dilakukan superego berlangsung efektif, tidak lagi
harus mendapat bantuan kontrol dari lingkungan
3. Pemindahan/sublimasi yaitu mengganti kepuasan seksual menjadi kepuasan dalam
bidang seni, budaya dan keindahan.
4. Identifikasi memiliki tujuan-tujuan kelompok, terlibat dalam organisasi sosial, politik dan
kehidupan sosial yang harmonis.

Anda mungkin juga menyukai