Anda di halaman 1dari 28

APLIKASI TEORI PSIKOLOGI

PERKEMBANGAN (KOGNITIF &


BAHASA) DALAM PSIKOLOGI
PENDIDIKAN
Dosen Pengampu: Nadhirotul Laily, S.Psi., M. Psi., Psikolog
ANGGOTA
KELOMPOK:
Barkatul Mi’Rojiah Wuddia Rafahiyah
01 210701060 02 210701065
Teori Perkembangan yang Berkaitan dengan Pendidikan
A. Teori Perkembangan Sosial
Dikemukakan oleh Erikson dengan delapan tahapan yang dimulai dari bayi sampai usia lanjut.

1. Trust Vs Mistrust (sejak lahir – 1 tahun)


2. Autonomy Vs Doubt (usia 1 – 3 tahun)
3. Intiative Vs Guilt (usia 3 – 6 tahun)
4. Industry Vs Inferiority (usia 6 – 12 tahun)
5. Identity Vs Confusion (usia 12 – 18 tahun)
6. Intimacy Vs Isolation (usia dewasa muda)
7. Genrativity Vs Stagnation (usia dewasa pertengahan)
8. Integrity Vs Despair (usia lanjut)
B. Teori Perkembangan Emosional

1. Usia 3 – 4 tahun
Ekspresi emosi anak ditampakkan melalui tertawa atau berlari dari ruangan yang satu ke ruangan
lainnya ketika bermain, dan menunjukkan perasaan takut terhadap sesuatu yang dilihat atau suatu
bayangan.

2. Usia 5 – 6 tahun
Anak mulai mampu untuk mengekspresikan perasaannya yang berkaitan dengan kehidupan sosial.

3. Usia 7 – 8 tahun
Anak telah bergaul dengan teman sebaya dan dengan berbagai aturan di luar rumah yang akan turut
mempengaruhi perkembangan emosi anak, seperti mampu menunjukkan simpatinya, sifat sensitive
dan merasakan hatinya disakiti.
C. Teori Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral dirumuskan oleh Lawrence Kohlberg (1992-1987).

1. Tingkat I Pra-Konvensional (tampak pada anak TK, awal SD, sedikit pada anak SMP, dan hanya sedikit
pada SMA).
• Tahap 1 (Hukuman-penolakan dan kepatuhan)
• Tahap 2 (Kebaikan diganti dengan kebaikan dan sebaliknya)

2. Tingkat II Konvensional (tampak pada pada beberapa anak SD dan anak SMP, banyak pada anak SMA,
namun tahap ke-4 belum tampak pada anak sebelum SMA).
• Tahap 3 (Anak laki-laki atau perempuan yang baik)
• Tahap 4 (Hukum dan Perintah)

3. Tingkat III Pasca-Konvensional (tampak sebelum anak memasuki bangku kuliah)


• Tahap 5 (Kontak Sosial)
• Tahap 6 (Primsip-prinsip etis secara universal)
TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF
A. Jean Piaget

Teori perkembangan kognitif yang dirumuskan oleh Piaget


menjelaskan bagaimana seorang anak beradaptasi dan
menginterpretasikan objek-objek dan kejadian-kejadian di
lingkungannya (dalam Hetherington & Parke, 1987). Piaget
mengatakan bahwa anak memegang peranan aktif dalam
mengkonstruksikan pengetahuannya tentang realitas
(Suralaga, 2021).
Piaget mempunyai empat konsep dasar yang menjadi acuan proses terjadinya
perkembangan mental, diantaranya adalah:
1. Schemata
Schemata adalah yang melukiskan struktur mental atau kognitif dimana individu melakukan aktivitas intelektual untuk
beradaptasi dan mengorganisasikan lingkungan (Surna, Nyoman & Pandeirot, Olga, 2014).
2. Asimilasi
Asmilasi adalah proses kognitif dimana seseorang megintegrasikan persepsi baru, aktivitas motoric, pengertian, pengetahuan
ke dalam schemata yang telah ada atau bentuk perilaku. Asmilasi terjadi ketika anak-anak menggunakan skema-skema yang
telah dimilikinya untuk menangani informasi atau pengalaman baru (Santrock, John, 2012).
3. Akomodasi
Akomodasi adalah menciptakan schemata baru atau memodifikasi schemata yang lebih lama.
(Surna, Nyoman & Pandeirot, Olga, 2014).
4. Organization
Organsasi digunakan untuk memahami dunia mereka.
5. Equilibration
Ekuilibrasi adalah terjadinya keseimbangan pada proses asimilasi dan akomodasi yang berlangsung secara parallel.
Disequlibrium yakni sejenis ketidaknyamanan mental yang mendorong anak untuk berusaha memahami hal-hal yang
dialaminya. Dengan mengubah, mengorganisasikan ulang atau mengintergrasikan skema-skema mereka secara lebih baik,
anak-anak pada akhirnya mampu memahami dan merespon peristiwa-peristiwa yang sebelumnya terasa membingungkan itu.
Piaget mengemukakan ada tiga jenis pengetahuan yang merupakan hasil dari
aktivitas yang dilakukan anak
1. Physical Knowledge: Discovery
Physical knowledge adalah pengetahuan yang berkaitan dengan kepemilikan secara fisik, baik dalam bentuk
objek maupun peristiwa seperti bentuk, ukuran, berat, dll. Pengetahuan tentang objek tidak dapat dilakukan hanya
melalui aktivitas membaca, mengamati gambar, atau mendengarkan orang berbicara karena ini hanya
menggambarkan bentuk secara simbolik saja, namun harus melalui manipulasi objek.

2. Logical-Mathematical Knowledge: Imvemtion


Logical-mathematical knowledge adalah pengetahuan yang diperoleh dari aktivitas berpikir tentang suatu objek
dan peristiwa. Logica-mathematical knowledge dapat dibangun diatas dasar pemahaman terhadap objek yang
dimanipulasi.

3. Social-arbitary Knowledge
Social-arbitary knowledge adalah pengetahuan yang diperoleh dari nilai kemanusiaan termasuk pengetahuan
tentang aturan, hukum, moral, nilai, etika dan system bahasa. Pengetahuan ini akan menjadi acuan berperilaku
bagi komunitas masyarakatnya.
Tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget mempunyai empat tahap yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman tentang dunia sekelilingnya dengan pengalaman indera (sensori)
mereka seperti melihat dan mendengar dengan gersakan motor (otot).

• Refleks Sederhana ( 1 bulan awal)


Koordinasi sensasi dan tindakan melalui perilaku refleks.
• Kebiasaan awal dan rekasi sirkuler ( 1-4 bulan )
Koordinasi sensasi dan dua jenis skema yaitu kebiasaan (refleks) dan reaksi sirkuler primer (usaha memproduksi
suatu peristiwa yang mulanya terjadi secara kebetulan).
• Reaksi sirkuler sekunder ( 4-8 bulan )
Bayi lebih berorientasi pada objek, melampaui preokupasi terhadap diri sendiri; tindakan diulang-ulang karena
takjub atau menyenangkan.
• Koordinasi reaksi sirkuler sekunder ( 8-12 bulan )
Koordinasikan penglihatan dan sentuhan (tangan dan mata); koordinasi skema dan kesengajaan
• Reaksi sirkuler tersier ( 12-18 bulan )
Minat bayi semakin tergugah terhadap berbagai karakteristik objek ataupun segala yang dapat mereka lakukan
terhadap objek itu; mereka bereksperimen dengan perilaku baru.
• Internalisasi skema ( 18-24 bulan)
Bayi mengembangkan kemampuan menggunakan symbol-simbol primitive dan membentuk representasi mental yang
menetap.
2. Tahap Pra-Operasional (2 – 7 tahun)
Anak-anak mulai mempresentasikan dunia dengan menggunakan kata-kata, bayangan dan gambar. Mereka
membentuk konsep yang stabil dan mulai bernalar.

• Fungsi simbolik ( 2-4 tahun )


Anak memperoleh kemampuan untuk membayangkan penampilan objek yang tidak hadir secara fisik.
Dalam tahap ini, anak memiliki keterbatasan yaitu:
1. Egosentrisme yakni ketidakmampuan membedakan antara perspektifnya sendiri dan perspektif
orang lain.
2. Animisme yaitu keyakinan bahwa benda-benda mati memiliki kualitas yang seolah-olah hidup
dan mampu bereaksi.
• Pemikiran Intuitif (4-7 tahun)
Anak mulai menggunakan penalaran primitive dan ingin mengetahui jawaban terhadap segala jenis
pertanyaan. Dalam tahap ini, anak memiliki keterbatasan dalam:
1. Pemusatan (centration) yaitu memusatkan atensi pada sebuah karakteristik sehingga
mengesampingkan karakteristik lainnya. Pemusatan akan muncul pada anak-anak yang belum
memiliki Konservasi (conservation) yaitu kesadaran bahwa mengubah suatu objek atau substansi
tidak mengubah property dasarnya.
3. Tahap Operasional Konkret (7 – 11 tahun)

Tahap ini mencakup penalaran berdasarkan logika atau rasio mulai menggantikan penalaran intuitif, tetapi
hanya dalam situasi konkret. Anak belum bisa memecahkan masalah yang bersifat abstrak. Anak sudah bisa
menggolongkan beberapa sifat atau karakteristik benda. Anak juga mampu melakukan seriation
(mengurutkan secara seri) yakni kemampuan mengurutukan stimuli menurut satu dimensi kuantitatif.

4. Tahap Operasional Formal (11 – 15 tahun)

Pada tahap ini anak sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret dan memikirkannya
secara lebih abstrak, idealis dan logis (Piaget dalam Santrock, 2007).
B. VYGOTSKY
Menurut Vygotsky terdapat tiga factor penting yang memberikan dampak terhadap perkembangan
kognitif yaitu:

1. Interaksi sosial
Vygotsky lebih menekankan factor interaksi sosial yang diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan sosialnya yang meliputi teman sebaya, orang tua, saudara kandung, guru dan orang-orang
yang berarti bagi individu dalam upaya mengembangkan kemampuan kognitifnya.

2. Bahasa
Vygotsky merumuskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan kognitif. Terdapat
tiga peran bahasa dalam perkembangan yaitu:

a. Melalui interaksi sosial, kemampuan berbahasa memberi kemampuan bagi anak untuk
memahami pengetahuan yang dimiliki orang lain.
c. Bahasa menjadi sarana bagi anak untuk meningkatkan kualitas berpikir yang berkontribusi
untuk pemecahan masalah dan menganalisis tentang esensi dunia nyata yang dihadapi anak.

d. Bahasa menjadi dasar bagi individu melaksanakan tugas secara fungsional serta memberi
kemampuan untuk mengelola dan merefleksikan kemampuan berfikir sesuai dengan pengalaman
hidup juga pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognisi individu.

3. Budaya
Secara empiris, budaya sebenarnya memberi makna tertentu terhadap perkembangan kognitif,
Matsumoto dan Juang (2008) dalam (Surna, Nyoman & Pandeirot, Olga, 2014) mengungkapkan
bahwa keterkaitan budaya dan kognisi adalah sebuah fakta yang tidak dapat dipisahkan bahkan budaya
itu sendiri melekat dalam esensinya sebagai kognisi.
Konsep mengenai perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Vygotsky:

1. Zona Perkembangan Proksimal (zone of proximal developmental/ ZPD)


ZPD adalah istilah Vygotsky untuk rentang tugas-tugas yang terlalu sulit bagi anak untuk dikuasai sendiri
namun dapat dipelajari melalui bimbingan dan bantuan dari orang dewasa atau anak-anak yang lebih
terampil.

2. Scaffolding.
Scaffolding berarti mengubah level dukungan. Sepanjang sesi pengajaran, seseorang yang terampil (guru atau
teman yang lebih pintar) dapat menyesuaikan besarnya bimbingan yang diberikan dengan prestasi anak
(Daniel, 2007).
TEORI PERKEMBANGAN
BAHASA
Dikutip dari (Santrock, John, 2011) bahasa melibatkan lima system aturan diantaranya adalah:

1. Phonology adalah suara dan system suara yang digunakan dalam bahasa.
Contohnya bunyi suara k pada kata ski, cat dan lainnya (Neviyarni, 2020)
2. Morphology adalah system yang menggabungkan unit-unit menjadi sebuah makna yang berarti
yaitu kata dasar yang diberi imbuhan sehingga memiliki arti tertentu.
3. Syntax adalah sebuah system yang menggabungkan kata-kata menjadi sebuah kalimat.
4. Semantics mengacu pada arti kata dan kalimat. Setiap kata memiliki seperangkat fitur semantic
atau atribut yang diperlukan terkait dengan makna (Diesendruck, 2010)
5. Pragmatics yaitu penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks yang berbeda. Menurut
Nakamura, untuk bisa menggunakan percakapan yang tepat maka seseorang harus bisa
memahami apa yang dikatakan, kepada siapa perkataan itu ditujukan dan bagaimana cara
mengatakannya (Santrock, 2004).
Berikut merupakan klasifikasi tahapan perkembangan bahasa menurut Seefeld dan Barbour:

1. Infancy (sejak lahir-1 tahun)


Pada masa bayi bahasa yang digunakan masih non-verbal seperti menggerakkan tubuh, tangan atau kaki yang
mengekspresikan rasa senang atau rasa sakit.
2. Toddler (1-3 tahun)
Pada usia 2 tahun anak baru menguasai sedikit kata tetapi anak sudah dapat berkomunikasi melalui isyarat seperti
gerakan-gerakan tertentu.
3. Preeschooler (3-4 tahun)
Anak telah mampu menggunakan kata bentuk jamak dan kalimat bentuk lampau serta mengetahui perbedaan antara
“Saya, kamu dan kita”.
Papalia dan Olds dalam (Surna, Nyoman & Pandeirot, Olga, 2014) mengklasifikasikan kalimat verbal anak menjadi
dua jenis yaitu:
• Social speech adalah bahasa ucapan yang dapat dimengerti oleh orang lain.
• Private speech adalah ucapan yang diucapkan anak dengan tidak ada jalinan komunikasi dengan orang lain.
4. Early Primary Year (5-6 tahun)
Kosa kata anak terus berkembang dan anak mulai memahami bahwa kata-kata memiliki lebih dari satu arti.
5. Late Primary (7-8 tahun)
Anak telah memahami tata bahasa, sekalipun terkadang menemui kesulitan dan menunjukkan kesalahan tetapi anak
dapat memperbaikinya.
Keterkaitan antara Teori Perkembangan
Kognitif dan Psikologi Pendidikan

Proses kognitif (cognitive process) menghasilkan perubahan cara berpikir,


intelegensi, dan bahasa. Teori perkembangan kognitif ini saling terkait dengan
psikologi pendidikan, dimana guru perlu paham mengenai perkembangan kognitif
siswa yang kompleks sehingga dapat menyesuaikan dengan metode pembelajaran
yang tepat. Dengan mengetahui teori perkembangan kognitif, guru dalam dunia
pendidikan mengetahui potensi siswa di bidangnya dan dapat mendorong siswa
melewati zone of proximal developmental karena para siswa seringkali
menunjukkan kompetensi yang sama di berbagai keterampilan yang berbeda.
Keterkaitan antara Teori Perkembangan
Bahasa dan Psikologi Pendidikan

Dalam bidang perkembangan bahasa, siswa mungkin memiliki keterampilan


verbal namun tidak dengan menulis dan membaca yang baik. Hal ini
membuat teori perkembangan bahasa dan psikologi pendidikan saling
terkait, dimana guru dalam konteks pendidikan dapat membantu siswa
untuk belajar memperoleh keterampilan yang belum terpenuhi selama masa
perkembangan bahasa.
Pemahaman teori perkembangan bahasa akan berguna bagi guru untuk memilih
cara yang tepat bagi siswa yang belum terpenuhi dalam konteks
perkembangan bahasa. Seperti siswa yang belum bisa menyusun suatu
kalimat, memahami kata kepemilikan dan lain sebagainya.
Aplikasi Teori Perkembangan Kognitif pada Pendidikan
Eggen dan Kauchak (2004) memberikan contoh sederhana tentang aplikasi teori perkembangan kognitif Piaget
dan Vygotsky sebagai berikut:

1. Teori Piaget
A. Terkait pemahaman konsep, dengan contoh penerapan sebagai berikut:

• Tingkat akhir usia TK dan awal SD


Melaksanakan program karyawisata untuk memperkenalan konsep tentang benda, nama, jenis binatang
dan jenis pemahaman konsep lainnya.
• Tingkat SMP
Berkaitan dengan pemahaman tentang konsep karakter, baik itu mengenai perasaan dan emosi.
• Tingkat SMA
Guru mensimulasikan tentang system pengadilan yang berlaku dalam sebuah negara dalam bentuk
diskusi panel dan semua anak boleh untuk mengajukan atau menjawab pertanyaan sesuai dengan
kasus. Dalam diskusi tersebut berupaya memahami masalah hukum, siswa akan secara langsung
memahami konsep system peradilan yang berlau dalam suatu negara.
B. Terkait perkembangan penalaran, cara penerapannya yaitu:

• Tingkat SD
Guru memberikan simulasi pada anak dan meminta anak untuk menjawab dan memberi gambaran tentang apa yang dipahaminya.
Masing-masing anak dapat mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan penjelasan yang memadai.
• Tingkat SMP
Guru yang mengajar ilmu pengetahuan alam memberikan pra-tes pada awal ajaran dalam upaya mengetahui kemampuan kognitif siswa.
• Tingkat SMA
Guru geometri mengajukan pertanyaan untuk meminta penjelasan siswa secara rasional tentang sesuatu yang didemonstrasikan.

C. Dalam pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui latihan menganalisis objek tertentu. Contoh penerapannya adalah:

• Tingkat pendidikan TK dan awal SD


Guru menyediakan berbagai macam brntuk benda dalam jumlah tertentu. Berdasarkan jumlah dan bentuk benda, anak-anak diminta
untuk mengelompokkan bentuk benda tersebut secara proporsional sehingga membentuk urutan bentuk benda yang serasi dan
seimbang.
• Tingkat SMP
Guru memberi siswa soal perhitungan matematika dengan cara menganalisis hasil proses penjumlahan di luar dari rumus yang
lazim digunakan.
• Tingkat SMA
Guru memberi siswa pertanyaan tentang masalah kependudukan: anak diminta memberi penjelasan yang komperehensif mengenai
penyebab terjadainya urbanisasi dan migrasi dari suatu negara ke negara lainnya.
2. Vygotsky

A. Pemanfaatan aktivitas yang bermakna dan tugas otentik untuk dijadikan dasar dalam upaya merancang program pembelajaran
yang dapat dilakukan pada:

• Tingkat SD
Misalnya, dalam mengajarkan tentang grafik, guru perlu memberi pemahaman nyata tentang cara membuat grafik pada siswa.
• Tingkat SMP
Guru mengajarkan siswa mengenai observasi dan menganalisis tentang suatu kondisi agar siswa memiiki persepsi tentang
materi.
• Tingkat SMA
Guru mengajarkan pada siswa memutuskan sesuatu hal dengan berdiskusi dan melakukan dengan prosedur yang tepat.

B. Perkembangan kognitif siswa melalui penggunaan media dengan contoh penerapan sebagai berikut:

• Tingkat SD
Guru membantu siswa untuk memperoleh keterampilan dengan mengajari secara langsung atau dengan objek.
• Tingkat SMP
Guru yang mengajar ilmu pengetahuan alam perlu melatih siswa untuk mempersiapkan pembuatan laporan tentang hal-hal inti
yang dilakukan ketika praktek kerja laboratorium.
• Tingkat SMA
Siswa diajarkan untuk berdiskusi dan memberikan argumentasi.
D. Pembuatan prosedur pengayaan tugas teratur yang akan mendorong siswa meningkatkan kualitas
interaksinya. Contoh penerapannya yaitu:

• Tingkat SD
Setelah anak menyelesaikan tugas yang diberikan guru maka guru perlu mengoreksi tugas tersebut
dengan cara menginstruksikan siswa untuk menukarkan pekerjaannya dan mengoreksinya secara
bersamaaan, , siswa akan saling memberi masukan dan siswa berupaya untuk saling bertukar pendapat,
mengoreksi dan memperbaiki.
• Tingkat SMP
Guru menggunakan metode diskusi kelompok dalam membahas topik-topik bahasan tertentu. Setiap
kelompok membahas topik yang berbeda dan dari hasil diskusi masing-masing kelompok kemudian
dilakukan diskusi antarkelompok, dimana setiap kelompok mempresentasikan kesimpulannya.
• Tingkat SMA
Sebelum guru memberikan ujia pokok pada siswa, sebaiknya guru mempersiapkan materi pokok
bahasan yang akan diujikan dan membagikannya kepada siswa dalam kelompok yang telah dientuk.
Masing-masing kelompok diberi tugas untuk membuat beberapa nomor soal ujian beserta jawabannya.
Atas soal dan jawaban yang dibuat siswa, kemudian guru mendiskusikannya dalam kelas.
Aplikasi Teori Perkembangan Bahasa pada Pendidikan

penerapan teori perkembangan bahasa dapat dilakukan di setting pendidikan dalam


pembelajaran dengan cara:

1. Menerapkan diskusi dalam pembelajaran.


2. Menggunakan sesi pembelajaran untuk meningkatkan kosa kata anak.
3. Menggunakan proyek yang dapat melatig kemampuan bahasa anak.
4. Menghargai setiap pendapat yang telah dikemukakan oleh anak.
Aplikasi Teori perkembangan Sosial Pada Pendidikan
Eggen dan Kauchak (2004) mengungkapkan beberapa saran yang berkenaan dengan optimalisasi
perkembangan psikososial anak pada masing-masing usia, seperti berikut ini:

1. Masa Awal Kanak-kanak


Guru berperan dalam membantu anak, memberi semangat serta menyiapkan kondisi yang kondusif
dan menantang sehingga anak berkembang menjadi pribadi yang bahagia dan sehat secara
psikologis.
2. Usia Sekolah Dasar
Guru memberikan dukungan sebagai upaya yang dilakukan anak untuk menyelesaikan tugasnya dan
juga memberikan tantangan agar anak memperoleh pengalaman belajar dan terdorong untuk berhasil
mencapainya.
3. Masa Remaja
Guru perlu membangun hubungan interpersonal yang baik dengan anak didik karena perkembangan
remaja perlu dikawal agar remaja berhasil menjalaninya.
Aplikasi Teori Perkembangan Moral pada Pendidikan

cara penerapan teori Kohlberg berdasarkan tingkatan usia beserta upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan penalaran moral dan perilaku prososial khusunya pada dunia pendidikan:

1. Usia 2 tahun
• Membuat standar yang jelas untuk dijadikan acuan perilaku.
• Jika anak didik melakukan kekeliruan dalam berperilaku, beri kesempatan untuk mengemukakan
alasan mengapa perbuatan itu dilakukan, apalagi jika ia telah menyakiti hati orang lain.
• Beri dorongan pada anak agar mampu bersosialisasi secara nyaman dengan orang lain, sekalipun
pada waktu yang tidak menyenangkan.
• Menunjukkan dan melakukan perilaku simpatik dengan alasan mengapa mengapa hal itu perlu atau
tidak perlu dilakukan.
2. Usia 3-5 tahun
• Diskusikan tentang peraturan yang mungkin dapat diterapkan di kelas agar proses pembelajaran
berlangsung dengan lancar.
• Gunakan kata sifat dalam mengekspresikan dan melakukan kegiatan prososial. Anak diarahkan
agar konsep berpikir dan perilaku altruistiknya berkembang.
3. Usia 6-8 tahun
• Peragakan perilaku prososial (memberikan suatu benda, membagi pengalaman dan
memperhatikan orang lain) terutama bagi sesama di dalam kelas.
• Libatkan anak didik dalam proyek kelompok untuk menangani masalah sosial yang akan memberi
manfaat bagi sekolah dan juga masyarakat.
• Jika ada pelanggaran terhadap disiplin, beri sanksi dan diikuti dengan penjelasan mengapa
perbuatan tersebut tidak diperbolehkan. Empati anak perlu dikembangkan, begitu pula penalaran
moralnya.
4. Usia 9-12 tahun
• Galilah isu-isu moral yang berkaitan dengan ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam dan juga kajian
kepustakaan.
• Kembangkan kinerja yang dapat dijadikan pijakan untuk melayani masyarakat dan komitmen
yang sungguh-sungguh untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Lakukan pengabdian
nyata pada masyarakat dan pengalaman yang diperoleh didiskusikan di dalam kelas.
• Anak diminta membaca otobiografi dan literatur lainnya yang menggambarkan kehidupan pribadi
yang menjadi teladan dalam membangun masyarakat atau pribadi yang mengabdikan diri untuk
membantu masyarakat miskin dan tidak berdaya atas perlakuan tidak adil.
DAFTAR PUSTAKA

Khoiruzzadi, M., & Prasetya, T. (2021). Perkembangan Kognitif dan Implikasinya Dalam Dunia Pendidikan (Ditinjau dari Pemikiran
Jean Piaget dan Vygotsky). Jurnal Madaniyah, 11, 1–14.

Mulyadi, S., Basuki, H., & Rahardjo, W. (2019). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Teori-teori Baru Dalam Psikologi (Edisi
Kedu). Rajawali Pers.

Neviyarni, A. (2020). Perkembangan Kognitif, Bahasa, Perkembangan Sosio-Emosional, Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran.
Jurnal Inovasi Pendidikan, 7(2), 1–13. https://doi.org/10.31869/ip.v7i2.2380

Nurhadi. (2020). Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Edukasi Dan Sains, 2, 77–95.
Ormrod, Jeanne, E. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Edisi Keenam). Erlangga.

Santrock, John, W. (2011). Educational Psychology (Fifth Edition). McGraw-Hill.

Santrock, John, W. (2012). Life-Span Development (Edisi Ketiga). Erlangga.

Suralaga, F. (2021). Psikologi Pendidikan Implikasi Dalam Pembelajaran. In Solicha (Ed.), Rajawali Press. PT Raja Grafindo
Persada.

Surna, Nyoman, I., & Pandeirot, Olga, D. (2014). Psikologi Pendidikan 1 (A. Maulana (ed.)). Erlangga.

Sutarto. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 1(2),
1–26. https://doi.org/10.29240/jbk.v1i2.331
THANK YOU

Anda mungkin juga menyukai