1. Usia 3 – 4 tahun
Ekspresi emosi anak ditampakkan melalui tertawa atau berlari dari ruangan yang satu ke ruangan
lainnya ketika bermain, dan menunjukkan perasaan takut terhadap sesuatu yang dilihat atau suatu
bayangan.
2. Usia 5 – 6 tahun
Anak mulai mampu untuk mengekspresikan perasaannya yang berkaitan dengan kehidupan sosial.
3. Usia 7 – 8 tahun
Anak telah bergaul dengan teman sebaya dan dengan berbagai aturan di luar rumah yang akan turut
mempengaruhi perkembangan emosi anak, seperti mampu menunjukkan simpatinya, sifat sensitive
dan merasakan hatinya disakiti.
C. Teori Perkembangan Moral
Teori perkembangan moral dirumuskan oleh Lawrence Kohlberg (1992-1987).
1. Tingkat I Pra-Konvensional (tampak pada anak TK, awal SD, sedikit pada anak SMP, dan hanya sedikit
pada SMA).
• Tahap 1 (Hukuman-penolakan dan kepatuhan)
• Tahap 2 (Kebaikan diganti dengan kebaikan dan sebaliknya)
2. Tingkat II Konvensional (tampak pada pada beberapa anak SD dan anak SMP, banyak pada anak SMA,
namun tahap ke-4 belum tampak pada anak sebelum SMA).
• Tahap 3 (Anak laki-laki atau perempuan yang baik)
• Tahap 4 (Hukum dan Perintah)
3. Social-arbitary Knowledge
Social-arbitary knowledge adalah pengetahuan yang diperoleh dari nilai kemanusiaan termasuk pengetahuan
tentang aturan, hukum, moral, nilai, etika dan system bahasa. Pengetahuan ini akan menjadi acuan berperilaku
bagi komunitas masyarakatnya.
Tahapan perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Piaget mempunyai empat tahap yaitu:
1. Tahap Sensorimotor (0 – 2 tahun)
Dalam tahap ini, bayi menyusun pemahaman tentang dunia sekelilingnya dengan pengalaman indera (sensori)
mereka seperti melihat dan mendengar dengan gersakan motor (otot).
Tahap ini mencakup penalaran berdasarkan logika atau rasio mulai menggantikan penalaran intuitif, tetapi
hanya dalam situasi konkret. Anak belum bisa memecahkan masalah yang bersifat abstrak. Anak sudah bisa
menggolongkan beberapa sifat atau karakteristik benda. Anak juga mampu melakukan seriation
(mengurutkan secara seri) yakni kemampuan mengurutukan stimuli menurut satu dimensi kuantitatif.
Pada tahap ini anak sudah mulai memikirkan pengalaman di luar pengalaman konkret dan memikirkannya
secara lebih abstrak, idealis dan logis (Piaget dalam Santrock, 2007).
B. VYGOTSKY
Menurut Vygotsky terdapat tiga factor penting yang memberikan dampak terhadap perkembangan
kognitif yaitu:
1. Interaksi sosial
Vygotsky lebih menekankan factor interaksi sosial yang diperoleh individu melalui interaksi dengan
lingkungan sosialnya yang meliputi teman sebaya, orang tua, saudara kandung, guru dan orang-orang
yang berarti bagi individu dalam upaya mengembangkan kemampuan kognitifnya.
2. Bahasa
Vygotsky merumuskan bahwa bahasa memiliki peran sentral dalam perkembangan kognitif. Terdapat
tiga peran bahasa dalam perkembangan yaitu:
a. Melalui interaksi sosial, kemampuan berbahasa memberi kemampuan bagi anak untuk
memahami pengetahuan yang dimiliki orang lain.
c. Bahasa menjadi sarana bagi anak untuk meningkatkan kualitas berpikir yang berkontribusi
untuk pemecahan masalah dan menganalisis tentang esensi dunia nyata yang dihadapi anak.
d. Bahasa menjadi dasar bagi individu melaksanakan tugas secara fungsional serta memberi
kemampuan untuk mengelola dan merefleksikan kemampuan berfikir sesuai dengan pengalaman
hidup juga pengetahuan yang sudah ada dalam struktur kognisi individu.
3. Budaya
Secara empiris, budaya sebenarnya memberi makna tertentu terhadap perkembangan kognitif,
Matsumoto dan Juang (2008) dalam (Surna, Nyoman & Pandeirot, Olga, 2014) mengungkapkan
bahwa keterkaitan budaya dan kognisi adalah sebuah fakta yang tidak dapat dipisahkan bahkan budaya
itu sendiri melekat dalam esensinya sebagai kognisi.
Konsep mengenai perkembangan kognitif yang dikemukakan oleh Vygotsky:
2. Scaffolding.
Scaffolding berarti mengubah level dukungan. Sepanjang sesi pengajaran, seseorang yang terampil (guru atau
teman yang lebih pintar) dapat menyesuaikan besarnya bimbingan yang diberikan dengan prestasi anak
(Daniel, 2007).
TEORI PERKEMBANGAN
BAHASA
Dikutip dari (Santrock, John, 2011) bahasa melibatkan lima system aturan diantaranya adalah:
1. Phonology adalah suara dan system suara yang digunakan dalam bahasa.
Contohnya bunyi suara k pada kata ski, cat dan lainnya (Neviyarni, 2020)
2. Morphology adalah system yang menggabungkan unit-unit menjadi sebuah makna yang berarti
yaitu kata dasar yang diberi imbuhan sehingga memiliki arti tertentu.
3. Syntax adalah sebuah system yang menggabungkan kata-kata menjadi sebuah kalimat.
4. Semantics mengacu pada arti kata dan kalimat. Setiap kata memiliki seperangkat fitur semantic
atau atribut yang diperlukan terkait dengan makna (Diesendruck, 2010)
5. Pragmatics yaitu penggunaan bahasa yang tepat dalam konteks yang berbeda. Menurut
Nakamura, untuk bisa menggunakan percakapan yang tepat maka seseorang harus bisa
memahami apa yang dikatakan, kepada siapa perkataan itu ditujukan dan bagaimana cara
mengatakannya (Santrock, 2004).
Berikut merupakan klasifikasi tahapan perkembangan bahasa menurut Seefeld dan Barbour:
1. Teori Piaget
A. Terkait pemahaman konsep, dengan contoh penerapan sebagai berikut:
• Tingkat SD
Guru memberikan simulasi pada anak dan meminta anak untuk menjawab dan memberi gambaran tentang apa yang dipahaminya.
Masing-masing anak dapat mengajukan dan menjawab pertanyaan dengan penjelasan yang memadai.
• Tingkat SMP
Guru yang mengajar ilmu pengetahuan alam memberikan pra-tes pada awal ajaran dalam upaya mengetahui kemampuan kognitif siswa.
• Tingkat SMA
Guru geometri mengajukan pertanyaan untuk meminta penjelasan siswa secara rasional tentang sesuatu yang didemonstrasikan.
C. Dalam pengembangan kemampuan berpikir siswa, melalui latihan menganalisis objek tertentu. Contoh penerapannya adalah:
A. Pemanfaatan aktivitas yang bermakna dan tugas otentik untuk dijadikan dasar dalam upaya merancang program pembelajaran
yang dapat dilakukan pada:
• Tingkat SD
Misalnya, dalam mengajarkan tentang grafik, guru perlu memberi pemahaman nyata tentang cara membuat grafik pada siswa.
• Tingkat SMP
Guru mengajarkan siswa mengenai observasi dan menganalisis tentang suatu kondisi agar siswa memiiki persepsi tentang
materi.
• Tingkat SMA
Guru mengajarkan pada siswa memutuskan sesuatu hal dengan berdiskusi dan melakukan dengan prosedur yang tepat.
B. Perkembangan kognitif siswa melalui penggunaan media dengan contoh penerapan sebagai berikut:
• Tingkat SD
Guru membantu siswa untuk memperoleh keterampilan dengan mengajari secara langsung atau dengan objek.
• Tingkat SMP
Guru yang mengajar ilmu pengetahuan alam perlu melatih siswa untuk mempersiapkan pembuatan laporan tentang hal-hal inti
yang dilakukan ketika praktek kerja laboratorium.
• Tingkat SMA
Siswa diajarkan untuk berdiskusi dan memberikan argumentasi.
D. Pembuatan prosedur pengayaan tugas teratur yang akan mendorong siswa meningkatkan kualitas
interaksinya. Contoh penerapannya yaitu:
• Tingkat SD
Setelah anak menyelesaikan tugas yang diberikan guru maka guru perlu mengoreksi tugas tersebut
dengan cara menginstruksikan siswa untuk menukarkan pekerjaannya dan mengoreksinya secara
bersamaaan, , siswa akan saling memberi masukan dan siswa berupaya untuk saling bertukar pendapat,
mengoreksi dan memperbaiki.
• Tingkat SMP
Guru menggunakan metode diskusi kelompok dalam membahas topik-topik bahasan tertentu. Setiap
kelompok membahas topik yang berbeda dan dari hasil diskusi masing-masing kelompok kemudian
dilakukan diskusi antarkelompok, dimana setiap kelompok mempresentasikan kesimpulannya.
• Tingkat SMA
Sebelum guru memberikan ujia pokok pada siswa, sebaiknya guru mempersiapkan materi pokok
bahasan yang akan diujikan dan membagikannya kepada siswa dalam kelompok yang telah dientuk.
Masing-masing kelompok diberi tugas untuk membuat beberapa nomor soal ujian beserta jawabannya.
Atas soal dan jawaban yang dibuat siswa, kemudian guru mendiskusikannya dalam kelas.
Aplikasi Teori Perkembangan Bahasa pada Pendidikan
cara penerapan teori Kohlberg berdasarkan tingkatan usia beserta upaya yang dapat dilakukan untuk
mengembangkan penalaran moral dan perilaku prososial khusunya pada dunia pendidikan:
1. Usia 2 tahun
• Membuat standar yang jelas untuk dijadikan acuan perilaku.
• Jika anak didik melakukan kekeliruan dalam berperilaku, beri kesempatan untuk mengemukakan
alasan mengapa perbuatan itu dilakukan, apalagi jika ia telah menyakiti hati orang lain.
• Beri dorongan pada anak agar mampu bersosialisasi secara nyaman dengan orang lain, sekalipun
pada waktu yang tidak menyenangkan.
• Menunjukkan dan melakukan perilaku simpatik dengan alasan mengapa mengapa hal itu perlu atau
tidak perlu dilakukan.
2. Usia 3-5 tahun
• Diskusikan tentang peraturan yang mungkin dapat diterapkan di kelas agar proses pembelajaran
berlangsung dengan lancar.
• Gunakan kata sifat dalam mengekspresikan dan melakukan kegiatan prososial. Anak diarahkan
agar konsep berpikir dan perilaku altruistiknya berkembang.
3. Usia 6-8 tahun
• Peragakan perilaku prososial (memberikan suatu benda, membagi pengalaman dan
memperhatikan orang lain) terutama bagi sesama di dalam kelas.
• Libatkan anak didik dalam proyek kelompok untuk menangani masalah sosial yang akan memberi
manfaat bagi sekolah dan juga masyarakat.
• Jika ada pelanggaran terhadap disiplin, beri sanksi dan diikuti dengan penjelasan mengapa
perbuatan tersebut tidak diperbolehkan. Empati anak perlu dikembangkan, begitu pula penalaran
moralnya.
4. Usia 9-12 tahun
• Galilah isu-isu moral yang berkaitan dengan ilmu sosial, ilmu pengetahuan alam dan juga kajian
kepustakaan.
• Kembangkan kinerja yang dapat dijadikan pijakan untuk melayani masyarakat dan komitmen
yang sungguh-sungguh untuk menolong orang lain yang membutuhkan. Lakukan pengabdian
nyata pada masyarakat dan pengalaman yang diperoleh didiskusikan di dalam kelas.
• Anak diminta membaca otobiografi dan literatur lainnya yang menggambarkan kehidupan pribadi
yang menjadi teladan dalam membangun masyarakat atau pribadi yang mengabdikan diri untuk
membantu masyarakat miskin dan tidak berdaya atas perlakuan tidak adil.
DAFTAR PUSTAKA
Khoiruzzadi, M., & Prasetya, T. (2021). Perkembangan Kognitif dan Implikasinya Dalam Dunia Pendidikan (Ditinjau dari Pemikiran
Jean Piaget dan Vygotsky). Jurnal Madaniyah, 11, 1–14.
Mulyadi, S., Basuki, H., & Rahardjo, W. (2019). Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Teori-teori Baru Dalam Psikologi (Edisi
Kedu). Rajawali Pers.
Neviyarni, A. (2020). Perkembangan Kognitif, Bahasa, Perkembangan Sosio-Emosional, Dan Implikasinya Dalam Pembelajaran.
Jurnal Inovasi Pendidikan, 7(2), 1–13. https://doi.org/10.31869/ip.v7i2.2380
Nurhadi. (2020). Teori Kognitivisme Serta Aplikasinya Dalam Pembelajaran. Jurnal Edukasi Dan Sains, 2, 77–95.
Ormrod, Jeanne, E. (2008). Psikologi Pendidikan Membantu Siswa Tumbuh dan Berkembang (Edisi Keenam). Erlangga.
Suralaga, F. (2021). Psikologi Pendidikan Implikasi Dalam Pembelajaran. In Solicha (Ed.), Rajawali Press. PT Raja Grafindo
Persada.
Surna, Nyoman, I., & Pandeirot, Olga, D. (2014). Psikologi Pendidikan 1 (A. Maulana (ed.)). Erlangga.
Sutarto. (2017). Teori Kognitif dan Implikasinya Dalam Pembelajaran. Islamic Counseling: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 1(2),
1–26. https://doi.org/10.29240/jbk.v1i2.331
THANK YOU