Anda di halaman 1dari 19

TUGAS KELOMPOK

Pemahaman tentang Peserta Didik dan


Pembelajarannya

MAHASISWA PENDIDIKAN PROFESI GURU


PRAJABATAN GELOMBANG 1
TAHUN AKADEMIK 2023/2024

(ILMU PENGETAHUAN ALAM)

Disusun Oleh
KELOMPOK OTAK BIRU 1

❖ Maharani 239031485298
❖ Marisa Dwi Adiningsih 239031485151
❖ Marie Irene Didu 239031485313
❖ Mariana 239031485218
❖ Maulidah Hasanah 239031485286
❖ Maulvi Maulidah H 239031485191

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU


UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
TAHUN 2023
2023

TEORI PERKEMBANGAN KOGNITIF, SOSIAL-EMOSIONAL DAN BUDAYA


KHUSUS ANAK SMP DAN SMA BERSERTA PENERAPANNYA DALAM
PEMBELAJARAN

I. PERKEMBANGAN KOGNITIF, SOSIAL EMOSIONAL DAM BUDAYA


KHUSUS ANAK SMP DAN SMA

A. PERKEMBANGAN KOGNITIF
1. Pengertian Perkembangan Kognitif
Jean Piaget lahir di Neuchatel, sebuah kota kecil di Swiss. Piaget memulai karirnya
sebagai seorang ahli biologi, khususnya tentang mollusca (kerang-kerangan). Namun
ketertarikannya pada ilmu pengetahuan dan sejarah ilmu pengetahuan segera diikuti
dengan ketertarikannya pada keong. Karena dia semakin larut dalam penyelidikan
bagaimana proses pikiran yang bekerja dalam sains, akhirnya dia tertarik pula untuk
menyelidiki apa sesungguhnya pikiran itu, khususnya tahap-tahap perkembangannya.
Piaget mengemukakan bahwa sejak usia balita, seseorang telah memiliki kemampuan
tertentu untuk mengahadapi objek-objek yang ada di sekitarnya. Kemampuan ini masih
sangat sederhana, yakni dalam bentuk kemampuan sensor motorik.
Dalam memahami dunia mereka secara aktif, anak-anak menggunakan skema,
asimilasi, akomodasi, organisasi dan equilibrasi. Dengan kemampuan inilah balita akan
mengeksplorasi lingkungannya dan menjadikannya dasar bagi pengetahuan tentang
dunia yang akan dia peroleh kemudian, serta akan berubah menjadi
kemampuankemampuan yang lebih maju dan rumit. Kemampuan-kemampuan ini
disebut Piaget dengan skema. Sebagai contoh, seorang anak tahu bagaimana cara
memegang mainannya dan membawa mainan itu ke mulutnya. Dia dengan mudah
membawakan skema ini. Lalu ketika dia bertemu dengan benda lain— katakanlah jam
tangan ayahnya—dia dengan mudah dapat menerapkan skema “ambil dan bawa ke
mulut” terhadap benda lain tersebut. Peristiwa ini oleh Piaget disebut dengan asimilasi,
yakni pengasimilasian objek baru kepada skema lain. Ketika anak tadi bertemu lagi
dengan benda lain, misalnya sebuah bola, dia tetap akan menerapkan skema “ambil dan
bawa ke mulut”. Tentu skema ini tidak akan berlangsung dengan baik, karena bendanya
sudah jauh berbeda. Oleh karena itu, skema pun harus menyesuaikan diri dengan objek

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 2


yang baru. Peristiwa ini disebut dengan akomodasi, yakni pengakomodasian skema
lama terhadap objek baru.
2. Tahapan Perkembangan Kognitif
Terdapat 4 tahapan dalam perkembangan kognitif antara lain :
a. Tahap Sensorimotor
Sepanjang tahap ini mulai dari lahir hingga berusia dua tahun, bayi belajar
tentang diri mereka sendiri dan dunia mereka melalui indera mereka yang
sedang berkembang dan melalui aktivitas motor. ( Diane, E. Papalia, Sally
Wendkos Old and Ruth Duskin Feldman, 2008:212). Aktivitas kognitif terpusat
pada aspek alat dria (sensori) dan gerak (motor), artinya dalam peringkat ini,
anak hanya mampu melakukan pengenalan lingkungan dengan melalui alat
drianya dan pergerakannya. Keadaan ini merupakan dasar bagi perkembangan
kognitif selanjutnya, aktivitas sensori motor terbentuk melalui proses
penyesuaian struktur fisik sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungan. (
Mohd. Surya, 2003: 57).
b. Tahap pra-operasional
Pada tingkat ini, anak telah menunjukkan aktivitas kognitif dalam menghadapi
berbagai hal diluar dirinya. Aktivitas berfikirnya belum mempunyai sistem yang
teroganisasikan. Anak sudah dapat memahami realitas di lingkungan dengan
menggunakan tanda –tanda dan simbol. Cara berpikir anak pada pertingkat ini
bersifat tidak sistematis, tidak konsisten, dan tidak logis. Hal ini ditandai dengan
ciri-ciri:
1) Transductive reasoning, yaitu cara berfikir yang bukan induktif atau
deduktiftetapi tidak logis
2) Ketidak jelasan hubungan sebab-akibat, yaitu anak mengenal hubungan
sebab-akibat secara tidak logis
3) Animisme, yaitu menganggap bahwa semua benda itu hidup seperti dirinya
4) Artificialism, yaitu kepercayaan bahwa segala sesuatu di lingkungan itu
mempunyai jiwa seperti manusia
5) Perceptually bound, yaitu anak menilai sesuatu berdasarkan apa yang dilihat
ataudi dengar

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 3


2023

6) Mental experiment yaitu anak mencoba melakukan sesuatu untuk


menemukanjawaban dari persoalan yang dihadapinya
7) Centration, yaitu anak memusatkan perhatiannya kepada sesuatu ciri yang
paling menarik dan mengabaikan ciri yang lainnya
8) Egosentrisme, yaitu anak melihat dunia lingkungannya menurut kehendak
dirinya. ( Mohd. Surya, 2003: 57-58).
c. Tahap Operasional Konkrit
Pada tahap ini, anak sudah cukup matang untuk menggunakan pemikiran logika
atau operasi, tetapi hanya untuk objek fisik yang ada saat ini. Dalam tahap ini,
anak telah hilang kecenderungan terhadap animism dan articialisme.
Egosentrisnya berkurang dan kemampuannya dalam tugas-tugas konservasi
menjadi lebih baik. Namun, tanpa objek fisik di hadapan mereka, anak-anak
pada tahap operasional kongkrit masih mengalami kesulitan besar dalam
menyelesaikan tugas-tugas logika. (Matt Jarvis, 2011:149- 150). Sebagai contoh
anak-anak yang diberi tiga boneka dengan warna rambut yang berlainan (edith,
susan dan lily), tidak mengalami kesulitan untuk mengidentifikasikan boneka
yang berambut paling gelap. Namun ketika diberi pertanyaan, “rambut edith
lebih terang dari rambut susan. Rambut edith lebih gelap daripada rambut lily.
Rambut siapakah yang paling gelap?”, anak-anak pada tahap operasional
kongkrit mengalami kesulitan karena mereka belum mampu berpikir hanya
dengan menggunakan lambanglambang.
d. Tahap Operasional Formal
Pada umur 12 tahun keatas, timbul periode operasi baru. Periode ini anak dapat
menggunakan operasi-operasi konkritnya untuk membentuk operasi yang lebih
kompleks. ( Matt Jarvis, 2011:111). Kemajuan pada anak selama periode ini
ialah ia tidak perlu berpikir dengan pertolongan benda atau peristiwa konkrit, ia
mempunyai kemampuan untuk berpikir abstrak. Anak-anak sudah mampu
memahami bentuk argumen dan tidak dibingungkan oleh sisi argumen dan
karena itu disebut operasional formal.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 4


B. PERKEMBANGAN SOSIAL EMOSIONAL

1. Pengertian Perkembangan Sosial Emosional Anak


Sosial
Perkembangan sosial adalah kemampuan anak dalam merespon tingkah laku
seseorang yang sesuai dengan norma-norma dan harapan sosial. Menurut Hurlock
bahwa perkembangan sosial merupakan perolehan kemampuan berperilaku yang
sesuai dengan tuntutan sosial, yaitu menjadi orang yang mampu bermasyarakat.
Erik Erikson lahir Frankfurt, Jerman pada tahun 1902. Ia adalah seorang
penganut aliran Psikoanalisis dari Sigmund Freud yang kemudian menjadi
neofreudian (psikoanalisa yang didasarkan pada hubungan sosial). Teorinya ini
disebut dengan Teori Psikosoaial. Ia berpendapat bahwa setiap individu berjuang
melakukan pencarian identitas diridalam tiap tahap kehidupannya. Hal ini
dikarenakan identitas merupakan pengertian dan penerimaan, baik untuk diri sendiri
maupun masyarakat.
Berikut ini merupakan tahapan perkembangan psikososial seorang individu
(Desiningrum, 2012: 34-35).
a. Kepercayaan vs Ketidakpecyaan (usia 0-1 tahun). Pada tahap ini harus belajar
menumbuhkan kepercayaan pada oranglain, contohnya anak kepada ibunya.
Jika anak tidak berhasil dalam tahap ini, maka ia akan jadi anak yang mudah
takut dan rewel.
b. Otonomi vs Malu dan Ragu-Ragu (usia 1-3 tahun). Pada tahap ini anak mulai
belajar kemandirian (otonomi), seperti makan atau minum sendiri. Jika anak
tidak berhasil pada tahap ini karena selalu ditegur dengan kasar ketika proses
belajar, maka anak akan menjadi pribadi yang pemalu dan selalu ragu-ragu
dalam melakukan sesuatu.
c. Inisiatif vs Rasa Bersalah (usia 3-6 tahun). Pada tahp ini anak mulai memiliki
gagasan (inisiatif) berupa ide-ide sederhana. Jika anak mengalami kegagalan
pada tahap ini, maka ia akan terus merasa bersalah dan tidakmampu
menampilkan dirinya sendiri.
d. Kerja Keras vs Rasa Inferior (usia 6-12 tahun). Pada tahap ini anak mulai
mampu berkerja keras untuk menyelesaikan tugas-tugasnya dengan baik. Jika

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 5


2023

pada tahap ini anak tidak berhasil, maka kedepannya anak akan menjadi pribadi
yang rendah diri (minder) dan tidak mampu menjadi pemimpin.
e. Identitas vs Kebingungan Identitas (usia 12-19 tahun). Pada tahap ini individu
melakukan pencarian atas jati dirinya (identitasnya). Jika ia gagal pada tahp ini,
mak ia akan merasa tidak utuh.
f. Keintiman vs Isolasi (usia 20-25 tahun). Pada tahap ini individu mulai
keintiman psikologis dengan oranglain. Jika ia gagal pada tahap ini, maka ia
akan merasa kosong dan terisolasi.
g. Generativitas vs Stagnasi (usia 26-64 tahun). Pada tahap ini individu memiliki
keinginan untuk menciptakan dan mendidik generasi selanjutnnya. Jika ia
tidakberhasil dalam tahap ini, maka ia akan merasa bosan dan tidak
berkembang.
h. Integritas vs Keputusan (usia 65 tahun ke atas). Pada tahap ini individu akan
menelaah kembali apa saja yg sudah ia lakukan dan ia capai dalam hidupnya.
Jika ia berhasil pada tahp ini, maka ia akan mencapai integritas (penerimaan
akan kekurarangan diri, sejarah kehidupan, dan memiliki kebijakan), sebaliknya
jika ia gagal, maka ia akan merasa menyesal atas apa yg telah terjadi dalam
hidupnya.
Emosional
Perkembangan emosional mencakup pengendalian diri, ketentuan, dan satu
kemampuan untuk memotivasi diri sendiri, sebagai pakar menyatakan bahwa EQ
disebut juga sebagai kecerdasan bersikap. Emosi adalah pengalaman yang efektif
yang sertai oleh penyesuaian batin secara menyeluruh, dimana keadaan mental dan
fisiologi sedang dalam kondisi yang meluap-luap juga dapat diperhatikan dengan
tingkah laku yang jelas dan nyata.
Menurut teori maslow, ia merasa bahwa psikologi hanya memandang manusia
dari segi negatifnya, sehingga ia melihat psikologi dari sisi yang lain, yaitu lebih ke
sisi positifnya. Maslow berpendapat bahwa manusia tidak hanya harus melawan
kesedihan, ketakutan, dan hal negatif lainnya, tetapi manusia juga harus mencari
kebahagian dan kesejahteraan. Maslow menyatakan bahwa pada dasarnya manusia
itu baik, tidak jahat (We are basically good, no evil). Menurut Maslow ada 4 hal
yang harus ditekankan mengenai hal ini. 1.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 6


a. Menusia memiliki struktur psikologis yang beranalagi sperti struktur fisik, yaitu
kebutuhan (needs), kapasitas (capacities), dan kecenderungan (tendencies) yang
didasari oleh keadaan genetis.
b. Perkembangan yang sehat diharapkan selalu melibatkan aktualisasi dari
karakteristik.
c. Keadaan patologis setiap manusia berasal dari penyangkalan (denial), frustasi
(frustration), atau memutar (twisting) keadaan manusia. 4. Manusia memiliki
keinginan dan kemampuan aktif untuk mencapai kesehatan mental dalam
perkembangan aktualisasi diri.
Perkembangan sosial emosional menurut American Academy of Pediatrics
(2012) dalam Nurmalitasari (2015) adalah kemapuan anak untuk memiliki
pengetahun dalam mengelola dan mengekspresikan emosi secara lengkap baik
emosi positif, maupun negatif, mampu berinteraksi dengan anak lainnya atau orang
dewasa di sekitarnya, serta aktif belajar dengan mengeksplorasi lingkungan.
Perkembangan sosial emosional adalah proses belajar menyesuaikan diri untuk
memahami keadaan serta perasaan ketika berinteraksi dengan orang-orang di
lingkungannya baik orang tua, saudara, teman sebaya dalam kehidupan sehari-hari.
Proses pembelajaran sosial emosional dilakukan dengan mendengar, mengamati
dan meniru hal-hal yang dilihatnya.
Menurut Dodge, Colker, dan Heroman (2002) dalam Hildayani (2009: 10.3),
pada masa kanak-kanak awal perkembangan sosial emosional hanya seputar proses
sosialisasi. Dimana anak belajar mengenai nilai-nilai dan perilaku yang diterimanya
dari masyarakat. Pada masa ini, terdapat tiga tujuan perkembangan sosial
emosional. Pertama, mencapai pemahaman diri (sense of self) dan berhubungan
dengan oranglain. Kedua, bertanggungjawab atas diri sendiri yang meliputi
kemampuan mengikuti aturan dan rutinitas, menghargai oranglain, dan mengambil
inisiatif. Ketiga, menampilkan perilaku sosial seperti empati, berbagi, dan
mengantri dengan tertib.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 7


2023

2. Karakteristik perkembangan sosial emosional pada anak


Adapun beberapa bentuk sosial emosional yang umum terjadi pada awal masa
kanak-kanak. Sebagaimana dikemukakan Hurlock adalah berikut ini :
a. Amarah
Marah sering kali muncul sebagai reaksi terhadap frustasi, sakit hati, dan merasa
terancam. Pada umumnya, frustasi atau keinginan yang tidak terpenuhi
merupakan hal yang paling sering menimbulkan kemarahan pada tiap tingkat
usia.
b. Takut
Berkenaan dengan rasa takut ini Hurlock (1991) mengemukakan adanya reaksi
emosi yang berdekatan dengan reaksi takut, yaitu shyness atau rasa malu (reaksi
takut yang ditandai dengan “rasa segan” berjumpa dengan orang yang dianggap
asing), embarrassment (merasa sulit, tidak mampu atau malu melakukan
sesuatu) merupakan reaksi takut akan penilaian orang lain pada dirinya),
khawatir (disebabkan oleh rasa takut yang dibentuk oleh pikiran anak sendiri,
biasanya mengenai hal-hal khusus, misalnya takut dihukum orang tua, takut

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 8


sekolah, takut terlambat, takut teman sebaya, takut dimusuhi, takut tidak
populer dan lain sebagainya), dan anxiety (perasaan takut sesuatu yang tidak
jelas dan dirasakan oleh anak sendiri karena sifatnya subjektif).
c. Iri Hati
Iri hati muncul pada saat anak merasa ia tidak memperoleh perhatian yang
diharapkan sebagaimana yang diperoleh teman atau kakaknya.
d. Kerja sama
Anak belajar bermain atau bekerja sama hingga usia mereka empat tahun.
Semakin banyak kesempatan yang mereka miliki untuk melatih keterampilan
ini, semakin cepat belajar dan menerapkannya secara nyata dalam
kehidupannya.
e. Persaingan
Persaingan ini dapat mengakibatkan perilaku baik atau buruk pada anak. Jika
anak melakukannya karena merasa terdorong untuk melakukan sesuatu sebaik
mungkin maka hal ini dapat berakibat baik pada prestasi an pengolahan
motivasinya, namun jika persaingan dianggap sebagai pertengkaran dan
kesombongan maka hal ini dapat mengakibatkan timbulnya sosialisasi yang
buruk.
f. Sikap ramah
Seorang anak memperlihatkan sikap ramah dengan cara melakukan sesuatu
bersama orang lain, membantu teman, dan menunjukkan kasih sayang.
g. Meniru
Anak-anak melakukan peniruan terhadap orang-orang yang diterima baik oleh
lingkungannya. Dengan meniru anak-anak mendapatkan respons penerimaan
kemolmpok terhadap diri mereka.
h. Perilaku kelekatan
Berdasarkan pengalamannya pada masa bayi, tatkala anak merasakan kelekatan
yang hangat dan penuh cinta kasih bersama ibunya, anak mengembangkan sikap
ini untuk membina persahabatan dengan anak lain.
i. ketergantungan

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 9


2023

Kebutuhan anak akan bantuan, perhatian, dan dukungan orang lain membuat
anak memperhatikan cara-cara berperilaku yang dapat diterima lingkunganya.
Namun, berbeda dengan anak yang bebas ia cenderung mengabaikan ini.

3. Faktor faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial Emosional Anak


a. Faktor hereditas
Berhubungan dengan hal hal yang diturunkan dari orang tua kepada anak
cucunya yang pemberian biologis sejak lahir. Islam bahkan telah
menindikasikan pentingnya faktor hereditas ini merupakan salah satu faktor
penting yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan anak usia dini,
termasuk perkembangan sosial dan emosi mereka.
b. Faktor lingkungan
Bberpengaruh terhadap susunan biologis serta pengalaman psikologis,
termasuk pengalaman sosial dan emosi anak sejak sebelum ada dan sesudah ia
lahir. Faktor lingkungan meliputi semua pengaruh lingkungan, termasuk
didalamnya pengaruh keluarga, sekolah dan masyarakat.
c. Faktor umum
Mudahnya faktor umum merupakan campuran dari faktor hereditas dan faktor
lingkungan. Faktor umum yang dapat mempengaruhi perkembangan anak usia
dini yakni jenis kelamin, kelenjar gondok dan kesehatan.

4. Pentingnya Pengembangan Sosial Emosional pada anak


Kehidupan yang teramat sibuk, mengakibatkan timbulnya tekanan-tekanan
pada sosialemosional anak sehingga berdampak pada anak-anak zaman sekarang,
yaitu menjadi lebih mudah kesal dan marah terutama dalam menanggapi segala
sesuatu mengenai dirinya. Generasi sekarang lebih banyak memliki kesulitan emosi
dan sosial dari pda generasi sebelumnya
Menurut Djawad Dahlan Generasi sekarang lebih banyak memiliki kesulitan
emosi dan sosial daripada generasi sebelumnya. Generasi sekarang lebih kesepian
dan pemurung, lebih beringasan, kurang memiliki sopan santun, mudah cemas,
gugup, serta lebih impulsive

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 10


C. PERKEMBANGAN BUDAYA
1. Budaya sekolah
Menurut Deal dan Peterson dalam Supardi (2015; 221) menyatakan
bahwa: Budaya sekolah adalah sekumpulan nilai yang melandasi perilaku,
tradisi, kebiasaan keseharian, dan simbol-simbol yang dipraktekkan oleh kepala
sekolah, guru, petugas administrasi, siswa dan masyarakat sekitar sekolah.
Budaya sekolah merupakan ciri khas, karakter atau watak,dan citra sekolah
tersebut di masyarakat luas. Sekolah sebagai sistem memiliki tiga aspek pokok
yang sangat berkaitan erat dengan mutu sekolah, yakni: proses belajar mengajar,
kepemimpinan dan manajemen sekolah, serta budaya sekolah. Budaya
merupakan pandangan hidup yang diakui bersama oleh suatu kelompok
masyarakat, yang mencakup cara berpikir, perilaku, sikap, nilai yang tercermin
baik dalam wujud fisik maupun abstrak. Budaya dapat dilihat sebagai perilaku,
nilai-nilai, sikap hidup dan cara hidup untuk melakukan penyesuaian dengan
lingkungan, dan sekaligus untuk memandang persoalan dan memecahkannya.
Oleh karena itu suatu budaya secara alami akan diwariskan oleh satu generasi
ke generasi berikutnya.

2. Unsur-unsur Budaya Sekolah


Ditinjau dari usaha peningkatan kualitas pendidikan, maka Djemari
Mardapi (2003) membagi unsur-unsur budaya sekolah : Kultur sekolah, nilai-
nilai. Kultur sekolah terdiri atas: Pertama, Kultur Sekolah yang Positif. Kultur
sekolah yang positif adalah kegiatan-kegiatan yang mendukung peningkatan
kualitas pendidikan, misalnya kerjasama dalam mencapai prestasi, penghargaan
terhadap prestasi, dan komitmen terhadap belajar. Kedua, Kultur Sekolah yang
Negatif; Kultur sekolah yang negatif adalah kultur yang kontra terhadap
peningkatan mutu pendidikan. Artinya resisten terhadap perubahan, misalnya
dapat berupa: siswa takut salah, siswa takut bertanya, dan siswa jarang
melakukan kerja sama dalam memecahkan masalah. Kultur Sekolah yang
Netral, Yaitu kultur yang tidak terfokus pada satu sisi namun dapat memberikan
kontribusi positif terhadap perkembangan peningkatan mutu pendidikan. Hal ini
bisa berupa arisan keluarga sekolah, seragam guru, seragam siswa dan lain-lain.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 11


2023

Selain itu, menurut Supardi budaya sekolah juga mengandung unsur-unsur:


nilai, sistem kepercayaan, norma dan cara berfikir anggota dalam organisasi,
serta budaya ilmu (Muhaimin; 2011:222).

3. Pengembangan Budaya Sekolah


Model pengembangan budaya yang di sekolah meliputi pengembangan
nilai, pengembangan tataran teknis, pengembangan tataran sosial,
pengembangangan budaya sekolah di kalangan siswa, dan evaluasi budaya
sekolah. Pengembangan nilai-nilai di kalangan siswa meliputi: keimanan dan
ketaqwaan, nilai kebersamaan, nilai saling menghargai, nilai tanggung jawab,
keamanan, kebersihan, ketertiban dan keindahan, dan hubungan antar siswa
dengan seluruh warga sekolah. Semangat siswa dalam menjalankan nilai-nilai
keimanan dan ketaqwaan cukup tinggi dan baik (Yusuf: 2008:129). Terbukti
dari semua program dan pembiasaan-pembiasaan yang bernuansa peningkatan
imtaq dapat berjalan dengan baik. Nilai-nilai kebersamaan siswa cukup baik,
terlihat adanya siswa senantiasa menerapkan hubungan Ukhuwah Islamiyah
dalam melakukan interaksi, baik saat KBM berlangsung maupun di luar KBM
adanya kegiatan sekolah, seperti bekerja sama dalam kegiatan kesiswaan dan
saling membantu sesama siswa yang kesusahan.
Nilai saling menghargai siswa cukup baik (Yusuf: 2008:130), hal ini
terlihat dengan adanya adanya sikap saling menghargai antar siswa yang
tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga tidak terdapat dikotomi antar
siswa yang memiliki latar belakang ekonomi atas maupun bawah. Nilai
tanggung jawab siswa cukup baik yaitu siswa selalu siap melaksanakan tugas
yang bersifat kurikuler, selalu siap melaksanakan tugas yang bersifat
kokurikuler, seperti : memberikan do’a setelah sholat jum’at, memberikan
kultum, menjadi pembawa acara dan sebagainya.
Dari segi keamanan cukup terkendali karena adanya penetapan piket guru,
pembentukkan seksi keamanan setiap kelas, dan adanya penjaga sekolah, dan
juga adanya kerjasama dengan warga lingkungan sekolah. Kebersihan sudah
cukup bagus karena keterlibatan siswa dalam kebersihan melalui piket per
kelas, pemberdayaan petugas sekolah, pengadaan tong sampah di setiap kelas

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 12


dan lingkungan sekolah, kemudian juga mempraktekkan K3 setiap minggu.
Ketertiban juga cukup tertib karena penetapan tata tertib bagi siswa melalui
musyawarah dengan wali siswa, dan penanaman apotik hidup. Hubungan antar
siswa dengan guru, karyawan, satpam dan seluruh majlis (warga sekolah) cukup
menarik. Karena berada dalam kompleks pendidikan. Hal ini terjadi karena
adanya pembinaan yang berkesinambungan siswa dengan siswa dan karyawan
serta guru sebagai Pembina.
Kebijakan yang dikembangkan SMP dalam sosialisasi dan implementasi
budaya sekolah adalah dengan membuat aturan-aturan yang jelas diberitahukan
di kelas maupun sewaktu upacara atau pada peringatan hari-hari besar
keagamaan. Mengadakan musyawarah sosialisasi budaya sekolah bersama
orang tua siswa, mengadakan rapat kerja program sekolah dengan pengurus.
Kemudian sekolah sangat mendukung hal-hal yang berkaitan dengan nilai-nilai
budaya yang bernuansa islam seperti kegiatan kebersihan, contoh: sabtu bersih,
penerapan sanksi, pemberian penghargaan, kegiatan keagamaan, dan kegiatan
perlombaan antar sekolah.
Cara melembagakan budaya sekolah dikalangan siswa pada SMP adalah
dalam bentuk institusional budaya sekolah. (1) Melalui pendidikan agama. (2)
Melalui poster, gambar ritual atau kaligrafi. (3) Melalui kegiatan keagamaan
seperti shalat berjama’ah, tadarus al-Qur’an dan pesantren kilat, (4) Melalui
pemberian wawasan mengenai fungsi manusia sebagai makhluk sosial yang
diciptakan sebagai makhluk yang lemah dan membutuhkan orang lain. (5)
Melalui pembiasaan kedisiplinan sejak dini. (6) Menumbuhkembangkan rasa
senang belajar dikalangan siswa. (7) Menumbuhkembangkan rasa tanggung
jawab dikalangan siswa. (8) Menumbuhkembnagkan rasa kejujuran siswa. (9)
Memperbanyak buku perpustakaan dan mengembangkat taman bacaan untuk
siswa, dan (10) Pemanjangan motto atau semboyan keagamaan di tempat-
tempat tertentu.
Budaya yang berkembang mendukung lahirnya rasa tanggung jawab,
kebersamaan, saling menghargai, kesetiakawanan, kedisiplinan dan gemar
membaca di kalangan siswa melalui program pembiayaan, pembentukan
kelompok teman sebaya, penetapan jadwal kunjung ke perpustakaan dan

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 13


2023

pemberian penghargaan bagi siswa dan guru yang rajin serta aktif membaca.
Semua guru mengharapkan peserta didik memiliki rasa tanggung jawab,
menghargai, setiakawan, disiplin baik di lingkungan sekolah maupun di
rumah.selanjutnya setiap budaya ada sisi lemahnya, ada yang positif dan
negatif, akan tetapi pada prinsipnya budaya yang berkembang di sekolah harus
mendukung bagi siswa.
Budaya sekolah yang berkembang juga mendukung hubungan personal
siswa dengan seluruh warga sekolah agar berjalan baik yaitu hubungan personal
antar siswa terjalin dengan baik, sehingga tercipta suasana kondusif, setiap
siswa diwajibkan untuk selalu mengucapkan salam dan menghormati warga
sekolah, dan bersikap santun, kemudian seluruh kegiatan yang telah
dipergunakan berjalan dengan baik dengan melibatkan siswa dan warga sekolah
Budaya sekolah juga mendukung mendukung dan mengimplementasikan 5K
(Keimanan, Kebersihan, Ketertiban, Keindahan dan Kenyamanan sekolah)
Melalui program 5K dan jadwal piket, agar dapat dilaksanakan didalam kelas
dan dilingkungan sekolah.

4. Tujuan dan Manfaat Pengembangan Budaya Sekolah


Tantangan besar yang dihadapi sekolah agar menjadi sekolah yang efektif
adalah meningkatkan mutu penampilan dan mutu pelayanan. Umaedi (dalam
Sumarsana, 1999) mengatakan bahwa citra sekolah efektif masa depan ditandai
empat karakteristik dasar, yaitu kemandirian, mutu yang tinggi, ciri khas, dan
tanggung jawab sosial. Oleh karena itu, kebutuhan untuk mengembangkan
budaya mutu dalam sekolah memegang peranan penting dalam usaha mencapai
tujuan dengan sumber daya yang terbatas untuk mencapai hasil yang lebih
tinggi dengan masukan yang relatif sama.
Hasil pengembangan budaya sekolah adalah meningkatkan perilaku yang
konsisten dan untuk menyampaikan kepada personil sekolah tentang bagaimana
perilaku yang seharusnya dilakukan untuk membangun kepribadian mereka
dalam lingkungan sekolah yang sesuai dengan iklim lingkungan yang tercipta
di sekolah baik itu lingkungan fisik maupun iklim kultur yang ada.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 14


Manfaat yang diperoleh dengan pengembangan budaya sekolah yang kuat,
intim, kondusif, dan bertanggung jawab adalah: (1) Menjamin kualitas kerja
yang lebih baik. (2) Membuka seluruh jaringan komunikasi dari segala jenis dan
level baik komunikasi vertikal maupun horizontal. (3) Lebih terbuka dan
transparan. (4) Menciptakan kebersamaan dan rasa saling memiliki yang tinggi.
(5) Meningkatkan solidaritas dan rasa kekeluargaan. (6) Jika menemukan
kesalahan akan segera dapat diperbaiki. (7) Dapat beradaptasi dengan baik
terhadap perkembangan IPTEK.
Manfaat ini bukan hanya dirasakan dalam lingkungan sekolah tetapi
dimana saja karena dibentuk oleh norma pribadi dan bukan oleh aturan yang
kaku dengan berbagai hukuman jika terjadi pelanggaran yang dilakukan. Selain
beberapa manfaat di atas, manfaat lain bagi individu (pribadi) dan kelompok
adalah: (1) Meningkatkan kepuasan kerja, (2) Pergaulan lebih akrab, (3)
Disiplin meningkat, (4) Pengawasan fungsional bisa lebih ringan, (5) Muncul
keinginan untuk selalu ingin berbuat proaktif, (6) Belajar dan berprestasi terus,
serta (7) Selalu ingin memberikan yang terbaik bagi sekolah, keluarga, orang
lain dan diri sendiri.

II. PENERAPAN PERKEMBANGAN KOGNITIF, SOSIAL EMOSIONAL DAN


BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN

A. PENERAPAN KOGNITIF DALAM PEMBELAJARAN


Penerapan perkembangan kognitif pada peserta didik:
Dalam menerapkan metode PBL, peran serta guru sangat berperan besar
mengoptimalkan perkembangan kognitif siswa SMP hingga SMA. Adanya
pengetahuan dan keahlian serta kreativitas masing- masing gurudalam menjalankan
proses pembelajaran yang berbasis proyek, dapat meningkatkan kemampuan
kognitif siswa, baik yang tampak ataupun belum tergali dari diri masing- masing
individu. Berikut beberapa contoh penerapan Project Based Learning (PBL) di
sekolah yang dapat meningkatkan perkembangan kognitif siswa usia SMP dan
SMA:
1. Proyek Penelitian Ilmiah: Siswa diberikan tugas melakukan penelitian ilmiah
tentang topik tertentu yang terkait dengan mata pelajaran sains atau alam.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 15


2023

2. Proyek Seni dan Kreativitas: Siswa diberikan tugas untuk membuat karya seni
atau kreatif yang mengeksplorasi konsep dan teknik tertentu.
3. Proyek Kewirausahaan: Siswa diberikan tugas untuk mengembangkan rencana
bisnis atau proyek kewirausahaan. Mereka akan belajar tentang konsep-konsep
bisnis, merancang strategi pemasaran, menghitung keuangan, dan membuat
presentasi.

B. PENERAPAN SOSIAL EMOSIONAL DALAM PEMBELAJARAN


Berikut beberapa gambaran kegiatan kelas yang menerapkan pembelajaran sosial
emosional :
1. Kotak EMOJI (Kesadaran Diri). Kegiatan ini dilakukan di pagi hari saat siswa
pertama kali datang ke sekolah. Siswa menggambar emosi yang sedang mereka
rasakan dalam bentuk emoji. Kemudian mereka memasukkan ke dalam kotak
EMOJI sesuai nomor urut absen mereka. Guru memberikan penguatan saat sessi
bina kelas pagi (sessi curhat pagi). Penguatan bahwa setiap manusia mempunyai
emosi yang berbeda. Ada rasa sedih, senang, marah, kecewa dan lain
sebagainya. Kita boleh sedih, marah, kecewa tetapi jangan merusak diri kita
ataupun menyakiti orang lain. Hal ini dikuatkan setiap hari dengan penguatan
yang berbeda. Bisa juga menanyakan kepada siswa kenapa mereka sedih,
mengapa mereka bergembira. Kegiatan ini juga bisa dikembangkan dengan
melanjutkan di sessi pulang. Siswa menggambarkan emosi yang dirasakan saat
bersekolah hari ini. Momen ini bisa menjadi evaluasi bagi wali kelas jika
ditemukan mayoritas siswa merasakan emosi yang negatif saat pulang sekolah.
Dan akan menjadi penyemangat serta hiburan bermakna bagi wali kelas, jika
sebagian besar siswa merasakan emosi yang positif.
2. Game PITCH STOP (Pengelolaan Diri). Layaknya seorang pembalap, kita
harus menemukan titik pemberhentian untuk mengisi energi kembali. Saat
terasa jenuh dan bosan dalam ritme pembelajaran yang panjang, siswa diajak
melakukan game PS. Mengajak mereka mengangkat lengan dan terbang
layaknya kupu kupu atau elang. Siswa diajak menceritakan apa yang mereka
rasakan pada dirinya baik itu perasaan, pikiran ataupun tubuhnya sebelum dan
sesudah kegiatan tersebut. Guru melakukan penguatan dengan menyampaikan

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 16


bahwa saat kita lelah, bosan, capek, maka biasakan mengambil nafas panjang
secara sadar sebagaimana yang dilakukan saat ini.
3. Kunjungan Empati (Kesadaran Sosial). Siswa menyisihkan uang sakunya setiap
hari dalam kaleng empati. Setiap hari Jumat, uang infaq tersebut dikumpulkan
di bendahara kelas. Saat akhir bulan, siswa secara kelompok memutuskan
berkunjung ke rumah warga yang dekat dengan lingkungan sekolah untuk
menyampaikan bantuan. Kegiatan ini mengasah empati siswa dengan melihat
langsung kondisi di sekitar mereka.
4. Game Abata (Ketrampilan Berelasi). Seluruh siswa di dalam kelas menyebutkan
A - Ba -Ta secara bergiliran dan berulang di dalam kelas. Siswa yang
menyebutkan A bergabung dalam satu kelompok, demikian pula siswa yang
menyebutkan Ba dan Ta. Setelah berkelompok, mereka mendapatkan
proyek/tugas yang terkait dengan pembelajaran yang sedang berlangsung.
Mereka harus menyelesaikan dalam satu team. Kegiatan ini bisa dilakukan
berulang-ulang dalam pembelajaran, sehingga siswa terbiasa untuk bekerja
dalam team, dan tidak hanya terampil bekerja dalam individu.
5. Game It's My Dream not You (Pengambilan Keputusan yang
bertanggungjawab). Siswa diberikan beberapa pilihan cara mengerjakan tugas
yang diberikan oleh guru. Saat sudah menentukan pilihan, siswa wajib
menceritakan mengapa memilih pilihan tersebut. Apa konsekwensi yang harus
dilakukan saat melakukan pilihan tersebut.

C. PENERAPAN BUDAYA DALAM PEMBELAJARAN


Penerapan Teori Perkembangan Budaya pada Tingkat SMP
1. Pengajaran Budaya Lokal : Memulai dengan mengajarkan siswa tentang budaya
lokal mereka, seperti adat istiadat, bahasa daerah, dan tradisi unik. Ini
membantu siswa mengenali dan menghargai warisan budaya mereka sendiri.
Mengadakan kegiatan budaya seperti pameran seni, festival, atau pertunjukan
budaya yang melibatkan siswa dalam menjelajahi berbagai aspek budaya
Indonesia akan memberi mereka kesempatan untuk mendalami lebih lanjut
identitas budaya mereka. Kunjungan ke Tempat Bersejarah dan Budaya seperti

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 17


2023

tempat-tempat bersejarah, museum, atau situs budaya di sekitar wilayah


mereka. Ini membantu siswa mengalami budaya secara langsung.
2. Diskusi Nilai-Nilai Budaya : Mengadakan diskusi kelas tentang nilai-nilai
budaya yang penting dalam masyarakat Indonesia, seperti gotong royong,
kejujuran, keadilan, dan persatuan. Siswa dapat berpartisipasi dalam diskusi ini
dan memahami pentingnya nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari.
Melibatkan siswa dalam proyek sosial atau pelayanan masyarakat yang
memungkinkan mereka menerapkan nilai-nilai budaya seperti gotong royong
dan kepedulian terhadap orang lain. Ini membantu mereka menginternalisasi
nilai-nilai ini melalui tindakan nyata.
3. Diskusi Kelas: Guru dapat memfasilitasi diskusi kelas tentang peran sosial
siswa dalam masyarakat. Mereka dapat menjelaskan bagaimana perubahan
sosial dan perkembangan budaya memengaruhi kehidupan sehari-hari mereka
dan masyarakat secara umum.
4. Kunjungan Lapangan: Mengadakan kunjungan ke tempat-tempat bersejarah,
museum, atau komunitas budaya lokal dapat membantu siswa mendapatkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang budaya mereka.
5. Proyek Penelitian Budaya: Siswa dapat ditugaskan untuk melakukan penelitian
tentang budaya-budaya yang berbeda di Indonesia dan mempresentasikan hasil
penelitian mereka kepada kelas.
6. Ekstrakurikuler: Sekolah dapat menawarkan klub atau kegiatan ekstrakurikuler
yang fokus pada seni, musik, tari, dan budaya. Ini memberi siswa kesempatan
untuk berpartisipasi dan mengembangkan keterampilan dalam bidang-bidang
ini atau dengan mengadakan festival budaya sekolah yang melibatkan berbagai
aspek budaya Indonesia. Ini dapat mencakup pameran seni, pertunjukan tari,
dan kuliner tradisional.
Penerapan Teori Perkembangan Budaya pada Tingkat SMA
1. Diskusi Filosofis: Guru dapat memfasilitasi diskusi yang lebih kompleks
tentang peran budaya dalam membentuk nilai-nilai, norma, dan pilihan
individu. Ini dapat mencakup pembahasan tentang konsep etika budaya dan
dilema etis yang kompleks.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 18


2. Pengalaman Langsung: Siswa dapat diajak untuk berpartisipasi dalam kegiatan
yang memungkinkan mereka mengalami berbagai budaya secara langsung,
seperti kunjungan ke komunitas budaya yang berbeda atau program pertukaran
budaya.
3. Pengajaran Sejarah: Guru dapat mengajar sejarah Indonesia yang mencakup
perjuangan kemerdekaan, pembentukan negara, dan peran Indonesia di dunia.
Ini membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih mendalam
tentang identitas nasional mereka.
4. Studi Kasus Globalisasi: Memperkenalkan studi kasus globalisasi yang
memengaruhi budaya lokal dan nasional dapat membantu siswa memahami
dampaknya. Ini bisa mencakup perbandingan budaya dan perdagangan
internasional.
5. Analisis Kasus: Siswa dapat melakukan analisis kasus perubahan budaya dalam
sejarah atau masa kini, termasuk peran teknologi dan globalisasi dalam
perubahan budaya. Ini membantu mereka memahami bagaimana budaya
berubah seiring waktu.
6. Proyek Penelitian: Siswa dapat melakukan proyek penelitian tentang aspek-
aspek khusus dari identitas nasional Indonesia, seperti simbol-simbol nasional,
sejarah konstitusi, atau peran Indonesia dalam diplomasi global.
7. Forum Diskusi: Guru dapat mengatur forum diskusi rutin di mana siswa dapat
berbicara tentang isu-isu budaya kontemporer, berbagi pandangan, dan berdebat
secara konstruktif.
8. Klub dan Proyek Sosial: Sekolah dapat memfasilitasi klub atau proyek sosial
yang berfokus pada pengembangan karakter berdasarkan nilai-nilai budaya. Ini
dapat mencakup kegiatan pelayanan masyarakat dan pengabdian sosial.

Pemahaman tentang Peserta Didik dan Pembelajarannya | 19

Anda mungkin juga menyukai