Nama mahasiswa :
Sesuai dengan lingkup profesi anda sebagai guru, tidak menutup kemungkinan anda
menjumpai siswa-siswa yang memiliki kecerdasan ekstrem. Oleh karena itu, dalam modul 2
ini juga akan diutarakan mengenai ciri-ciri siswa dengan kecerdasan ekstrem. Melalui
bahasan ini, diharapkan anda dapat memberikan pembelajaran yang sesuai untuk siswa-siswa
ini. Berdasarkan bahasan-bahasan tersebut, maka modul 2 ini akan berisi perkembangan
kogniktif, bakat, kreativitas serta kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional anak di
SD.
Mengingat modul ini akan terdiri dari beberapa pokok bahasan, maka setelah
mempelajari materi dalam modul ini, anda diharapkan dapat menjelaskan :
1. kemampuan kognitif anak usia SD
2. pengertian bakat dan bakat sebagai potensi yang dapat dikembangkan
3. kreativitas dan bagaimana hubungan kreativitas dengan kecerdasan
4. pengertian kecerdasan intelektual dan emosional
5. ciri-ciri siswa dengan kecerdasan ekstrem.
Untuk mempermudah anda dalam mencerna materi modul ini, maka pembahasan
modul ini akan di bagi menjadi 3 kegiatan belajar, yaitu :
Kegiatan Belajar 1 : Kemampuan Kognitif Anak Usia SD
Kegiatan Belajar 2 : Bakat dan Kreativitas Anak Usia SD
Kegiatan Belajar 3 : Peran Kecerdasan Intelektual dan Kecerdasan Emosional pada Anak
Usia SD
Kegiatan Belajar 1
Dari contoh tersebut dapat dilihat bagaimana proses berfikir anak atas suatu kejadian
yang dilihatnya. Keadaan ini menggambarkan bagaimana kemampuan kognisinya. Kognisi
berkaitan dengan semua aktivitas mental yang dicapai seseorang tercakup di dalam persepsi,
kategorisasi, pemahaman, penalaran logis, pemecah masalah, imajinasi bahkan daya ingat.
A. PENGERTIAN BAKAT
Seorang anak, seperti GITA GUTAWA yang mempunyai bakat dalam bernyanyi,
akan lebih mudah menguasai pelajaran seni suara dan seni musik. Namun demikian, seorang
GITA GUTAWA yang pandai menyanyi kalau bakat menyanyinya tidak diransang oleh
latihan, melalui latihan yang intensif dan dengan bimbingan ayahnya seorang musisi, serta
mengikuti kursus seni suara, memungkinkan GITA GUTAWA memiliki kualitas yang baik.
Tampak ilustrasi tersebut sesuai dengan apa yang pernah anda baca dalam kapita
selekta pendidikan Sd bahwa bakat merupakan kemampuan untuk melakukan sesuatu tugas
tanpa banyak bergantung kepada latihan. Hal ini dikemukakan oleh Utami Munandar (1987)
bahwa bakat dapat diartikan sebagai kemampuan bawaan, sebagai potensi yang masih perlu
dikembangkan dan dilatih agar dapat terwujud. Pendapat ini juga sejalan dengan yang
dikemukakan oleh Sarwono (1986) bahwa bakat adalah kondisi didalam diri seseorang yang
memungkinkannya denngan suatu latihan khusus mencapai kecakapan, pengetahuan dan
keterampilan khusus. Maka dapat disimpulkan bahwa bakat merupakan potensi yang ada
dalam diri seseorang, yang perlu di latih dan dikembangkan karena tanpa latihan dan
pengembangan maka bakat yang ada dalam diri seseorang tidak akan terwujud.
C. PENGERTIAN KREATIVITAS
Sebenarnya ada banyak definisi mengenai kreatifitas, namun tidak ada satu definisi
pun yang dapat diterima secara universal. Hal ini karena begitu kompleksnya konsep
kreativitas dan penekanannya pun berbeda-beda (Utami Munandar, 1999). Dalam bukunya
mengenai mengembangkan bakat dan kreativitas anak sekolah, Utami Munandar (1987)
memberikan beberapa pengertian kreativitas berdasarkan pendapat para ahli, salah satunya
yang juga merupakan pengertian dasar dari kreativitas adalah kreativias merupakan
kemampuan untuk membuat kombinasi baru, berdasarkan data, informasi dan unsur-unsur
yang ada.
Apa yang diciptakan dapat diperoleh dari pengetahuan datau pengalaman hidup
anaknya, khususnya yang diperoleh di sekolah maupun lingkungan keluarganya. Dengan
demikian, semakin memungkinkan baginya untuk menciptakan ide-ide yang kreatif. Sejauh
mana seseorang dikatakan kreatif, ditunjukan melalui kemampuan untuk membuat kombinasi
baru.
Belahan otak kiri banyak berkaitan dengan verbal, matematis, analisis, rasional serta hal-hal
yang menekankan pada keteraturan. Sedangkan belahan otak kanan yang mengontrol bagian
kiri tubuh manusia, terutama mengkhususkan pada hal-hal yang bersifat nonverbal dan
holistik, inutif, imajinatif. Agar kreativitas seseorang dapat lebih terwujud maka belahan otak
kanan perlu diasah (Rosemini, 2000)
Pengertian dasar lain dari kreativitas, yang juga merupakan kesimpulan Utami Munandar
(1987), menyebutkan bahwa secara operasional kreativitas adalah kemampuan yang
mencerminkan kelancaran, keluwesan, dan orisinalitas dalam berfikir, serta kemampuan
untuk mengelaborasi (memperkaya, mengembangkan dan merinci ) suatu gagasan.
Dalam kreativitas juga dijumpai adanya 4P. menurut konsep atau pendekatan 4 P,
kreativitas merupakan suatu pendekatan yang melihat kreativitas dari segi pribadi, pendorong
(press), proses, dan produk kreativitas.
Sebagai pribadi menunjukan bahwa kreativitas dimiliki setiap orang, namun dalam kadar
yang berbeda-beda.
Sebagai pendorong (press) diartikan bahwa lingkungan memiliki andil dalam memberikan
rangsangan agar kreativitas dapat terwujud.
Proses adalah suatu yang diperlukan, untuk melihat bagaimana suatu hasil kreatif dapat
dicapai.
Produk menunjukan bahwa setiap hasil kreatif seseorang diharapkan dapat dinikmati oleh
lingkungan dan yang terpenting bahwa hasil kreatif seseorang juga harus bermakna bagi yang
bersangkutan (Utami Munandar, 1999 dan Rosemini, 2000).
b. ciri afektif
ciri afektif mencakup :
1. rasa ingi tahu
2. bersifat imaginative
3. merasa tertantang oleh kemajemukan
4. sifat berani mengambil resiko
5. sifat menghargai
c. Menghubungkan pemikiran divergen dan pemikiran konvergen
Pemikiran konvergen yang menuntut siswa mencari jawaban tunggal yang paling
tepat berdasarkan informasi yang diberikan, tampaknya sudah tidak asing bagi kita.
Di lain pihak, pemikiran divergen atau pemikiran kreatif menuntut siswa untuk mencari
sebanyak mungkin jawaban terhadap suatu persoalan.
Berbicara mengenai keterampilan berfikir konvergen dan divergen, tidak berarti bahwa
keduanya harus berada dalam suatu kegiatan yang berbeda.
d. Menggabungkan proses berfikir dengan proses afektif
Sebelumnya telah diutarakan mengenai ciri-ciri berfikir kreatif dan ciri-ciri afektif.
Melalui hal tersebut, guru dapat merancang kegiatan belajar mengajar dengan
mengombinasikan keduanya. Kegiatan belajar yang menggabungkan keterampilan berfikir
luwes dan ciri afektif yang berkaitan dengan daya imajinasi.
Dari apa yang dikemukakan mengenai belajar dan berfikir kreatif, akan sangat ideal
jika hal ini benar-benar dapat dilaksanakan di dunia pendidikan kita.
F. FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH DAN SUMBER-SUMBER
KREATIFITAS YANG PERLU DIKEMBANGKAN
Beberapa penelitian (Getazels & Jackson, 1962:Block & Block,1987: dan
Runco,1992) mengenai peran lingkungan rumah menunjukan bahwa keluarga dari anak yang
kreatif cenderung menerima anak apa adanya (tidak memaksa), merangsang rasa ingin tahu
intelektualnya, dan membantu mereka untuk memilih dan menekuni sesuatu yang diminati
(dalam Shaffer,1996).
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa perkembangan bakat kreatif seseorang berkaitan
dengan 2 faktor, yaitu motivasi seseorang untuk mengembangkannya, dan lingkungan yang
mendukung perkembangannya, termasuk latihan yang ditangani ahli.
Arasteh (dalam Hurlock. 1978) mengemukakan adanya masa-masa kritis dalam
perkembangan kreativitas. Hal ini perlu diketahui karena dapat mengalangi perkembangan
kreativitas anak. Masa-masa kritis tersebut ialah usia 5 sampai 6 tahun, usia 8 sampai 10
tahun, 13 sampai 15 tahun dan 17 sampai 19 tahun.
Berkaitan dengan anak usia SD maka hanya akan di bahas 2 masa kritis pertama
1. Usia 5 sampai 6 Tahun
Sebelum anak siap masuk sekolah, anak diajarkan untuk menerima apa yang
ditetapkan oleh tokoh otoriter, mematuhi aturan dan keputusan orang dewasa di lingkungan
rumahnya.
2. Usia 8 sampai 10 Tahun
Masa ini merupakan masa dimana ada kebutuhan utuk dapat diterima sebagai anggota
kelompok teman sebayanya. Agar dapat diterima kelompoknya maka anak menerima pola-
pola yang ditetapkan kelompoknya.
Dalam bukunya Child Development, Berk (2003) mengemukakan beberapa komponen dari
kreativitas dan bagaimana cara orang tua maupun guru untuk memperkuat peran komponen-
komponen tersebut dalam diri seorang anak.
1. Sumber Kognitif
Moore, 1985 (dalam Berk, 2003) telah melakukan penelitian terhadap sejumlah siswa
SD yang diminta untuk memilih suatu objek dan menceritakannya. Anak yang mencari tahu
lebih banak mengenai suatu objek tersebut, menemukan dan mengenal masalah lebih dalam,
hasil cerita mereka juga lebih orisinal.
Misalnya, mereka yang biasa menciptakan ide-ide kreatif di bidang sastra, seni dan lain-lain,
umunya menggunakan analogi dan metafora untuk menemukan sesuatu yang unik.
2. Sumber Kepribadian
Karakteristik kepribadian turut mengembangkan komponen kognitif dari kreatifitas.
Beberapa sifat yang harus ada adalah
a. Gaya inofatif dan berfikir
Orang-orang yang kreatif tidak hanya memiliki kapasitas untuk memandang sesuatu dalam
cara yang baru, tetapi juga dalah mengolahnya. Dalam menemukan masalah secara inovatif,
mereka cenderung memilih aktivitas yang tidak terlalu terstuktur.
b. Sikap toleran pada ketekunan dan sesuatu yang jamak
Tujuan kreatif adalah memungkinkan timbulnya situasi yang tidak pasti, khususnya jika
masalah tidak cocok satu sama lain.
c. Kemampuan untuk mengambil resiko
Kreatifitas memungkinkan seseorang menghadapi situasi yang penuh tantangan. Mendorong
untuk berfikir pada situasi yang penuh tantangan dapat meningkatkan proses berfikir
divergen.
d. Berani terhadap pendapat
Oleh karena ide-idenya yang orisinal, tidak mentup kemungkinan untuk ditentang oleh orang
lain, khususnya jika guru merasa ragu dengan pendapatnya.
3. Sumber Motivasi
Motivasi untuk kreatifitas lebih menitikberatkan pada tugas daripada tujuan. Oleh
karena hal ini menunjukan pada keinginan untuk berhasil pada tingkat yang lebih tinggi,
tetapi memusatkan perhatian pada masalah, sedangkan jika titik beratnya pada tujuan, hal ini
banyak berkaitan dengan hadiah/penghargaan (dari luar) seperti peringkat dan hadiah.
4. Sumber Lingkungan
Lingkungan dapat menciptakan kondisi fisik maupun sosial yang membantu seseorang untuk
menghasilkan dan mengembangkan ide-ide baru. Dari penelitian terhadap anak berbakat.
Menujukan bahwa mereka berasal dari lingkungan rumah yang sarat akan bahan bacaan
maupun yang merangsang berbagai aktivitas, serta orang tua yang menekankan pada rasa
ingin tahu dan menerima kekhasan anak (Albert dkk, 1994 dalam Berk 2003).
Dengan mengetahui sumber-sumber kreatifitasnya yang meliputi segi intelektual,
kepribadian, mtivasional maupun lingkungan, diharapkan lingkungan rumah maupun sekolah
dapat memberikan rangsangan yang sesuai, sebagaimana yang telah dijelaskan dalam belajar
kreatif.
Kegiatan Belajar 3
A. KECERDASAN INTELEKTUAL
Piaget (dalam Shaffer, 1996) menjelaskan inteligensia sebagai dasar fungsi kehidupan
yang membantu seseorang/organisme untuk beradaptasi dengan lingkungannya. Kita dapat
membayangkan bagaimana adaptasi seorang balita ketika ia akan memasang Tv, bagaimana
anak usia sekolah embagi gula-gula keteman-temannya atau anak remaja dapat memecah
persoalan matematika.
Utami Munandar (1986) mengemukakan bahwa kecerdasan intelektual dapat dirumuskan
sebagai kemampuan untuk
1. berfikir abstrak
2. mengangkap hubungan-hubungan dan untuk belajar
3. menyesuaikan diri terhadap situasi-situasi baru
1. Konsep IQ
Kebanyakan tes intelegansia mengonversikan skor mentahnya sehingga berdasarkan
perhitungan statistik jika hasil kerja sampel digambarkan dalam suatu kurva distribusi normal
maka akan diperoleh nilai rata-rata 100 dengan menyimpan baku 15.
2. Struktur Intelektual dari Guilfold
Guilfold (dalam Cohen, 1999) mengemukakan suatu model struktur intelektual yang dapat
digambarkan sebagai suatu kubus yang terdiri dari tiga dimensi intelektual.
Berdasarkan model ini, aktivasi mental dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
a. operasi intelektual menunjukan macam proses pemikiran yang berlangsung. Meliputi
kognisi,ingatan, berfikir divergen, berfikir konversi, dan evaluasi.
b. isi intelektual menunjukan macam materi yang digunakan. Meliputi figural, simbolik,
semantik, dan perilaku.
c. Produk menunjukan hasil dari operasi (proses)tertentu yang diterapkan pada isi materi
tertentu.
B. KECERDASAN EMOSIONAL
Selama bertahun-tahun banyak ahli percaya bahwa IQ atau kemampuan intelegensia adalah
segala-galanya, dan menggolongkan emosi sebagai domain (bagian) dari intelegensia dan
bukan melihat emosi dan intelegensia sebagai dua hal yang berbeda.
Untuk itu, dalam pembahasan berikut akan diutarakan mengenai pengertian kecerdasan
emosional dan konsep EQ yang berbeda dengan konsep EQ yang sudah kita kenal selama
bertahun-tahun.
1. Pengertian Kecerdasan Emosional
Istilah kecerdasan emosi pada awalnya dikemukakan oleh Peter Salovey dan John Meyer,
Kemudian dipopulerkan oleh David Goleman. Hedlund dan Sternberg (2000) merangkum
pengertian kecerdasan emosional sebagaimana yang diungkapkan oleh Goleman (1995)
sebagai kemampuan seseorang untuk dapat memotivasi diri sendiri dan tekun dalam
menghadapi frustasi mengontrol dorongan-dorongan impulsif (dorongan yang timbul
berdasarkan suasana hati) dan mampu menunda pemuasan, mengatur suasana hati sehingga
tidak mempengaruhi kemampuan berfikir, berempati.
Goleman mengemukakan 5 norma dari kecerdasan emosional, sebagaimana yang diringkas
oleh Salovey berdasarkan pandangan inteligensia pribadi dari Gardner.
a. Pengenalan emosi diri
b. pengendalian emosi
c, motivasi diri sendiri
d. mengenali emosi
e. mengendalikan hubungan dengan orang lain.
2. Konsep EQ yang berbeda dari IQ
Goleman (1995) dan Sephiro (1997) mengemukakan bahwa sesungguhnya EQ tidak
berlawanan dengan IQ atau kecerdasan Kognitif, namun keduanya lebih menggambarkan
konsep yang berbeda. Kehidupan emosi tampaknya banyak mempengaruhi pemanfaatan
kecerdasan kognitif. Tampaknya kita juga perlu menyadari bagaimana seharusnya IQ dan EQ
berkembang seimbang. Oleh karena sebagaimana diungkapkan oleh para ahli, perbedaan
antara IQ dan EQ adalah peran faktor bawaan pada IQ tidak terlalu menonjol (Saphiro, 1997).
C. PERAN ORANG TUA DAN GURU DALAM MENGEMBANGKAN IQ DAN EQ
Tidak dapat dipungkiri bahwa orang tua mempunyai peran yang besar dalam
mengembangkan IQ maupuan EQ anak-anaknya. Berbagai cara dilakukan oleh para orang tua
untuk mengembangkan kemampuannya.
Disamping itu, rangsangan yang berkaitan dengan pengembangan juga perlu diperhatikan.
Goleman (1999 dalam Diennaryati, 2000) mengemukakan bahwa untuk mendapatkan
pengendalian emosi secara sehat maka ada berbagai hal yang perlu dilatih pada anak, seperti
berikut ini.
1. mengajarkan anak untuk mngenali perasaannya sendiri dan membiarkan mereka
mengungkapkan perasaan ini secara sehat.
2. melatih anak mengekspresikan perasaannya dengan baik
3. melatih anak mengenali perasaan orang lain dan dampak dari perasaan orang lain.
1. Menyadari Emosi Anak
Memupuk empati dalam diri orang tua maupun guru adalah perlu agar kita dapat
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Dengan demikian, kita akan benar-benar
menyadari emosi anak sebagaimana dirasakan oleh anak dan bukan emosi yang kita
harapkan.
2. Mengakui Emosi sebagai Peluang untuk Kedekatan dan Mendidik
Pada saat merasa sedih, marah dan takut maka orang pertama yang amat dibutuhkan
adalah orang tua. Dilain pihak jika perasaan-perasaan seperti muncuk pada saat anak berada
disekolah maka kebutuhan akan kehadiran guru juga diperlukan anak.
3. Mendengarkan dengan Empati dan Meneguh Perasaan Anak
Mendengarkan dan memberikan ungkapan secara empati akan menjadikan anak
mengerti bahwa orang tua/guru memperhatikan keprihatinannya karena diakui secara terbuka.
4. Menolong Anak memberi Nama Emosi dengan Kata-kata
Semakin jelas menggunakan banyak nama yang menggambarkan kadar emosi yang
dirasakan anak, seperi tegang, kesal, cemas, marah, sedih takut maka anak akan menjadi lebih
mengerti perasaannya sendiri yang nantinya mampu melukiskannya secara verbal dan bukan
hanya nonverbal saja.
5. Menentukan Batas-batas sambil membantu anak Memecahkan Masalah
Tahapan- tahapan tersebut memang tidak mudah jika harus dilakukan karena untuk
mengembangkan pengendalian emosi anak juga perlu diperhatikan beberapa hal berikut.
a. Hindari kritik
b. Gunakan pujian lebih banya
c. Pahamilah apa yang dirasakan anak dan cobalah kita mengungkapkan apa yang dirasakan
anak tersebut.
Kegiatan Belajar 1
Kegiatan Belajar 2
Kegiatan Belajar 3
A. PENGERTIAN GENDER
Jenis kelamin menunjukan pada dimensi biologis dari menjadi laki-laki maupun
perempuan.
Dilain pihak stereotype gender diartikan sebagai seperangkat keyakinan (beliefs) tentang
karakteristik yang sesuai menjadi perempuan dan laki-laki. Misalnya begitu anak lahir, orang
tua cenderung memberikan perlakuan yang berbeda terhadap anak laki-laki maupun anak
perempuan.
Hal yang perlu apa yang diungkapkan Santrock berdasarkan teori belajar sosial mengenai
gender .
1. Pengaruh orang tua
2. Pengaruh kelompok sebaya
3. Pengaruh sekolah dan guru
4. Pengaruh media masa
B. PERAN GENDER DI USIA SEKOLAH
Pada usia anak sekolah, anak laki-laki mempunyai identifikasi peran masculine,
sedangkan anak perempuan lebih androgyny (yaitu adanya ciri-ciri masculine dan feminine
pada individu yang sama)
Pada dasarnya memang ada perbedaan gender dalam kemampuan mental dan kepribadian.
Anak perempuan lebih unggul dalam perkembangan bahasa namun lebih sensitif dan
tergantung. Sedangakan anak laki-laki unggul dalam kemapuan keuangan dan lebih agresif.
C. MENGEMBANGKAN STEREOTYPE NONGENDER PADA ANAK
Untuk mengurangi stereotye gender pada anak-anak perlu dilakukan beberapa cara
oleh orang tua dan guru. Misalnya, orang tua maupun guru dapat membantu anak-anak untuk
lebih mengenal peran gender laki-laki maupun perempuan.
Anak juga perlu menyadari akan stereotype gender dimasyarakat. Meskipun peran gender
dalam masyarakat berbeda antara anak laki-laki dan perempuan, namun peran tersebut dapat
berganti tergantung situasi dan kebutuhan yang ada.
Setelah anda membaca kegiatan belajar ini, diharapkan anda dapat lebih memahami
apa yang dimaksud dengan gender dan jenis kelamin, dan apa yang harus dilakukan guru
maupun orang tua agar anak lebih memahami meskipu peran gender dalam masyarakat
berbeda, namun peran tersebut dapat berganti tergantung dari situasi, kebutuhan, minat, dan
keterampilan yang dimiliki.